Analisis Yuridis Terhadap Kewajiban Pembuatan Laporan Kegiatan Penanaman Modal Terkait Asas Keterbukaan Ditinjau dari UU NO. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

BAB II
PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN DALAM KEGIATAN
PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UU NO.25 TAHUN 2007
TENTANG PENANAMAN MODAL DAN PERATURAN
PELAKSANAANNYA
A. Pengertian Prinsip Keterbukaan
Biasanya sebelum calon penanam modal investor akan menanamkan
modalnya di suatu negara, termasuk di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi
perhatian negara calon investor. Beberapa hal yang menjadi perhatian bagi
investor agar mereka dapat meminimalisasi resiko dalam berinvestasi, antara
lainnya adanya prinsip keterbukaan atau transparency, yaitu kejelasan mengenai
peraturan perundang-undangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta
kebijakan investasi.56
Transparansi merupakan tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan saat
ini, dan akan terus berlangsung selama para Chief Executive Officer (CEO) dan
pihak eksekutif lainnya tidak mau melakukan pendekatan kepemimpinan yang
berbasis nilai. Transparansi adalah salah satu cara mengelola bisnis yang penting.
Transparansi bukanlah strategi dan bukan sesuatu yang bisa diajarkan konsultan.57
Seorang profesor dari Belanda bernama Deirdre Curtin menyatakan
keterbukaan telah berkembang sebagai fitur yang mendefinisikan hak Uni Eropa
dan hak kewarganegaraan dan bukan merupakan masalah yang menyembunyikan

pembuatan aturan internal. Keterbukaan adalah sebuah konsep konstitusional yang
mencakup dua hal penting yaitu akses ke dokumen dan informasi publik, dan
partisipasi warga negara dalam mengakses dokumen yang bersifat kolektif serta

56

Asmin Nasution, Transparansi Dalam Penanaman Modal (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2008), hlm 124.
57
Ibid., hlm 124.

Universitas Sumatera Utara

hak demokrasi untuk mengakses informasi yang terbuka untuk semua warga
negara. Hal ini merupakan hak yang paling fundamental daripada hukum
administrasi yang berlaku bagi individu tertentu dalam mendapatkan akses pribadi
yang bersifat khusus misalnya pihak pengusaha atau para eksekutif. Pendapat
tersebut dapat disimak bahwasannya dalam zaman yang sudah serba canggih ini
dimana informasi sudah mudah diakses darimana dan kapan saja, demi hak
konstitusi kewarnegaraan yang adil dan terbuka, informasi publik yang dapat

diakses melalui media elektronik internet seharusnya tetap dikelola dan
dikembangkan (up-to-date) oleh pihak pemerintah.58
Pada hakekatnya dapat dikemukakan bahwa kehadiran Undang-Undang
No.25 Tahun 2007 merupakan terobosan baru yang sangat positif untuk
mengundang investor, karena mengandung asas keterbukaan (transparansi).
Namun demikian, sebagian kalangan beranggapan bahwa kehadiran UndangUndang tersebut justru bertentangan dengan dasar hukum Indonesia yaitu UUD
1945, sehingga terdapat beberapa lembaga swadaya masyarakat yang telah
mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang No.25 Tahun 2007
tersebut, di antaranya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung
dalam Gerakan Rakyat Melawan Neo-Kolonialisme dan Imperialisme alias Gerak
Lawan. Bahwa selain bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang No.25
Tahun 2007 dianggap hanya sekedar untuk membuka pintu masuk liberalisasi
ekonomi Indonesia.59
Pada tanggal 25 Maret 2008, keputusan yang diambil Mahkamah
Konstitusi (MK) RI dalam judicial review UU No.25 Tahun 2007 adalah hanya
Deirdre Curtin, “The Fundamental Principle of Openness in EU: Nature and
Implications”, University of Amsterdam, Amsterdam, April 2011, hlm 3.
59
Asmin Nasution, Op.Cit., hlm 126.
58


Universitas Sumatera Utara

mengabulkan sebagian dari gugatan rakyat yang tergabung dalam Gerak Lawan.
Materi gugatan yang dikabulkan hanya terhadap pasal 22, yang membahas tentang
pemberian fasilitas tanah kepada penanam modal. Menurut UUPM, pasal 22
menjamin pemodal untuk mendapatkan dan memperpanjang di muka sekaligus
Hak Guna Usaha (HGU) hingga 95 tahun, Hak Guna Bangunan (HGB) hingga 80
tahun dan Hak Pakai (HP) hingga 70 tahun. Pada amar putusan, MK menganggap
pasal tersebut inkonstitusional. Alasannya, pasal ini bertentangan dengan UUD
1945 pasal 33 ayat 3, yang menjelaskan tentang hak menguasai negara dan prinsip
ekonomi kerakyatan. Akhirnya, kata-kata yang menyangkut perpanjangan fasilitas
tanah kepada penanam modal “di muka sekaligus” dihapuskan. Namun, HGU,
HGB dan HP tetap bisa diperpanjang oleh pemodal dengan merujuk pada pasal
berikutnya. Sedangkan untuk permohonan pasal lainnya yang subtansial mengenai
asas perlakuan sama antara pemodal asing dan dalam negeri, kriteria usaha
tertutup dan terbuka untuk modal, repatriasi (penarikan asset oleh pemodal asing),
dan perburuhan, semuanya ditolak mentah-mentah oleh MK.60
Sepanjang sejarah, pemerintah telah mengenakan beragam kendala pada
kegiatan ekonomi. Kendala tersebut, meskipun kadang-kadang dikenakan dalam

nama kesetaraan atau beberapa tujuan masyarakat mulia lainnya, yang pada
kenyataannya yang paling sering dikenakan adalah untuk kepentingan masyarakat
elit atau yang mempunyai kemampuan ekonomi yang mapan dan minat khusus
dalam berinvestasi secara skala besar, dan kendala tersebut dipandang lumayan
membebankan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah
secara menyeluruh. Dengan mensubstitusi hukum dengan keputusan politik bagi
Serikat Petani Indonesia, “Hanya Mengabulkan Sebagian Dari Gugatan Judicial
Review, MK Mengecewakan Rakyat”, www.spi.or.id/mk-hanya-mengabulkan-sebagian-darituntutan-gerakan-rakyat-terhadap-uupm/ (diakses pada tanggal 18 Desember 2015).
60

