Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya T2 752015014 BAB II

BAB II
Landasan Teori
A. Pendampingan dan Konseling Pastoral Budaya
A.1. Pastoral
Kata Pastoral sendiri berasal dari bahasa latin yaitu Pastore, dalam bahasa
Yunani disebut Poimen yang berarti Gembala. Kata gembala sering diartikan
sebagai pendeta yang menjadi gembala bagi jemaatnya. Dalam pengertian
gembala terdapat hubungan yang mendalam antara gembala dengan Allah. Karena
itu dalam melakukan tugas sebagai pastor, maka fungsi yang diperlihatkan lebih
kepada sifat dan fungsi seorang gembala yang selalu bersedia membimbing,
merawat, memelihara, melindungi dan menolong orang lain. 1
Sering sekali kata pastor dihubungkan dengan dengan diri dan karya Yesus
sebagai pastor sejati atau gembala Agung. Gembala Agung tidak mencari
kepentingan sendiri tetapi memberi diri bagi orang lain bahkan sampai
mengorbankan diri sendiri. Pengikutnya diharapkan ambil bagian dalam sikap dan
pelayanan Yesus dalam kehidupan keseharian mereka. Sehingga tugas pastoral
bukan sebatas pada pastor atau pendeta tetapi semua orang yang menjadi
pengikut-Nya.2
Istilah pastor yang diartikan sebagai merawat atau memelihara menjadi dasar
bahwa segala tindakan pastoral harus mewarnai semua pelayanan setiap orang


1
2

J. D. Engel, Konseling Suatu Fungsi................................2
Aar Van Beek, Pendampingan.................................10-11

16

sebagai orang yang telah diasuh dan dirawat Allah. Maka karya pastoral adalah
kita dipercayakan untuk menggembalakan domba-domba Allah yaitu sesama kita.
Bagi orang Kristen dalam upaya menolong orang lain untuk mampu menghadapi
dan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah sering sekali dikaitkan
dengan kegiatan pastoral. Tugas pastoral awalnya berakar dari tugas seorang
pendeta karena bagian dari tanggungjawab profesinya sebagai pelayan umat.
Dalam perkembangannya, tugas pastoral tidak hanya sebagai tugas seorang
pendeta tetapi juga untuk setiap orang yang merasa terpanggil, terbebaskan
melakukan tugas pastoral tersebut. Aart V. Beek mengatakan

“konseling


pastoral” dimulai dari Perjanjian Lama ketika Yonathan, saudara ayah Daud
adalah seorang “counsellor” (1Tawarikh 27 : 32) yang berarti penasehat. Istilah
counsellor dalam Perjanjian Baru sering dihubungkan dengan Roh Kudus yang

berfungsi sebagai penghibur. Pastoral yang dilakukan haruslah mencakup jasmani,
mental, sosial dan rohani. Pastoral itu memiliki aspek horizontal (dari manusia
kepada manusia) dan aspek vertikal (hubungan dengan Allah). 3 Dalam hal ini
pastoral memiliki dua pendekatan yaitu :
a. Pendampingan Pastoral
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan kata yang memiliki makna
pelayanan, yaitu kata pendampingan dan pastoral. Pertama yaitu pendampingan
berasal dari kata kerja mendampingi. Menurut Aart Van Beek mendampingi
adalah kegiatan menolong orang lain yang disebabkan oleh sesuatu hal sehingga
perlu didampingi. Orang yang melakukan kegiatan mendampingi disebut sebagai
3

Aart Van Beek, Pendampingan....................................12

17


pendamping dan orang yang membutuhkan pendamping disebut sebagai yang
didampingi. Relasi antara pendamping dan didampingi bersifat sejajar atau relasi
timbal balik. Dalam proses interaksi pihak yang paling bertanggungjawab adalah
yang didampingi. Dengan demikian istilah pendampingan memiliki arti sebagai
sebuah kegiatan kemitraan, bahu membahu, menemani, membagi/berbagi dengan
tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan.4
Pendampingan pastoral disebut juga sebagai penyembuhan jiwa. Kondisi
dimana seseorang ada dalam kondisi marah, kecewa, serakah, marah, iri hati,
malas dan yang lainnya merupakan tanda bahwa jiwa sedang dalam kondisi sakit.
Penyembuhan jiwa dapat dilakukan melalui pendampingan pastoral. Jiwa yang
mengalami penyakit tersebut didampingi agar dapat bebas atau sembuh. Menurut
Clebsch dan Jackle bahwa jiwa yang sakit harus disembuhkan dengan
pendampingan pastoral. Pendampingan pastoral menghadirkan nilai Kristen yang
bertujuan

untuk

menyembuhkan,

membimbing,


mempertahankan

atau

mendamaikan. Tujuan ini dirangkum dalam fungsi pendampingan pastoral.5
Pendampingan itu sendiri menyangkut persoalan fisik, mental, sosial dan
spiritual. Menurut Aart Van Beek dalam pendampingan di rumah sakit
membutuhkan lebih dari satu orang. Misalnya untuk satu orang ia membutuhkan
pendamping medis yang menolong aspek fisik, pendampingan spiritual yang
dilakukan dikalangan rohaniawan, pendampingan sosial oleh pekerja sosial yang
mendampingi persoalan sosial. Pendampingan seperti ini bersifat menyeluruh
4

