ISLAM DAN PERBANKAN dan ID

ISLAM DAN PERBANKAN

Oleh
NASRULLAH
TIBYANUDDIN

JURUSAN PERADILAN
PRODI HUKUM ACARA PERADILAN DAN KEKELUARGAAN
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR

1

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidahnya Kami diberikan kesehatan sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan ini. Shalawat beserta salam senantisa tercurah
kepada Nabi Muhammad saw beserta para keluarga dan sohabatnya. Aamiin.
Makalah ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Perbankan
Islam jurusan Peradilan prodi Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam
menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih.
Semoga Allah SWT membalas dengan balasan yang setimpal. Saran dan
kritik yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan substansi
makalah ini.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
Samata, 10 Maret 2017
Penyusun

2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. II
Daftar Isi........................................................................................................... III
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
Bab II Pembahasan........................................................................................... 6
A. Makna Islam......................................................................................... 6

B. Cakupan Islam...................................................................................... 9
C. Islam dan Perbankan............................................................................. 9
Bab III Penutup................................................................................................. 24
A. Kesimpulan........................................................................................... 24
B. Saran..................................................................................................... 24
Daftar Pustaka................................................................................................... 26

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan
sempurna (syumul). Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja
aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Al- Qur’an
secara tegas menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara
lain, ( QS. 5:3, 6:38, 16:89)

Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu

(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Di antara ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek
ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah ). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup
banyak, baik dalam Al-quran, Sunnah, ijtihad para ulama maupun praktik-praktik
bisnis dalam sejarah. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah
ekonomi sangat besar

4

Salah satu bentuk kegiatan ekonomi dan keuangan yang berkembang saat
ini adalah perbankan. Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga
fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa
pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin. Fungsi-fungsi
bank telah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi tersebut adalah
menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi (qardh)
dan menginvestasikan uang untuk keperluan bisnis (melalui mudharabah dan
musyarakah), serta melakukan pengiriman uang dan tukar menukar menukar uang
(al-sharf).

Disamping itu kita semua mengetahui bahwa masalah ekonomi/perbankan
ini termasuk muamalat, maka nabi Muhammad SAW tentunya tidak memberikan
aturan-aturan yang rinci mengenai masalah ini. Al Qur’an dan As Sunnah hanya
memberikan prinsip-prinsip & filosof dasar dan menegaskan larangan-larangan
yang harus dijauhi. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai bagaimana perbankan dalam pandangan islam
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam dalam perbankan?

5

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Islam
Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan
dan aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu
dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata
salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk
dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada
Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah
swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan
atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai
makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada
Allah.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang
mendefinisikannya; di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa
Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw.
sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama
perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar

6

dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah,

sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang
secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.
Adapun makna-makna mengenai Islam:
1. Islam adalah Ketundukan, Allah menciptakan alam semesta, kemudian
menetapkan manusia sebagai hambaNya yang paling besar perannya di muka
bumi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam semesta di
sekitarnya, kemudian berusaha mencari jalan untuk kembali kepada
Penciptanya. Tatkala salah berinteraksi dengan Allah, kebanyakan manusia
beranggapan alam sebagai Tuhannya sehingga mereka menyembah sesuatu
dari alam. Ada yang menduga-duga sehingga banyak di antara mereka yang
tersesat. Ajaran yang benar adalah ikhlas berserah diri kepada Pencipta alam
yang kepadaNya alam tunduk patuh berserah diri. (QS. 4:125) Maka, Islam
identik dengan ketundukan kepada sunnatullah yang terdapat di alam semesta
(tidak tertulis) maupun Kitabullah yang tertulis (Alquran).
2. Islam adalah Wahyu Allah Dengan kasih sayangnya, Allah menurunkan AdDien (aturan hidup) kepada manusia. Tujuanya agar manusia hidup teratur dan
menemukan jalan yang benar menuju Tuhannya. Aturan itu meliputi seluruh
bidang kehidupan: politik, hukum, sosial, budaya, dan sebagainya. Dengan
demikian, manusia akan tenteram dan damai, hidup rukun dan bahagia dengan
sesamanya dalam naungan ridha Tuhannya. (QS. Al-Baqarah: 38) Karena
kebijaksanaanNya, Allah tidak menurunkan banyak agama. Dia hanya

menurunkan Islam. Agama selain Islam tidak diakui di sisi Allah dan akan
merugikan penganutnya di akhirat nanti. Sebagaimana firman Allah,
“Sesungguhnya Ad-Dien yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS.