Universitas Sumatera Utara

keadaan pasar, pemerintah mengalihkan sumber daya alam berupa sektor listrik,
pertambangan, minyak dan gas yang dapat diolah dan energi dari aktifitas
produktif menjadi bentuk usaha yang terbuka bagi pengusaha yang mampu
menjadi rekan investor demi mencari manfaat ekonomis tanpa memperdulikan
hak penguasaan sumber daya oleh pihak asing. 61
Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan WTO (World Trade
Organization) yang mencakup persetujuan Trade Related on Intellectual Property
Rights(TRIPs) dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1994.62 WTO sebagai suatu

lembaga yang mengadministrasikan dan memantau pelaksanaan, kesepakatan,
Putaran Uruguay jelas akan tidak mampu memantau seluruh peraturan atau
kebijaksanaan perdagangan antara anggota yang jumlahnya lebih dari seratus
negara.63
Prinsip-prinsip keterbukaan dalam rangka pasar bebas perdagangan
internasional pertama kali dikembangkan di laporan OECD tahun 1997 pada
pembaharuan perundang-undangan dan kembali menegaskannya dalam prinsip
OECD 2005 untuk peraturan kualitas dan kinerja. Prinsip-prinsip ini
mencerminkan prinsip-prinsip dasar yang mendasari sistem perdagangan
multilateral, yang dimana sudah banyak negara-negara yang telah mengikatkan
dirinya dalam memenuhi kewajiban tertentu di WTO dan maupun yang
berhubungan dengan konteks lainnya. Enam prinsip keterbukaan ini tidak boleh
dilihat sebagai penilaian standar kesesuaian WTO (World Trade Organization),
Terry Miller dan Anthony B.Kim, “Principles of Economic Freedom”,
http://www.heritage.org/index/book/chapter-1 (diakses pada tanggal 25 Oktober 2015).
62
Agus Kretarto, Investor Relations Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan
Berbasis Kepatuhan (Jakarta: Grafiti Press, 2001), hlm 43.
63
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan

dalam Perjanjian Investasi Multilateral (Sumatera Utara, Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam
Terbitan (KDT), 2008), hlm 337-338.
61

Universitas Sumatera Utara

tetapi sebagai pendukung lingkungan bisnis yang memungkinkan negara-negara
untuk menuai keuntungan dari globalisasi dan kompetisi internasional. Prinsipprinsip ini adalah antara lain: 64
1.

2.

3.

Transparansi dan keterbukaan dari proses pengaturan perundang-undangan
bagi pihak yang tertarik dalam menanamkan modalnya di host country,
termasuk pihak asing (prinsip transparansi). Akses yang mudah dan luas
dalam mengakses peraturan-peraturan mengurangi ketidakpastian atas
persyaratan yang berlaku dan memungkinkan perusahaan untuk
memperkirakan biaya dan hasil imbal produksi dan aktivitas perdagangan

mereka. Konsultasi publik yang melibatkan pemangku kepentingan dalam
proses pembuatan peraturan membantu meningkatkan kualitas dan
pelaksanaan dalam menyesuaikan dan menaati peraturan serta efisiensi
dari kegiatan ekonomi. Karena inovasi merupakan faktor yang telah turuntemurun yang berisiko dengan hasil yang tidak menentu, keterbukaan yang
dimaksud harus mudah diprediksi dan keterlibatan yang diperbolehkan
mesti dapat mendorong kapasitas dalam berinovasi dengan menjaga sektor
bisnis yang lebih dinamis dan menghindari risiko yang lebih sedikit.
Kesetaraan peluang-peluang yang kompetitif yang efektif antara
pengadaan barang dan jasa (prinsip non-diskriminasi). Perlakuan
diskriminatif yang bersifat eksplisit atau implisit terhadap barang atau jasa
asal luar negeri bertindak sebagai suatu tindakan yang mendukung
disincentive serius terhadap inovasi suatu bisnis. Dengan mematikan
keunggulan kompetitif inovatif barang dan jasa, proses produksi,
pemasaran dan metode organisasi akan mengurangi pesaing yang kreatif
dan inovatif.
Menghindari pembatasan efek perdagangan yang melampaui batas
kewajaran yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan peraturan
yang pasti. Prinsip ini menggunakan fungsionalitas pendekatan berbasis
kinerja daripada desain atau peraturan yang bersifat deskriptif, dan untuk
memperbaiki prioritas masalah hambatan peraturan dalam perdagangan

dan investasi yang timbul dari persyaratan yang terkesan mengulangngulang dan peraturan lama yang telah di non-aktifkan atau tidak
diberlakukan lagi. Peluang bagi perusahaan dalam menggapai syaratsyarat tujuan regulasi dengan cara apapun yang mencapai hasil yang
maksimal dan efektif tanpa dijelaskan bagaimana mereka harus
melakukannya memungkinkan mereka untuk mengembangkan kreativitas
dan gagasan pemikiran yang bersifat inovatif, teknis. Komponen, bahan,
produksi , standar , proses organisasi dan, termasuk yang mungkin dapat
diberlakukan di pasar yang berbeda. Revisi persyaratan pada peraturanperaturan yang bersifat mengulang-ngulang dan usang (outdated) serta
penyederhanaan beban administrasi menurunkan biaya dalam berbisnis,
dengan demikian membebaskan sumber daya untuk hanya fokus kepada
pengembangan perekonomian yang inovatif.

OECD, “OECD Market Openness Principles, OECD Innovation Policy Platform”,
www.oecd.org/innovation/policyplatform (diakses pada tanggal 25 Oktober 2015).
64

Universitas Sumatera Utara

4.
5.


6.

penggunaan tindakan hukum yang bersifat internasional sesuai standar
peraturan internasional (prinsip keselarasan); dan
pengakuan kesetaraan tindakan regulasi negara lain ,prosedur hukum , dan
hasil penilaian kesesuaian (prinsip saling pengakuan). Perusahaanperusahaan yang beroperasi di lebih dari satu pasar perlu menyesuaikan
dan menanggung biaya tambahan yang berbeda yang dihasilkan
persyaratan peraturan standar nasional. Menyesuaikan persyaratan yang
dihasilkan hukum negara asing dengan langkah-langkah internasional dan
menerima persyaratan host country sebagai standar dengan persyaratan
domestik dalam menggapai tujuan hukum yang sama juga berperan
penting dalam menangani setiap biaya yang tidak perlu dikeluarkan dari
hasil disharmonisasi perbedaan peraturan. Keselarasan dan kepercayaan
sesama pihak asing dengan host country dalam berinovasi memungkinkan
perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan dan
meminimalisasi hambatan perdagangan perbatasan negara serta
mengefektifkan persaingan usaha pasar internasional.
penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha dalam perspektif internasional.
Penegakan hukum persaingan usaha dan regulasi dalam sektor promosi
kompetisi dan liberalisasi perdagangan harus dikoordinasikan untuk

memastikan konsistensi dan keefektifan persaingan usaha pasar
internasional, untuk mendorong kinerja yang bersifat inovatif ataupun
besar-besaran.