Aart Martin Van Beek, Pendampingan...................................................................9-10
William A. Clebsch & Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, (Prentice Hall, Inc.
1964), 1-10, 136-137
5

18


atau holistik.

6

Rogers menambahkan bahwa dalam proses mendampingi,

hendaknya peran pendamping bukanlah sebagai penasehat karena kurang
menghargai subyektivitas klien. Arah dalam proses konseling hendaknya
ditentukan oleh yang didampingi (konseli) karena ia pusat perhatian dalam proses
tersebut. Pendamping hanya berperan menolong dan mendorong yang didampingi
agar mengungkapkan dan memahami perasaan-perasaan yang sesungguh
sungguhnya.

7

Totok menambahkan bahwa pendamping harus membuka

kacamatanya sendiri dan masuk dalam dunia yang didampingi serta menghayati
pengalaman yang didampingi tanpa melakukan penilaian, walaupun pendamping

tidak setuju pada ide yang didampingi. Sikap empatik pendamping akan
membantu yang didampingi untuk mengungkapkan yang dirasakan tanpa khawatir
atau takut dihakimi. Disinilah pendamping menerima yang didampingi apa
adanya.8
Pendampingan
mengaktualisasikan

berarti

menolong

dirinya

secara

orang

penuh.

lain,

Hal

menumbuhkan

ini

merupakan

dan
proses

perkembangan hubungan antara seseorang dengan orang lain. 9 Pendampingan
pada dasarnya merupakan sebuah proses yang dibuat dengan tujuan untuk
menolong klien yang sedang bermasalah atau tidak.

10

Dengan demikian

pendampingan dapat terus berlangsung selama klien membutuhkan pertolongan

6

Totok Soemartha & Aart M. Van Beek, Mendampingi Orang Sakit (RS Bethesda Yogyakarta
1984), 43-44
7
Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral (Satya Wacana Press, 1987), 4
8
Totok S. Wiryasaputra, Mengapa Berduka (Kanisius, 2003), 151
9
Milton Mayeroff, Mendampingi untuk Menyembuhkan, (Jakarta: BPK-GM & Yogyakarta:
Kanasius , 1993). 15.
10
Anthony Yeo, Konseling suatu pendekatan Pemecahan Masalah, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1994). 137.

19

sehingga proses pendampingan tersebut menuntut terbentuknya suatu relasi antara
konselor dan konseli (klien) yang tujuannya adalah membantu seseorang yang
sedang mengalami kesulitan agar mampu menguasai masalah yang dihadapi dan

akan dihadapi.11
Engel menambahkan bahwa dalam tugas sebagai pendamping, dalam proses
yang dialami bersama yang didampingi, keduanya akan mengalami perubahan
bersama. Pendamping hadir dengan kepedulian dan sikap empati sehingga yang
didampingi tidak merasa sendirian. Sekaligus juga pendamping melakukan
pendampingan pada diri sendiri. Artinya pendamping juga mengalami luka-luka
secara pribadi, dalam proses pendampingan maka pendamping memberikan diri
sekaligus menyembuhkan luka-luka yang dialami. Berarti pendampingan adalah
sebuah proses yang terjadi terus menerus antara pendamping dan yang didampingi
yang berelasi sejara sejajar sehingga pendamping dan yang didampingi
mengalami perubahan dan pertumbuhan bersama ke arah yang lebih baik. 12
Berarti dalam proses pendampingan itu sendiri sangat dimungkinkan bagi
pendamping dan yang didampingi untuk mengalami perubahan bersama. Aspek
penting dalam pendampingan adalah kesediaan konselor dan konseli untuk
mengubah dirinya. Kesediaan konselor dan konseli untuk berubah akan membuka
peluang untuk pertumbuhan bersama dalam kasih karunia. 13 Semakin memberi
diri atau terbuka terhadap diri sendiri, semakin dimungkinkan bagi pendamping

11


Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996). 22.
Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral......................4-6
13
David J. Hesselgrave, Counseling Cross-Culturally (Baker Book House Company, 1984), 318-319