7

3:19) Sebab, Islam merupakan satu-satunya agama yang bersandar kepada
wahyu Allah secara murni. Artinya, seluruh sumber nilai dari nilai agama ini
adalah wahyu yang Allah turunkan kepada para RasulNya terdahulu. Dengan
kata lain, setiap Nabi adalah muslim dan mengajak kepada ajaran Islam. Ada
pun agama-agama yang lain seperti Yahudi dan Nasrani adalah penyimpangan
dari ajaran wahyu yang dibawa oleh para nabi tersebut.
3. Islam adalah Hukum-hukum Allah di dalam Alquran dan Sunnah.. Orang yang
ingin melihat Islam hendaknya melihat Kitabullah Alquran dan Sunnah
Rasulullah. Keduanya, menjadi sumber nilai dan sumber hukum ajaran Islam.
Islam tidak dapat dilihat pada perilaku penganut-penganutnya, kecuali pada
pribadi Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Nabi Muhammad saw.
bersifat ma’shum (terpelihara dari kesalahan) dalam mengamalkan Islam.
Beliau membangun masyarakat Islam yang terdiri dari para sahabat Nabi
Muhammad saw yang langsung terkontrol perilakunya oleh Allah dan

RasulNya. Jadi, para sahabat Nabi tidaklah ma’shum bagaimana Nabi, tapi
mereka istimewa karena merupakan pribadi-pribadi didikan langsung Nabi
Muhammad
saw. Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan penduduk, ruhani dan
amal, Alquran dan pedang sebagaimana telah dibuktikan dalam hidup Nabi,
para sahabat, dan para pengikut mereka yang setia sepanjang zaman.
4. Islam adalah Jalan Allah Yang Lurus Islam merupakan satu-satunya pedoman
hidup bagi seorang muslim. Baginya, tidak ada agama lain yang benar selain
Islam. Karena ini merupakan jalan Allah yang lurus yang diberikan kepada
orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. (QS. 6:153; 45:18)

8

5. Islam Pembawa Keselamatan Dunia dan Akhirat, Sebagaimana sifatnya yang
bermakna selamat sejahtera, Islam menyelamatkan hidup manusia di dunia
dan di akhirat. Keselamatan dunia adalah kebersihan hati dari noda syirik dan
kerusakan jiwa. Sedangkan keselamatan akhirat adalah masuk surga yang
disebut Daarus Salaam. Allah menyeru (manusia) ke Daarus Salaam (surga),
dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam).
(QS. 10:25) Dengan enam prinsip di atas kita dapat memahami kemuliaan dan

keagungan ajaran agama Allah ini. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Islam itu
tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.” Sebagai ajaran, Islam tidak
terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini kelebihan
Islam dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri memberi
jaminan. (QS.5:3)
B. Cakupan Islam
1. Ajarannya bersumber dari wahyu yang tertulis dalam al-Quran serta hadis
Al-quran yang terdiri atas 6236 ayat 30 jus 114 surah menyampaikan
ajaran yang luas, yang disebut ayat-ayat Qur’aniyah. Selain itu, yang
tercantum di alam semesta juga ayat-ayat tuhan, yang disebut ayat-ayat
kauniyah. Hadis, selain menjelaskan isi umum dan global dari al-quran
juga menyampaikan hukum yang merupakan kewenangan nabi SAW atas
izin Allah SWT.
2. Ajaran turun dalam masa sekitar 23 tahun, sehingga dapat menjawab
banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat.
Dengan masa 22 tahun 9 bulan 13 hari itu, banyak ajaran yang dapat di
tulis oleh masyarakat pada masa nabi, yang dikenal dengan sahabat. Selain
menulis ajaran, sahabat yang menghafalkan ajaran serta mengamalkan