Dalam perundingan perdagangan Multilateral Uruguay disepakati tahapan
proses negosiasi di bidang investasi yang lebih dikenal dengan sebagai Trade
Related Investment Measure (TRIM‟s), yang terdiri atas tahap awal negoisasi dan
tahap negoisasi lanjutan. Dalam tahap awal negoisasi, hal yang dilakukan adalah
mengidentifikasi dan mempelajari pelaksanaan artikel-artikel GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade) yang berhubungan dengan trade distorting
effects dari tindakan di bidang investasi berdasarkan masukan peserta negosiasi.
Dalam

tahap

negosiasi

selanjutnya

mengidentifikasi


area-area

dimana

perundingan mungkin diperlukan untuk menghindarkan akibat yang menghambat
dan menganggu dari tindakan investasi pada perdagangan berdasarkan usulanusulan peserta negosiasi, selain itu negosiasi atas dasar yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Secara tradisional, GATT memusatkan diri kepada kebijaksanaan yang
menghambat arus barang antarnegara (cross border measures). Sedangkan
perjanjian tentang Trade Related Investment Measures (TRIM‟s) merupakan
perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut perdagangan. 65
Masuknya modal asing dalam perekonomian Indonesia merupakan
tuntutan

keadaan

baik

ekonomi

maupun

politik.

Penghimpunan

dana

pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung
sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional seperti pinjaman
luar negeri. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang penting
sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan ekonomi
akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal seperti mendorong
pertumbuhan bisnis, adanya suplai teknologi dari investor baik dari bentuk proses
produksi maupun permesinan dan penciptaan lapangan kerja.66
Jika ditelusuri dengan seksama sistem perdagangan multilateral,
pelaksanaan keterbukaan seperti yang dituntut oleh Agreement on TRIMs
sebenarnya bukanlah hal yang baru. GATT 1947 telah menghasilkan ketentuan
yang demikian. Hanya saja transparansi dalam GATT ditujukan untuk seluruh
publikasi-publikasi yang mengandung hambatan-hambatan perdagangan. Dengan
demikian

ketentuan

transparansi

dalam

Agreement

on

TRIMs

hanya

mempersempit atau menjadikan ketentuan transparansi dalam GATT 1947
bersifat lebih spesifik saja.67
Di sektor jasa, GATS menetapkan ketentuan transparansi dan notifikasi.
Article III.1 GATS memerintahkan kepada semua negara anggota untuk segera
65

Rosyidah Rakhmawati, Op.Cit, hlm 97-98.
Lusiana, Op.Cit., hlm 15.
67
Mahmul Siregar, Op.Cit., hlm 101.
66

Universitas Sumatera Utara

menerbitkan semua perundang-undangan, peraturan, pedoman pelaksanaan, serta
semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum baik yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak terhadap
pelaksanaan perjanjian (GATS). Pemerintah negara anggota harus menjamin
bahwa informasi-informasi dalam peraturan-peraturan tersebut tersedia secara
umum. Hal ini untuk mengantisipasi jika pemerintah tidak atau melakukan
publikasi. 68
Notifikasi terhadap peraturan-peraturan yang bertentangan dengan GATS
berbeda dengan Agreement on TRIMs. Notifikasi dalam GATS lebih fleksibel
karena hanya diwajibkan terhadap peraturan-peraturan atau perubahan peraturan
yang terkait dengan schedule of commitment yang ditetapkan oleh negara yang
bersangkutan. Dengan demikian, meskipun ditemukan peraturan penanaman
modal sektor jasa yang tidak konsisten dengan GATS, tidak wajib dinotifikasi
apabila peraturan tersebut tidak termasuk sektor yang menjadi komitmen dari
negara yang bersangkutan.69
Selain kualitas informasi mengenai ketentuan perjanjian internasional
antara GATS dan TRIMs dengan negara yang berkomitmen menyesuaikan
peraturan domestik dengan standar yang telah disusun sedemikian oleh organisasi
internasional yang bergerak dalam bidang perdagangan tersebut, prinsip-prinsip
corporate governance yang disusun oleh OECD juga memuat pedoman umum
untuk memastikan bahwa pengungkapan secara akurat dan tepat waktu
dilaksanakan terhadap semua informasi material yang berhubungan dengan

68
69

Ibid., hlm 102.
Ibid., hlm 102.

Universitas Sumatera Utara

perusahaan, yang meliputi kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, serta
governance di perusahaan, sebagai berikut:70
1.

Pengungkapan informasi harus meliputi, tapi tidak terbatas pada informasi
material tentang :
a) Keuangan dan hasil operasi perusahaan;
b) Tujuan-tujuan perusahaan;
c) Kepemilikan saham mayoritas dan hak-hak suara;
d) Masalah-masalah material

yang berhubungan dengan para

karyawan dan para pihak yang berkepentingan lainnya;
e) Struktur dan kebijakan governance perusahaan.
2.

Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan
standar-standar kualitas yang tinggi di bidang akuntansi, pengungkapan
keuangan dan nonkeuangan, serta audit.

3.

Pemeriksaan tahunan harus dilaksanakan oleh auditor independen untuk
menyediakan jaminan eksternal yang objektif tentang cara penyiapan dan
penyajian laporan keuangan.

4.

Saluran-saluran untuk penyampaian informasi harus disiapkan untuk
memungkinkan akses informasi yang wajar, tepat waktu, dan dengan biaya
yang efisien.

B. Tujuan Diadakannya Prinsip Keterbukaan dalam Kegiatan Penanaman
Modal
Bagi Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan
belum terkelola secara maksimal dan memadai, bukanlah perkara mudah untuk
melakukannya. Pengelolaan potensi ekonomi menjadi ekonomi riil berupa
70

Agus Kretarto, Op.Cit., hlm 43.

