Catatan Akhir Tahun Pendidikan Indonesia

Refleksi Pendidikan Indonesia

“ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.”

Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 diatas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia
adalah untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia serta beriman. Berakhlak mulia
sendiri sering diartikan sebagai berprilaku baik maupun santun sedangkan beriman adalah percaya dan
taat akan ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Namun, apakah pelajar pada zaman sekarang telah mencermikan
akhlak yang mulia dan beriman ? Secara pribadi mungkin saya akan mengatakan belum untuk pertanyaan
diatas. Banyak alasan yang mendasari saya untuk berkata demikian. Maraknya berita tawuran antar
pelajar serta perbuatan-perbuatan asusila yang melibatkan pelajar dalam setahun ini membuat saya
berpendapat demikian. Lalu apa sebenarnya yang salah dengan pendidikan di Indonesia selama ini ?
Apakah pemerintahnya ? Pelajarnya ? Atau mungkin Pemerintah dan Pelajarnya ?
Bila dilihat ke belakang, tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah telah menyusun berbagai
peraturan pendidikan yang sangat bagus. Peraturan tersebut disusun untuk mewujudkan suatu sistem
Pendidikan Nasional yang mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang mumpuni dan mampu
memajukan Indonesia. Jadi dimanakah letak kesalahan pemerintah ? letak kesalahan pemerintah berada di
pelaksanaannya. Telah menjadi rahasia umum bahwa korupsi telah menyebar dan “menginfeksi” seluruh
sendi-sendi bangsa ini, termasuk pendidikan. Sering kita mendengar ada beberapa oknum guru yang

sengaja ”menganjurkan” siswa-siswi nya untuk menggunakan buku dengan merek tertentu sehingga guru
tersebut mendapat “bonus” dari penerbit. Contoh yang lain adalah Ujian Nasional, UN yang digunakan
sebagai ujian “terakhir” bagi siswa untuk bisa lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu telah
mendorong siswa untuk berbuat segalanya termasuk curang. Hal tersebut terjadi karena siswa merasa
bahwa UN adalah segalanya, UN adalah tolak ukur dari apa yang telah mereka pelajari selama beberapa
tahun. UN yang seharusnya menjadi indikator Pemerintah untuk mengukur tingkatan kecerdasan siswa
telah menjadi momok menakutkan yang kadang menelan korban jiwa. Penghapusan UN bagi jenjang SD
seakan menjadi angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Pemerintah yang mewajibkan wajib
belajar 9 tahun seakan menelan ludahnya sendiri ketika melaksanakan UN pada jenjang Sekolah Dasar.
Bagaimana seseorang bisa wajib belajar 9 tahun bila dia tidak lulus SD ?

Selain Pemerintah, pelajar yang merupakan komponen utama dari Pendidikan juga ikut berperan
dalam carut-marutnya pendidikan di Indonesia. Maraknya berita mengenai tawuran antar pelajar maupun
berbagai tindakan asusila yang melibatkan pelajar membuat kita berpikir apakah pelajar kita sudah
sebegitu buruknya ? apakah calon pemimpin bangsa ini adalah calon-calon preman dan orang-orang
jahat ? jawabanya tidak. Kaum muda adalah kelompok usia yang masih “labil”, mereka sangat mudah
terpengaruh dengan berbagai hal yang menarik yang terjadi di sekitar mereka. Jiwa mereka masih
meletup-letup untuk mencari hal-hal yang baru. Diperlukan suatu sinergi yang kuat dan
berkesinambungan dari berbagai pihak terutama pemerintah, sekolah dan keluarga untuk merumuskan
suatu formula yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Kurikulum 2013 merupakan bukti nyata dari usaha

pemerintah untuk mewujudkan generasi penerus yang tidak hanya terampil dan pintar melainkan yang
juga berakhlak mulia. Dalam kurikulum 2013 ditekankan mengenai sinergi dari 3 dimensi yaitu dimensi
sikap, dimensi pengetahuan dan dimensi keterampilan. Namun Kurikulum 2013 hanya akan menjadi
“mimpi siang bolong” saja bila tidak didukung oleh peran serta sekolah dan orang tua. Sekolah dapat
berperan untuk mewujudkan suatu lingkungan yang kondusif, bukan hanya kondusif untuk belajar saja
melainkan kondusif juga untuk pengembangan diri dan kemampuan pelajar. Nilai bagus itu penting
namun bukanlah segalanya. Sedangkan keluarga dapat berperan dengan menjadi garda terdepan dalam
membentuk karakter siswa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menciptakan dan memilih
lingkungan tinggal yang baik, mengajarkan tentang tenggang rasa dalam kehidupan sosial bermasyarakat
serta membentuk pelajar menjadi manusia yang beriman. Sehingga diharapkan dengan adanya sinergi
yang kuat dan berkesinambungan antara Pemerintah, Lingkungan Sekolah, serta Lingkungan Keluarga
diharapkan akan terbentuk generasi muda yang beriman,berahklak mulia, berilmu serta kreatif yang akan
membawa Indonesia menjadi lebih baik di tahun 2014,bahkan kembali menjadi Macan Asia.

Bahkan sering kita temui banyak anak-anak yang berada di jalanan saat jam sekolah berlangsung
entah sebagai pengamen,pengemis atau loper Koran. Lalu berbagai pertanyaan muncul dalam
benak kita, Apakah mereka tidak bersekolah ? Dimanakah orang tua mereka ? Untuk apa uang
yang mereka dapatkan ? semahal itukah pendidikan di Indonesia sehingga banyak anak yang
tidak dapat bersekolah ?
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 telah disebutkan secara jelas bahwa setiap warga Negara tanpa

terkecuali berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan disini bukan hanya soal memberi
pelajaran kepada siswa akan tetapi keseluruhan proses belajar-mengajar dengan segala fasilitas
yang mendukung kegiatan tersebut. Namun, apakah benar semua warga Negara telah
memperoleh pendidikan yang layak atau setidaknya memperoleh pendidikan ? Apakah
Pemerintah telah benar-benar melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 ?
Akhir-akhir ini marak
, Bila anda ditanya mengenai seberapa sering anda melihat berita tawuran antar pelajar dalam
seminggu, mungkin anda kan menjawab sering apalagi, bagi mereka yang tinggal di daerah
ibukota, tawuran antar pelajar seakan menjadi suatu hal yang umum terjadi. Tawuran antar
pelajar sering berawal dari berbagai masalh-masalah sepele yang mungkin

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100