9


ajaran islam pada masa nabi. Bahkan, jika ada persoalan yang terjadi pada
masa itu mereka dapat menanyakan langsung kepada nabi SAW.
3. Pokok-pokok ajarannya selain berisi akidah, ibadah, muamalah, juga
akhlak.
4 bidang inilah yang menjadikan islam benar-benar tidak hanya berupa
pengetahuan keagamaan, tetapi mencangkup bidang yang luas yakni sosial
kemasyarakatan atau sosial politik bahkan etika dalam kehidupan. Maka
tidak heran jika pada masanya, nabi SAW selain menjadi rasul juga pernah
menjadi kepala negara
4. Nabi SAW selain menyampaikan ajaran, juga teladan bagi umat manusia.
Mantapnya islam terlihat dari pribadi menyampai ajaran. Nabi SAW selain
seorang rasul yang menyampaikan ajaran rahmat bagi seluruh alam,
pribadinya merupakan profil teladan bagi kehidupan ini. Dari pribadinya
banyak contoh perilaku yang baik yang dapat dipetik dalam kehidupan ini.
C. Islam dan Perbankan
1. Pengertian Islam
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah
swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan

akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan
atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai
makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada
Allah.
Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaranajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi

10

Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran
yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi dari
kehidupan manusia.
2. Pengertian perbankan
Perbankan atau bank menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
badan usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang dalam
masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang
Definisi bank menurut Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Perbankan atau Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat (Pasal 1 angka 2 UU Perbankan Syariah dan Pasal 1 angka 2 UU
tentang Perbankan). Dengan definisi di atas, bank berarti meliputi seluruh
perbankan, baik Bank Umum Konvensional, BUS, UUS, BPR, maupun BPRS.
Memang pada zaman nabi Muhammad SAW belum ada yang namanya bank, akan
tetapi pada era sekarang muncul yang namanya bank. 1
3. Perbankan dalam pandangan Islam
Islam suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi
kehidupan manusia, maka tidak satupun aspek kehidupan manusia yang terlepas
dari ajaran islam, termasuk aspek ekonomi, salah satunya adalah bank. Memang

1 Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam dan Hukum
Nasional,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), halaman 6

11

pada zaman nabi Muhammad SAW belum ada yang namanya bank, akan tetapi
pada era sekarang muncul yang namanya bank.
Seperti mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib.
Dan karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna
tanpa adanya lembaga perbankan, hal ini pun wajib diadakan. Dalam ushul fiqh,
ada kaidah yang mengatakan bahwa:

‫ب‬
‫ومال و ي وجت لهم اللو جججب اجل لو جبجه وفههوو وواجج ب‬
Artinya : Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan karena dengan adanya
suatu hal, maka hal tersebut juga wajib.
Dengan demikian, maka kaitannya antara Islam dengan perbankan menjadi
jelas, yaitu bahwa antara Islam dalam bidang muamalat dengan dunia perbankan,
baik dunia perbankan konvensional maupun dunia perbankan Islam ada relasi atau
hubungan yang saling berkaitan.
Mengenai perbankan ini sebenaroya sudah dikenal kurang lebih 2500
sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi.
Perbankan modern berkembang di Itali pada abad pertengahan yang dikuasai oleh
beberapa keluarga untuk membiayai ke-Pausan dan perdagangan wol. Selanjutnya
berkembang pesat pada abad ke-18 dan 19.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu
bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang
tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus
uang, seperti bank-bank urnum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Kalau kita perhatikan bentuk hukumnya, maka struktur bank-bank di Indonesia

12

adalah: bank-bank negara, bank-bank pemerintah daerah, bank-bank swasta
nasional, bank-bank asing campuran dan bank-bank milik koperasi.
Dalam topik ini, ada dua masalah yang akan dibahas, yaitu bank dan rente,
bank dan fee.
A. Bank dan Rente
Bank menurut Undang-undarig Pokok Perbankan tahun 1967 adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dari batasan tersebut jelas, bahwa
usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang.
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal
dengan istilah bunga. Oleh Fuad Muhammad Fachruddin disebutkan bahwa rente
ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjarnkan
uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam. Berkat bantuan bank
yang meminjarnkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan
keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fuad Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram
hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjarnkannya. Sedang
uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian
dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa risiko
apa-apa. Bank meminjarnkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu
semata-mata menjadi keuntungan bank yang sudah ditetapkan keuntungannya.
Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang itu rugi atau
untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya.
Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga
terjadi perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan

13

berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal
boleh tidaknya serta halal haramnya.
Dunia perbankan dengan sistem bunga (rente), kelihatannya semakin
mapan dalam perekonomian

modern, sehingga

hampir

tidak

mungkin

menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Bank pada saat ini merupakan
sesuatu kekuatan ekonomi masyarakat modern. Dari satu segi ada tuntutan
keberadaan bank itu dalam masyarakat untuk roengatur lalu lintas keuangan, di
lain pihak, masalah ini dihadapkan dengan keyakinan yang dianut oleh urnmat
Islam, yang sejak awal kehadiran agama Islam telah didoktrinkan bahwa riba itu
haram hukumnya. Pada saat dihararnkan, riba itu telah berurat berakar dalam
masyarakat jahiliah yang merupakan pemerasan orang kaya terhadap orang
miskin. Orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah melarat.
Sebagian besar ulama membagi riba menjadi dua macam, yaitu:
a. Riba nasiah, yaitu riba yang terjadi karena ada penangguhan (penundaan)
pembayaran utang.
b. Riba fadhl, riba yang terjadi karena ada tambahan pada jual beli benda
atau bahan sejenis.
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:
1. Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la
al-Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah al-’Arabi dan Yusuf
Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu (riba nasiah) dilarang oleh
Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank
yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Di
antara ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau
terpaksa” tetapi secara mutlak beliau menghararnkan.

14

2. Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata
Universitas Syariah di Damaskus mengernukakan, bahwa riba yang
dihararnkan seperti riba yang berlaku pada masyarakat jahiliah, yang
menipakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin), yang bersifat
konsumtif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak termasuk haram.
3. A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti
yang berlaku di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak
berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat
Ali lmran: 130.
4. Majelis Tafjih Muhammadiah dalam muktamaroya di Sidoarjo 1968
memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para
nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya
belum jelas halal haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis Rasulullah kita
harus berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu.
Dengan demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam
keadaan terpaksa saja.
Setelah kita perhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang
berkembang di kalangan ulama mengenai masalah riba ini, yaitu:
a. Pendapat yang menghararnkan.
b. Pendapat yang menghararnkan bila bersifat konsurntif, dan tidak
haram bila bersifat produktif.
c. Pendapat yang mengatakan syubhat, boleh tapi dalam keadaan
terpaksa.
d. Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
Masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu, semua merujuk kepada nash
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Narnun dalam memahaminya dan menafsirkannya

15

terjadi perbedaan pendapat. Sebagai bahan kajian, di bawah ini disebutkan ayatayat yang berhubungan dengan riba. Allah SWT berfirman, yang artinya:


“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).” (Q. S. Ar-Rum: 39)



“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan
bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, pudahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanyu, dan karena mereka memakan harta
orang dengun jalan yang butil. Kami telah menyediakan untuk orangorung yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q. S. An-Nisa:
160-161)



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keuntungan.” (Q. S. Ali ‘Imran: 130)
Dalam ayat di atas sudah ada ketegasan tentang larangan memakan riba.

Sebagian besar ulama berpendirian, bahwa riba yang dimaksud di sini adalah riba
nasi’ah itu tetap haram selamanya, walaupun tidak berlipat ganda. Kata “berlipat
ganda” dalam ayat tersebut, hanya menyatakan peristiwa (kejadian) yang pernah
terjadi di masa jahiliah dan jangan dipahami mafhum mukhalafnya, yaitu
sekiranya tidak berlipat ganda, berarti tidak haram (diperbolehkan).


“Orang-orung yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukun syaitan lantaran (tekanan)

16

penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghararnkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tahannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka: mereka kekal di dalamnya.”


“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa.”



“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala
di sisi Tahannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”



“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”



“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagirnu pokok hartamu;
kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”



“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atas semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah:
275-280)

