Prinsip Keterbukaan Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

(1)

PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL MENURUT

UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2007

TENTANG PENANAMAN MODAL

TESIS

Oleh

R.A. DYNA RAMADHANI

NIM : 0670005021

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

Judul Tesis : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL MENURUT UNDANG-UNDANG NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Nama Mahasiswa : R.A.DYNA RAMADHANI Nomor Pokok : 067005021

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Bismar Nasution, SH.MH) Ketua

(Dr.Sunarmi, SH.M.Hum) (Dr.Mahmul Siregar, SH.M.Hum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur


(3)

Telah diuji pada

Tanggal 29 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota

:

1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH


(4)

ABSTRAK

Keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal adalah suatu keharusan. Namun yang menjadi permasalahan adalah belum adanya dasar hukum yang mengatur dengan tegas perihal kewajiban keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal. UUPM sudah mencantumkan asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal, namun tidak mengatur secara tegas bagaimana keterbukaan tersebut diterapkan, khususnya terhadap laporan keuangan perusahaan penanaman modal, walaupun UUPT No.40 Tahun 2007 Pasal 66 mewajibkan Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir, yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.

Pelaksanaan prinsip keterbukaan tidak saja bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah sebagai pengawas kegiatan penanaman modal, tetapi juga terhadap perusahaan penanaman modal itu sendiri. Keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan akan meningkatkan kredibilitas perusahaan dan bertambahnya kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut.

Dalam penulisan Tesis ini terdapat tiga permasalahan yaitu : mengapa prinsip keterbukaan perlu dalam perundang-undangan penanaman modal di Indonesia, bagaimana keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia, dan bagaimana kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal ?

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dan merupakan penelitian hukum normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian hukum yang berlaku, kemudian melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada Prinsip Keterbukaan Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Salah satu aspek penting dalam penerapan asas keterbukaan adalah pada aspek keuangan, dalam hal ini laporan keuangan perusahaan penanaman modal. Laporan keuangan perusahaan penanaman modal tidak saja merupakan informasi penting bagi pemegang saham (penanam modal) untuk mengukur kinerja pengurusan perusahaan, tetapi juga penting bagi pemerintah dalam melakukan pengawasan kegiatan penanaman modal dan untuk memastikan pemenuhan kewajiban fiscal perusahaan penanaman modal tersebut. Bagi masyarakat keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal juga sangat penting terutama karena adanya alokasi beban biaya perusahaan untuk tujuan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Magister Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam tesis ini, penulis menyajikan judul : “Prinsip Keterbukaan Dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal”.

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Penguji.

4. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

6. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.MHum., selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji

8. Bapak Prof. Dr.Budiman Ginting, SH.M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji 9. Bapak Prof.Dr.Suhaidi, SH.MH., selaku Anggota Komisi Penguji.

10.Para Dosen yang telah bersusah payah memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang akan sangat berguna dalam menghadapi tugas-tugas di masa yang akan datang.

11.Orang tua tercinta Papi Kol. Inf. (Purn.) Sumardi & Mami R.A. Umi Udyanti, SE., atas cinta, perhatian serta dukungan moril dan materil yang tiada habis-habisnya.

12.Eyang Kol.(Purn.) Soenardjo Poespomidjojo, SH (Alm), Eyang R.A.Herdina, Opa Mayjend.(Purn.) RH. Sugandi (Alm), Oma Mien Sugandi, Tante & Om serta seluruh keluarga atas dukungan dan cintanya.

13.Adikku tercinta R.A.Dyanisa Wahyu Ningrum telah memberikan cinta, perhatian dan dukungan.

14.Para Senior dan rekan-rekan di Kantor telah memberikan ilmunya yang sangat berharga, Rahmatullah, SH & Keluarga terima kasih selalu ada dan memberikan perhatian dan dukungannya setiap saat, Nita “ Dodol”, Mida, Indah, Budi “


(7)

Lemang”, Echi, Aya, Andi, Indah, Kak Tri, Felix, A11za, Yusuf, Hendar, Willy, Zaqi, Widi, Mira, Ipeh terus memberikan semangat disaat jenuh mengerjakan tesis ini.

15.Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2006 Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU atas dukungan dan perhatiannya ( akhirnya selesai juga perjuangan kita ya !)

16.Serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, untuk semua bantuan yang telah diberikan kepada Penulis.

Akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat berguna sebagai sumbang saran dan pemikiran mengenai Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal di Indonesia ini khususnya di wilayah Propinsi Sumatera Utara, juga bagi para pembaca yang berminat serta berkepentingan dengan bidang dari penulisan ini.

Besar harapan penulis bahwa tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Agustus 2008 Wassalam,

Penulis

R.A. Dyna Ramadhani NIM. 0670005021


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ………. vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

G. Metode Penelitian... 22

BAB II : PERLUNYA PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL ……… 25

A. Pengertian Prinsip Keterbukaan... 25

B. Tujuan Prinsip Keterbukaan ... 33

C. Pilar-pilar Prinsip Keterbukaan... 39

D. Perlunya Prinsip Keterbukaan Dalam Perundang-Undangan Penanaman Modal. ... 42

E. Laporan Keuangan Penggelembungan Kerugian PT.Asian Agri Group (AAG) ... 51


(9)

BAB III : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN KETENTUAN PERUNDANG-

UNDANGAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA ... 56

A. Laporan Keuangan Perusahaan ... 56

B. Standar Akuntansi Keuangan Perusahaan ... 69

C. Analisis Prinsip Keterbukaan Dalam Undang-undang No.25 Tahun 2007... 76

D. Tanggapan dan Analisis Terhadap Kasus Dugaan Penggelapan Pajak PT.Asian Agri Group (AAG)... 81

BAB IV : KESIAPAN HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ... 85

A. UUPM Tidak Tegas Mengatur Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal ... 85

B. Pengaturan Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Di Luar UUPM Tidak Tegas dan Bersifat Terbatas ... 91

C. Diperlukan Pengaturan Yang Tegas Tentang Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal ... 100

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 109


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Siklus Akuntansi Laporan Keuangan ... 73 2. Kerangka Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia 76


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha ke arah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi, baik asing maupun dalam negeri.1 Kegiatan investasi secara langsung (direct investment) memberikan manfaat yang cukup besar bagi negara tujuan investasi (host country) antara lain : menciptakan lowongan kerja bagi penduduk, menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah, sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru, meningkatkan ekspor, menghasilkan alih teknologi dan pengetahuan, memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor, menghasilkan pendapatan negara melalui pajak, dan membuat sumber daya negara tuan rumah – baik sumber daya alam dan sumber daya manusia – lebih baik pemanfaatannya daripada semula.2

1

Ahmad Yulianto, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 5., hlm.39

2

John W.Head, Pengantar Ilmu Hukum Ekonomi, (Jakarta : Proyek ELIPS & Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997), hlm.88-89


(12)

Agar manfaat penanaman modal dapat berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi host country tentu syarat utama yang harus terjadi adalah investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Banyak kondisi yang harus diperhatikan oleh pemerintah host country untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif agar dapat menarik minat investor. Salah satu faktor penting adalah faktor hukum. Untuk menanamkan modalnya di Indonesia para investor membutuhkan jaminan kepastian hukum dalam berusaha. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan penanaman modal terutama yang berhubungan dengan perlindungan terhadap investor dalam bisnis dan bagaimana memperlakukan mereka secara adil.3 Kepastian hukum ini meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan yang dalam banyak hal tidak jelas bahkan bertentangan, dan juga mengenai pelaksanaan keputusan pengadilan. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat dikatakan merupakan Kesulitan-kesulitan-Kesulitan-kesulitan yang dihadapi negara berkembang yang berupaya mengundang penanaman modal asing untuk membantu pertumbuhan ekonominya.4