12

20

dan yang didampingi untuk menyembuhkan diri. Dengan memberi diri bagi orang
lain, proses penyembuhan terjadi pada semua pihak.
Relasi pendamping dan yang didampingi dibangun dalam bentuk relasi yang
mesra dan harmonis, yang memungkinkan untuk mengalami kedamaian dan
kebahagiaan, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai. Pendamping
mendasarkan relasi pada kasih (1 Korintus 13) sehingga hubungan pendamping
dan yang didampingi dapat menumbuhkan nilai spiritual. Hubungan ini
berdimensi spiritual karena peran pastoral mengandung pengertian hubungan
Allah dengan manusia yang membutuhkan pertolongan Allah yang memelihara
dan membimbing.14
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa

pendampingan pastoral adalah (1) upaya untuk menolong orang lain dalam relasi
sejajar antara pendamping dan yang didampingin sehingga keduanya memiliki
kesempatan untuk bertumbuh bersama (2) yang bertanggung jawab dalam
keputusan adalah yang didampingi (3) tujuan akhir adalah kesembuhan jiwa yang
menyangkut kesehatan fisik, mental, sosial dan spiritual yang didasari oleh nilainilai kristen.
b. Konseling Pastoral
Menurut Aart Van Beek, istilah konseling dari kata counseling (bahasa
Inggris) memiliki banyak pandangan yang berbeda. Awalnya konseling memiliki

14

J. D. Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral............................1-4

21

pengertian memberi nasehat atau bimbingan. 15 Bahkan kata konseling digunakan
dalam bidang hukum. Proses percakapannya disebut konseling. Diharapkan
melalui konseling, konseli menemukan kekuatan baru dan wawasan baru untuk
mengatasi masalah. 16 Konseling pastoral terjadi ketika seseorang membutuhkan
bantuan atau pertolongan sehingga terjadilah perjumpaan dan percakapan pastoral.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konseling pastoral merupakan bahagian
dari pendampingan pastoral.17 Konseling pastoral memberikan kesempatan bukan
hanya memampukan klien menyelesaikan masalahnya tetapi meyakinkan klien
untuk mengembangkan spiritualnya. Sehingga konseling pastoral memberi tempat
pada spiritual maupun intelektual yang perlu dihargai sebagai mahkluk yang
bertumbuh, berkembang dan berkreatif. Pengembangan spiritual maka klien dapat
membangun, memperbaiki dan membina hubungan yang baik, mengalami
penyembuhan, pertumbuhan untuk mengembangkan potensi yang diberikan
Tuhan. Jadi konseling pastoral adalah suatu fungsi pastoral dimana ada relasi yang
bersentuhan antara konselor dan konseli, sekaligus menempatkan hubungan relasi
dengan Allah. Dalam relasi dengan Allah maka ia melihat orang lain berarti dan
berharga sehingga harus dicintai dan dihargai.
Peran konseling pastoral dalam kondisi krisis dan kemalangan hidup, baik
individu maupun kelompok adalah sebagai alat penyembuh dan pertumbuhan
untuk membantu klien memperbaiki dan berkembang dalam kondisi yang paling
sulit sekalipun. Dalam hal ini konselor (pendeta) harus menemukan identitas diri

15

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral.....................................9-10
Aart Van Beek, Potret Diri Seorang Konselor (UKSW Press, 1997), 1-3
17
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral.....................................9-10, 16-17

16

22

dan pemahaman baru dengan dasar teologis yang jelas serta teknik-teknik
menolong yang efektif sesuai dengan situasi klien. Disisi lain konselor pastoral
tahu

tentang dirinya

sendiri

yang

berkaitan

dengan

spiritualitas

dan

kepribadiannya, citra, peran, fungsi dan tujuan sebagai seorang konselor. Hal ini
penting karena ketika konseli diarahkan mencari pemecahan masalah yang
didasarkan pada dimensi spirittualnya, maka konselor harus dikembangkan untuk
terus tumbuh dalam pengharapan kasih Allah.18
Engel menambahkan bahwa tugas konseling dan pendampingan pastoral
adalah suatu panggilan yang harus dilakukan semua orang percaya. Signifikan
konseling dan pendampingan pastoral secara konseptual dari segi fungsi adalah
sama. Perbedaannya adalah metode dan pendekatannya secara praksis dalam
penerapan fungsi-sungsi tersebut. Pendampingan pastoral adalah penemanan yang
menumbuhkan, juga mengembangkan pribadi konselor dan konseli dalam
kesadaran bahwa ia juga yang terluka. Dalam proses perjumpaan mau
menyembuhkan diri dan menyembuhkan konseli. Pendampingan pastoral dapat
berkembang menjadi konseling pastoral jika diperlengkapi keterampilan dan
pelatihan. Karena konseling pastoral adalah bagian dari pendampingan pastoral
dalam fungsi memperbaiki bagi yang membutuhkan. Sehingga orang dapat
membutuhkan pendampingan pastoral seumur hidupnya tetapi konseling pastoral
dilakukan ketika mengalami krisis. 19 Keduanya dipakai sebagai sarana kasih
karunia Allah, yang menempatkan Allah dalam membangun relasi dengan