17

Oleh sebagian ulama seperti al-Maraghi dan as-Shabuni menyatakan,
bahwa pengharaman riba diturunkan secara bertahap, sebagaimana keharaman
khamar (minuman keras). Berturut-turut diturunkan ayat dalam surat Ar-Rum: 39,
An-Nisa 160-161, Ali ‘Imran: 130 dan Al-Baqarah: 275-280.
Pada ayat 278 dengan tegas dinyatakan: “Dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut).” Dan pada ayat 279, dinyatakan “Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu.” Kalau masih ada sisa kelebihan
yang belum dipungut, tidak boleh lagi dipungut, dan hanya dibenarkan memungut
(menagih) modalnya saja, tidak boleh lebih. Hal ini berarti, mengambil kelebihan
itu tetap tidak boleh.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa walaupun ayat yang
disebutkan dalam surat Al-Baqarah, ayat yang terakhir diturunkan, tetapi dalam
menetapkan hukumnya tetap ada kaitannya dengan surat Ali ‘Imran: 130 yaitu
haram hukumnya, sekiranya berlipat ganda.
Ada juga orang mempertanyakan, mengapa pedagang (pengusaha) yang
mengambil kelebihan (keuntungan) lebih besar dapat dibenarkan, sedangkan bank
yang memungut kelebihan yang hanya sedikit saja tidak dibenarkan? Mengenai
hal ini, barangkali jawaban yang tepat ialah, bank tidak menanggung risiko rugi,
walaupun kelebihan tidak banyak. Sedangkan pada dagang (jual beli), ada
kemungkinan menanggung risiko rugi, karena dalam dunia dagang, tidak mesti
terus-menerus beruntung. Pihak bank tidak mau tahu, apakah para peminjam rugi
atau untung. Malahan barang/jaminan pun dapat disita, disamping kerugian yang
dideritanya. Disamping ayat-ayat tersebut di atas, diperkuat lagi dengan
keterangan beberapa hadits, seperti: Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:


“Tiap-tiap pinjaman yang menarik suatu manfaat, adalah semacam riba.”
(Al-Hadis).

18



“Sesungguhnya Nabi SAW melarang pinjaman (piutang) yang menarik
suatu manfaat.” (Al-Hadis).



“Tiap-tiap pinjaman (piutang) yang menarik manfaat adalah riba.” (AlHadis)

Sebagian ulama memandang, bahwa hadis tersebut di atas ada cacatnya. Hadis
pertama mauquf dan hadis kedua dan ketiga cacat sanadnya.
lbnu Mas’ud berkata, yang artinya:
“Sesungguhnya Nabi SAW telah melaknat pemakan riba (orang yang
memberi pinjaman), pemberi makannya (orang yang meminjam), dan dua orang
saksi dan penulisnya. Jika mereka tahu yang demikian, maka mereka dilaknat
dengan lidah Nabi Muhammad pada hari kiamat.” (R. An-Nasa’i)
Sabda Nabi SAW, yang artinya: “Sesungguhnya riba itu hanya riba nasi’ah
saja.” (HR. Bukhori).
Kendatipun di antara hadis itu ada yang dipandang lemah, tetapi jiwanya
sejalan dengan ayat-ayat riba di atas.
B. Bank dan Fee (Pungutan Biaya Administrasi)
Fee maksudnya adalah pungutan dana untuk kepentingan administrasi,
seperti keperluan kertas, biaya operasional dan lain-lain. Adapun namanya,
pungutan itu tetap termasuk bunga. Dengan demikian, persoalannya tetap sama
seperti uraian terdahulu, yaitu ada yang setuju dan ada pula yang menentangnya.
Bagi ulama yang membolehkan pungutan dana dan peminjam dan pemberian dana
(uang jasa) kepada penabung (deposito), tidak ada masalah, bila bermuamalah
dengan bank.
Akan tetapi bagi ulama yang menyatakan syubhat atau boleh bermuamalah
dengan bank dalam keadaan darurat (terpaksa), masih mengundang pertanyaan.
Sampai kapan masa darurat itu berakhir dan sampai kapan pemahaman syubhat itu

19

hilang? Oleh sebab itu, perlu ada solusi, ada pemecahan masalah yang dihadapi
oleh urnmat Islam mengenai perbankan ini. Salah-satu alternatif atau jalan
keluarnya adalah mendirikan Bank Islam.
Dalam dunia usaha dan perdagangan, sukar orang menghindar dari
perbankan karena via bank lebih mudah melakukan lalu lintas keuangan.
Tetapi, di sisi lain ummat Islam dihadapkan kepada suatu ketentuan hukum yang
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu apakah bermuamalah
dengan

bank

itu

sesuai

dengap

ajaran

Islam

atau

tidak?