Universitas Sumatera Utara

pengadaan barang dan jasa tidak hanya memerlukan modal yang besar tetapi juga
membutuhkan teknologi, keterampilan (skill) dan manajemen yang kesemua itu
bisa diperoleh melalui kegiatan penananaman modal khususnya penanaman modal
asing. Bisa saja pemerintah melakukan hal tersebut, namun karena adanya
keterbatasan modal, teknologi kemampuan (skill) dan manajemen sehingga secara
rasional penanaman modal dapat dilibatkan untuk mendukung dan membantu
dalam pengelolaan tersebut.71
Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan investasi, Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar, antara lain:72
1.

Wilayah yang luas dan subur dengan kekayaan alam yang melimpah,

2.

Upah buruh yang relatif rendah,

3.

Pasar yang sangat besar,

4.

Lokasi yang strategis,

5.

Adanya upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mendorong iklim
investasi yang sehat,

6.

Tidak adanya pembatasan atas arus devisa, termasuk atas modal dan
keuntungan, dan lain-lain.
Namun di samping potensi yang sangat besar tersebut, juga terdapat

beberapa kelemahan yang dapat menjadi kendala dalam menarik investasi
(khususnya investasi asing) yang mencakup hal-hal seperti :73
1.
2.

Kurangnya keterampilan tenaga kerja yang ada,
Birokrasi yang kadang-kadang terlalu panjang dan dapat membengkakkan
biaya awal dan operasional,

71

Aminuddin Ilmar,Op.Cit., hlm 194.
Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, Cek.Kedua
(Jakarta: Sinar Grafika Offset,2011), hlm 56.
73
Ibid., hlm 56.
72

Universitas Sumatera Utara

3.
4.
5.
6.
7.

Stabilitas keamanan yang agak kurang stabil sejak beberapa tahun yang
lalu (sejak tahun 1998),
Kebijakan yang seringkali berubah-ubah,
Kurang adanya kepastian hukum,
Mekanisme penyelesaian sengketa yang kurang credible sehingga kurang
menguntungkan investor,
Kurang adanya transparansi, dan lain-lain.
Pada masa-masa sebelum krisis merebak (pra-1998), iklim penanaman

modal di Indonesia dipandang cukup menarik bagi investor asing maupun dalam
negeri karena lingkungan politik yang relatif stabil, meskipun stabilitas tersebut
semu. Untuk Indonesia dapat memperbaiki perekonomian negara dari pasca krisis,
dirumuskanlah kebijakan-kebijakan yang membuat Indonesia mampu bersaing
dengan negara-negara Asia umumnya dan negara-negara tetangga di ASEAN
pada khususnya, terutama dalam menarik investasi asing. 74
Kekuatan globalisasi telah membantu menghasilkan prestasi ekonomi
yang mengesankan di ASEAN dari tahun 1970 hingga 1996, baik dari segi
kuantitas dan kualitas. Selama masa itu, Produk Nasional Bruto (PNB) negaranegara ASEAN tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata sebesar 6,6 persen,
membuat ASEAN salah satu wilayah yang paling cepat berkembang di dunia. Hal
ini sangat luar biasa karena negara-negara berkembang lainnya mencapai tingkat
pertumbuhan moderat tiga persen pada periode yang sama. Tingkat pertumbuhan
yang berkelanjutan tinggi ASEAN telah tercermin dalam peningkatan GNP total
negara yang kemudian membentuk ASEAN dari hanya US$ 21 miliar pada tahun
1961 untuk US$ 120 miliar dan pada tahun 1979, US$ 172 miliar pada tahun 1984

74

Ibid., hlm 57.

Universitas Sumatera Utara

dan US$ 269 miliar pada tahun 1986. Diperkirakan bahwa pada tahun 2000
ASEAN GNP gabungan telah melebihi US$ 500 milyar. 75
Pelajaran yang juga dapat diambil selama periode pasca krisis adalah
volatilitas nilai tukar sangat dipengaruhi oleh premi risiko yang bersumber dari
berbagai ketidakpastian (risiko) yang dimana ditimbulkan oleh kurangnya
penerapan prinsip keterbukaan, baik ketidakpastian di bidang sosial politik,
maupun ketidakpastian di bidang ekonomi dan keuangan. Sejak krisis ekonomi
berlangsung, fluktuasi nilai tukar rupiah secara persistent telah diwarnai oleh
ketidakpastian situasi sosial politik,yang pada gilirannya menjadi sumber utama
terjadinya lingkaran permasalahan ekonomi (vicious circle) selama ini.76
Untuk menyatukan antara kepentingan investor dengan negara penerimapenerima modal harus disadari tidak mudah. Artinya, apabila negara penerima
modal (dalam hal ini yaitu host country) terlalu ketat dalam menentukan syarat
penanaman modal investor, mungkin saja para investor tidak akan datang lagi
bahkan bagi investor yang sudah ada pun bisa jadi akan merelokasi
perusahaannya. Disebut demikian, karena di era globalisasi ini, para pemilik
modal sangat leluasa dalam menentukan tempat berinvestasi yang tidak terlalu
dibatasi ruang geraknya. Untuk itu dalam menyikapi arus globalisasi yang terus
merambah ke berbagai bidang tersebut, peraturan perundang-undangan investasi

Ngyuen Phuong Binh, “Southeast Asian Security: A Vietnamese Perspective”, Institute
of Defense and Strategic Studies, Singapore, May 2001, hlm 11.
76
Rowland B.F Pasaribu, “Pertumbuhan Ekonomi Dalam Konsep Pembangunan
Berkelanjutan”,
http://www.academia.edu/4938476/Bab_13_Pertumbuhan_Ekonomi_Dalam_Konsep_Pembangun
an_Berkelanjutan_420, (diakses pada tanggal 26 Oktober 2015), hlm 432.
75

Universitas Sumatera Utara

asing (FDI) di berbagai negara pun terus diperbarui sesuai dengan perkembangan
dunia bisnis yang semakin mengglobal.77
Transparansi yang sah terjadi, ketika sasaran organisasi benar-benar
dijalankan dengan pelaksanaannya, tetapi sulit untuk memastikan dan terkadang
sulit ditentukan. Kebenaran biasanya muncul dengan sendirinya dalam bagaimana
neraca keuangan suatu perusahaan dilihat dari waktu ke waktu.78
Ada 2 (dua) jenis yang biasanya muncul dalam praktik transparansi pada
kegiatan perusahaan, yaitu: 79
1.