18
19

Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, (BPK Gunung Mulia, 2016), 10-11
Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer........ 88

23

sesama. Sehingga tujuan akhir adalah lebih terbuka, tumbuh dan penuh kasih
dalam relasi dengan Allah menuju pada pengutuhan manusia.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut maka menurut penulis konseling pastoral
pada prinsipnya sama dengan pendampingan pastoral, yang bertujuan untuk
mengutuhkan manusia sehingga dapat berkembang secara maksimal sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Perbedaaan keduanya terletak pada
pelaksanaan dimana pendampingan pastoral dilakukan seumur hidup sementara
konseling pastoral dilakukan ketika seseorang membutuhkan pertolongan. Upaya
pertolongan tersebut menggunakan metode yang sesuai dengan keadaan klien.
A. 2. Fungsi Pendampingan dan Konseling Pastoral
William A. Clebsch dan Charles dalam buku Basic Types of Pastoral Care &
Counseling mengatakan fungsi pendampingan dan konseling pastoral secara
tradisional ada empat,20 yaitu
1. Menyembuhkan

(healing)

untuk

mengatasi

gangguan

dengan

mengembalikan orang pada keutuhan dan memimpin dia maju melampaui
kondisi sebelumnya. Fungsi ini sangat penting untuk mereka yang
mengalami dukacita karena kehilangan atau terbuang. Tekanan mental
yang terjadi dapat mengakibatkan penyakis psikosomatis, suatu penyakit
yang langsung maupun tidak yang muncul karena tekanan mental yang
berat.Tekakan mental sering terungkap melalui disfungsi tubuh. Pada

20

Howard Clinebell, Basic Types of Pastoral Care & Counseling (Abingdon Press, 1966) 42-43

24

kondisi ini pendamping diharapkan dapat menolong dengan pendekatan
agar yang didampingi mengungkapkan perasaannya yang tertekan.
2. Mendukung (sustaining) berfungsi membantu seseorang yang terluka
untuk bertahan dan mengatasi keadaan menuju proses pemulihan atau
penyembuhan, dari luka yang paling berat sekalipun. Dukungan yang
dapat dilakukan biasanya melalui kehadiran dan sapaan yang meneduhkan
serta terbuka, ini dapat mengurangi penderitaan. Dukungan yang seperti
ini dapat mengurangi penderitaan yang berat atau memukul.
3. Membimbing (guiding) dilakukan ketika yang didampingi merasa
kebingungan

untuk

menentukan

pilihan

atau

keputusan.

Dalam

memgambil keputusan harus diketahui konsekwensi atau dampak dari
pilihan, baik sekarang maupun yang akan datang. Dalam hal ini
pendamping

harus

mengemukakan

beberapa

kemungkinan

yang

bertanggungjawab dengan segala resiko sekaligus membimbing ke arah
pilihan yang berguna. Keputusan tetap di tangan orang yang didampingi
dengan mengetahui segala resiko dari keputusan.
4. Rekonsiliasi (reconciling) adalah usaha untuk membangun kembali
hubungan yang rusak antara yang didampingi dengan orang lain, begitu
juga yang didampingi dengan Tuhan. Rekonsiliasi ditempuh dengan cara
mendaikan melalui pengampunan dan kedisiplinan. Hubungan yang rusak
sering mengakibatkan penderitaan psikis maupun fisik. Karena itu
pendamping membantu untuk menganalisa faktor yang mengancam dan
merusak hubungan tersebut sehingga menemukan alternatif

untuk
25

memperbaiki hubungan tersebut. Pendamping harus menjadi orang tidak
berpihak, tetapi penegah dari semua pihak yang didampingi. Clinebell
menambahkan fungsi ke lima. Tujuan pengasuhan adalah untuk
memungkinkan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang Allah
berikan pada mereka, proses ini berlangsung sepanjang hidup melewati
lembah, puncak. Pengasuhan ini menyangkut aspek emosional, cara
berfikir, motivasi dan kemauan, tingkah laku, kehidupan rohani dalam
interaksi. Pendampingan pastoral dalam pengasuhan memberi menolong si
penderita agar berkembang dan bertumbuh dalam potensi yang dimiliki.
Aart Van Beek menambahkan fungsi ke enam yaitu mengutuhkan yang
memiliki

fungsi

sentral

karena

merupakan

tujuan

utama

dari

pendampingan pastoral. Menjadi tujuan sentral karena adanya pengutuhan
kehidupan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yakni fisik, sosial,
mental dan spiritual. Penderitaan manusia ada karena rusak atau
terganggung aspek fisik, sosial, mental dan spiritual. Oleh sebab itu,
pengutuhan berfungsi untuk mengutuhkan kembali semua aspek sehingga
manusia mengalami keutuhan dalam hidupnya. 21
Ketika seseorang yang mengalami pengutuhan, maka pertumbuhan dimulai.
Aspek penting dalam proses pengutuhan menurut Clinebell22 yaitu :