Menurut Erman Rajagukguk faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan investasi di Indonesia adalah apakah hukum mampu menciptakan stability, predictability dan fairness. Termasuk dalam fungsi stability adalah potensi hukum untuk menyeimbangkan dan

3

Yulianto Syahyu, “ Pertumbuhan Investasi Asing di Kepuluan Batam : Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 22 No. 5 Tahun 2003), hlm. 46

4

Mochtar Kusumaatmadja, “Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran Uruguay,” Jurnal Hukum Bisnis, (No. 5, Vol. 3, 1996), hlm. 6


(13)

mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan hukum untuk meramalkan (predictability) akibat dari langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi Negara yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi yang melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (faierness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.5

Namun meskipun demikian, tidak selalu dapat diartikan bahwa hukum penanaman modal yang baik adalah yang seluruhnya memberikan kemudahan-kemudahan dan keleluasaan bagi investor untuk melakukan sesuatu perbuatan terkait modal yang ditanamkannya. Bagaimana pun juga pengaturan penanaman modal di suatu negara tetap mengandung dilemma, karena adanya kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Di satu sisi peraturan penanaman modal banyak memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi investor agar tertarik menanamkan modalnya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa di sisi lain kehadiran kegiatan penanaman modal, khususnya penanaman modal asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan tingkat upah antara golongan pekerja, kerusakan lingkungan terhadap sumber daya alam, mendorong pola konsumsi mewah pada masyarakat host country, ketidakseimbangan neraca pembayaran (balance of payment) yang dapat saja terjadi

5

Erman Rajagukguk, “Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, Makalah dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003, (Jakarta : BPHN, 2004), hlm. 252.


(14)

karena impor lebih besar dari ekspor,6 Dalam bentuk yang lebih radikal kehadiran perusahaan afiliasi perusahaan multinasional dapat mempengaruhi kebijakan pencapaian sasaran pembangunan yang sudah ditetapkan dan mempengaruhi keputusan politik.7 Belum lagi apabila perusahaan-perusahaan multinasional melakukan praktek-praktek yang tidak sehat dalam menjalankan usahanya di wilayah host country.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut dengan UUPM) berupaya mengharmoniskan perbedaan-perbedaan kepentingan tersebut. UU ini tidak saja berupaya untuk menarik modal ke Indonesia, tetapi juga antisipatif terhadap kemungkinan dampak negatif dari kehadiran dan aktifitas perusahaan penanaman modal. Pasal 3 UUPM tersebut menetapkan sejumlah asas pelaksanaan penanaman modal yakni asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Di antara sejumlah asas tersebut, yang terkait langsung dengan aktivitas perusahaan penanaman modal adalah asas keterbukaan, akuntabilitas dan berwawasan lingkungan. Asas ini kemudian membangun sejumlah kaidah hukum yang terkait langsung dengan kewajiban dan tanggungjawab investor, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 dan Pasal 16 UUPM sebagai berikut :

6

David Schneiderman, Investment Rules and the New Constitualism, (Washington : Law and Social Inquiry, American Bar Foundation, 2000), Hal. 759 – 760.

7

P. Steeten, “The Multinational Enterprise and the Theory of Development Policy,” World Development, Vol. 1 No. 10, 1973, Hal. 129.


(15)

Pasal 15

Setiap penanam modal berkewajiban:

a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16

Setiap penanam modal bertanggung jawab:

a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;

d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan

f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 UUPM tegas menetapkan kewajiban-kewajiban penanam modal. Kewajiban penanam modal dalam bentuk kewajiban menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal harus dipantau oleh Pemerintah untuk memastikan bahwa kegiatan penanaman modal berperan dengan baik bagi ekonomi nasional. Bagaimana kewajiban tersebut dilaksanakan tentunya


(16)

tidak terlepas hubungannya dengan asas keterbukaan8 dan akuntabilitas9 yang ditetapkan dalam Pasal 3 UUPM tersebut. Kedua asas ini memperkuat pentingnya asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal.

Terkait dengan uraian-uraian tersebut di atas, masalah keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal menjadi penting untuk diteliti, setidaknya dikarenakan beberapa alasan.

Pertama, perusahaan penanaman modal wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15 (a) UUPM. Dengan adanya kewajiban ini, maka setiap perusahaan penanaman modal harus mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG dalam pengelolaan perusahaan, yakni prinsip fairness (kewajaran), transparency (keterbukaan), accountability (akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban) dan rule of law (ketaatan pada aturan hukum).10 Melalui kewajiban ini, maka setiap kegiatan perusahaan penanaman modal harus dilakukan secara terbuka baik dalam proses pengambilan keputusan maupun kewajiban pengungkapan informasi-informasi penting kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya. Dalam konteks ini keterbukaan informasi tidak saja menyangkut informasi keuangan dan informasi non keuangan,

8

Perhatikan Penjelasan Pasal 3 (b) UU No. 25 Tahun 2007. Asas Keterbukaan diartikan sebagai asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

9

Penjelasan Pasal 3 (c) UU No. 25 Tahun 2007 menjelaskan Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10

Lebih lanjut I Nyoman Tjager.,dkk, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan


(17)

tetapi juga informasi tentang produk, dan informasi tentang kegiatan penanaman modal.11 Dalam hal ini keterbukaan laporan keuangan perusahaan menjadi sebuah kewajiban yang sangat penting terkait pelaksanaan GCG sesuai Pasal 15 (a) UUPM.

Kedua, adanya kewajiban perusahaan penanaman modal melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan seperti dimaksud dalam Pasal 15 (b) membutuhkan keterbukaan laporan keuangan. Perusahaan penanaman modal yang berbentuk perseroan terbatas tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Dengan demikian pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan penanaman modal mengacu pada Pasal 74 UUPT. Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.12 Oleh karena biaya pelaksanaan tanggungjawab sosial dianggarkan sebagai biaya perusahaan penanaman modal, maka laporan keuangan perusahaan merupakan sumber informasi untuk mengetahui apakah dana tersebut telah dipergunakan sesuai peruntukannya. Tanpa keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal, maka dana tanggungjawab sosial ini bisa disalahgunakan peruntukkannya. Dengan kata lain, dana tersebut dipergunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan perusahaan. Dalam konteks ini masyarakat sangat dirugikan.

11

Prasarn Trairatvorakul, “Challenges of Good Governance : Accountability and Rule of Law”, dikutip dalam Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hlm. 331.

12


(18)

Ketiga, adanya kewajiban perusahaan penanaman modal untuk melaporkan kegiatan penanaman modal yang dilakukannya memerlukan keterbukaan. laporan kegiatan penanaman modal (LKPM) adalah sumber informasi bagi pemerintah dalam mengawasi perusahaan penanaman modal. Dengan adanya mekanisme keterbukaan terhadap informasi-informasi relevan dan penting, termasuk informasi keuangan, maka pengawasan pemerintah dan hak masyarakat terhadap informasi kegiatan penanaman modal sebagaimana diamanahkan UUPM akan lebih dilaksanakan.