Transparansi sejati; transparansi yang lebih dari sekedar menyampaikan
informasi atau memamerkan wajah baik perusahaan pada konsumen
(consumer), bersifat mendalam dan mendorong seluruh industri agar
memeriksa praktik bisnis mereka. Transparansi sejati membuat industri
farmasi mengambil tindakan keras terhadap hal-hal seperti obat tiruan atau
produksi obat-obatan yang dapat mencederai konsumen. Transparansi
sejati akan menciptakan undang-undang bagi produk yang aman untuk
anak-anak, melindungi customer dari hal-hal seperti bahaya asbes,
mengikuti aturan pelaporan keuangan dan melaksanakan standar untuk
melindungi konsumen. Transparansi sejati memiliki daya tahan dan
terjalin dalam cara karyawan berinteraksi, berpikir dan hidup setiap hari.
Itulah satu-satunya jenis transparansi yang memberi dampak yang
langgeng dalam mengubah suatu perusahaan menjadi lebih baik.

77

Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Cet.Pertama (Jakarta: Sinar Grafika,2010),

78

Asmin Nasution, Op.Cit., hlm 128.
Ibid., hlm 129.

hlm 5.
79

Universitas Sumatera Utara

2.

Transparansi situasional; yaitu transparansi yang terjadi ketika pemimpin
atau perusahaan bereaksi secara terbuka dan memberikan informasi yang
tidak sesuai dengan nilai dasar perusahaan. Ini tidak tulus, itu adalah
dendam terhadap situasi atau kecaman, dan tidak memiliki daya tahan jika
tidak berakar pada nilai dasar. Artinya jika seluruh kultur perusahaan
bukan sesuatu yang karyawan ketahui konsekuensinya seperti kebenaran
setengah-setengah, kualitas produk buruk, atau perilaku “apa untungnya
bagi saya”, maka kultur perusahaan itu tidak transparan.
Tidak kalah pentingnya juga, ikut andil dalam perubahan kebijakan

investasi asing adalah pesatnya perkembangan teknologi di berbagai sektor,
khususnya di sektor informasi. Hal ini telah menimbulkan ekspansi perusahaanperusahaan multinasional terutama di bidang jasa keuangan. Menyikapi hal ini,
maka sejumlah negara pun melakukan kebijakan liberalisasi di bidang investasi,
antara lain membuka seluas-luasnya bidang usaha yang dapat dimasuki oleh
investor asing yang sebelumnya tertutup. Selain itu prosedur untuk berinvestasi
pun disederhanakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gregorius Chandra: 80
“Era Globalisasi dan liberalisasi perdagangan mewarnai millenium baru
(abad Ke-21). Dunia usaha terasa ibarat sebuah dusun global (global
village). Adanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan,
telekomunikasi, teknologi informasi, jaringan transportasi, dan sektorsektor kehidupan lainnya menyebabkan arus informasi semakin mudah dan
lancar mengalir antarindividu atau kelompok. Batas-batas geografis
maupun negara sudah tidak signifikan lagi. Akibatnya konsumen semakin
terdidik dan banyak menuntut. Tuntutan konsumen ini antara lain:
1. Produk berkualitas tinggi (high quality).
2. Harga yang wajar (fair price) disertai dengan cara pembayaran yang
lunak dan alternatif pembayaran yang mudah (e-commerce).
3. Penyerahan produk yang cepat (fast delivery).
4. Layanan khusus (special service).
5. Produk yang memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi (high flexibility).
80

Hendrik Budi Untung, Op.Cit., hlm 6.

Universitas Sumatera Utara

6. Akrab dengan pemakai (user-friendly)”.

Washington Post dalam artikelnya menyebutkan kurangnya sistem hukum
yang pasti di Indonesia merupakan faktor utama mengapa investor pergi.
Kurangnya kepercayaan investor membuat perginya modal asing yang sangat
dibutuhkan oleh Indonesia untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang belum
pulih akibat krisis finansial Asia tahun 1997-1998. Investor asing juga sering
mengeluh bahwa mereka sering kali dijadikan subjek tuntutan sewenang-wenang
oleh pejabat pemerintah, petugas pajak, dan mitra lokal. Secara garis besar,
kepastian hukum merupakan suatu tolak ukur dalam menghitung resiko.
Bagaimana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap
resiko. Jika penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka
hampir dapat dipastikan investor akan berspekulasi di tengah ketidakpastian.81
Sebenarnya resiko politik dan resiko ekonomi suatu negara tidak akan
menyurutkan minat investasi, jika ada kompensasi terhadap resiko bentuk return
yang lebih tinggi. Dengan paket kebijakan yang bisa memberikan return yang
tinggi kepada investor, diharapkan aliran modal yang masuk dapat segera
mempercepat pemulihan ekonomi nasional.82
Jadi untuk menarik atau meningkatkan arus masuknya modal asing ke
dalam suatu negara sehingga dapat menguntungkan aliran investasi suatu negara,
paling tidak diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Mempertahankan secara terus-menerus keuntungan ekonomi yang dapat
diambil para investor atau dengan kata lain, penanam modal asing yang

81
82

Lusiana. Op.Cit., hlm 16.
Hendrik Budi Untung, Op.Cit., hlm 53.

Universitas Sumatera Utara

mempunyai kesempatan ekonomi, sehingga dapat digunakan untuk
mengembangkan investasinya.83
2. Perlu diciptakan adanya kepastian hukum yang mencerminkan nilai
kebenaran dan keadilan serta tidak bersifat diskriminatif. Ketidakpastian
hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Terkadang peraturan
ditentukan tidak boleh berlaku surut, namun kenyataannya kebijakan
hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dibuat berlaku
surut, tidak sesuai UUD 45 yang merupakan hierarki perundang-undangan
yang paling tinggi atau undang-undang lainnya dalam aspek substansi
hukum, mulai dari undang-undang sampai dengan peraturan-peraturan
daerah dan putusan-putusan pengadilan serta proses pengambilan
keputusan pejabat negara yang tidak konsisten dan tidak transparan.
Semua hal tersebut membuat pengusaha atau investor merasa berada di
persimpangan jalan, menimbulkan perasaan tidak adanya kepastian hukum
dan kepastian usaha.84
3.