21

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral......................13-17
Jill Snodgrass, From Rogers to Clinbell : Exploring the History of Pastoral Psychology ; Jurnal
Pastoral Psychol, (2007) 54 : 513-525. Lihat juga Howard Clinbell, Basic Type of Pastoral Care &
Counseling, (Abingdong Press, 1984), 373, 376-380

22

26

1. Menghidupkan pikiran seseorang dengan melibatkan sumber daya,
pikiran, perasaan, kreativitas, memperluas intelektual
2. Merevitalisasi tubuh, dengan belajar dari pengalaman dan menggunakan
tubuh secara efektif serta penuh kasih sayang, termasuk pengurangan
stress dan kesehatan secara holistik lainnya
3. Memperbaharui dan memperkaya hubungan dengan orang lain, dengan
cara membantu orang, memperbaharui dan memperkaya jaringan dalam
kepedulian. Penyembuhan dan pertumbuhan yang baik tergantung kualitas
hubungan. Penyembuhan relasional dan keterampilan sangat penting untuk
keutuhan
4. Memperdalam hubungan seseorang dengan alam dan biosfer dalam
peningkatan kesadaran ekologis, persekutuan dan kepedulian. Menjadikan
seseorang lebih utuh secar fisik, mental dan spiritual ketika mereka
dibantu untuk mengembangkan dan menghargai interaksi
5. Pertumbuhan dalam kaitannya dengan lembaga-lembaga yang signifikan
dalam kehidupan seseorang, dengan cara membebaskan, memotofasi dan
memberdayakan bekerja dengan orang lain. Dengan ini terjadi
transformasi sosial dengan bekerja sama untuk mengubah masyarakat.
6. Pendalaman dan vitalis hubungan seseorang dengan Allah, dengan
terbuka, bermakna, sukacita yang diperoleh dalam keterikatan dengan Roh
Kasih. Sehingga terjadi pemberdayaan yang kreatif.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka

pendampingan dan konseling

pastoral dapat dilakukan oleh semua orang yang didasari perspektif pastoral. Ciri
27

khas pendampingan dan konseling pastoral adalah bersifat holistik dengan ciri
keinginan melayani manusia secara utuh sesuai dengan teladan Yesus. Hoffman
mengatakan bahwa semua pendampingan dan konseling pastoral diarahkan untuk
menjadi sarana karunia Allah.

23

Ia adalah Gembala yang baik, yang

memperhatikan semua aspek kehidupan manusia. Tetapi Ia tetap melihat
keterbatasan manusia dalam mempertangungjawabkan pelayanannya. Dengan
demikian pendampingan dan konseling pastoral sama dengan pengembalaan, yang
dapat dilakukan oleh siapapun juga dengan keinginan untuk menolong diri sendiri
dan orang yang menderita menuju kepada pengutuhan secara mental, fisik, sosial
dan spiritual. 24 Dapat disimpulkan bahwa keseluruhan hidup manusia, disadari
atau tidak, sering melakukan konseling dan pendampingan pastoral dengan orang
lain. Relasi yang terjadi, dengan peran menjadi konselor atau konseli selalu
bersentuhan dengan perasaannya sendiri. Kondisi ini memungkinkan keduanya
terbuka untuk penyembuhan dengan menghadirkan Allah dalam proses itu sendiri.
B. Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya
1. Makna Budaya dalam Konteks Pendampingan dan Konseling Berbasis
Budaya
Pendampingan dan Konseling berbasis budaya harus membahas budaya
dalam konteksnya sebagai dasar psikologi. Dalam hal ini psikologi memiliki dua
tujuan, pertama membangun pengetahuan tentang manusia, untuk memahami
prilaku ketika terjadi, mengapa terjadi dan memprediksi kejadian sebelum terjadi.