Keempat, adanya sinyalir manipulasi laporan keuangan oleh sejumlah perusahaan penanaman modal untuk menghindarkan kewajiban pajak. Drajat H. Wibowo, anggota Komisi XI DPR dan Panitia Khusus RUU Perpajakan mengatakan bahwa sejumlah perusahaan penanaman modal asing mengaku rugi untuk menghindari pajak di Indonesia. Menurutnya kondisi ini terjadi karena ada banyak peluang untuk menghindari pajak di Indonesia, terutama akibat longgarnya peraturan keuangan perusahaan penanaman modal asing.13

Manipulasi laporan keuangan dengan menyatakan perusahaan dalam keadaan rugi, adalah sebuah perbuatan yang sangat tercela dan tidak dapat ditolerir, mengingat perusahaan-perusahaan penanaman modal tersebut, terutama penanaman modal asing, oleh UU telah diberikan sejumlah fasilitas penanaman modal. Pasal 18 ayat (4) UUPM memberikan fasilitas kepada perusahaan penanaman modal meliputi :

13

“PMA Nakal Harus Diberi Sanksi : “Pengalihan Pajak Melalui Pola Pengalihan Keuntungan”, dikutip dalam http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0511/ekonomi/htm.


(19)

a) Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

c) Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d) Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e) Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

f) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

Kelima, adanya kewajiban melaporkan laporan keuangan kepada Bank Indonesia bagi perusahaan, termasuk perusahaan penanaman modal asing, yang menerima pinjaman luar negeri. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor:10/7/PBI/2008 tentang Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank menetapkan bahwa perusahaan yang berencana memperoleh pinjaman luar negeri jangka panjang wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara benar dan lengkap yang meliputi:

a. Rasio keuangan; b. Laporan keuangan;


(20)

c. Penilaian rating (peringkat);

d. Laporan Rencana Pinjaman Luar Negeri (PLN) Perusahaan untuk 1 (satu) tahun; dan

e. Hasil analisis manajemen risiko perusahaan.

Selanjutnya pada ayat (2) PBI tersebut dikatakan bahwa perusahaan yang memiliki posisi pinjaman luar negeri perusahaan jangka pendek dan/atau jangka panjang wajib menyampaikan laporan secara benar dan lengkap kepada Bank Indonesia mengenai rasio keuangan dan laporan keuangan.

Keenam, laporan keuangan adalah alat pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh pengurus perusahaan (direksi). Sebagai alat pertanggungjawaban laporan keuangan wajib disampaikan kepada pemilik. Namun seiring dengan berkembangnya tata kelola perusahaan, laporan keuangan tidak saja penting bagi pemegang saham (pemilik), tetapi juga kepada stakeholder dalam arti yang luas yang meliputi antara lain : manajer perusahaan yang bersangkutan, perbankan dan para kreditor, investor/calon investor, pemerintah dan masyarakat luas.14

Pelaksanaan prinsip keterbukaan tidak saja bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah sebagai pengawas kegiatan penanaman modal, tetapi juga terhadap perusahaan penanaman modal itu sendiri. Keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan akan meningkatkan kredibilitas perusahaan dan bertambahnya kepercayaan investor15 terhadap perusahaan tersebut. Dengan tingginya tingkat kepercayaan investor, maka perusahaan akan mudah mengumpulkan modal sewaktu-waktu diperlukan. Satu hal

14

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hlm. 13

15


(21)

yang kerap diperhatikan investor sebelum mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya pada suatu perusahaan adalah tersedianya informasi yang cukup dan benar mengenai kondisi perusahaan. Hal ini tidak didapatkan investor jika perusahaan tersebut tidak menerapkan prinsip keterbukaan. keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan bisa menciptakan kepuasan stakeholder perusahaan penanaman modal, khususnya masyarakat sekitar, sehingga dapat mendorong terciptanya stabilitas dalam lingkungan berusaha perusahaan penanaman modal tersebut.

Arti penting lainnya dari pelaksanaan keterbukaan perusahaan penanaman modal adalah dapat terhindarnya perusahaan tersebut dari penipuan atau penyalahgunaan pengelolaan lainnya. Di pasar modal, fungsi prinsip keterbukaan untuk mencegah terjadinya penipuan adalah pendapat yang paling tua. Bahkan keterbukaan dikatakan sebagai jiwanya pasarnya modal.16

Berdasarkan uraian diatas, keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal adalah suatu keharusan. Namun yang menjadi permasalahan adalah belum adanya dasar hukum yang mengatur dengan tegas perihal kewajiban keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal. UUPM sudah mencantumkan asas keterbukaan dalam kegiatan penanaman modal, namun tidak mengatur secara tegas bagaimana keterbukaan tersebut diterapkan, khususnya terhadap laporan keuangan perusahaan penanaman modal, walaupun UUPT No.40 Tahun 2007 Pasal 66 mewajibkan Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada

16


(22)

RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir, yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan. Apabila mengacu kepada ketentuan keterbukaan di pasar modal, maka pengaturan keterbukaan menjadi lebih tegas. Akan tetapi permasalahannya tidak semua perusahaan penanaman modal tunduk pada ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan sejumlah permasalahan, sebagai berikut :

1. Mengapa prinsip keterbukaan perlu dalam perundang-undangan penanaman modal di Indonesia ?

2. Bagaimana keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia ? 3. Bagaimana kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan

penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal ?

C. Tujuan Penelitian

Pada prinsipnya penelitian tesis ini ditujukan untuk mengumpulan data dan informasi-informasi untuk memahami secara tepat permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan. Lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk:


(23)

1. Menganalisis penerapan prinsip keterbukaan dalam perundang-undangan di bidang penanaman modal di Indonesia.

2. Menganalisis pengaturan terkait keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan penanaman modal di Indonesia.

3. Menganalisis kesiapan hukum penanaman modal di Indonesia terkait dengan penerapan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal.

D. Manfaat Penelitian

Terpecahkannya permasalahan-permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian ini dan tercapainya tujuan penelitian diharapkan akan membawa sejumlah manfaat baik dalam tataran akademis teoritis maupun praktis guna menunjang pembaharuan hukum di Indonesia, khususnya hukum penanaman modal.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuat kebijakan di bidang penanaman modal, bagi masyarakat dan bagi pengelola perusahaan penanaman modal. Bagi pembuat kebijakan/peraturan hasil penelitian setidaknya dapat memberikan gambaran tentang pengaturan keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal. Masukan ini bermanfaat dalam pembuatan kebijakan/peraturan lebih lanjut untuk mengantisipasi potensi kerugian Negara akibat tindakan-tindakan menyimpang


(24)

yang dilakukan perusahaan penanaman modal yang bersumber dari tidak tertatanya keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan.

Bagi masyarakat, hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang kondisi-kondisi faktual dari pengaturan kegiatan penanaman modal, sehingga diharapkan masyarakat mengetahui dan turut berpartisipasi dalam membantu pemerintah melakukan pengawasan kegiatan perusahaan penanaman modal. Sementara bagi pengelola perusahaan penanaman modal, manfaat penelitian lebih mengarah pada pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan penanaman modal. keterbukaan dalam pengelelaan perusahaan dapat mengurangi risiko kerugian bagi perusahaan.