Keragu-raguan itu sedapat mungkin dihilangkan dan harus ada jalan keluar yang
ditempuh, agar perekonomian yang dijalankan ummat Islam, tidak bertentangan
dengan ajaran Islam yang dianutnya.
Menyadari akan kenyataan ini, ummat Islam telah berusaha mencari jalan
keluarnya yaitu mendirikan Bank Islam karena Bank semacam ini menyediakan
sarana bagi ummat Islam untuk melakukan kegiatan muamalah sesuai dengan
ajaran Islam. Sarana yang tersedia pada Bank Islam adalah berupa fasilitas
perbankan menurut ajaran Islam, baik untuk usaha yang produktif maupun
investasi.
Kemudian ada perbedaan prinsip manajemen, antara Bank Islam dengan
bank konvensional dalam mengharmonisasikan kepentingan penyandang dana,
pemegang saham dan pemakai dana. Pada bank konvensional, kepentingan
penyandang dana adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang
tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah memperoleh imbalan spread
yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Kepentingan
pemakai dana adalah biaya yang lebih murah berupa tingkat bunga yang rendah.
Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan tersebut sulit diharmonisasikan.
Berbeda dengan Bank Islam, bahwa kepentingan penyandang dana pemegang

20

saham, dan pemakai dana, dapat diharmonisasikan, karena sistem bagi hasil.
Masing-masing memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang
benar-benar

terjadi.

Dengan

demikian,

manajemen

bank

berusaha

mengoptimalkan keuntungan pemakai dana, karena pemakai dana itulah pada
hakikatnya yang berdiri di barisan depan untuk mengelola dana yang dipinjarnkan
oleh bank.
Pada dasarnya Bank Islam tidak menyalurkan dana secara langsung
kepada pemakai dana, tetapi dalam bentuk barang yang diperlukan dan pihak
banklah yang mengeluarkan biayanya. Pemakai dana menunjuk langsung
pemasok barang, dengan kualitas dan harga pantas yang berlaku di pasaran.
Dalam keadaan tertentu, Bank Islam dapat menyalurkan dana dalam bentuk tunai
kepada pemakainya, sebagai pelengkap dan jumlahnya lebih kecil dari modal
yang berbentuk barang.
Sebagai ganti sistem bunga. Bank Islam menggunakan berbagai cara yang
bersih dari unsur riba, antara lain ialah:
1. Mudharabah, Mudbarabah ialah suatu perjanjian usaha antara pemilik modal
dengan pengusaha. Pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan
dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan. Hasil usaha bersama ini dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama pada saat dibuat dan ditandatangani
perjanjian. Umpamanya 60:40; 50:50. Sekiranya terjadi kerugian, yang bukan
karena penyelewengan atau keluar dari kesepakatan, maka pemilik modal dan
pengusaha, sama-sama menanggung rugi, yaitu rugi dana dan nigi tenaga
(skill).
2. Musyarakah, Musyarakah ialah suatu perjanjian usaha antara dua atau
beberapa orang (badan) pemilik modal untuk menyerahkan modalya pada
suatu proyek. Keuntungan dibagi atas kesepakatan bersama, atau berdasarkan

21

besar kecilnya modal masing-masing. Demikian juga mengenai kerugian yang
diderita, dicantumkan dalam perjanjian kerja sama itu. Dalam masyarakat kita
kenal dengan istilah patungan (joint venture). Bank di satu pihak dan
pengusaha di pihak lain.
3. Murabahah, Murabahah ialah pembelian barang dengan pembayaran
ditangguhkan. Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diberikan
kepada

nasabah

dalam

rangka

pemenuhan

kebutuhan

produksi.

Cara yang ditempuh ialah, pihak bank membelikan barang-barang yang
diperlukan oleh nasabah, atas nama bank tersebut. Pada saat itu juga pihak
bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang disetujui
bersama

dan

akan

dibayar

dalam

jangka

waktu

tertentu

pula.

Dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, harga tidak boleh berubah,
walaupun di pasaran harga naik atau turun. Pada saat jatuh tempo, belum tentu
pihak bank mendapat keuntungan, bila harga barang naik (inflasi). Demikian
juga sebaliknya adakalanya nasabah yang rugi karena barang turun drastis.
4. Wadi’ah. Wadi’ah ialah titipan (uang, surat-surat barharga atau deposito).
Pihak bank berkewajiban menjaga titipan itu dengan penuh amanah.
Di antara barang titipan itu, atas seizin penitip dapat dipergunakan
(dimanfaatkan oleh pihak bank). Bila mendapat keuntungan dari pemanfaatan
barang titipan itu, sepenuhnya menjadi milik bank. Bila sewaktu-waktu titipan
itu diminta kembali, pihak bank harus mengembalikan sepenuhnya sesuai
dengan yang tercantum dalam surat penitipan dan jangka waktu yang telah
ditetapkan. Bila pihak bank memberikan bonus kepada para nasabahnya, tidak
bertentangan dengan ajaran Islam asal tidak ada perjanjian sebelumnya. Hal
ini sangat bergantung kepada pihak bank, berapa yang pantas diberikannya.

