Laporan Edisi 1 Januari 2018

F. Irawan

SYAMINA

Kejatuhan Yerusalem 1967
F. Irawan

Laporan
Edisi 1 / Januari 2018

ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah
lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala
bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak
media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk
menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada
metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.


Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
lk.syamina@gmail.com
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4

Perang Enam Hari 1967 dan Peristiwa Naksah — 9
Kejatuhan Yerusalem dan Kompleks Al-Aqsha — 14
Perubahan Demografi dan Wilayah Setelah 1967 — 15
Pendudukan Terlama pada Era Modern — 16
Aksi Zionis untuk Menguasai Yerusalem dan Al-Aqsha Pasca-1967 — 19

Skenario Ekstrem Kanan untuk Merobohkan Al-Aqsha — 21
Perspektif Masa Depan Israel tentang Yerusalem — 22
Penutup — 24

Daftar Pustaka — 27

3

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

EXECUTIVE SUMMARY

K

ampanye Zionis mengklaim bahwa Yerusalem adalah milik mereka, namun
faktanya sangat sedikit situs suci Yahudi di sana. Bahkan jumlah mereka tak
lebih dari 115 orang dalam sensus tahun 1752. Pada era Daulah Utsmaniyah
tersebut, komunitas Yahudi tenggelam dalam kemiskinan dan menjadi kaum

minoritas.
Fakta inilah yang membuat Zionisme sangat bersemangat mengajak migrasi
besar-besaran ke Palestina, membuka pemukiman, dan mendirikan situs-situs
agama baru, termasuk di antaranya Tembok Ratapan.
Selain membuat teori-teori pemikiran tentang Yerusalem, para pemimpin
Gerakan Zionisme juga memanfaatkan agama untuk mencaplok kota dan situs-situs
suci yang ada. Mereka mendoktrin para pengikutnya dengan Taurat dan mengangkat
tema tentang Zionisme, Tanah Suci, Haikal Tuhan, dan lain-lain. Dengan doktrin ini

4

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

mereka berharap Yahudi dunia tertarik untuk bermigrasi ke kota Yerusalem
dan menguasainya.
Pemicu dari Perang Enam Hari—yang berakibat kejatuhan Yerusalem—
antara pihak Israel dan negara-negara Arab pada tahun 1967 bisa sangat
terpolarisasi. Pertama, bentrokan antara warga Israel dengan warga Suriah

dan warga Palestina di Yordania. Warga Palestina ada yang ingin kembali ke
asalnya untuk mencari kerabat. Ditambah peristiwa pembantaian 69 warga
Palestina dan pembakaran 45 rumah di Tepi Barat.
Tensi semakin naik sebab ketegangan atas krisis di Terusan Suez yang
melibatkan Inggris, Prancis, dan Mesir juga meningkat. Di Suriah kondisi
memanas akibat konflik air Sungai Yordania. Ada pula keterangan yang
menegaskan bahwa Uni Soviet dengan sengaja memprovokasi sebuah perang
Arab dengan Israel pada tahun 1967.
Setelah kejatuhan Yerusalem, Yahudisasi adalah inti proyek sekaligus
cita-cita akhir Zionisme. Sekarang proyek ini melewati fase terpenting melalui
intensifikasi pemukiman di Yerusalem dan sekitarnya untuk menciptakan
perubahan besar terhadap identitas kearaban dan keislamannya.
Pemerintah Israel juga menyiapkannya menjadi ibu kota abadi yang akan
menjadi pusat domisili Yahudi di tengah sejumlah kecil rakyat Palestina yang
tak berdaya.
Sejak Kesepakatan Oslo 1993, Israel bersikeras bahwa proses negosiasi
dengan delegasi Palestina harus melalui jalur bilateral. Karena selalu buntu,
maka pada tahun 2012 Otoritas Palestina memilih jalur internasional dan
mengajukan permohonan pengakuan dari PBB. Tindakan ini memicu
kemarahan Amerika dan Barat hingga menolak voting, dengan dalih bahwa

solusi internasional tidak akan memberi hasil positif dan tidak mendukung
proses perdamaian.
Amerika Serikat sangat mendukung sikap Israel yang bersikeras dengan
negosiasi bilateral. Di mana Israel dengan sesukanya mengajukan isu
keamanan dan perbatasan, namun melupakan isu-isu inti seperti Yerusalem,
pengungsian, perairan, dan lain-lain. Puncaknya adalah pernyataan presiden
terpilih Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Negara
Israel.
Apa yang sedang terjadi di Yerusalem merupakan perang pembersihan
agama,etnis, identitas warga Palestina dan tempat-tempat suci kaum Muslim.
Gerakan ini mendapat dukungan material penuh dari otoritas Israel dan
sumbangan yang sangat besar dari komunitas Yahudi internasional.

5

Edisi 01 / Januari 2018

SYAMINA
Negosiasi perdamaian pun menjadi kamuflase belaka. Zionis tidak pernah
memenuhi tuntutan pihak Palestina dan malah berusaha lari dari semua kesepakatan

yang pernah ditandatangani bersama.
Mereka senantiasa mengingkari kesepakatan dengan alasan ancaman keamanan,
dan sebagainya. Agar roda perdamaian terus berjalan satu arah, sedang penindasan
terus berlangsung di arah lain, untuk menciptakan realitas politik dan geografik baru.
Dibutuhkan aksi yang lebih konkret; lebih dari sekedar kecaman dunia internasional
dan Resolusi DK PBB yang berujung veto Amerika Serikat.

6

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Kejatuhan Yerusalem 1967

Sekitar 70 tahun sebelum Perang Enam Hari 1967, tepatnya pada 1897, Organisasi
Yahudi Internasional dibentuk untuk mengadvokasi orang-orang Yahudi sedunia dan
dalam rangka memulangkan mereka ke tanah harapan, “Tanah yang Dijanjikan”(the
Promised Land) yang ketika itu sudah ditinggali oleh bangsa Palestina selama
berabad-abad. Proyek pendudukan menjadi mainstream pergerakan Zionisme. Ide

ini pula yang menjadi pemicu utama migrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Palestina
dengan dukungan penuh dari Barat.
Kemudian pada 1918, terjwujudlah apa yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi
Balfour, yang diambil dari nama Menteri Luar Negeri Inggris ketika itu Arthur James
Balfour, yang menyetujui rencana ini sekaligus membantu realisasinya. Deklarasi
Balfour (1917) dan Mandatory Palestine/Mandat Britania atas Palestina (1918-1948)
dipandang dukungan terbesar yang diberikan kepada Gerakan Zionisme untuk
menjajah Palestina. Kota Yerusalem menjadi incaran seluruh tokoh gerakan ini,
lantaran Yerusalem memiliki nilai spiritual dan sejarah yang sangat berharga bagi
dunia Islam dan rakyat Palestina.
Dalam dunia politik terkenal semboyan,"Siapa yang menguasai ibu kota,
maka ia akan menguasai seluruh negara." Pada PD II (1939-1945) Hitler berhasil
menguasai beberapa kota besar Rusia. Akan tetapi penentu kemenangan adalah
ibu kota. Akhirnya pasukan Nazi berhasil dihalau dan dikalahkan di Kota Stalingrad
dekat Moskow. Ide inilah yang diusung oleh pemimpin Gerakan Zionisme. Mereka
sangat terobsesi untuk menjajah Palestina dan menguasai Yerusalem.
Catatan para pendiri Gerakan Zionisme sangat vulgar dalam hal ini. Lima puluh
tahun sebelum negara penjajah Israel berdiri, Herzl pernah mengatakan, "Jika saat
kita berhasil merebut Kota Yerusalem aku masih hidup dan mampu berbuat, maka
saya tidak akan membiarkan satu situs keagamaan pun berdiri tegak selain milik