Untuk menjamin keberlangsungan investasi asing, diperlukan adanya
stabilitas politik dan harus dihindari munculnya konflik vertikal (antara
elite

politik)

dan

konflik

horizontal

(konflik

antara

kelompok

masyarakat).85
C. Penerapan Prinsip Keterbukaan dalam Kegiatan Penanaman Modal
Berdasarkan UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
Peraturan Pelaksanaannya
Pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah dan/ atau pemerintah
daerah untuk menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan
83

Ibid., hlm 54-55.
Lusiana, Op.Cit., hlm 16.
85
Hendrik Budi Untung, Loc.Cit., hlm 53.
84

Universitas Sumatera Utara

penanaman modal. Untuk menjamin kepastian, dan keamanan itu, perlu diatur
peraturan

pelaksanaan

terkait

kewenangan

pemerintah,

provinsi,

dan

kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penanaman modal.86
Pendelegasian pembuatan peraturan pelaksanaan memiliki beberapa
manfaat, yakni menghindari salah satu cabang kekuasaan (eksekutif atau legislatif)
mendominasi kekuasaan sehingga tidak menciptakan prinsip checks and balances
kekuasaan. Apabila peraturan pelaksanaan didominasi oleh legislatif, dalam arti
peraturan pelaksanaan dibuat oleh legislatif, secara praktis dapat menghambat
pelaksanaan suatu undang-undang oleh eksekutif mengingat legislatif tidak
mengetahui praktik pelaksanaan secara detail dan pengaturan lokal. Sebaliknya
apabila peraturan pelaksanaan dibuat secara penuh oleh eksekutif, maka akan
berpotensi kekuasaan legislatif akan diambil alih oleh eksekutif. Selain itu,
mencegah eksekutif menyelenggarakan pemerintahan secara tidak terkendali.
Adanya delegasi kewenangan dari legislatif kepada eksekutif akan mencegah
eksekutif melakukan improvisasi yang tidak tepat dalam menyelanggarakan
pemerintahan.87
Setiap penanam modal dari negara asal manapun termasuk warga negara
Indonesia sendiri yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia berhak
menerima perlakuan yang sama dari pihak pemerintah. 88 Perlakuan yang tidak
membeda-bedakan hak yang didapat oleh investor, kecuali kepada investor asing
yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia yaitu
hak-hak yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas,
86

Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 89.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Mengapa Undang-Undang Memerlukan
Peraturan Pelaksanaan”, http://setkab.go.id/mengapa-undang-undang-perlu-peraturan-pelaksanaan/
(diakses pada tanggal 26 November 2015).
88
Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, Op.Cit., hlm 59.
87

Universitas Sumatera Utara

pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis,
dan perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat
bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu
dalam penyelenggaraan penanaman modal.89
Sebaliknya juga kepada setiap penanam modal wajib untuk bertanggung
jawab dalam melakukan kegiatan penanaman modal. Yaitu dengan cara yang telah
ditentukan oleh UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, antara lain: 90
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan;
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika
penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan
kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik
monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraaan
pekerja; dan
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 14 UU No.25 Tahun 2007 disebutkan setiap penanam modal
berhak mendapat: 91

89

Lihat bagian penjelasan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
90
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Bab IX Pasal 16.
91
Republik Indonesia, Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Bab IX Pasal 14.

Universitas Sumatera Utara

a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. hak pelayanan;
d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pada kenyataannya, tidak semua investor dapat menikmati fasilitasfasilitas kemudahan yang telah ditetapkan . Hanya kepada para investor yang telah
memenuhi kriteria tertentu yang sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Ada sepuluh kriteria dari investor yang
akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi: 92
1.

Menyerap banyak tenaga Kerja;

2.

termasuk skala prioritas tinggi;

3.

termasuk pembangunan infrastruktur;

4.

melakukan alih teknologi;

5.

melakukan industri pionir;

6.

berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan

atau

daerah yang ditentukan dalam undang-undang bila perlu;
7.

menjaga kelestarian lingkungan hidup;

8.

melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

9.

bermitra dengan UKM atau koperasi;

10. industri yang menggunakan barang modal atau peralatan yang diproduksi
dalam negeri.

92

Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm 273.

Universitas Sumatera Utara

Apabila hanya salah satu saja dari kriteria di atas telah dipenuhi, maka
dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan
kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan
kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh
fasilitas itu, disajikan berikut ini:93
1.

Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto.

2.

Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum
bisa diproduksi di dalam negeri.

3.

Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan
produksi tertentu.

4.

Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor
barang modal.

5.

Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat.

6.

Keringanan PBB.

7.

Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan.

8.

Fasilitas hak atas tanah.

9.

Fasilitas pelayanan keimigrasian.

10. Fasilitas perizinan impor.
Badan

Koordinasi

Penanaman

Modal

(BKPM)

selaku

Lembaga

Pemerintah Non Departemen Indonesia yang berhak mengkaji dan mengusulkan
kebijakan pelayanan penanaman modal juga telah menetapkan bahwa kemudahan
yang dapat dinikmati oleh investor sesuai pengawasan BKPM dalam rangka PTSP

93

Ibid., hlm 274.

Universitas Sumatera Utara

(Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang mencakupi perizinan kegiatan penanaman
modal adalah layanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal.94
Berdasarkan Pasal 13 Perpres No.27 tahun 2009 tentang PTSP di bidang
penanaman modal, apabila Kepala BKPM dalam memperoleh pelimpahan
kewenangan dari Menteri Teknis/Kepala LPND disertai dengan pemberian “hak
substitusi”, maka dalam penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh
pemerintah Daerah (pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota), Kepala
BKPM berdasarkan hak substitusi yang diperolehnya dapat memberikan
pelimpahan kewenangan kepada gubernur atau memberi penugasan kepada
pemerintah kabupaten/kota didasarkan atas kualifikasi PTSP di bidang penanaman
modal tersebut.95
Untuk meningkatkan pelayanan kepada investor, dalam Pasal 25 ayat (5)
UUPM secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu dalam satu
pintu. Apa yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut, cukup ideal
yakni untuk mengurus berbagai perizinan dalam rangka menjalankan kegiatan
penanaman modal, para calon investor tidak perlu mendatangi ke berbagai instansi
pemberi izin. Sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 26 ayat (1), pelayanan
terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh
kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
Jika dilihat dari tataran normatif tentu hal ini cukup menggembirakan bagi caloncalon penanam modal. Disebut demikian, karena segala sesuatu yang menjadi

94

Lihat Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun
2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal.
95
David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media Group, 2013), Ed. Pertama, hlm 50.