22

Demikian gambaran singkat yang dapat ditempuh, agar terhindar dari
kemungkinan terlibat ke dalam riba yang dilarang oleh agama Islam, walaupun
batas-batas yang dianggap riba masih diperselisihkan di kalangan para ulama.
Jalan

yang

lebih

aman,

adalah

menempuh

praktek

muamalah

berdasarkan ajaran lslam, seperti Bank lslam, yaitu Bank Muamalat, BMT (Baitui
Maal wat Tanwil), Baitui Qiradh, Baital Tanwil (BT), BPS Syari’ah dan namanama lainnya, yang beroperasi sesuai dengan syariat Islam.

23

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi
kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi. Salah satu bentuk kegiatan
ekonomi dan keuangan yang berkembang saat ini adalah perbankan. Perbankan
adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu
bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang
tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus
uang, seperti bank-bank urnum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Kalau kita perhatikan bentuk hukumnya, maka struktur bank-bank di Indonesia
adalah: bank-bank negara, bank-bank pemerintah daerah, bank-bank swasta
nasional, bank-bank asing campuran dan bank-bank milik koperasi.
Namun perbankan yang berasal dari Barat, banyak mengandung praktek
yang dilarang syariah, seperti riba, gharar, maysir, mungkin juga haram dan bathil.
Semua itu harus dihilangkan dari sistem perbankan syariah. Dari masalah ini,
didirikanlah Bank Islam karena Bank semacam ini menyediakan sarana bagi
ummat Islam untuk melakukan kegiatan muamalah sesuai dengan ajaran Islam
B. Saran
1. Untuk Pemerintah
Perlu adanya aturan-aturan yang mengatur mengenai masalah Perbankan
(Konvensional) dan Perbankan Syariah. Sebagaimana kita ketahui telah ada aturan
perundang-undang mengenai masalah tersebut. Perbankan Syariah memang harus
berpijak pada Al-qur’an dan Hadis. Peraturan perundang-undangan terkait

24

perbankan Syariah memang merupakan hasil karya manusia, sehingga bisa salah.
Namun, dengan tekad untuk merealisasikan Al-qur’an dan Hadis, maka
pembentukan

peraturan

perundang-undangan

tersebut

disupervisi

oleh

cendikiawan-cendikiawan muslim. Sehingga diharapkan peraturan tersebut tidak
melenceng dari pijakan dasarnya, yaitu Al-qur’an dan Hadis.
2. Untuk Akademisi
Sebagai seorang akademisi, tentunya kita telah mengetahui antara yang
haq dan yang bathil. Meskipun dalam segi muamalah belum ada aturan-aturan
yang pasti yang mengatur cara bermuamalah, karena dalam ushul fiqih segala
bentuk muamalah itu boleh jika belum ada aturan yang melarangnya.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas mengenai masalah perbankan, maka kami
anjurkan bijaklah bermuamalah dalam hal perbankan, termasuk di dalamnya
pemilihan bank yang akan digunakan.
3. Untuk Masyarakat
Khususnya kepada masyarakat yang beragama Islam, dalam hal
perekonomian/perbankan dianjurkan menggunakan bank Islam atau bank Syariah
saja.

25

DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanti, Dwi. Pengertian dan Makna Islam.
https://duiiantydwi.wordpress.com/artikel-2/pengertian-dan-makna-islam/.
(akses tanggal 9 Maret 2017)
Hasan, Zubairi. 2009. Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum
Islam dan Hukum Nasional. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada)
Hidayat, Hendi. 2009. Islam dan Perbankan.
http://ngenyiz.blogspot.co.id/2009/02/islam-dan-perbankan.html. (akses
tanggal 9 Maret 2017)
Muzakki, Aden. 2011. Hubungan Islam dan Perbankan Islam
http://adenazkey17.blogspot.co.id/2011/06/hubungan-islam-danperbankan-islam.html. (akses tanggal 9 Maret 2017)
Planetto. 2010. Perbankan dalam Pandagan Islam.
http://planetto.blogspot.co.id/2010/10/perbankan-dalam-prespektifpandangan.html. (akses tanggal 9 Maret 2017)

26

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

11 143 2