7

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Yahudi. Aku akan membakar seluruh warisan budaya yang telah eksis berabad-abad
lamanya."
Herzl tidak berhenti pada teori, tapi langusng beraksi untuk mengaplikasikannya.
Pada tahun 1902 ia mengusulkan kepada Khalifah Utsmaniyah saat itu agar
mendirikan Universitas Yahudi di Yerusalem, seraya berdalih, "Kami Bangsa Yahudi
memiliki peran penting dalam aktivitas universitas hampir di segenap penjuru dunia,
profesor Yahudi juga memenuhi universitas di semua negara…, karenanya, kami
juga pasti mampu mendirikan universitas Yahudi di imperium kekuasaan Anda, dan
Yerusalem adalah lokasi yang paling pas untuk itu."
Ben-Gourion menyatakan, "Palestina tak berarti tanpa Yerusalem, dan tiada arti
Yerusalem tanpa Haikal. "
Kendati demikian gencarnya kampanye Zionis yang mengklaim bahwa Yerusalem
adalah milik mereka, namun faktanya sangat sedikit situs suci Yahudi di sana. Bahkan

jumlah mereka tak lebih dari 115 orang dalam sensus tahun 1752, komunitas yang
tenggelam dalam kemiskinan, dan senantiasa menjadi kaum minoritas. Fakta inilah
yang membuat Zionisme sangat bersemangat mengajak migrasi besar-besaran ke
Palestina, membuka pemukiman, dan mendirikan situs-situs agama baru, termasuk
di antaranya Tembok Ratapan.
Selain membuat teori-teori pemikiran tentang Yerusalem, para pemimpin
Gerakan Zionisme juga memanfaatkan agama untuk mencaplok kota dan situssitus suci yang ada. Maka mereka mendoktrin para pengikutnya dengan Taurat
dan mengangkat tema tentang Zionisme, Tanah Suci, Haikal Tuhan, dan lain-lain.
Dengan doktrin ini mereka berharap Yahudi dunia tertarik untuk bermigrasi ke kota
Yerusalem dan menguasainya. 1
Lima puluh tahun berselang, timbul petaka: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
meresmikan pembagian wilayah barat Palestina menjadi dua negara. Para pemimpin
solidaritas Palestina dari petinggi negara-negara Arab menolak keras, sementara
elite politik Yahudi tentu menyetujuinya. Pada 14 Mei 1948 negara Israel pun
dideklarasikan; sebuah momen historis yang memicu kemarahan para pemimpin
Arab.
Sepanjang satu tahun pertama tentara Israel mesti berperang dengan negaranegara Arab yang berada di sisi timur teritorinya, juga Mesir di selatan. Pada FebruariJuli 1949 kedua pihak sepakat untuk gencatan senjata. Israel mengontrol kurang lebih
78 persen dari wilayah yang diperebutkan, sementara sisanya sebanyak 22 persen
jatuh ke tangan Mesir dan Yordania.
Sejak dideklarasikan Negara Israel, para tokoh agama dan politik Gerakan

Zionisme menumpahkan perhatian yang sangat besar terhadap Yerusalem hingga
tibanya hari yang dikenal sebagai Hari Naksah. Hari Naksah (5 Juni 1967) (Arab: ‫يوم‬
‫ النكسة‬, yang berarti "hari kemunduran") adalah hari di mana terjadi perpindahan
1

8

Ridhwan Abu Jamus. 2013. Al-Isithan ash-Shahyuni: al-Fikr wa al-Mumarasat. Quds.net.

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

bangsa Palestina yang menyertai kemenangan Israel pada Perang Enam Hari pada
tahun 1967. Sebagai akibat perang, Israel menguasai Tepi Barat yang berpenduduk
Palestina dan Jalur Gaza, yang masing-masing direbut dari kontrol Yordania dan
Mesir.
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting kedua setelah Deklarasi
Kemerdekaan Israel 1948. Sebelumnya, deklarasi tersebut diikuti peristiwa
pengusiran warga Palestina, yang dikenal sebagai Nakbah, yang berlangsung selama

dan setelah Perang Palestina 1948 dan diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Mei.
Pasukan Zionis Israel, dalam misinya untuk mewujudkan teritori "Negara Yahudi"
pertama, mengusir paksa 750.000 orang Palestina dari tanah air mereka sekaligus
menghancurkan perkampungan tempat tinggalnya.

Perang Enam Hari 1967 dan Peristiwa Naksah
Perang Enam Hari, juga disebut Perang Juni atau Perang Arab-Israel III, merupakan
perang singkat yang berlangsung pada 5-10 Juni 1967, dan merupakan yang ketiga
kali yang dilakukan oleh Koalisi Arab melawan negara Yahudi Israel. Akibat perang
berupa kemenangan Israel—yang berhasil mengakibatkan aneksasi Semenanjung
Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat, Kota Tua Yerusalem, dan Dataran Tinggi Golan—dan
upaya perebutan kembali wilayah yang diduduki Israel tersebut kemudian menjadi
poin utama dalam konflik Arab-Israel serta perjuangan pembebasan Palestina.
Penyebab dari Perang Enam Hari, demikian nama untuk perang yang kembali
lahir antara Israel dan negara-negara Arab pada 1967, bisa dibilang sangat
terpolarisasi, demikian menurut Zena Tahhan dari Al Jazeera.2 Meski demikian,
tetap ada sejumlah faktor penting yang bisa dilacak dari beberapa sumber sejarah.
Pertama, bentrokan antara warga Israel dengan warga Suriah dan warga Yordania.
Eskalasinya cukup masif sebab dipanaskan oleh upaya ribuan warga Palestina, sejak
berdirinya Israel, yang ingin kembali ke asalnya untuk mencari kerabat. Hingga 1959,
korban tembakan tentara Israel pada gelombang ini mencapai 2-5 ribu orang. Belum
lagi ditambah peristiwa pembantaian 69 warga Palestina dan pembakaran 45 rumah
di Tepi Barat.
Pihak Palestina makin mawas diri dan kemudian membentuk milisi untuk
pertahanan diri sekaligus terkadang melakukan penyerangan. Tensi semakin naik
sebab ketegangan atas krisis di Terusan Suez yang melibatkan Inggris, Prancis, dan
Mesir juga meningkat. Di Suriah kondisi memanas akibat konflik air Sungai Yordania.
Hal ini mendorong Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser untuk membentuk aliansi
militer dengan negara-negara Arab.
Di dalam buku Foxbats Over Dimona, penulisnya—Isabella Ginor dan Gideon
Remez—dengan berani menegaskan bahwa Moskow dengan sengaja memprovokasi
sebuah perang Arab dengan Israel pada tahun 1967. Tesis itu mendapat sedikit
2

htp://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/50-years-israeli-occupaion-longest-modernhistory-170604111317533.html

