Dampak Kenaikan Harga Bawang Merah Terhadap Kesejahteraan Petani Bawang Merah (Studi Kasus Pada Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Ekonomi Pertanian

2.1.1

Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Pertanian
Ekonomi Pertanian merupakan bagian dari ilmu ekonomi umum yang

mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan pertanian baik mikro maupun makro. Secara tradisional, peranan pertanian
dalam pembangunan ekonomi hanya di pandang pasif dan bahkan hanya di
anggap sebagai unsur penunjang semata. Berdasarkan pangalaman sejarah yang di
jalani oleh negara-negara barat, apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi
diidentikkan dengan transformasi struktural terhadap perekonomian secara cepat,
yakni dari perekonomian yang bertumpuh pada kegiatan pertanian menjadi
perekonomian industri modern dan jasa-jasa yang serba lebih kompleks. Dengan
demikian, peranan utama pertanian dianggap hanya sebatas sebagai sumber tenaga

kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor-sektor
industri yang dinobatkan sebagai “sektor unggulan” dinamis dalam strategi
pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Sebuah teori pembangunan yang
menitikberatkan upaya pengembangan sektor industri secara cepat, dimana sektor
pertanian

hanya

dipandang

sebagai

pelengkap

atau

penunjang

dalam


kedudukannya selaku sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah.
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas
pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar, yakni:

6
Universitas Sumatera Utara

a.

percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi,
institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan
produktivitas para petani kecil;

b.

peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang di dasarkan
pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya
pembinaan ketenagakerjaan;


c.

diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang
secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh
masyarakat pertanian.
Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, periode 1970-an dan 1980-

an menyaksikan suatu transisi mencolok atas pemikiran mengenai pembangunanpembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan berkembang kini diyakini
sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan. Harus diingat bahwa
tanpa pembangunan daerah pedesaan yang integratife (integrated rural
development), pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar; dan
kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai
ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan;
dan pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalahmasalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran. Semua
mekanisme itu diperlukan demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup secara
cepat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan (Todaro, 1998).

7
Universitas Sumatera Utara


2.1.1.1 Kontribusi Ekonomi dari Sektor Pertanian
Mengikuti analis klasik dari Kuznets (1964) bahwa “pertanian di negaranegara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat
potensial dalam 4 bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi nasional”. Keempat bentuk kontribusinya adalah sebagai berikut:
a. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada
produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga bahan-bahan baku untuk keperluan
kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri
pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan
pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini
sebagai kontribusi produk.
b. Karena kuatnya bias garis dari ekonomi selama tahap-tahap awal
pembangunan, maka populasi dari sektor pertanian (daerah pedesaan)
membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik
terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri,
baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang untuk konsumen.
Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.
c. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap
pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan
tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin

tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu
sumber modal untuk diinvestasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi
melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor
8
Universitas Sumatera Utara

nonpertanian. Sama juga, seperti didalam teori penawaran tenaga kerja tak
terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan jangka panjang terjadi
perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan
sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya
kontribusi faktor-faktor produksi.
d. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik
lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditikomoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Ini disebut oleh
Kuznets sebagai kontribusi devisa.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya
memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi
pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini
hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan,

sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan
tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya
kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian
(basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2

Inflasi
Inflasi merupakan kondisi dimana terjadinya kenaikan harga secara umum

pada periode tertentu. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost
push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi
inflasi (Bank Indonesia).
Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai
akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintahmisalnya efek dari pengurangan nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat
besar atau ketidakstabilan politik. Menghadapi masalah inflasi yang bertambah
cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar

kestabilan harga-harga dapat diwujudkan kembali. Uraian mengenai kebijakan
pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat tingkatnya.
Jika harga bawang merah terlalu rendah, pendapatan para petani terlalu
rendah, dan mereka menjadi korban, sedang kalau harga terlalu tinggi, maka
konsumen yang menjadi korban. Bila harga yang harus di bayar lebih rendah
daripada harga optimal ini konsumen memperoleh “keuntungan”. Keuntungan ini
biasanya disebut surplus konsumen (consunner’surplus) konsumen adalah selisih
antara nilai total yang diberikan konsumen kepada semua unit yang dikonsumsi
dari suatu komoditi dan jumlah yang harus dibayar untuk mendapatkan (membeli)
jumlah komoditi tersebut.