23
24

John C. Hoffman, Permasalahan Dalam Konseling (Kanisius & BPK, 1993), 25-26
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (BPK Gunung Mulia, 2016), 81-83

28

Kedua, melibatkan pengetahuan tubuh dan menerapkannya dalam kaitannya
dengan hidup bermasyarakat agar hidup menjadi lebih baik.25 Dengan demikian
budaya menyediakan prilaku-prilaku agar melaluinya kita melihat dan
mengevaluasi (menafsirkan) fenomena yang terjadi dalam keterkaitannya dengan
pastoral. Karena prilaku manusia bermakna jika dilihat dalam konteks sosial
budaya yang terjadi.26
Budaya dalam konteks psikology dapat dipahami melalui 3 pendekatan
yaitu pendekatan konseptual, metode dan sejarah. (1) pendekatan konseptual
yakni budaya melekat dalam diri manusia melalui tingkah laku sehari-hari.
Terkait dengan cara menafsirkan dunia dan orang lain melalui interaksi dan
komunikasi. Melalui pengetahuan bersama menghasilkan serangkaian praktek
sehari-hari. Masalah yang muncul diselesaikan dengan bersumber dari budaya itu
sendiri. (2) Pendekatan metodologis yaitu mempelajari proses untuk mencari
konstruksi makna dalam upaya pengembangan diri. Sekaligus mempelajari proses
perkembangan serta berpartisipasi dalam setiap proses perkembangan. Hubungan
individu dalam kelompok menghasilkan dua alternatif : memperioritaskan
individu atau memperioritaskan kelompok. Melalui budaya kita melihat dan
mengekspresikan dunia. Hasilnya ditemukan dalam bentuk simbolik. (3)
Pendekatan

historis yaitu dengan mengacu pada kelompok sendiri maka

individu dapat memahami makna dan motif dibalik prilaku-prilaku dalam
kelompok. Interaksi dipelajari untuk menafsirkan makna yang tersembunyi. Miller

25
26

David Matsumo & Linda Juang, Culture and Psychology (Thomson Wadsworth, 2004) 24
Eric B. Shiraev & David A. Levy, Cross Cultural Psychology (Pearson Education, Inc, 2004) 4

29

menambahkan bahwa dalam psikologi budaya, pada tingkat teoritis budaya
merupakan landasan semua teori psikologi.27
Melalui tiga pendekatan psikologi budaya dapat ditemukan bahwa prilaku
individu dan kelompok yang terus berkembang serta bersumber dari budaya
sendiri untuk menyelesaikan konflik yang terus berproses melalui komunikasi
yang ada merupakan psikologi budaya. Dalam hal ini budaya mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan setiap kemampuan serta
kebiasaan lainnya yang dibentuk melalui pengalaman bersama. 28 Setiap budaya
yang unik itu memiliki sistem perkembangan budaya melalui informasi bersama
dalam kelompok yang ditransmisikan dari generasi ke generasi, yang bertujuan
memenuhi kebutuhan dasar hidup, mengejar kebahagiaan, kesejahteraan

dan

makna dalam kehidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya adalah
konstruk sosial sekaligus konstruk individu.29
Koentjaraningrat

dalam

buku

Simbolisme

dalam

Budaya

Jawa

mengatakan wujud budaya yang ada dalam gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan
dan sebagainya ada dalam pikiran setiap individu yang diekspresikan melalui
kelakuan berpola dari individu dan masyarakat dalam sistem sosial serta hasil
karya masyarakat. 30 Sehingga dalam pola-pola tersebut konstruk individu dan
sosial melekat sistem nilai budaya. Bagian tertinggi dari budaya ada pada sistem

27

Patricia m. Greenfield, Three Approaches to The Psychology of Culture: where do they come
from? Where can they go?, Asian Jurnal of Social Psychology (2000) 3 : 223-240
28
Cameron Rose, Culture and Context : Therapy Today, Psychology & Behavioral Sciences
Collection (Feb 2017) Vol 28, Issue 1.
29
David Matsumo & Linda Juang, Culture and Psychology (Thomson Wadsworth, 2004), 19-24
30
Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, (PT. Hanindita, 1984) 8

30

nilai yang abstrak dari adat istiadat. Nilai budaya yang hidup dalam individu dan
kelompok tersebut merupakan hal yang bernilai dan berharga bagi kehidupan.
Karena sistem nilai budaya menjadi pedoman yang memberi arah dan orientasi
dalam masyarakat.31 Sistem budaya itu akan dikomunikasikan dari satu generasi
ke generasi berikutnya. 32
Budaya yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi dalam perspektif
psikologi pendampingan budaya merupakan pengetahuan yang timbul dari
tingkah laku atau pikiran manusia yang berasal dari kelompok. Semua ini
dikondisikan secara kultural sehingga diperoleh pengetahuan penting bagaimana
manusia melihat dirinya sendiri dan kelompok. Dalam budaya Timur
memperlihatkan bahwa kolektifitas atau saling ketergantungan, sehingga nilai
budaya dalam kelompok menjadi kontrol bagi tingkah laku manusia. 33 Sanchez
mengatakan bahwa budaya sekaligus menjadi petunjuk yang mengarahkan
individu serta kelompok bagaimana berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.34
Tingkah laku individu dan masyarakat terikat oleh kebudayaan yang
dalam perspektif psikologi pendampingan wujudnya terlihat dalam berbagai
aturan atau norma yang khusus, dimana aturan dan norma tersebut menjadi
kontrol bagi masyarakat. Sehingga kebudayaan adalah proses yang dipelajari dan
berkembang serta nilai-nilai yang ada diambil sekelompok masyarakat. Nilai atau