9

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

kepercayaan dalam hasil penelitian yang baik oleh Rami Ginat, tetapi William B.
Quandt, pakar Ilmu Politik dari Universitas Virginia, menduga bahwa argumen
tersebut akan berlanjut selama beberapa waktu sampai ilmuwan Rusia memiliki
kesempatan untuk benar-benar memeriksa ulang arsipnya.3
Berikut ini kronologinya, seperti yang dirangkum dalam buku The 1967 ArabIsraeli War (2012):4
Pada 29 Mei 1964 dibentuklah PLO (Palestine Liberation Organization), yang
dipandang sebagai organisasi perintis modern yang menjadi representasi aspirasi
kemerdekaan rakyat Palestina.
Pada 23 Februari 1966 terjadi kudeta oleh kekuatan politik sayap kiri di Suriah,
yang diikuti dengan meningkatnya serangan yang dilakukan terhadap Israel oleh
kelompok gerilyawan Palestina yang tinggal di Suriah, Lebanon, dan Yordania, yang
mendorong reaksi Israel.
Pada 13 November 1966, sebuah serangan dilakukan Israel di desa Al-Sam฀', Tepi
Barat Yordania, yang menewaskan 18 orang dan 54 lainnya terluka.
Dalam pertempuran udara dengan Suriah pada 7 April 1967, Angkatan Udara
Israel menembak jatuh enam jet tempur MiG Suriah.
Selain itu, laporan intelijen Soviet pada 9 Mei 1967 mengindikasikan bahwa
Israel merencanakan sebuah kampanye militer melawan Suriah. Meskipun
disebutkan sebelumnya bahwa laporan tersebut diragukan keakuratannya, tetap
saja meningkatkan ketegangan antara Israel dan negara tetangganya di Arab.
Pada 9 November 1966 Mesir dan Suriah menandatangani perjanjian kerja sama
pertahanan.
Untuk menunjukan loyalitasnya kepada negara Arab, Presiden Mesir Gamal
Abdel Nasser menunjukkan dukungan untuk Suriah dengan mengambil beberapa
tindakan seperti:


Pada tanggal 14 Mei 1967 dia memobilisasi pasukan Mesir di Sinai



Pada tanggal 18 Mei 1967 dia secara resmi meminta UNEF angkat kaki dari
perbatasan Mesir-Israel



Pada tanggal 22 Mei 1967 dia menutup Teluk Aqabah sebagai jalur distribusi
Israel, sehingga berlakunya blokade bagi kota pelabuhan Elat di Israel selatan.



Pada 27 Mei 1967 disebutkan bahwa Nasser sempat sesumbar jika tujuan
utama negara-negara Arab adalah menghancurkan Israel.

Selanjutnya pada tanggal 30 Mei, Raja Hussein dari Yordania tiba di Kairo untuk
menandatangani sebuah perjanjian pertahanan bersama dengan Mesir, yang isinya
kedua negara akan memberi bantuan jika salah satu dari mereka diserang Israel dan
menempatkan pasukan Yordania di bawah komando Mesir. Tak lama kemudian,

3

10
4

Review William B. Quandt untuk buku The 1967 Arab-Israeli War: Origins and Consequences htps://www.
researchgate.net/publicaion/274871905_William_Roger_Louis_and_Avi_Shlaim_eds_The_1967_ArabIsraeli_War_Origins_and_Consequences_New_York_Cambridge_University_Press_2012_325_pp
The 1967 Arab-Israeli War: Origins and Consequences, hlm. 13–14.

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Irak juga bergabung dengan aliansi tersebut. Penandatanganan kesepakatan aliansi
Mesir dan Yordania ini di mata Israel merupakan sebuah pernyataan perang.
Melihat kondisi ini Israel tak tinggal diam. Angkatan udara negeri itu melatih para
pilot dan kru daratnya dengan keras sehingga satu pesawat bisa digunakan untuk
empat kali sortie sehari. Sementara, biasanya angkatan-angkatan udara negaranegara Arab hanya melakuan satu atau dua sortie per hari.
Perang Enam Hari dimulai pada 5 Juni 1967 dimulai dengan serangan udara
mendadak Israel yang mengakibatkan ratusan pesawat tempur AU Mesir hancur.
Pada saat yang sama Israel juga menggelar serangan darat ke Jalur Gaza dan
Semenanjung Sinai.
Para pilot tempur Israel telah dilatih secara ekstensif untuk menembak target
dan menghapal semua detil informasi soal AU Mesir. Hasilnya, AU Israel bisa
mengerahkan gelombang serangan nyaris tanpa henti ke pangkalan-pangkalan
udara mesir di hari pertama perang. Tak hanya itu, IAF juga unggul jauh dari Mesir
dengan melumpuhkan angkatan udara negeri itu hanya dalam satu hari.
Mesir yang tak menduga serangan mendadak itu kelabakan dan terpaksa mundur
dari Sinai sehingga pasukan Israel menduduki semenanjung itu. Mesir kemudian
menyeret Yordania dan Suriah ke dalam perang. Namun, serangan balasan Israel
membuat negeri itu merebut Jerusalem Timur dan Tepi Barat dari Yordania serta
dataran tinggi Golan dari Suriah.
Di darat, AD Israel memiliki 264.000 personel, meski jumlah itu mungkin sudah
ditambah para wajib militer dan pasukan cadangan. Untuk menghadap tentara
Yordania di Tepi Barat, Israel mengerahkan 40.000 tentara dan 200 tank.
Dua brigade tentara Israel ditempatkan di dekat Yerusalem, Brigade Pasukan
Payung ke-55 dikirim ke Semenanjung Sinai. Sedangkan Brigade Lapis Baja ke-10
ditempatkan di sisi utara Tepi Barat.
Sementara Mesir, memiliki menempatkan 100.000 personel militernya di Sinai,
termasuk empat divisi infantri, dua divisi lapis baja, satu divisi mekanik.
Selain itu Mesir memiliki 950 tank, 1.110 kendaraan taktis, dan lebih dari 1.000
pucuk persenjataan artileri.
Pasukan Suriah berkekuatan 75.000 personel yang dtempatkan di sepanjang
perbatasan negeri itu.
Sedangkan Yordania memiliki 55.000 tentara yang diperkuat 300 tank modern,
serta persenjataan artileri modern.
Meski di darat cukup kuat, angkatan udara Yordania tak terlalu tangguh dengan
hanya memiliki 24 jet Hawker-Hunter buatan Inggris, enam pesawat tranpors, dan
dua helikopter.
Meski demikian jet-jet tempur Hawker Hunter Yordania ini mampu mengimbangi
Dasualt Miraget III milik AU Israel.
Selain itu, terdapat 100 tank dan satu divisi tentara AD Irak yang disiapkan di
perbatasan Yordania dan sejumlah sukarelawan pilot tempur dari AU Pakistan.