Selain manfaat tersebut, secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dapat menambah khasanah ilmu hukum terkait pemahaman keterbukaan khususnya bagi perusahaan penanaman modal dan jika memungkinkan memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum penanaman modal di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti dan tenaga administrasi di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang Penerapan Prinsip Keterbukaan dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, belum pernah dilakukan baik dalam pendekatan penelitian dan perumusan masalah yang sama,


(25)

meskipun terdapat sejumlah penelitian tentang keterbukaan dalam hukum penanaman modal, namun belum ada yang membahas fokus pada keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal.

Dengan demikian penelitian ini adalah “asli” dan dapat dipertanggung jawabkan, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni : jujur, rasional, objektif dan terbuka/transparan. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan kritikan, serta saran-saran yang sifatnya membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kehadiran penanaman modal, khususnya penanaman modal asing, di negara penerima (host country) selalu menimbulkan dilema pengaturan. Robert Gilpin dan Jean Milles Gilpin menguraikan bahwa pemerintah dan masyarakat host country selalu bersikap mendua menyangkut kegiatan perusahaan penanaman modal, terlebih lagi jika perusahaan tersebut adalah perusahaan multinasional. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa penanaman modal akan membawa masuk sejumlah modal dan teknologi berharga ke dalam negara. Namun di sisi lain, mereka takut akan didominasi dan dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan kuat tersebut.17 Tidak dipungkiri bahwa kehadiran penanaman modal membawa banyak manfaat bagi suatu negara. Namun banyak pula bukti yang menunjukkan bahwa kegiatan penanaman

17

Robert Gilpin dan Jean Milles Gilpin, The Challenge of Global Capitalism” (Tantangan

Kapitalisme Global), Penerjemah Haris Munadar, dkk, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.


(26)

modal lebih menginginkan akses pada sumber daya alam dan melakukan eksploitasi yang buruk dan tidak berperasaan. 18

Oleh karena itu, menurut Oentong Soeropati, peraturan perundang-undangan penanaman modal di suatu negara selalu merupakan cerminan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang berbeda dari penanam modal dan Negara host country. Peraturan perundang-undangan nasional umumnya memberlakukan sejumlah asas, syarat kewajiban dan tanggungjawab serta pengawasan terhadap kegiatan penanaman modal.19 Hal semacam ini juga ditemukan dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Bukan suatu tindakan yang tanpa alasan UU No. 25 Tahun 2007 mencantumkan asas keterbukaan sebagai salah satu pondasi hukum penanaman modal di Indonesia. Asas/prinsip keterbukaan memberikan jaminan hak kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Asas ini kemudian dilengkapi dengan asas akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana asas-asas tersebut dapat dilaksanakan oleh investor, UUPM menjawabnya melalui Pasal 15 yang mewajibkan penanam modal melakukan tata kelola perusahaan yang baik (GCG).

18

Kenichi Ohmae, Dunia Tanpa Batas (Boerderless World), Alih bahasa oleh F.X. Budiyanto, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1991), hlm. 183

19


(27)

Dengan demikian asas keterbukaan dalam UUPM tidak saja ditujukan terhadap pemerintah dalam menetapkan syarat-syarat dan ketentuan penanaman modal, tetapi juga kepada perusahaan penanaman modal itu sendiri dengan kewajiban melaksanakan GCG dalam pengelolaan perusahaan.

Bagi Indonesia penerapan asas keterbukaan dalam penanaman modal akan mendorong terciptanya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menciptakan mekanisme pasar yang efisien.20 Di samping kedua fungsi tersebut, penerapan asas keterbukaan sangat penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa munculnya sinyalir manipulasi keuangan oleh perusahaan penanaman modal untuk menghindari pajak berakar dari lemahnya pengaturan keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penerima fasilitas penanaman modal. Terkait dengan fungsi pencegahan penipuan (fraud) ini, sangat baik dijelaskan oleh Barry A.K. Rider dengan kalimatnya : “ sunlight is the best disinfectant and electric light the best policeman.” Dengan kata lain more disclosure will inevitably discourage wrong doing and abuse.21 Lebih banyak informasi yang dibuka kepada public maka akan mempersempit ruang untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan perusahaan.

Salah satu aspek penting dalam penerapan asas keterbukaan adalah pada aspek keuangan, dalam hal ini laporan keuangan perusahaan penanaman modal.

20

Bismar Nasution, Op.cit, hlm. 10-11 21


(28)

Laporan keuangan perusahaan penanaman modal tidak saja merupakan informasi penting bagi pemegang saham (penanam modal) untuk mengukur kinerja pengurusan perusahaan, tetapi juga penting bagi pemerintah dalam melakukan pengawasan kegiatan penanaman modal dan untuk memastikan pemenuhan kewajiban fiscal perusahaan penanaman modal tersebut. Bagi masyarakat keterbukaan laporan keuangan perusahaan penanaman modal juga sangat penting terutama karena adanya alokasi beban biaya perusahaan untuk tujuan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan.

Penyimpangan keuangan perusahaan selalu menjadi sebuah peristiwa yang tidak saja merugikan Negara, masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Tanpa adanya keterbukaan dalam laporan keuangan, maka manipulasi keuangan oleh pengurus perusahaan akan terbuka. Beberapa contoh dapat disebutkan, misalnya laporan keuangan perusahaan yang sengaja dibuat rugi untuk menghindari pajak, laporan penggunaan dana tanggung jawab sosial dan perusahaan yang dimanipulasi seolah-olah dana yang telah dianggarkan tersebut benar-benar telah dipergunakan untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan, padahal dipergunakan untuk keperluan lain yang menyimpang dari tujuan yang ditetapkan undang-undang atau tidak dipergunakan sama sekali. Tanpa keterbukaan dalam laporan keuangan, maka manipulasi penggunaan keuangan perusahaan lebih jauh bisa merusak sendi-sendi perekonomian dan wibawa hukum suatu negara. Misalnya penggunaan sumber daya keuangan perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum,


(29)

seperti menyuap para pejabat birokrasi atau penegak hukum lainnya, seperti dengan yang dituduhkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Asian Agri, yaitu melakukan penggelembungan biaya, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor (hedging), dan melakukan transfer pricing dengan cara menjual CPO di bawah harga pasar untuk mengurangi pendapatan yang menyebabkan kewajiban pajak berkurang.22 Begitu juga tuduhan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan PT.Soechi, yang mengakibatkan negara dirugikan. Namun dengan ini, penulis tidak dapat menampilkan besaran kerugian negara, berhubung adanya kendala untuk memperoleh informasi dari pihak perusahaan, karena hal ini terkait beberapa aspek seperti aspek hukum adanya perjanjian kerjasama dagang antara Republik Indonesia dengan Jepang (kasus sedang ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara), aspek politis, ini berkaitan dengan kelanggengan hubungan bilateral antar kedua negara, sebab hal ini membutuhkan izin Presiden RI untuk melakukan komunikasi (wawancara) yang diteruskan kepada Dubes Jepang dan Konsul Jepang di Medan, serta rekomendasi atau izin dari pihak Rektor Universitas Sumatera Utara dan/atau Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sementara dalam pembukuan dilaporkan untuk pembiayaan hal-hal yang legal.

Bertolak dari pandangan teoritis tersebut diatas, penelitian ini mencoba menyusun pemikiran tentang bagaimana asas keterbukaan yang diamanahkan dalam Pasal 3 ayat (1) c UUPM tersebut dapat dimmplementasikan dalam pelaksanaan

22


(30)

kewajiban perusahaan penanaman modal. Untuk tujuan tersebut teori-teori tentang good corporate governance dalam pengelolaan perusahaan akan sangat mendukung terjawabnya masalah yang dirumuskan dalam penelitian tesis ini.

Selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, maka terhadap konsep-konsep tersebut diberikan definisi operasional sebagai berikut :

1. Prinsip keterbukaan adalah asas dalam perundang-undangan penanaman modal yang menjamin keterbukaan terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.23

2. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.24 Lingkup penanaman modal dalam hal ini diartikan sebagai penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.25

3. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.26

23

Perhatikan Penejelasan Pasal 3 ayat (1) b UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

24

Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 25

Penejelasan Pasal (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 26


(31)

4. Perusahaan adalah perusahaan penanaman modal yang berbentuk Perseroan Terbatas.27

5. Laporan Keuangan adalah laporan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut.28

6. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan penananaman modal.29

7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.30

8. Laporan Kegiatan Penanaman Modal adalah laporan perusahaan penanaman modal yang memuat sekurang-kurangnya perkembangan kegiatan penanaman modal dan kendala-kendala yang dihadapi, yang disampaikan secara berkala

27

Pasal 1 point 2 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.

28

Pasal 66 ayat (2) a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 29

Pasal 1 point 3 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan

30

Penjelasan Penejelasan Pasal 3 ayat (1) c UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal


(32)

kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai ketentuan perundang-undangan.31

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif. Sebagaimana diuraikan Ronald Dworkin bahwa penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian doktrinal (doectrinal research), menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it by the judge through judicial process32 maka penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bahan-bahan hukum normatif khususnya peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah yang dirumuskan. Dengan demikian pendekatan penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan.

Sifat penelitian adalah deskriptif analitis. Hal ini berarti bahwa penelitian akan mencoba mendiskripsikan fenomena atau gejala hukum terkait dengan penerapan asas keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penanaman modal dengan mengacu kepada UU No. 25 Tahun 2007 dan peraturan

31

Pasal 1 point 4 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 31 Pasal 1 point 3 PP No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan

32

Bismar Nasution (2), Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Majalah Hukum, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hlm. 1.


(33)

perundang-undangan lainnya yang relevan. Diskripsi dilakukan dengan menguraikan dengan benar dan akurat berbagai aspek dalam peraturan penanaman modal yang terkait langsung dengan penerapan asas keterbukaan dan hubungan antara konsep-konsep yang ditemukan dalam penelitian.

2. Sumber Data atau Bahan Hukum

Berhubung karena jenis penelitian adalah juridis normatif, maka sumber data atau bahan hukum yang dipergunakan adalah data sekunder baik dalam bentuk bahan hukum primer, sekunder maupun tertier, sebagai berikut :

b. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah penelitian, antara lain UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,UU No. 5 Tahun 1988 tentang Pasar Modal, berbagai peraturan bidang perpajakan, peraturan Bank Indonesia dan peraturan lainnya yang dipandang relevan.

c. Bahan hukum sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, artikel,hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum.

d. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan ensiklopedia hukum.


(34)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah tehnik melalui penelusuran kepustakaan (library research).

4. Analisis Data

Terhadap bahan hukum, diolah dan dianalisis berdasarkan metode analisis data kualitatif. Adapun proses analisis data dilakukan sebagai berikut : Pertama, dilakukan inventarisasi seluruh peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum sekunder yang relevan untuk menjawab permasalahan penelitian. Kedua, dilakukan abstraksi untuk menemukan makna atau konsep-konsep yang terkandung dalam bahan hukum (konsep-konseptualisasi). Konseptualisasi ini dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum berupa kata-kata dan kalimat-kalimat. Ketiga, mengelompokkan konsep-konsep yang sejenis atau berkaitan (kategorisasi), Keempat, menemukan hubungan di antara berbagai kategori ; Kelima, hubungan di antara berbagai kategori diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan ini dilakukan dengan menggunakan perspektif pemikiran teoritis para sarjana. Kemudian dalam penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian kalimat.


(35)

BAB II

PERLUNYA PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL

A. Pengertian Prinsip Keterbukaan

Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara, tidak terkecuali Indonesia, dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus globalisasi.33 Globalisasi ekonomi membawa masuk praktek-praktek pengelolaan perusahaan dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahkan globalisasi ekonomi tersebut menyebabkan terjadinya globalisasi hukum.34 Dengan demikian penerapan prinsip keterbukaan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh globalisasi itu sendiri.

Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms mengemukakan makna prinsip keterbukaan sebagai kerangka pengelolaan perusahaan yang harus dapat memastikan bahwa pengungkapan informasi yang akurat dan tepat dilaksanakan berkaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu perusahaan.35 Senada dengan pengertian tersebut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjelaskan prinsip keterbukaan sebagai berikut :

33

Bismar Nasution (3), Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung : Books Terrace & Library, 2007), hal. 28

34

Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan pada Era Globalisasi : Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”, disampaikan pada pengukuhan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum UI, Jakarta, 4 Januari 1997, hal. 14

35

Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, dikutip dalam Bismar Nasution (3)., op.cit, hal. 194


(36)

“ pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistim akuntansi yang berbasiskan standar akuntansi dan best practice yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas, …”

Tidak jauh berbeda dari kedua pengertian tersebut diatas, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan definisi prinsip keterbukaan sebagai pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.36

Dengan demikian inti dari prinsip keterbukaan adalah adanya jaminan perusahaan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi material terkait kondisi perusahaan, termasuk di dalamnya informasi yang jujur tentang keadaan keuangan perusahaan tersebut. Dalam bidang pasar modal, pengertian ini lebih lengkap karena diaturnya secara khusus tentang criteria informasi material, yakni informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal terhadap efek dan/atau berpengaruh terhadap harga dari efek tersebut. Dibalik pengaturan prinsip keterbukaan tersebut terdapat perlindungan terhadap kepentingan masyarakat, melalui ketersediaan informasi penting (material) yang jujur dan objektif.

36


(37)

Prinsip transparansi (keterbukaan) juga disinggung dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasal 5 ayat (3) UU BUMN menyebutkan, “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.” Maksud prinsip transparansi dijelaskan dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU tersebut, sebagai berikut :”transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan”. Akan tetapi UU BUMN tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan informasi material tersebut.

UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) sangat menyadari bahwa salah satu permasalahan dalam penanaman modal di Indonesia adalah lemahnya penerapan prinsip keterbukaan. lemahnya keterbukaan ini mengakibatkan lemahnya kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan investor untuk menanamkan modalnya secara langsung (direct

investment). Sehubungan dengan hal tersebut UUPM memberikan perhatian terhadap

prinsip keterbukaan. Setidaknya terdapat dua pasal penting dalam UUPM yang terkait langsung dengan prinsip keterbukaan, yakni :

(1) Pasal 3 ayat (1) huruf b yang mencantumkan prinsip keterbukaan sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia.


(38)

(2) Pasal 15 yang menetapkan kewajiban penanam modal melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan membuat laporan kegiatan penanaman modal. Pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik tidak bisa dipisahkan dari prinsip keterbukaan itu sendiri.

Asas keterbukaan dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) b UUPM diartikan sebagai asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. UU ini menggunakan kriteria benar, jujur dan tidak diskriminatif tanpa menyebutkan adanya kategori informasi material. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UUPM mewajibkan penyampaian seluruh informasi yang relevan tentang kegiatan penanaman modal.