31

Koentjaraningrat, Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional (Jakarta: UIP, 1993) hlm 3
Paul Cunningham, Empirical Rationalism and Transpersonal Epiricism: bridging the two
epistemic cultural of transpersonal psychology, 2015
33
Archie Smith Jr, Indigenous and Cultural Psychology: Where does Faith Come in?: Pastoral
Psychol (2007) 56:95-104.
34
Arthur R. Sanchez, Handbook Counseling Of Multicultural, (Sage Publication 2001) 674

32

31

aturan tersebut menjadi sebuah sistem nilai yang diatur. Nilai-nilai itu menjadi
tolak ukur prilaku individu dalam keterkaitannya dengan masyarakat dengan
keunikan yang dimilki sebagai identitas kelompok.35
Pendekatan yang dilakukan dalam konteks pendampingan dan konseling
berbasis budaya adalah pendekatan emik, dengan memakai budaya setempat
sebagai sumber. Pengetahuan timbul dari prilaku atau pikiran manusia yang
berasal dari kelompok sendiri.36 Pendekatan emik memiliki aspek kehidupan yang
konsisten di seluruh budaya yang berbeda beda.37 Pendekatan ini memakai prilaku
dalam budaya dengan 3 tahapan pendekatan, pertama, mengidentifikasi sebuah
konstruk etik yang memiliki status universal. Dua, konstruk tersebut
dikembangkan dan divalidasi. Tiga, akhirnya konstruk etik tersebut didefinisikan
emik yang dapat digunakan dalam lintas budaya. Artinya pendekatan emik
mencoba menggambarkan prilaku-prilaku dalam budaya tertentu hanya memakai
konsep yang ada dalam budaya. 38 Untuk itu pendamping harus melihat budaya
yang didampingi dari sudut pandang yang didampingi sehingga dapat terhindar
dari etnosentris. 39

Sehingga pendekatan emik menjadi sebuah cara untuk

memahami dunia konseli dalam upaya menolong konseli dan konselor dalam
proses pastoral.

35

Berger P.I. & Thomas Lucmann. L., The Social Construction of Reality : a treatise in the sociology
of knowledge, 1991, 99
36
Indegenous and Cultural Psychology...............................56 : 95-104
37
David Matsumo & Linda Juang, Culture and Psyochology...................24
38
Andrew R. Davidson, Cross-Cultural Model Testing: to ward a solution of the etic-emic dilema;
International Journal of Psychology , (1976), vol 11, No. 1. 1-13
39
R. Warner, The Emics and Etics of Ouality of Life Assessment: Soc. Psychiatr Epidemiol (1999)
34:117-121

32

Pendekatan emik melihat bahwa budaya dilihat secara menyeluruh, dalam
arti dalam konteks sejarah, falsafah, agama lokal dan dalam kaitannya dengan
ekologi. Sehingga dalam pendekatan emik konsep

pendampingan berbasis

budaya menerima bahwa psikologi bersifat subjektif, terikat pada nilai-nilai dan
khusus karena bersumber dari budaya itu sendiri. 40 Semua ini menghasilkan
pengetahuan yang dikordinasikan secara kultural yang dijadikan dasar bagi
pendamping untuk memahami dunia yang didampingi.
Dengan

demikian

penulis

menyimpulkan,

dalam

melakukan

pendampingan dan konseling berbasis budaya, maka hal yang harus diperhatikan
adalah (1) menghormati perbedaan dalam perjumpaan budaya pada proses
pendamping sehingga pendamping menyadari bahwa memahami klien harus
melalui budaya klien (2) sumber penggalian dari tingkah laku klien berdasarkan
hidup keseharian klien (3) tingkah laku keseharian dipahami dan diinterpretasi
dalam konsep budaya klien (4) membuat konstruksi psikologi pendampingan dan
konseling dengan memperhatikan kepedulian terhadap masyarakat dan ekologi (5)
pendamping dan konseling sangat terbantu jika disertai pemahaman bahasa klien.
2. Aplikasi Pendampingan dan Konseling Pastoral yang berbasis Budaya
Kekuatan dalam pendampingan dan konseling dikenal melalui beberapa
pendekatan yaitu satu, pendekatan psikodinamik bertujuan pengembangan
kemampuan dan adanya upaya untuk memahami diri sendiri. Kedua, pendekatan
behavioris yang bertujuan mengembangkan prilaku baru, yang lebih efektif dalam

40

Archie Smith...........................56;95-104.