11

Edisi 01 / Januari 2018

SYAMINA
Pada 5 Juni pukul 07.45, Israel menggelar serangan udara dengan sandi Operasi
Focus dengan menerbangkan hampir semua jet tempurnya ke Mesir.
Saat itu, infrastruktur pertahanan Mesir sangat buruk dan tak ada pelindung
apapun di pangkalan-pangkalan udara untuk melidungi jet-jet tempurnya.
Jet-jet tempur Israel dikirim ke Mesir dengan dua jalur, yaitu terbang rendah di
atas permukaan Laut Tengah dan melintasai Laut Merah.
Sebenarnya gelombang jet-jet tempur Israel ini tertangkap radar Yordania yang
kemudian mengirimkan kode " perang" ke rantai komando militer Mesir.
Namun, masalah komunikasi dan komando dalam angkatan bersenjata Mesir
mengakibatkan pesan penting itu tak terkirim ke pangkalan-pangkalan udaranya.
Akibat masalah ini, jet-jet tempur Israel leluasa menghancurkan landasan pacu
dan jet-jet tempur AU Mesir. Hanya empat jet tempur Mesir yang bisa mengudara
saat serangan berlangsung.
Di akhir hari pertama perang, sebanyak 336 pesawat militer Mesir hancur dan
100 pilot tewas, tetapi angka ini dibantah pihak Mesir.
Di antara pesawat-pesawat yang hancur itu terdapat 30 pesawat pengebom Tu16, 27 pesawat pengebom Il-28, 12 pengebom tempur Su-7, lebih dari 90 MiG-21,
MiG-19, dan 25 MiG-17 serta 32 jenis pesawat angkut dan helikopter segala jenis.
Sementara pihak Israel hanya kehilangan 19 pesawat, dua hancur dalam
pertarungan di udara dan sisanya terkena artileri anti-serangan udara.
Kesuksesan serangan ini menjamin superioritas Israel di udara di sepanjang
perang selama enam hari itu.
Sementara di darat, pada 5 Juni 1967 pukul 07.50, tiga brigade lapis baja Israel
yang dipimpin Mayor Jenderal Tal melintasi perbatasanMesir di dua titik yaitu Nahal
Oz dan Khan Younis.
Pasukan Israel ini melintasi perbatasan dengan diam-diam dan menahan
tembakan selama mungkin untuk menjaga efek kejutan dari serangan tersebut.
Tembakan pertama dilepaskan di "Celah Rafah" sebuah daerah yang membentang
sepanjang 11 kilometer yang dilintasi tiga jalan utama di Sinai yang menuju kota ElQantarah el-Sharqiyya dan Terusan Suez.
Tempat itu dipertahankan empat divisi tentara Mesir dan dilengkapi dengan
ladang ranjau, bunker bersenjata, bunker bawah tanah, senjata tersembunyi, dan
parit.
Kondisi semakin sulit karena medan di kedua sisi "Celah Rafah" ini nyaris tak
mungkin dilalui. Sehingga Israel berencana untuk mengosentrasikan pasukan untuk
menyerang tentara Mesir di titik tertentu.
Mayjen Tal kemudian memerintahkan Brigade Lapis Baja ke-7 untuk menjepit
Khan Younis dari utara dan Brigade Lapis Baja ke-60 maju dari sisi selatan.

12

Nantinya, kedua brigade lapis baja itu akan bertemu dan mengepung Khan
Younis sementara pasukan payung akan diterjunkan untuk merebut Rafah.

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Pasukan Israel mendapatkan perlawanan sengit dari tentara Mesir yang bertahan
di posisi-posisi strategis. Bahkan Brigade Lapis Baja ke-7 kewalahan dihujani
tembakan oleh pasukan Mesir.
Akhirnya, bantuan serangan udara dan artileri dikerahkan untuk membantu
pasukan tank yang kerepotan itu. Serangan udara dan artileri inilah yang
mengakibatkan pasukan Mesir terpaksa mundur.
Pada 5 Juni petang, pasukan Israel berhasil menembus pertahananMesir tetapi
harga yang dibayar sangat tinggi.
Komandan Brigade Lapis Baja ke-7 Kolonel Shmuel Gonen mengatakan, mereka
terpaksa meninggalkan rekan-rekan mereka yang tewas dan puluhan tank hancur di
Rafah.
Sedangkan dari pihak Mesir, pertempuran di hari pertama itu mengakibatkan
2.000 tentaranya gugur dan 40 tank hancur.
Setelah jalan terbuka, pasukan Israel maju menuju Al-Arish, kota terbesar di
Semenanjung Sinai.
Pasukan dari batalion lapis baja ke-79 menyerang ke jalur Jiradi, sebuah celah
sempit yang dipertahankan Brigade Infanteri ke-112Mesir.
Dalam pertempuran yang sangat sengit, celah strategis itu berpindah tangan
beberapa kali meski akhirnya Israel bisa mengatasi perlawanan Mesir.
Meski tak diketahui jumlahnya, pasukan Mesir kehilangan personel dan tank
cukup banyak. Sementara Israel kehilangan 66 tewas, 93 terluka, dan 28 tank.
Kesuksesan Israel di hari pertama di Mesir ini berlanjut dengan kesuksesan di
front Tepi Barat dan Golan. Di akhir perang, Israel sukses merebut Tepi Barat dan
Jerusalem dariYordania serta dataran tinggi Golan dari tangan Suriah.
Kemenangan dalam perang ini membuat rakyat Israel dilanda euforia dan
kesuksesan militer Israel dipuji setinggi langit. Intinya, dalam enam hari pertempuran,
Israel menduduki Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai di Mesir, Dataran Tinggi Golan
di Suriah, dan Tepi Barat dan sektor Arab di Yerusalem Timur yang keduanya dikuasai
oleh Yordania.
Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser mendapat kecaman keras dari negara Arab
lainnya karena kegagalannya untuk membantu Suriah dan Yordania melawan Israel.
Dia juga dituduh bersembunyi di belakang Angkatan Darat Darurat PBB (United
Nations Emergency Force (UNEF)) yang ditempatkan di perbatasan Mesir dengan
Israel di Sinai.
Ketidakmampuan mengalahkan demoralisasi baik publik Arab maupun elit
politik karena gagal berperang dengan Israel membuat Nasser mengumumkan
pengunduran dirinya pada 9 Juni 1967. Nasser kemudian naik kembali menjadi
presiden setelah mendapatkan demonstrasi massal yang memintanya untuk tetap
berkuasa.

13

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Pada saat gencatan senjata terjadi pada 10 Juni 1967, wilayah Israel bertambah
menjadi dua kali lipat wilayah praperang. Pada tanggal yang sama Uni Soviet
memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel.
Pada 11 Juni 1967, gencatan senjata diteken. Saat perang berakhir korban tewas
di pihak Mesir, Yordania, dan Suriah mencapai hampir 20.000 orang. Adapun Israel
hanya kehilangan kurang dari 1.000 tentara saja. Estimasi lain menyebutkan rincian
kerugian sebeagai berikut: jumlah korban jiwa Mesir berjumlah lebih dari 11.000,
6.000 untuk Yordania dan 1.000 untuk Suriah, dibandingkan dengan hanya tewasnya
700 orang Israel. Tentara Arab juga menderita kerugian senjata dan peralatan.
Perang itu juga menandai jatuhnya kota Yerusalem dari kontrol Yordania ke
tangan Israel. Aneksasi secara formal dilakukan pada tanggal 27 Juni 1967.
Untuk mengantisipasi meluasnya konflik, Pada 22 November 1967, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 242 yang menyerukan kepada negaranegara Arab untuk berdamai dengan Israel dan meminta Israel untuk menarik diri
dari wilayah yang diduki. Namun Israel menolak, dan mencaplok Yerusalem Timur
secara permanen, serta mendirikan hunian serta pangkalan militer.
Akibat lain dari perang ini adalah lebih dari 300.000 warga Palestina meninggalkan
wilayah-wilayah yang direbut Israel dalam perang ini. Pada Desember 1967, sebanyak
245.000 warga Palestina mengungsi ke Yordania, 11.000 orang ke Mesir, serta 116.000
warga Palestina dan Golan pindah ke wilayah lain di Suriah.
Perang ini kemudian akan disambung Perang Yom Kippur pada 1973 sebagai
upaya Mesir dan Suriah merebut kembali daerah yang dianeksasi Israel. Kemudian
pada 1982, sebagian besar wilayah yang dicaplok Israel pada Perang Enam Hari
telah dikembalikan kepada Mesir, Yordania, dan Suriah. Kecuali untuk Yerussalem,
menandai konflik berkepanjangan Israel - Palestina hingga sekarang.5