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Aplikasi Teori Permintaan dan Penawaran
Dalam teori ekonomi mikro surplus konsumen menunjukkan terjadinya

kelebihan kepuasan yang dinikmati konsumen. Kelebihan kepuasan ini muncul

dari adanya perbedaan antaran kepuasan yang diperoleh seseorang dalam
mengkonsumsi

sejumlah

komoditi

dengan

pembayaran

yang

harus

dikeluarkannya untuk memperolah komoditi tersebut (Sugiarto dkk, 2000).
Terjadinya peningkatan harga bawang merah akan membawa keuntungan
atau surplus bagi produsen (petani). Untuk mencari besarnya surplus produsen
harus menggunakan garis penawaran (supply). Teori surplus produsen adalah
ukuran keuntungan yang diperoleh produsen karena mereka beroperasi pada satu

pasar komoditi. Keuntungan akan di peroleh produsen karena harga yang
terbentuk di pasar lebih harga yang ditawarkan pada tingkat penjualan tertentu.
Surplus produsen ditinjau dari kondisi dimana jumlah yang ditawarkan pada
tingkat penjualan tertentu. Surplus produsen ditinjau dari kondisi dimana jumlah
yang ditawarkan masih sedikit, mereka bersedia menawarkan sejumlah barang
dengan harga yang lebih rendah dari pada harga keseimbangan pasar. Kondisi ini
akan berakhir ketika keseimbangan muncul (Sugiarto dkk, 2000).

11
Universitas Sumatera Utara

Besar surplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada gambar 2.1
P
A

S
Daerah Surplus
Konsumen

E

Harga Pasar

PO
B
0

Daerah Surplus
Produsen

D

Q
Q
(Kuantitas)
Gambar 2.1 Surplus konsumen dan surplus produsen
Gambar 2.1 menunjukan bahwa harga yang terjadi di pasar adalah P o.
Harga ini di tentukan oleh bekerjanya permintaan dan penawaran di pasar yang di
gambarkan secara grafik oleh titik potong antara garis BS dan Garis AD. Harga P o
inilah yang dibayarkan oleh semua konsumen. Selisih antara harga yang harus
dibayar merupakan sumber surplus bagi konsumen. Besarnya surplus ini dihitung

dari perbedaan harga ini di kalikan dengan kuantitas pembeliannya. Apabila
dijumlahkan untuk semua konsumen akan di peroleh keseluruhan surplus
konsumen yang luasnya dilukiskan oleh daerah AEPo. Apabila harga yang berlaku
di pasar adalah lebih tinggi dari harga kesediaan minimal tersebut, produsen
memperoleh surplus karena pada tingkat harga yang lebih rendah pun sudah
mencerminkan kedudukan terbaik (optimal) bagi produsen. Besarnya surplus
produsen sama dengan besarnya perbedaan harga tersebut dikalikan dengan
kuantitas yang berhasil dijualnya pada harga Po. Bila bersama surplus produsen

12
Universitas Sumatera Utara

dijumlahkan besarnya secara grafik dicerminkan oleh daerah BEPo. Besarnya
konsumen dan produsen ini sangat penting diketahui untuk mengetahui dari
berbagai kebijaksanaan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat.
2.1.3.1 Pembatasan Jumlah Produk/ Areal Produksi (Crop Restriction)
Jika harga hasil pertanian terlalu rendah maka untuk melindungi para
petani ada kalanya jumlah areal dikurangi. Untuk tiap petani ditentukan suatu
kuota. Dengan demikian penawaran hasilnya turun, dan harga produk naik.
Dengan jalan ini konsumen menjadi korban, karena ia harus membayar lebih
tinggi, dan mendapat barang yang kurang. Untuk mengetahui apakah keadaanya
lebih baik atau lebih buruk, bergantung pada elastisitas permintaan. Jika di
katakana permintaan bersifat inelastis dapat dilihat pada gambar 2.2
P
S’

S

E’

B
II

E

A
R

D
0

I
S’

Q
S

Gambar 2.2 Grafik Permintaan Inelastis
Dari gambar 2.2 dapat diketahui bahwa permintaan adalah inelastis dan
hasil di turunkan dari OS ke OS, maka harga naik dari SE ke S’E’ atau dari OA
ke OB. Jumlah hasil penjualan (revenue) yang diterima petani produsen mula-

13
Universitas Sumatera Utara

mula sebesar OSEA kemudian menjadi OS’E’B. Disini kelihatan bahwa bidang I
lebih kecil dari pada bidang II diterima sebagai tambahan oleh petani, sehingga
para petani menerima hasil penjualan lebih besar, dan pembatas jumlah produksi
menguntungkan mereka (Kadariah, 1994).
Jika dikatakan permintaan bersifat elastis dapat dilihat dari Gambar 2.3
S’

P

E’

B
A

S

II

EE

R
I

D
0

S’