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan penanam modal dapat dijelaskan secara komprehensif oleh petugas
yang telah diberi kewenangan untuk itu.96
Penjabaran lebih lanjut perihal pelayanan terpadu satu pintu diatur dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di bidang Penanaman Modal (Perpres No.27/2009 PTSP).
Selanjutnya dalam Pasal 3 dijelaskan PTSP di bidang penanaman modal bertujuan
untuk membangun penanaman modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan,
fasilitas, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat,
menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya
pengurusan perizinan dan non perizinan.97 Kemudian tolak ukur tujuan dari PTSP
dijelaskan pada Pasal 5 ayat (1) dan (2), yakni sebagai berikut: 98
Pasal 5
(1)

Pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal harus menghasilkan
mutu pelayanan prima yang diukur dengan indikator kecepatan, ketepatan,
kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum.

(2)

PTSP di bidang Penanaman Modal harus didukung ketersediaan:
a. Sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi
yang handal;
b. Tempat, sarana dan prasarana kerja, dan media informasi;
c. Mekanisme kerja dalam bentuk petunjuk pelaksanaan PTSP di
bidang Penanaman Modal yang jelas, mudah dipahami dan
mudah diakses oleh Penanam Modal;
d. Layanan pengaduan (help desk) Penanam Modal; dan
e. SPIPISE.

96

Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm 146.
Ibid., hlm 147.
98
Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bab III Pasal 5 ayat (1) dan
(2).
97

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 angka 16 Perpres No.27 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Sistem
Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik yang selanjutnya disingkat
SPIPISE adalah sistem pelayanan Perizinan dan NonPerizinan yang terintegrasi antara
BKPM dengan Kementerian/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan
Nonperizinan. 99 Implementasi SPIPISE diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2009
tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal serta peraturan
Kepala BKPM No.14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan dan Perizinan investasi
secara Elektronik. SPIPISE pada hakikatnya adalah sistem elektronik pelayanan perizinan
investasi yang terintegrasi antara BKPM dengan daerah (dalam hal ini adalah BPMPPT),
sehingga proses pelayanan perizinan investasi yang diselenggarakan oleh BPMPPT
langsung dapat diakses dan terpantau oleh pemerintah. 100

Layanan Perizinan yang diselenggarakan oleh penyelenggara PTSP di
bidang Penanaman Modal, terdiri atas:101
a. Izin Prinsip Penanaman Modal;
b. izin Usaha untuk berbagai sektor usaha;
c. izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;
d. izin Usaha Perluasan untuk berbagai sektor usaha;
e. izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
f. izin usaha Perubahan untuk berbagai sektor usaha;
g. izin usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal;

99

Sentosa Sembiring, Loc.Cit., hlm 147.
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/SPIPISE (diakses pada tanggal 10 November

100

2015).

101

Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5
Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, Bab
V Pasal 12 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

h. izin usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal untuk berbagai
sektor usaha;
i. izin Pembukaan Kantor Cabang;
j. izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA); dan
k. surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A).
Untuk Layanan Nonperizinan yang diselenggarakan oleh penyelenggara
PTSP di bidang penanaman modal, terdiri atas: 102
a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;
b. fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;
c. usulan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk Penanaman Modal
di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
d. angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
e. angka Pengenal Importir Umum (API-U);
f. rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA);
g. rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan
h. izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).
Dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2) UU Penanaman Modal dikatakan
bahwa pelayanan terpadu satu pintu tersebut dilakukan oleh lembaga atau instansi
yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari lembaga yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang
mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/ kota.103

102

Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5
Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal, Bab
V Pasal 12 ayat (2).
103
Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, Op.Cit., hlm 95.

Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana yang dimuat dalam Peraturan kepala BKPM No.5 Tahun
2013, Penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Provinsi dan
pemerintah Kabupaten/ Kota. Kemudian pemerintah mendelegasikan wewenang
dalam bentuk penyerahan tugas, hak, kewajiban dan pertanggungjawaban
perizinan dan nonperizinan termasuk penandatanganannya kepada penyelenggara
PTSP di bidang Penanaman Modal, antara lain:104
a. Kepala BKPM dari Menteri Teknis/ Kepala Lembaga pemerintah Non
Kementerian (LPNK);
b. Kepala PDPPM (Perangkat Daerah Provinsi di bidang Penanaman Modal)
dari Gubernur;
c. Kepala PDKPM (Perangkat Daerah Kabupaten di bidang Penanaman
Modal) dari Bupati/Walikota;
d. Kepala Badan Pengusahaan KPBPB (Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan

Bebas)

dari

Menteri

Teknis/LPNK,

Gubernur

dan

Bupati/Walikota;
e. Administrator KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dari Menteri Teknis/
LPNK, Gubernur dan Bupati/ Walikota.
Keragaman dalam iklim investasi yang dihadapi oleh perusahaan di
seluruh daerah di indonesia telah menjadi kepentingan negara menyusul adanya
kebijakan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi pemerintah daerah melapisi
pemerintah daerah dengan kekuasaan dan tanggung jawab ekstra dalam
pembangunan daerah yang terkait .Secara langsung sejak ketentuan desentralisasi
dibuat , kabupaten kota aktif ikut bertanggung jawab untuk menjadi penyedia
104

Lihat dan perhatikan Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal No.5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan
Nonperizinan Penanaman Modal.