Kejatuhan Yerusalem dan Kompleks Al-Aqsha
Akhir dari Perang Enam Hari 1967 membawa perubahan yang signifikan secara
religius. Di bawah kontrol pemerintahan Yordania, orang-orang Yahudi sempat
dilarang memasuki Kota Suci Yerusalem, termasuk Tembok Ratapan, situs yang
dianggap suci oleh orang-orang Yahudi. Salah satu alasan yang dipakai orang-orang
zionis untuk merebut Yerusalem karena mereka merasa situs-situs Yahudi tidak
dirawat dan makam-makam mereka telah dinodai.6
Setelah jatuh di bawah kontrol Israel, pelarangan ini dibalik. Israel mempersulit
para pemuda Islam yang ingin beribadah di Al-Masjid Al-Aqsha dengan alasan
keamanan, dan hanya orang tua dan anak-anak saja yang diperbolehkan, meskipun
Al-Masjid Al-Aqsha dipercayakan di bawah pengawasan Badan Wakaf Muslim. Orang5

14

6

“5 Juni 1967: Serangan Israel Mengawali Perang 6 Hari” htp://internasional.kompas.com/
read/2017/06/05/19000091/hari.ini.dalam.sejarah.israel.serang.mesir.awali.perang.enam.hari
Abdullah Shalah, surat tertanggal 2 Mei 1988 dari Perwakilan tetap Yordania untuk PBB kepada Sekjen PBB
(A/43/348-S/19858 3 May 1988), 43rd session, item 77 of the preliminary list, UN Security Council - General
Assembly.

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

orang Yahudi dilarang untuk beribadah di dalam kompleks tetapi diperbolehkan di
Tembok Ratapan.7
Insiden lain ialah adanya penggalian terowongan di bawah Masjid Al-Aqsa
dengan tujuan mencari Haikal Sulaiman (Bait Suci Kedua), yang membuat pondasi
masjid menjadi rapuh dan kemungkinan besar masjid dapat ambruk.8
Situs Al-Aqsa Online menyebutkan, telah terjadi longsoran yang menimbulkan
lubang sedalam dua meter dengan diameter 1,5 meter. Longsoran itu terjadi di
dekat Pintu Gerbang Al-Selsela dan sumber air Qatibai, sisi barat masjid. Dalam
pernyataannya, lembaga rekonstruksi tempat-tempat suci Islam Al-Aqsa Foundation
menyatakan, longsoran itu disebabkan oleh penggalian yang dilakukan sekelompok
warga Israel di bawah kompleks Al-Masjid Al-Aqsha dan penggalian tersebut sudah
mencapai Pintu Gerbang Selsela.9
Hal serupa juga dilontarkan gerakan Islam di Israel pimpinan Syaikh Raed Salah,
yang menyerukan agar negara-negara Muslim segera mengambil langkah untuk
menghentikan penggalian tersebut yang dilakukan di kompleks Al-Masjid Al-Aqsha.10
Selain kegiatan penggalian, pada Februari 2007, buldoser-buldoser Israel
menghancurkan jembatan kayu menuju Pintu Gerbang Al-Maghariba dan
menghancurkan dua ruang di bawah tanah, kompleks Masjid Al-Aqsa.11 Aksi Israel
ini menuai protes dari rakyat Palestina dan negara-negara Muslim. Namun, Israel
seakan-akan tidak mendengarkan kecaman-kecaman tersebut.

Perubahan Demografi dan Wilayah Setelah 1967
Satu lagi aspek peperangan adalah mengenai para penduduk yang menghuni
di wilayah-wilayah yang direbut Israel, dan dari sekitar 1 juta orang Palestina di
Tepi Barat, 300.000 melarikan diri ke Yordania dan menyumbang pergolakan yang
semakin bertambah di sana. 600.000 orang yang lain tetap tinggal di Tepi Barat. Di
Dataran Tinggi Golan, sebanyak 80.000 orang Suriah melarikan diri. Hanya para
penghuni Yerusalem Timur dan Dataran Tinggi Golan yang menerima hak kediaman
Israel yang terbatas dan Israel menganeksasi wilayah tersebut pada tahun 1980.
Baik Yordania dan Mesir akhirnya menarik balik tuntutan masing-masing
terhadap Tepi Barat dan Jalur Gaza (Semenanjung Sinai dikembalikan kepada
Mesir pada tahun 1978, dan persoalan Dataran Tinggi Golan masih dirundingkan
dengan Suriah). Selepas penaklukan "wilayah-wilayah" baru ini oleh Israel, sebuah
usaha penempatan yang besar dilancarkan oleh Israel untuk mengamankan
daerah permanen Israel. Terdapat ratusan ribu penduduk Israel di wilayah-wilayah
7
8

“The 1967 Six-Day War” htp://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/History/67_War.html
Rapoport, Meron, City of David tunnel excavaion proceeds without proper permit, 16 Maret 2008, htp://
www.haaretz.com/hasen/spages/821774.html
9
Al-Aqsa Landslide Sounds the Alarm, 16/2/2008 - 11:40 p.m., MSA-The Islamic Center of the University of
Connecicut. htp://www.theicuc.org/msa/public/node/486
10 Jonathan Lis, Salah calls for 'inifada' against Temple Mount excavaion, 29/1/2008, htp://www.haaretz.
com/hasen/spages/826810.html
11 Catalogue of provocaions, Issue No. 832, Al-Ahram Weekly Online, htp://weekly.ahram.org.eg/2007/832/
re63.htm

15

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

tersebut pada hari ini, walaupun penempatan-penempatan Israel di Jalur Gaza telah
dipindahkan dan dimusnahkan pada bulan Agustus tahun 2005.
Occupied Palestine pernah merilis hasil penelitian seorang profesor hukum
internasional bahwa antara tahun 1967 sampai 2011, pemerintah zionis Israel telah
mencabut status “penduduk tetap” dari 14.087 orang Palestina warga kota Yerusalem
atau Yerusalem.12 Dr. Hanna Essa mengungkapkan temuannya dalam liputan tentang
undang-undang baru zionis untuk mencegah berkumpulnya kembali keluargakeluarga Palestina yang tidak berstatus sebagai warga negara Israel.
Ketika Yerusalem Timur diduduki oleh zionis pada tahun 1967, menurut Dr
Essa, penduduk Palestina yang bermukim didalamnya tidak diberi kewarganegaraan
‘israel’, tetapi mereka diberi status “penduduk tetap”, meskipun di mata dunia
internasional zionis telah mengambil alih kekuasaan atas kota itu secara ilegal.
Sesudah melakukan sensus, sejumlah besar penduduk kota Yerusalem tidak
diakui hak-haknya dan dianggap ‘absen’ karena tidak berada di kota itu saat diduduki.
Padahal dunia mencatat bahwa sejumlah besar warga Palestina telah diteror dengan
kekerasan dan dipaksa meninggalkan kota tersebut.
Dr Essa mencatat, pemerintah Israel satu dan lainnya bersambung-sambung
melanjutkan peraturan ini untuk mengosongkan kota Yerusalem atau Yerusalem
dari penduduk Palestina. “Ini merupakan bagian dari rencana pembersihan etnis,”
tegas Dr. Essa.