Berdasarkan kriteria dalam pengertian asas keterbukaan dalam UUPM tersebut, dapat dijelaskan bahwa kewajiban pelaksanaan asas keterbukaan tidak saja ditujukan kepada investor tetapi juga kepada pemerintah sebagai regulator. Dengan demikian dimensi tujuan pelaksanaan asas keterbukaan dalam UUPM setidaknya meliputi dua hal :

(1) untuk meningkatkan kepercayaan investor menanamkan modalnya di Indonesia dengan meletakkan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur persyaratan-persyaratan penanaman modal secara terbuka dengan mempublikasikan secara terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal. Biasanya sebelum calon penanam modal/investor akan menanamkan modalnya di suatu negara, termasuk di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi perhatian


(39)

negara calon investor. Beberapa hal ini seringkali menjadi perhatian bagi investor agar mereka dapat meminimalisasi risiko dalam berinvestasi, antara lain transparansi (transparency), yaitu kejelasan mengenai peraturan perundang-undangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta kebijakan investasi.37

(2) sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan penanaman modal dengan menetapkan kewajiban penerapan asas keterbukaan terhadap investor yang melaksanakan kegiatan penanaman modal di Indonesia.

Dimensi pertama sangat dipengaruhi oleh kesepakatan internasional seperti Agreement on Trade Related Investment Measures, General Agreement on Trade in Services dan Domestic Regulation yang memerintahkan pemerintah negara tujuan investasi (host country) untuk menerapkan keterbukaan dengan mempublikasikan secara terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal. Transparansi atau keterbukaan, istilah GATT suatu prinsip bahwa langkah-langkah kebijakan nasional yang mempengaruhi perdagangan internasional harus benar-benar jelas dan terbuka untuk dinilai mitra dagangan.38

Terkait hal ini UUPM menjamin hak setiap anggota masyarakat, termasuk penanam modal, untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penanaman modal. Prinsip ini kemudian ditindaklanjuti dalam Pasal 5 Perpres No. 76 Tahun 2007 yang mencantum prinsip transparansi sebagai

37

Perhatikan Kewajiban Transparansi Pemerintah Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2007 jo No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Uasha Tertutup dengan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

38

Eddie Rinaldy, Kamus Perdagangan Internasional, (Jakarta : Indonesia Legal Centre


(40)

salah satu dasar penentuan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan. Pasal 6 ayat (3) Perpres menyatakan bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur dan tidak multitafsir serta berdasarkan criteria tertentu. Penekanan keseriusan Pemerintah terhadap pelaksanaan prinsip keterbukaan, ditemukan pula dalam Pasal 4 Perpres No. 77 Tahun 2007 sebagai berikut :

“ Pemerintah wajib mempublikasikan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan secara terbuka di area publik, baik publikasi cetak maupun elektronik yang dapat diakses dari situs Pemerintah Indonesia”.

Sementara dimensi kedua dari pelaksanaan asas keterbukaan lebih ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan nasional untuk mengantisipasi terjadinya praktek-praktek korporasi yang tidak sehat yang dilakukan oleh perusahaan penanaman modal. Dalam konteks ini keterbukaan adalah salah satu cara mengelola bisnis yang penting. Keterbukaan bukanlah strategi, dan bukan sesuatu yang bisa diajarkan konsultan39. Eksekutif mengelola bisnis dan memiliki tanggung jawab sosial untuk berkata apa adanya. Seseorang tidak dapat membangun perusahaan yang transparan tanpa tanggung jawab seperti ini.

Perusahaan yang terbuka dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang berakar pada suatu nilai dasar, berdasarkan kebaikan terbesar bagi banyak orang, dengan pemimpin yang yakin untuk melakukan hal yang benar setiap saat – apapun

39


(41)

konsekuensinya. Itu berarti mengikuti peraturan, tidak peduli betapapun membosankannya, dan berkata apa adanya, sebagaimana terlihat. Perusahaan yang transparan/terbuka membantu berkembangnya kultur keterbukaan dan partisipasi, oleh karenanya, dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi pasar yang tidak terduga hanya dengan melakukan hal yang benar.

Ada tiga prinsip yang harus dimiliki perusahaan yang transparan atau terbuka, yaitu :

1. Pemimpin yang menyampaikan seluruh kebenaran. 2. Kultur perusahaan berbasis nilai

3. Karyawan yang berorientasi pelayanan/aktif.40

Dengan demikian transparansi atau keterbukaan adalah tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan saat ini, dan akan terus berlangsung selama para CEO dan eksekutif lainnya tidak mau melakukan pendekatan kepemimpinan yang berbasis nilai. Transparansi adalah salah satu cara mengelola bisnis yang penting. Transparansi bukanlah strategi dan bukan sesuatu yang bisa diajarkan konsultan.41 Jika diperiksa banyak perusahaan yang berhasil dan akan ditemukan pemimpin perusahaan/eksekutif perusahaan yang berniat mengelola bisnis secara transparan dan memberikan informasi pada pemegang saham secara jujur dan etis. Pemimpin perusahaan itu memberikan banyak perhatian untuk kepentingan para pemegang saham, dan mereka tahu bahwa transparansi bermanfaat bagi siapa saja, termasuk

40

Ibid, hlm.8. 41


(42)

investor. Mereka tahu bahwa transparansi adalah suatu pilihan, dan tidak dapat diatur dengan undang-undang.42

Transparansi yang sah terjadi, ketika sasaran organisasi benar-benar dijalankan dengan pelaksanaannya, tetapi sulit untuk memastikan dan terkadang sulit ditentukan. Kebenaran biasanya muncul dengan sendirinya dalam bagaimana perusahaan dilihat dari waktu ke waktu.

Ada 2 (dua) jenis yang biasanya muncul dalam praktik transparansi, yaitu :43 1. Transparansi sejati ; transparansi yang lebih dari sekedar menyampaikan

informasi atau memamerkan wajah baik perusahaan pada konsumen (consumer), bersifat mendalam dan mendorong seluruh industri agar memeriksa praktik bisnis mereka. Transparansi sejati membuat industri farmasi mengambil tindakan keras terhadap hal-hal seperti obat tiruan atau produksi obat-obatan yang dapat mencederai konsumen. Transparansi sejati akan menciptakan undang-undang bagi produk yang aman untuk anak-anak, melindungi customer dari hal-hal seperti bahaya asbes, mengikuti aturan pelaporan keuangan dan melaksanakan standar untuk melindungi konsumen. Transparansi sejati memiliki daya tahan dan terjalin dalam cara karyawan berinteraksi, berpikir dan hidup setiap hari. Itulah satu-satunya jenis transparansi yang memberi dampak yang langgeng dan mengubah perusahaan yang gagal menjadi lebih baik.

42

Herb Baum & Tammy Kling, Op.cit, hlm. 180 43


(43)

2. Transparansi situasional ; transparansi yang terjadi ketika pemimpin atau perusahaan bereaksi secara terbuka dan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan nilai dasar perusahaan. Ini tidak tulus, itu adalah dendam terhadap situasi atau kecaman, dan tidak memiliki daya tahan jika tidak berakar pada nilai dasar. Artinya jika seluruh kultur perusahaan bukan sesuatu yang karyawan tahu konsekuensinya seperti kebenaran setengah-setengah, kualitas produk buruk, atau perilaku “apa untungnya bagi saya”, maka kultur perusahaan itu tidak transparan.