33

menangani masalah dengan meninggalkan prilaku yang merugikan, serta ketga,
pendekatan kognitif yang bertujuan membantu mengubah prilaku ke arah yang
baru dan lebih baik. Pendekatan ke empat adalah pendekatan emik sebagai
pendekatan yang bersumber pada budaya klien. Pendekatan emik menjadi
pendekatan keempat yang muncul karena adanya kesadar
Peran budaya membantu dalam proses untuk mendefinisikan tujuan
dengan memakai pengalaman hidup dan nilai budaya dari konseli, baik individu
maupun kelompok, yang didukung secara menyeluruh. Dalam hal ini budaya
menyediakan prilaku-prilaku untuk membuat strategi yang bertujuan untuk
penyembuhan dan menyeimbangkan nilai individu dan kelompok dalam sistem
budaya yang ada.41 Individu dalam masyarakat memiliki identitas yang bersumber
dari satu kultur atau beberapa kultur. Dampaknya adalah kultur seseorang atau
sekelompok orang terlihat dalam relasi, masalah emosi dan prilaku serta
pemahaman tentang hidup. Kultur tersebut ditemukan dalam simbol yang
diwariskan secara turun temurun untuk berkomunikasi, bertahan hidup dan
mengembangkan pengetahuan tentang hidup. Aspek penting yang terkait
didalamnya adalah konsep realitas, memahami diri, konstruksi moral, konsep
waktu, nilai penting tempat. 42 Di dalam pendampingan pastoral budaya, aspek
fungsi dari berbagai ritus dan upacara kebudayaan penting dimaknai. Sebab di
dalam semua itu terkandung struktur-struktur dasar perilaku manusia. Dengan
demikian aspek kebudayaan dan kepribadian menjadi dua hal yang saling terkait.

41

Derald Wing Sue & David Sue, Counseling The Cultural Diverse, Theori and Practice (John Wiley
& Sons, Inc, 2003)16-18
42
John McLeod, Pengantar Konseling : teori dan studi Kasus, (Kencana, 2010) 273-290

34

Maka dalam pendampingan dan konseling pastoral budaya, aspek kesadaran dan
kemampuan perlu dimiliki oleh seorang pendamping. Krisetya mengatakan setiap
ada tindakan menolong orang lain yang didasari oleh keyakinannya maka itu
merupakan pendampingan dan konseling pastoral. Tindakkkan menolong dalam
relasi yang diatur budaya adalah pendampingan dan konseling pastoral. Disebut
pendampingan dan konseling patoral karena tujuannya adalah menolong dan
disebut pastoral karena didasari oleh keyakinannya. Dan setiap orang dapat
melakukan pastoral disegala tempat dan setiap waktu 43
Dari paparan diatas penulis menyimpulkan dalam budaya ada nilai-nilai
kehidupan diberlakukan untuk individu maupun kelompok, bertujuan untuk
kebaikan manusia itu sendiri. Nilai-nilai dalam budaya diwariskan dari generasi
ke generasi untuk menghidupkan manusia sehingga manusia menemukan makna
dan nilai didalamnya. Semua ini tertuang dalam prilaku-prilaku yang diatur dalam
masyarakat sehingga menjadi dasar bagi ilmu psikologi untuk memahami
keberadaan seseorang dengan latar belakang yang dimiliki. Pengetahuan
psikologis yang berbasis budaya ini menjadi dasar atau sedikitnya dapat
membantu bagi pendampingan dan konseling pastoral untuk menemukan strategi
yang tepat, dimana prilaku-prilaku dalam budaya menjadi nilai penting untuk
pendampingan dan konseling yang efektif. Prilaku tersebut menjadi bermakna jika
dilihat dalam konteks budaya yang terjadi. Proses prilaku menunjukkan proses
mental yang pada dasarnya adalah produk interaksi antara budaya dan individu.
Sehingga prilaku-prilaku yang terbentuk merupakan manifestasi dari budaya itu
43

Mesach Krisetya, Kepemimpinan Pastoral..............2-3

35

sendiri, yang diwariskan turun temurun serta dimiliki oleh individu dalam
masyarakat.

36

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rambu Solo' Sebagai Tindakan Pastoral T2 752011033 BAB II

0 2 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya T2 752015014 BAB VI

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya T2 752015014 BAB V

0 1 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya T2 752015014 BAB IV

0 1 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mambere Namalum untuk Pemenuhan Kebutuhan Lanjut Usia sebagai Pendampingan dan Konseling Pastoral Berbasis Budaya T2 752015014 BAB I

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunjuitam: Kumpul Keluarga sebagai Pendampingan dan Konseling Kedukaan T2 752016016 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB II

0 0 29

BAB II - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jagongan sebagai Pendampingan Pastoral Budaya: Kajian Pastoral Budaya kepada Warga Jemaat GITJ Sembaturagung-Pati yang Mengalami Kedukaan

0 2 24