Pendudukan Terlama pada Era Modern
Pendudukan Israel atas hampir seluruh wilayah Palestina sejak Juni 1967 abad
yang lalu adalah yang terlama dalam catatan sejarah modern. Beragam pencaplokan
lahan terus dilakukan dan yang melawan akan kena getah pahitnya: ditembak,
dipenjara, dan dicabut hak asasinya. Israel hingga kini dikenal dunia internasional
sebagai negara pelaku kejahatan kemanusiaan nomor wahid—meski akhirnya
muncul berbagai versi pembelaan berbekal narasi tandingan.
Human Right Watch (HRW) adalah satu di antara lembaga internasional lain yang
mawas diri atas narasi tandingan tersebut, tujuannya demi terjaganya narasi awal
bahwa warga Palestina adalah korban yang sesungguhnya. Sikap HRW berangkat
dari berbagai catatan yang dirangkum sejak Israel berdiri hingga lebih dari setengah
abad kemudian masih saja merepresi warga Palestina secara sistematis. 13
Otoritas Israel sejak 1967 telah memfasilitasi pemindahan orang-orang Yahudi
ke Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, sehingga melanggar Konvensi Jenewa
Keempat. Pada 1967 Israel mendirikan dua permukiman di Tepi Barat, tepatnya di
Kota Kfar Etzion dan Talpiot bagian timur. Pada 2017 Israel telah mendirikan 237
permukiman di dua tempat itu dan dipakai untuk menampung sekitar 580 ribu
pemukim.

16

12 Saswan Ramahi, “Israeli Setlement Policy in Occupied Jerusalem” Middle East Monitor Report, April
2013,
htps://www.middleeastmonitor.com/reports/by-sawsan-ramahi/5901-israeli-setlement-policy-inoccupied-jerusalem
13 htps://www.hrw.org/news/2017/06/04/israel-50-years-occupaion-abuses

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Peta wilayah Palestina yang berubah setelah Perang 1967
Sumber: Wm. Roger Louis & Avi Shlaim, The 1967 Arab-Israeli War: Origins and Consequences, Cambridge
University Press (2012).

Israel sendiri menerapkan hukum sipil kepada para pemukim. Mereka juga
memberikan perlindungan hukum, hak, dan manfaat yang tidak diberikan
kepada orang-orang Palestina yang tinggal di wilayah yang sama—yang justru
berhadapan dengan hukum militer Israel. Dengan kata lain, Israel menciptakan dan
mempertahankan sistem hukum, sistem peraturan, dan layanan publik yang terpisah
dan tidak setara. Mirip sistem apartheid yang diterapkan dulu di Afrika Selatan.
Dalam catatan HRW, setidaknya ada lima pelanggaran HAM berat lain yang
dilakukan Israel, selain pencaplokan lahan untuk pemukiman dan pelaksanaan
kebijakan diskriminatif yang merugikan warga Palestina. Antara lain yakni
pembunuhan, pengusiran/pengasingan paksa, penahanan disertai tindak
kekejaman, dan penutupan Jalur Gaza dan pembatasan gerak lain tanpa justifikasi
yang bisa dibenarkan.

17

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Sebagaimana dampak proses aneksasi satu pihak ke pihak lainnya, dampak dari
pendudukan Israel ini adalah terusirnya orang-orang Palestina dari tanah airnya.
Pada 1948 atau tahun berdirinya Israel, 720 ribu orang Palestina terusir. Pada 1967
ada tambahan 440 ribu dan total yang tinggal di pengasingan sudah 1,1 juta. Pada
2008 jumlahnya sudah mencapai 5,3 juta orang. Sepanjang derita ini, populasi Israel
terus bertambah, dan pada 2017 telah mencapai hampir dua kali lipat populasi
Palestina.14
Jadi, tentara Israel membunuh kurang lebih 2 ribu warga sipil Palestina dalam
tiga konflik saja, yakni pada tahun 2008-2009, 2012, dan 2014. Jika ditotal dari 1967
atau sejak deklarasi kemerdekaannya, jumlahnya lebih fantastis lagi.
Pemandangan yang kerap terlihat kemudian adalah bagaimana represifnya
tentara Israel saat menghadapi demonstrasi para pemuda Palestina yang
bersenjatakan batu. Tentara Israel menghadapinya dengan amunisi aktif sehingga
korbannya tak hanya luka-luka, tapi juga meninggal. Berikut ini rangkumannya
dalam bentuk infografis.15

18

14

htp://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/50-years-israeli-occupaion-longestmodern-history-170604111317533.html

15 Sumber: htps://irto.id/50-tahun-perang-6-hari-dan-pendudukan-israel-atas-palesina-cqkH

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Aksi Zionis untuk Menguasai Yerusalem dan Al-Aqsha Pasca-1967
Pasca keberhasilan Zionisme merebut Yerusalem pada tahun 1967, teori-teori
Zionisme tentang Yerusalem mulai masuk tahap aplikasi lewat rencana dan proyek
pemukiman. Israel takkan berdiri tanpa jajahan dan pemukiman. Maka, pemukiman
menjadi sarana sekaligus tujuan berdirinya 'Imperialis Zionisme', khususnya Kota
Yerusalem yang diklaim akan menjadi ibu kota abadi bagi Yahudi.
Tokoh-tokoh Zionisme tidak ragu-ragu lagi membuat pernyataan tentang
eratnya korelasi antara Zionisme dengan teori pendudukan. Yeshayahu Ben Fort,
seorang anggota Knesset Zionisme dalam Surat Kabar Yediot Ahronoth, edisi 1972
menyatakan, "Hakikat yang pasti adalah Zionisme takkan eksis tanpa pemukiman,
dan Imperialis Zionisme takkan berdiri tanpa pengusiran Bangsa Arab, merampas
tanah mereka dan memagarinya."
Kemudian seruan orang-orang Zionis untuk menguasai Masjid Aqsha datang dari
beragam lapis pendukung Zionis dan datang bertubi-tubi, baik dari dalam wilayah
Israel maupun dari luar. Cara dan sarana pun variatif. Dapat dikatakan bahwa
seruan-seruan tersebut sudah mulai muncul sejak pendudukan Israel terhadap kota
Yerusalem pasca perang enam hari pada tahun 1967 M.
Sejak saat itu Israel telah mengumandangkan suara "tanah haram telah berada di
tangan kami" tetapi mereka menyayangkan karena pada saat itu tentara Israel tidak
melakukan tindakan yang perlu untuk membangun kuil di tempat Masjid Aqsha.
Sejak itu pula Israel berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan rencana
tersebut, yaitu rencana menghancurkan Masjid Aqsha.
Saat ini dapat menyaksikan beberapa langkah berikut:
1. Penggalian terowongan yang terus berlangsung di bawah fondasi Masjid
Aqsha. Tidak diketahui esensi, panjang dan arah galian tersebut kecuali setelah
Israel mengumumkan hal itu. Atau setelah rumah, jalanan dan beberapa bangunan
sekolah di sekelilingnya runtuh. Penduduk kota Yerusalem tidak mengetahui adanya
terowongan tersebut kecuali saat peristiwa tersebut terjadi.
2. Penerbitan beberapa rencana dan studi yang mencakup ide-ide
tentangpengalihankotaYerusalemmenjadipusatkota religius Yahudi tingkat global.
Kota ini bertanggung jawab atas pembangunan kuil legendaris yang selanjutnya
diproyeksi menjadi tempat wisata internasional.
Rencana ini harus dimulai dengan mencaplok kota Yerusalem dan Masjid Aqsha
lalu menghancurkannya secara total termasuk pagar-pagarnya, utamanya pagar
bagian Selatan dan Barat. Juga menghancurkan pagar Utsmani yang mengelilingi
kota Yerusalem lama. Lalu membangun kuil agung di tempat Masjid Qubbah AshShakhrah.
Tokoh sentral yang mengusung ide tersebut saat ini adalah Yehuda Etzion,di
samping sejumlah insinyur, para rabi, dan pemegang otoritas keagamaan.
3. Mobilisasi pawai besar-besaran pada peringatan hari-hari raya Yahudi dan
pendudukan kota Yerusalem. Utamanya pada peringatan hari kehancuran kuil. Pawai