B. Tujuan Prinsip Keterbukaan

Air sungai yang bersih dan bening akan lebih memudahkan seseorang untuk melihat apa yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut sebelum ia memutuskan untuk terjun kedalam sungai tersebut. Keadaan air sungai seperti ini dapat dengan mudah dijadikan sebagai pertimbangan untuk melihat potensi risiko yang membahayakan yang ada dibawah permukaan air sungai tersebut. Keadaan akan sangat berbeda jika air sungai tersebut keruh atau tidak bening. Resiko terkena bahaya dapat saja terjadi pada orang yang memutuskan untuk terjun ke dalam sungai tersebut.

Pengungkapan seluruh informasi material sangat penting untuk mencegah terjadinya penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan. Paham mengenai cara bekerjanya prinsip keterbukaan seperti diuraikan di atas adalah pendapat yang paling tua.


(44)

Tujuan apa yang ingin dicapai oleh UUPM dengan mengabsorbsi asas keterbukaan, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan klasik tersebut. Uraian berikut ini akan menjelaskan tujuan prinsip keterbukaan dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal. Uraian akan dikategorikan tidak saja dari kewajiban perusahaan penanaman modal, tetapi juga tujuan dari prinsip keterbukaan yang dibebankan kepada pemerintah sebagai regulator. Pada beberapa bagian tulisan ini tujuan prinsip keterbukaan dalam pasar modal dijadikan argumentasi yang relevan dengan kegiatan penanaman modal secara langsung (direct investment).

1. Keterbukaan meningkatkan kepercayaan penanam modal

Penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia dan beberapa kelompok peneliti lainnya telah banyak berupaya menjelaskan kendala-kendala yang menyebabkan tidak tertariknya investor menanamkan modalnya di suatu negara. Sejumlah penelitian tersebut pada dasarnya menyimpulkan beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya daya tarik suatu negara untuk dijadikan tujuan penanaman modal, yakni : (a) biaya melakukan kegiatan bisnis cukup tinggi (high coct economy), (b) risiko melalui ketidakpatian kebijakan pemerintah, lemahnya transparansi dan instabilitas makro-ekonomi, dan (c) ada tidaknya regulasi mengenai market entry and exit and anti-competitive behavior.44

Lemahnya keterbukaan dalam peraturan penanaman modal merupakan salah satu permasalahan investasi di Indonesia. Investor selalu menganggap regulasi yang

44

Roy Nixon, “Improving the Investment Climate in APEC Economies”, APEC Secretariat, 2005, hal. 57.


(45)

dikeluarkan oleh Pemerintah tidak transparan dan tidak berkepastian. Peraturan dan kebijakan yang mengatur penanaman modal selalu dibuat dalam tingkatan peraturan yang sangat rendah dan umumnya tidak tuntas, sehingga masih memerlukan penjabaran-penjabaran lebih lanjut oleh pejabat-pejabat yang berwenang. Penjabaran-penjabaran lebih lanjut inilah yang menyebabkan aspek kepastian dan transparansi menjadi sering terabaikan. Instansi-instansi terkait kemudian mengeluarkan regulasinya sendiri-sendiri. Tumpang tindih peraturan dan kurangnya transparansi menyuburkan ekonomi biaya tinggi melalui pungutan-pungutan yang tidak resmi. Dalam pendekatan reformasi peraturan yang sangat pragmatis dan tidak transparan ini, sulit dibedakan apakah suatu regulasi yang dilakukan oleh instansi tertentu merupakan kebijakan pemerintah atau hanya “kebijakan instansi yang bersangkutan”. Keadaan reformasi kebijakan yang demikian ini diamati oleh Mc. Cawley dan menyimpulkan sebagai berikut :

“Tiap regulasi sepertinya menimbulkan regulasi uraian yang lain sehingga pada akhirnya para pejabat rendah di kantor-kantor daerah dan pelabuhan merasa bebas-bahkan harus- menetapkan hal yang samara-samar dengan mengeluarkan regulasinya sendiri. Situasi yang biasanya tidak memuaskan ini sering kali dicampuri dengan tendensi pejabat senior untuk menerobos semua pita merah dan kelambatan dengan memberikan pembebasan dari peraturan atau dengan membuat keputusan umum sebagai undang-undang “yang dikehendaki”. Ketika ini terjadi seringkali tidak jelas apakah mereka mengungkapkan pernyataan mereka sendiri atau benar-benar menerapkan peraturan pemerintah.”45

Prinsip transparansi lahir seiring dengan semakin pentingnya peran informasi, termasuk di dalamnya informasi hukum, dalam bisnis-bisnis internasional. Bisnis

45

Mc. Cawley, The Growth of the Industrial Sector dalam A. Booth dan P. Mc. Cawley (ed.),


(46)

internasional, termasuk kegiatan investasi, dewasa ini menjadikan informasi hukum sebagai salah satu faktor penentu dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan bisnis atau untuk menanamkan modal. Informasi hukum, termasuk di dalamnya proses perumusan, kemudahan akses serta penegakan hukum yang tidak transparan akan menyebabkan ketidakpercayaan investor. Ketidak percayaan ini berkaitan erat dengan kepastian berusaha dan terprediksinya kegiatan usaha melalui peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha dimaksud.

Hukum akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya dalam proses pembangunan jika tidak disertai dengan pelaksanaan transparansi. Salah satu faktor penentu efektifitas hukum adalah respon publik terhadap hukum itu sendiri.46 Sementara respon publik akan ditentukan oleh sejauh mana publik benar-benar mengetahui, memahami dan akhirnya mempercayai hukum yang bersangkutan. Mekanisme transparansi yang didukung oleh sistim informasi hukum yang baik sangat menunjang lahirnya kepercayaan publik terhadap hukum.

Rendahnya transparansi dalam tindakan-tindakan administrative, khususnya menyangkut rejim perijinan menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang harus ditanggung oleh investor. Misalnya sangat sulit diperoleh informasi secara pasti berapa sebenarnya biaya perijinan yang dibutuhkan oleh investor untuk mengurus seluruh perijinan yang dibutuhkan. Investor yang mengurus ijin-ijin penanaman modalnya hadir ke instansi terkait tanpa bekal pengetahuan mengenai biaya standar

46

Usman Tampubolon, Pembangunan Hukum dalam Perspektif Ilmu Sosial, dalam Artidjo Alkostas, dkk. (ed.), Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta : Rajawali Pers, 1986), Hal. 135.


(47)

untuk keperluan perijinan. Negosiasi harga atau tawar menawar menjadi hal yang lumrah, meskipun fenomenan ini memperlihatkan suatu sistim perijinan yang tidak terbuka. Tawaran yang rendah dari investor umumnya dihadapkan dengan masalah rumitnya pengurusan dan waktu selesainya pengurusan yang tidak dapat diprediksi. Penawar tertinggilah yang mendapatkan pelayanan yang cepat, atau sering disebut dengan istilah “jalan tol”.

Bagi Indonesia penerapan asas keterbukaan dalam penanaman modal akan mendorong terciptanya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menciptakan mekanisme pasar yang efisien.47 Oleh karena itu, Pasal 3 ayat (1) UUPM menempatkan asas keterbukaan dalam urutan kedua asas penyelenggaraan penanaman modal setelah asas kepastian hukum.

2. Keterbukaan mencegah terjadinya penipuan dan penyimpangan kekuasaan

Penerapan asas keterbukaan sangat penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa munculnya sinyalir manipulasi keuangan oleh perusahaan penanaman modal untuk menghindari pajak berakar dari lemahnya pengaturan keterbukaan dalam laporan keuangan perusahaan penerima fasilitas penanaman modal.