S

Q

Gambar 2.3 Permintaan elastis
Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa permintaan adalah elastis hasil akan
turun dari OS ke OS’. Maka harga naik dari SE ke S’E’ atau dari OA ke OB.
Jumlah yang diterima para petani produsen mula-mula sebesar OSEA, kemudian
menjadi OS’E’B’. Bidang I yang hilang lebih besar dari pada bidang II yang di
tambahkan, sehingga petani menerima hasil penjualan (revenue) yang lebih kecil
(selisih besar bidang I- bidang II). Jika selisih ini lebih besar daripada , turunnya
biaya produksi (karena turunnya produksi), maka net revenue (profit) petani turun,
sehingga pembatas jumlah produksi ini merugikan petani. Jadi kebijakanaan areal
(produksi) ini harus dilihat elastisitas permintaan (Kadariah, 1994).

14
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Penentuan Harga Dasar Dan Pembelian Kelebihan Hasil Oleh
Pemerintah
Pemerintah dapat menjamin kepada petani suatu tingkat harga yang lebih
tinggi dari pada harga ekulibrium dengan menentukan suatu harga dasar, tingkat
harganya disebut harga dasar. Pada tingkat yang lebih tinggi ini tidak seluruh hasil
produksi terlebih oleh konsumen. Sisanya dibeli oleh pemerintah dengan hargaharga dasar untuk ditimbun; jika tidak demikian, maka harga akan turun kembali
ke tingkat semula (Kadariah, 1994).
Berikut itu akan dijelaskan dalam gambar 2.4. penentuan harga dasar dan
pembelian kelebihan hasil oleh pemerintah.
P

D

S’

E’

B

S

E

Harga Dasar

E

A

D
Q
0
S
S’
Gambar 2.4 Penentuan Harga Dasar dan Pmbelian Kelebihan Hasil oleh
Pemerintah
Dari gambar 2.4, dapat dilihat bahwa jumlah yang ditawarkan adalah OS;
harga ekuilibrium adalah SE = OA. Jika tidak ada kebijaksanaan pemerintah,
penerimaan total petani adalah OSEA. Sekarang pemerintah menentukan harga

15
Universitas Sumatera Utara

dasar setinggi OB. Jika yang dibeli konsumen turun sampai OS; sisanya sebesar
S’S dibeli dengan harga dasar (Kadariah, 1994).
2.1.4

Kesejahteraan Petani
Terminologi kesejahteraan pada hakekatnya sangat luas, bukan hanya

ditunjukkan dari indikator ekonomi yang dalam hal ini diwakili dengan
pendapatan, namun juga mengandung pemenuhan kebutuhan individu dari
indikator non ekonomi atau indikator sosial lainnya, seperti tingkat pendidikan,
kecukupan kebutuhan perumahan, kualitas pelayanan kesehatan, keamanan dan
sebagainya. Bahkan mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, definisi
keluarga sejahtera adalah ”Kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki
keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis
mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya
untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.” Dari UU
tersebut definisi kesejahteraan sangat luas menyangkut aspek persepsi individu
atau keluarga terhadap kondisi pemenuhan kebutuhan pokoknya. Oleh karenanya
definisi kesejahteraan seringkali direduksi menjadi indikator ekonomi dan
indikator non ekonomi, yaitu sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik dasar minimal
seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Namun mengingat
masih sangat luasnya indikator-indikator non ekonomi yang merupakan indikator
pendukung kesejahteraan maka indikator kesejahteraan petani seringkali di-proxy
melalui indikator ekonomi, khususnya oleh variabel pendapatan. Peningkatan
kesejahteraan

identik

dengan

peningkatan

pendapatan

untuk

16
Universitas Sumatera Utara

memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsi. Dengan demikian peningkatan
kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan pendapatan dan
atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga. Secara garis besar
indikator kesejahteraan petani terkait dengan dua aspek penting kebijakan, yaitu
kebijakan untuk meningkatkan sebesar besarnya pendapatan rumahtangga petani,
dan kebijakan untuk sedapat mungkin menekan biaya/pengeluaran rumahtangga
petani.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Bantuan Langsung
Tunai (BLT). BLT adalah suatu program bantuan yang dicanangkan pemerintah
untuh rakyat miskin yang berwujud uang tunai yang diberikan oleh pemerintah
kepada masyarakat yang berada dibawah rata-rata garis kemiskinan sebagai
kompensasi kenaikan BBM. Pemerintah mencanangkan program Bantuan
Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat setelah kenaikan BBM ini, yang diantaranya memuat target
penurunan angka kemiskinan dan diharapkan bisa memangkas jarak ketimpangan
pendapatan.
Masyarakat Kecamatan Silahisabungan mayoritas berprofesi sebagai
petani, dengan naiknya harga BBM sehingga biaya dalam mengolah dan merawat
lahan pertanian mereka juga ikut meningkat karena naiknya harga pupuk dan
bahan bakar untuk traktor/jetor mereka yang mau tidak mau harus mereka beli.
Sehinggga pemerintah menetapkan kebijakan untuk memberikan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat.