19

Edisi 01 / Januari 2018

SYAMINA
ini didukung sepenuhnya oleh pemerintah Israel dan walikota Yerusalem melalui
liputan media dan publisitas yang terus berlangsung di dalam dan di luar Israel. Juga
menanamkan kecintaan pada kuil kepada anak-anak sejak usia dini dengan jalan
memproduksi mainan yang terkait dengannya.
4.
Pengorganisasian perkuliahan,hari belajar dan pelatihan terapan terkait
ritual kuil yang bersifat praktis di beberapa tempat dan pemukiman Israel.
5. The Temple Institute telah mengumumkan bahwa pakaian khusus bagi
pendeta agung yang akan menjadi pelayan kuil III telah disiapkan. Institut ini telah
memajang beberapa pakaian tersebut dishowroom khusus yang terletak di salah
satu jalur kota Yerusalem Lama yang terletak didekatMasjid Aqsha. Pameran ini
senantiasa dikunjungi oleh sejumlah besar dari orang-orang Israel, turis, dan orang
asing.
Showroomini memamerkan sejumlah pakain dan perlengkapan kuil III dan telah
dikunjungi lebih dari 100 ribu pengunjung. Menurut data Institut, tidak kurang dari
70 alat dari total 93 alat yang khusus untuk kebutuhan kuil III telah disiapkan.
6.
Salah satu mahkamah Israel telah mengizinkan pembangunan jembatan
besar yang menghubungkan antara pelataran Buraq dengan pintu Magaribah
yang memungkinkan bagi tentara Israel mengepung Masjid Aqsha. Juga dapat
membuka jalan bagi jumlah besar penduduk Israel untuk menduduki masjid
tersebut. Mahkamah ini juga mengizinkan penghancuran situs-situs sejarah Islam
yang telah ada sejak zaman Umawiah, Ayyubiah, dan Mamlukiah dan mencuri batubatu bangunannya. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tanda-tanda situs
tersebut dan mengubahnya menjadi situs Yahudi. Lembaga itu juga mengizinkan
penghancuran jembatan kuno dan jembatan pintu Magaribah lalu membangun
jembatan lain yang dimaksudkan untuk menampung jumlah besar orang-orang
Israel yang ingin memasuki pelataran masjid.
7.
Upaya membagi Masjid Aqsha dan mengadopsi shalat dan nyanyian
Yahudi, memberi ruang tertentu dari Masjid Aqsha kepada orang-orang Yahudi dan
membuka pintu-pintunya untuk mereka.
8.
Seruan untuk membuat undang-undangdi dalam parlemen Israel yang
bertujuan untuk mengatur waktu dan tempat penyelenggaraan shalat orang Yahudi
di dalam Masjid Aqsha.
9.
Komite Interior di Knesset Kerabian Tinggi Israel telah menyerukan
dikeluarkannya fatwa yang membolehkan orang-orang Yahudi untuk beribadat di
Masjid Aqsha. Hal itu karena hari ini pihak kerabian telah melarang mereka masuk
masjid dan shalat di Bukit Kuil.
Ketua komite ini, Miri Rigab (Likud), menegaskan bahwa ia sedang berupaya
menyelenggarakan beberapa pertemuan rutin yang bertujuan untuk menyusun
peraturan yang mengatur dan menentukan ibadat-ibadat Yahudi di Bukit Kuil tanpa
mengabaikan pendapat para rabi senior.

20

Dengan demikian, telah nampak jelas dari pemaparan di atas bahwa terdapat
langkah-langkah cepat dan resmi dari pihak otoriter melalui pembuatan undang-

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

undang, pembangunan pagar pemisah, penyitaan identitas, pembongkaran rumahrumah penduduk, dan penyitaan properti mereka.
Juga pemberlakuan berbagai macam pajak dan larangan merenovasi rumah
atau properti mereka tanpa izin tertulis yang mustahil bisa diterbitkan. Jika larangan
tersebut dilanggar oleh penduduk kota Yerusalem maka rumah-rumah mereka
langsung dibongkar.
Di samping itu, penyitaan tanah penduduk dan pembangunan pemukiman
Yahudi di atas tanah mereka terus berlangsung hingga kini. Juga masuknya tokohtokoh resmi dan tidak resmi otoriter Yahudi ke dalam Masjid Aqsha yang semakin
memperbanyak penistaan mereka terhadap hak-hak orang-orang Palestina. Juga
pencaplokan rumah-rumah mereka dengan penerbitan akta jual beli palsu.

Skenario Ekstrem Kanan untuk Merobohkan Al-Aqsha
Para peneliti dan pengamat Gerakan Zionisme yang pro-Israel berperan
dalam menciptakan isu-isu Yahudi. Para peneliti dan pengamat itu juga mengakui
kesuksesan mereka dalam mencari solusi bagi isu dan permasalahan tersebut. Solusi
itu dibuat dengan jalan menciptakan serangkaian mitos dan klaim historis yang
dihiasi dengan ayat-ayat Alkitab dan Talmud yang mayoritasnya hanya berdasarkan
pada klaim sepihak dan tidak didasarkan pada fakta-fakta sejarah atau agama.
Dengan cara itu, gerakan zionis berhasil merampas Palestina dari hati umat
Islam dan bangsa Arab dan mendirikan negara mereka di atas bumi tersebut. Metode
itu juga yang digunakan hari ini oleh Israel dan Gerakan Ekstrem Kanan untuk
menghancurkan Masjid Aqsha. Cara ini mendapat dukungan dari pemerintah Israel
dan tokoh-tokoh berpengaruh mereka di dalam negeri dan tokoh-tokoh Yahudi
lainnya di luar negeri.
Gerakan Ekstrem Kanan yang mendapatkan dukungan luas tersebu, dengan
lantang menyerukan penghancuran Masjid Aqsha dan Qubbah Ash-Shakhrah yang
berdiri di atasnya dan menggantikannya dengan bangunan kuil yang dimitoskan.
Mitos pembangunan kuil itu berhasil ditanamkan hingga menjadi konsensus seluruh
komponen masyarakat Yahudi.
Telah tercatat banyak suara-suara provokatif untuk menghancurkan kota
Yerusalem dan Masjid Aqsha dari tokoh-tokoh resmi dan tidak resmi Israel.
Contohnya antara lain:
Baruch Marzel, salah satu pemimpin Gerakan Ekstrem Kanan, menyerukan
pengeboman Masjid Aqsha dan membangunkuil yang dimitoskan di atas bekas
masjid tersebut. Seruan itu berlakujikamasyarakat Muslim terus menerus menguasai
masjid tersebut dan menolak masuknya orang-orang Yahudike dalamnya.
Salmon Gershon, Ketua Gerakan Temple Mount Faithful, menegaskan seruannya
yang terus menerus kepadapemerintah Israel untuk memaksakanpengambil alihan
Masjid Aqsha dan menyerahkannya kepada kelompok militer pilihan. Ia juga
menuntut pembinasan musuh dan pembebasan Bukit Kuil.