Universitas Sumatera Utara

layanan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya , dan diberi kewajiban serta
tanggung jawab untuk secara resmi menyetujui penanaman modal asing dan
dalam negeri yang sebelumnya sangat bersifat kepusatan (sentralistik) melalui
bantuan BKPM. Banyak pemerintah daerah yang telah setuju mencoba untuk
menaati kewenangan otonom yang baru, dan mencari cara untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dengan menarik minat investasi masyarakat.
Melalui administrasi daerah dan penyediaan layanan infrastruktur dan lingkungan
lokal, mereka dapat mempertahankan perusahaan yang sedang melalui tahap
perkembangan dan produksi, dan menarik minta investor baru yang tertarik untuk
membuat perusahaan yang baru. Tapi mereka juga dapat mengkatalisasi lebih
banyak investasi secara tidak langsung; contohnya, demi menjamin lingkungan
yang baik untuk layanan tambahan.105
Sejak perubahan regulasi pada bidang penanaman modal yang memuat
ketentuan perundang-undangan penanaman modal yang baru dan beberapa
peraturan pemerintah lainnya seperti Peraturan Presiden No.90 Tahun 2007
tentang BKPM dan Peraturan pemerintah No.77 Tahun 2007 tentang bidang usaha
yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal,
sehingga investor merasa yakin dan percaya serta nyaman berinvestasi di
Indonesia, Indonesia mulai memiliki neraca pembayaran yang kuat, dengan
ekspor yang mencatat rekor, dan mencapai kelebihan saldo saat ini senilai
US$ 12,7 miliar pada tahun 2007. Hal ini telah menghasilkan akumulasi cadangan
devisa resmi yang besar, mencapai US$ 60 miliar di pertengahan tahun 2008,
memberikan Indonesia perlindungan terhadap goncangan-goncangan dari luar.
The World Bank, “Raising Investment In Indonesia: A Second Generation of
Reforms”, East Asia Prem, Report No.31708-ID, February 24,2005 , Page 51.
105

Universitas Sumatera Utara

Dengan konsolidasi fiskal, investasi publik telah meningkat secara tetap selama
lima tahun terakhir. Investasi swasta pulih kembali dan meskipun masih berada di
bawah tingkat prakrisis, investasi tersebut meningkat pesat. Setelah krisis, angka
investasi jatuh dari 30 persen sebelum krisis menjadi serendah 19 persen dari PDB
pada tahun 2002. Pada tahun 2007, angka investasi Indonesia telah mencapai 25
persen dari PDB.106
Pada tahun 2008-2009, Indonesia mampu mengatasi krisis ekonomi
dengan baik, hal ini disebabkan karena reformasi struktural yang signifikan dan
berhasil diimplementasikan pasca akibat dari krisis keuangan Asia. Sejak
memuncak pada tahun 2005, tingkat pengangguran di Indonesia telah berkurang
banyak dan berada di 8,4% di tahun 2010. Kekhawatiran tentang inflasi juga telah
berkurang, dengan tingkat inflasi berada pada 4,4% dari persentase tahun ke tahun
bulan Oktober 2011. Indonesia menjalankan surplus rekening giro sederhana
sebagai bagian dari PDB, dan pertumbuhan dan investasi telah berangsur kuat. 107
Kemudian pada babak pertama 2011, pertumbuhan PDB rata-rata 6.5%
karena dorongan investasi yang kuat, hal ini berlaku juga dalam konsumsi swasta
dan kinerja ekspor. Selain itu, rencana pembangunan ekonomi jangka pendek
menunjukkan tingkat pertumbuhan sekitar 6 % untuk tahun 2011 dan 2012.
Namun, Indonesia belum benar benar pulih untuk menyamakan kedudukan dalam
pertumbuhan negara-negara anggota ASEAN lainnya yang dimana tingkat
pertumbuhan krisis keuangan Indonesia pada tahun 2010 adalah 2% di bawah

The World Bank, “Strategi Kemitraan Negara Untuk Indonesia TA2009-2012
:Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”,
International Finance Corporation World Bank Group, Desember 2012, hlm 3.
107
OECD (2012), “OECD Reviews of Regulatory Reform : Indonesia 2012 Strengthening
Co-ordination
and
Connecting
Markets”,
OECD
Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264173637-en (diakses pada tanggal 2 November 2015).
106

Universitas Sumatera Utara

rata-rata, sehingga hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus tetap melakukan
usaha lebih lanjut untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
pertumbuhan tidak merata tersebar di seluruh daerah, dengan kontribusi pulau
Jawa hampir 60 % dari total pertumbuhan Indonesia tahun 2010. 108
Beberapa persyaratan penanaman modal yang diterapkan dalam UU No.25
Tahun 2007 tidak bertentangan dengan perjanjian internasional seperti Agreement
on TRIMs, GATS maupun Domestic Regulations. Meskipun beberapa dari
persyaratan tersebut masih membedakan perlakuan antara asing dan domestik,
namun tidak berarti

persyaratan tersebut

bertentangan dengan

GATS.

Keberlakuan GATS dibatasi oleh Specific of commitment yang diberikan oleh
pemerintah Indonesia dan perlakuan sama dalam konteks GATS yang tierapkan
pada fase post establishment stage (tahap dimana perusahaan sudah berdiri). Oleh
karena itu, persyaratan penanaman modal yang diskriminatif tersebut diterapkan
oleh UU No.25 Tahun 2007 pada fase entry approval (tahap dimana perusahaan
belum berdiri), maka persyaratan yang demikian tidak bertentangan dengan
GATS.109
Domestic Regulations pada dasarnya adalah seperangkat kaidah hasil
perundingan yang ditujukan untuk menyokong terwujudnya internalisasi modal.
Sasaran yang ingin dituju oleh Domestic Regulations adalah harmonisasi
persyaratan-persyaratan penanaman modal dalam ketentuan domestik (domestic
regulations) dari negara-negara anggota. Agar tidak terdapat syarat-syarat
penanaman modal dalam peraturan nasional yang tidak rasional dan menghambat
pergerakan arus modal secara internasional. Undang-undang No.25 Tahun 2007
108
109

Ibid.
Asmin Nasution, Op.Cit., hlm 143.

Universitas Sumatera Utara

sejalan

dengan

tujuan

Domestic

Regulations.

Undang-undang

cukup

mengakomodir ketentuan Domestic Regulations. Hal ini dapat dibuktikan dengan
diaturnya secara pasti dalam undang-undang tersebut mengenai:110
a. Penetapan bidang usaha dan persyaratan yang lebih transparan dan lebih
membuka kesempatan yang lebih besar.
b. Sistem perizinan yang lebih sederhana.
c. Perlakuan yang sama sebagai kebijakan dasar penanaman modal di
Indonesia.
d. Transparansi melalui kewajiban penyusunan laporan kegiatan penanaman
modal.
e. Mengeliminir pembedaan perlakuan antara asing dan domestik dengan
mengakhiri ada dua undang-undang penanaman modal yang berbeda
(UUPMA dan UUPMDN).

110

Ibid., hlm 144.

Universitas Sumatera Utara