17
Universitas Sumatera Utara

2.2

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Makmur Hutagalung (2007) yang berjudul

Dampak Peningkatan Harga Beras Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Pada
Beberapa Strata Luas Lahan (Studi Kasus: Desa Kota Rantang, Kecamatan
Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang) menghasilkan bahwa peningkatan
harga beras memberikan dampak terhadap harga gabah di Desa Kota Rantang,
Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang sehingga pendapatan
bersih petani juga meningkat. Selain itu, peningkatan harga beras memberikan
dampak terhadap tingkat kesejahteraan petani secara keseluruhan.
Mastauli Siregar (2001) yang berjudul Analisis Kesejahteraan Petani
Kemenyan Sebagai Komoditi Unggulan Di Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa salah satu desa di Kabupaten Tapanuli
Utara yaitu desa Rahut Bosi sudah tergolong sejahtera karena telah mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi dan pendidikan.
Kedua penelitian baik yang dilakukan oleh Makmur Hutagalung maupun
Mastauli Siregar memfokuskan perhatian pada dampak kesejahteraan petani sosial
ekonomi yang terjadi pada masyarakat petani setempat sesuai dengan pekerjaan
utama yang ada di daerah mereka.
Tetty (2006) melekukan penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi
dalam usahatani bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi lahan, bibit, pupuk buatan, pestisida
dan tenaga kerja pada usaha tani bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) penggunaan faktor produksi lahan, pestisida dan pupuk buatan belum
masih efisien dan penggunaannya perlu ditambah untuk memperoleh tingkat
18
Universitas Sumatera Utara

efisiensi yang lebih tinggi, (2) faktor produksi bibit dan tenaga kerja
penggunaannya telah melampaui batas efisiensi, sehingga perlu dikurangi untuk
memperoleh tingkat efesiensi yang lebih tinggi, dan (3) pergerakan usahatani di
daerah penelitian berada pada skala usahatani menguntungkan dengan jumlah
koefisien regresi sebesar 1,093.
2.3

Kerangka Konseptual
Usahatani adalah kombinasi dari faktor-faktor produksi (lahan, bibit,

pupuk, pestisida dan tenaga kerja) yang digunakan dalam proses produksi untuk
menghasilkan output. Agar usahatani bawang merah dapat berjalan sebagaimana
mestinya maka dibutuhkan beberapa input produksi yang dapat menunjang
kegiatan usahatani tersebut yang terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida dan
tenaga kerja. Ada beberapa masalah yang dihadapi petani bawang merah dalam
penyediaan input produksi, salah satunya adalah distribusi input produksi yang
kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi bawang merah yang
kurang memadai.
Produksi bawang merah akan meningkat apabila penggunaan input
produksi sudah optimal sehingga produktivitas bawang merah juga akan
meningkat. Namun yang menjadi masalah secara umum, petani kita hanya
mempunyai skala usaha dan modal yang kecil. Akibatnya produksi dan
produktivitas belum optimal. Harga yang sangat fluktuatif menyebabkan
penerimaan petani rendah. Konsekuensinya adalah pendapatan bersih dari
usahatani bawang merah tidak dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap
total pendapatan keluarga.

19
Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam
keluarga, maka harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan
usahatani dan juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga.
Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani bawang
merah pada akhir musim tanam, dapat dijadikan tolak ukur bagi petani bawang
merah sejahtera atau tidak sejahtera secara ekonomi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut ini:

Petani
Faktor Produksi:

Usahatani Bawang
Merh

1.
2.
3.
4.
5.

Lahan
Bibit
Pupuk
Pestisida
Tenaga kerja

Produksi
Harga Jual
Penerimaan
Biaya produksi
Pendapatan Usahatani

Sejahtera

Kurang Sejahtera

Tidak Sejahtera

Skema 1: Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani Bawang Merah

20
Universitas Sumatera Utara

2.4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang

menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji
secara empiris. Berdasarkan permasalahan, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di daerah
penelitian adalah luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

2.

Dampak kenaikan harga bawang merah berpengaruh terhadap kesejahteraan
petani bawang merah di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.

21
Universitas Sumatera Utara