21

Edisi 01 / Januari 2018

SYAMINA
Pada tanggal 23 Mei 2012 M, Seorang rabi di kota Safed mengeluarkan fatwa
yang menyerukan pembangunan kuil, dan menegaskan bahwa tidak ada kemuliaan
bagi Israel tanpa kuil. Kalau perlu, semua masjid yang berada di Bukit Kuil itu
dimusnahkan.
Rabi Ovadia Yosef, Pemimpin Gerakan Shas telah memerintahkan sekolahsekolah yang berada di bawah otoritas gerakannya untuk memasukkan ke dalam
kurikulum mereka hukum-hukum yang berkenaan dengan kuil.
Dan masih banyak lagi seruan provokatif yang ingin menghancurkan Masjid
Aqsha dan menuntut pembangunan kuil di tempat masjid tersebut.
Dari deskripsi di atas, dapat dipahami bahwa para pemimpin Gerakan Zionisme
yang kemudian menjelma menjadi Israel, telah menciptakan rencana teoritis yang
kemudian diaplikasikan dalam dunia nyata sesuai agenda yang telah ditentukan.

Perspektif Masa Depan Israel tentang Yerusalem
Yahudisasi Yerusalem adalah inti proyek sekaligus cita-cita akhir Zionisme.
Sekarang proyek ini melewati fase terpenting melalui intensifikasi pemukiman di
Yerusalem dan sekitarnya untuk menciptakan perubahan besar terhadap identitas
kearaban dan keislamannya. Pemerintah Israel juga menyiapkannya menjadi ibu
kota abadi yang akan menjadi pusat domisili Yahudi di tengah sejumlah kecil rakyat
Palestina yang tak berdaya.
Manuver politik berbahaya ditunjukkan ketika Knesset (Parlemen Israel)
mengeluarkan UU yang menyatakan bahwa Yerusalem dinobatkan sebagai ibu kota,
sekaligus menjadi pusat kantor parlemen dan Mahkamah Agung. Keputusan tersebut
kembali diperkuat dengan keputusan parlemen pada tahun 1990, disertai penegasan
bahwa Yerusalem tidak akan masuk dalam proses negosiasi apa pun.
Pada tahap selanjutnya penjajah Zionis menyiapkan draft geopolitik baru,
sehingga sulit bagi politikus atau geografis manapun merestrukturisasi Kota Suci ini
nantinya. Maka didirikanlah pemukiman Yahudi di al-Quds bagian Timur dan pusat
pemukiman lain yang mengelilinginya.
Imperialis Zionisme menjalankan siasat standar ganda, di satu sisi berusaha
menghapus situs-situs Arab dan mengusir penduduk pribumi, di sisi lain mereka
memperluas pemukiman Yahudi. Proyek paling merugikan yang dilancarkan
Zionisme adalah pembakaran Masjidil Aqsha yang terjadi pada 21 Agustus 1969,
disusul dengan berbagai galian yang dimulai sejak tahun 1973 dan berlangsung
sampai detik ini. Dengan dalih mencari Haikal yang selalu mereka klaim.
Proyek-proyek ini menjadi misi tetap semua pemimpin Israel dari masa ke
masa. Pemikiranchauvinismeini tidak terbatas pada partai atau kelompok tertentu
di jajaran imperialis Zionisme, tetapi telah merambahi semua elemen masyarakat
Yahudi.

22

Berbagai artikel yang ditulis oleh Yahud Ben Mair membenarkan realitas ini. Ketika
bercerita tentang al-Quds dalam persepsi Israel, ia menulis,"Prakarsa apa pun yang

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

berusaha mengubah politik Zionisme tentang pembagian al-Quds atau membiarkan
al-Quds menjadi ibu kota negara lain, pasti akan ditolak mentah-mentah oleh publik
Israel dan komunitas Yahudi di seluruh dunia. Pemerintah Yahudi manapun yang
berpaling dari rencana pembagian al-Quds atau dari otoritas Israel atas daerah yang
telah dikuasai, pasti akan kehilangan legalitasnya."
Hampir seluruh hasil jajak pendapat versi Ibrani menunjukkan bahwa rakyat
Yahudi sangat berambisi menguasai al-Quds, dan menolak pelepasan kota-kota
yang telah dikuasai di Tepi Barat.
Ide yang tak kalah berbahaya adalah Megaproyek “Greater Jerusalem”.
Rencana ini terbongkar pada tahun 2008, saat Yisrael Katz, seorang anggota Knesset
mengajukan UU penyatuan daerah-daerah jajahan di luar al-Quds, yang meliputi
Ma'aleh Adumim, and Jafat Ze'ev, and Gush Etzion area di bawah otoritas penjajah.
Semuanya membuktikan bahwa proyek pemukiman tidak dijalankan secara
spontan dan serampangan. Melainkan berdasarkan rencana strategis jangka panjang
yang telah dirancang sejak sekian lama, dan sekaranglah saat pelaksanaannya.
Proyek ini dirancang oleh seorang ahli berbangsa Inggris bernama Kendall dengan
kode 5RJ. Filenya tersimpan di pusat data di Departemen Geografi, Ibrani University
sejak tahun 1977.
Selanjutnya, walikota versi Israel di Yerusalem menerbitkan draft resmi rencana
pembangunan daerah periode 2000-2020. Draft ini disusun oleh 91 insinyur, ahli
hukum, arsitek, dan perwakilan dari berbagai Kementerian Israel. Di antara poin
terpenting dari draft tersebut antara lain:
1.

Aneksasi Yerusalem bagian Timur dan Barat di bawah jajahan Israel.

2.

Peningkatan persentase penduduk Yahudi di Yerusalem hingga mencapai
70% Yahudi, dan 30% Arab.

3.

Membuat kerangka komprehensif untuk proses perubahan dan
pembangunan Kota Yerusalem agar sempurna menjadi ibu kota dan pusat
pemerintahan penjajah Israel .

4.

Mengubah situs budaya, peradaban, dan sejarah Kota Yerusalem menjadi
pusat situs arkeologi, peradaban dan budaya Yahudi.

Sejalan dengan rencana pembangunan Haikal, aksi tekanan dan penindasan
atas rakyat Yerusalem kian meningkat. Kasus terbaru adalah penerobosan Masjid
Aqsha dan halamannya pada pertengahan tahun 2013, dengan alasan memperingati
Haikal yang selalu mereka klaim, penindasan tiada henti di Tepi Barat, dan blokade
atas Gaza yang menimbulkan krisis sembako, bahan bakar, dan listrik. Dilengkapi
dengan pos-pos pemeriksaan militer, penggerebekan, dan aksi penangkapan secara
acak. Semua aksi ini bertujuan menutup-nutupi proyek yang sedang dijalankan
penjajah Zionis di Yerusalem.

23

SYAMINA

Edisi 01 / Januari 2018

Penutup
Sebelumnya telah dibahas tentang teori pemikiran dan aplikasi nyata yang
dijalankan Zionisme untuk menguasai Yerusalem, sejak imperialis Zionisme berdiri
hing