Penyimpangan kekuasaan tidak saja terjadi karena ulah investor yang tidak bertanggungjawab, tetapi juga sangat mungkin terjadi dari tindakan oknum aparat

47


(48)

birokrat yang memanfaatkan ketidakterbukaan tersebut untuk mengambil keuntungan pribadi yang pada akhirnya menyebabkan biaya yang tinggi bagi investor.

3. Keterbukaan meningkatkan nilai perusahaan penanaman modal

Apabila penerapan prinsip keterbukaan dapat mencegah terjadinya penyimpangan kekuasaan atau penipuan dalam menjalankan perusahaan penanaman modal, maka sudah pasti nilai perusahaan penanaman modal tersebut akan meningkat. Terhindarnya perusahaan penanaman modal dari penipuan atau penyimpangan pengurusan, akan menimbulkan kepercayaan masyarakat dan investor terhadap perusahaan tersebut. Menguatnya kredibilitas perusahaan penanaman modal di tengah masyarakat sudah tentu meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata investor, karena perusahaan telah dikelola secara efisien dan efektif48.

4. Keterbukaan melindungi hak-hak masyarakat

Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPM menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal melalui penerapan asas keterbukaan. Tersedianya informasi kegiatan penanaman modal yang benar dan jujur dari perusahaan penanaman modal secara tidak langsung melibatkan masyarakat dalam mengawasi perusahaan penanaman modal.

Pentingnya keterbukaan informasi terhadap masyarakat menjadi sangat penting, karena dalam eksistensi perusahaan penanaman modal terdapat kewajiban

48


(49)

perusahaan penanaman modal terhadap masyarakat, yakni kewajiban menyediakan dana tanggungjawab sosial perusahaan dan kewajiban menghormati tradisi kebiasaan masyarakat di sekitar kegiatan penanaman modal. Dengan keterbukaan, masyarakat dapat mengetahui penggunaan dana tanggungjawab sosial dan aktifitas-aktifitas perusahaan penanaman modal yang berpotensi melanggar tradisi atau kebiasaan masyarakat sekitar kegiatan penanaman modal.

C. Pilar-pilar Prinsip Keterbukaan

Corporate Governance, memberikan pemahaman tentang cara mengelola organisasi besar secara efektif dan memperhatikan sejumlah gejala umum bahwa sebuah perusahaan mengalami banyak masalah. Jika para eksekutif di banyak perusahaan yang jatuh telah memperhatikan tanda bahaya ini, mereka akan dikenang dalam buku sejarah sebagai orang yang berhasil, bukan orang gagal.49

Pengelolaan (governance) diartikan sebagai proses yang menyangkut cara suatu keputusan dibuat, dan pengelolaan yang baik (good governance) dalam sebuah perusahaan berarti pembuatan keputusan yang bermanfaat bagi pemegang saham dan menjalankan proses bisnis yang akan membangun kepercayaan dan keyakinan pemegang saham.50

Sehubungan dengan hal itu, pemimpin perusahaan harus tunduk pada prinsip keterbukaan (transparan), jika pemimpin perusahaan terbuka (transparan), tidak perlu

49

Herb Baum dan Tammy Kling, Op.cit, hlm.9 50


(50)

khawatir tentang strategi atau filosofi kepemimpinan apa yang akan diikuti, dan akan ada kebebasan besar dan kredibilitas lebih tinggi ketika orang menyadari bahwa berbisnis secara terbuka dan jujur. Ketika pemimpin perusahaan mengungkapkan sebanyak mungkin, investor (penanam modal) akan menaruh kepercayaan pada perusahaan beserta arah jangka panjangnya, dan analis akan terus tertarik pada kenyataannya, sementara investor dan analis akan memuji, karena bersikap terbuka, sekalipun informasi yang diungkapkan tidak begitu besar.

Satu pelajaran tersulit bagi pemimpin perusahaan terbuka (transparan) yang baru menempati posisi kepemimpinan, adalah pemimpin besar bukan hanya orang yang menyenangkan orang lain. Pemimpin besar bersikap proaktif dan secara konsisten melakukan hal yang benar. Apabila proaktif melakukan hal yang benar, pemimpin perusahaan tidak membuat keputusan hanya untuk menyenangkan orang lain, berarti memusatkan diri untuk menyampaikan seluruh kebenaran, dan karena hal itu merupakan pusat perhatiannya.

Pemimpin perusahaan terbuka (transparan), harus dapat menanamkan nilai dalam arti perusahaan yang dipimpinnya harus berbasis nilai, walaupun gagasan ini radikal, sebab sejak awal diprogramkan untuk tetap memisahkan kehidupan pribadi dari urusan bisnis. Selain itu, membangun kultur perusahaan bawah ke atas atau mengubah kultur yang tidak tepat tampaknya berlebihan. Nilai-nilai diwariskan


(51)

secara pribadi, tetapi bisa didapatkan dan beberapa perusahaan telah membuktikan kultur berbasis nilai dapat meningkatkan pendapatan total.51

Dengan demikian pemimpin perusahaan harus mulai dengan bersikap terbuka (transparan) pada para karyawan dan menyatakan keinginannya untuk menciptakan lingkungan bisnis yang berbeda, jadi para manajemen (senior) menciptakan apa yang sekarang dikenal sebagai “kontrak budaya”, sehingga semua orang, termasuk karyawan, manajemen, dan pemegang saham (investor), memiliki andil dalam perusahaan dan membuat keputusan berdasarkan sistem nilai bersama.52

Langkah pertama dalam proses menciptakan perusahaan (organisasi) yang terbuka (transparan) adalah menetapkan nilai-nilai itu secara tertulis. Begitu ditetapkan hitam di atas putih, pemimpin perusahaan akan memiliki peta yang dibutuhkan untuk bergerak maju. Pernyataan tentang misi kultur membantu untuk mengkomunikasikan nilai dasar itu dengan cara tidak menggurui atau menghukum, dan jika karyawan membantu menciptakan kultur itu, hal itu akan lebih menyerupai gaya hidup, bukan karena perintah atasan.

Kontrak budaya tersebut dapat dituangkan dalam kesepakatan kerja, walaupun kedengarannya agak elementer, sebagai berikut :

1. Kami memperlakukan setiap orang dengan harkat dan martabat yang sama.

2. Kami terbuka dan jujur satu sama lain.

3. Kami mengembangkan dan memperkuat kemampuan dan perspektif semua individu dalam berbagai bagian organisasi kami.

51

Herb Baum dan Tammy Kling, Op.cit, hlm. 17 52


(52)

4. Kami melibatkan orang yang tepat dalam membuat keputusan dan mendasarkan keputusan itu pada apa yang terbaik bagi perusahaan secara keseluruhan.

5. Kami membuat keputusan berdasarkan kebutuhan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

6. Kami menentukan sasaran yang menantang dan realistis, menjadikan sasaran itu sebagai komitmen kerja kami.

7. Kami mendukung dan menghargai inisiatif dan pengambilan risiko. 8. Kami secara teratur berkomunikasi satu sama lain tentang hal-hal penting. 9. Kami menuntut dan menunjukkan perilaku etis dan integritas dalam segala

interaksi bisnis kami pada setiap tingkatan dalam organisasi.53

D. Perlunya Prinsip Keterbukaan dalam Perundang-Undangan Penanaman

Modal

.Di Negara manapun, baik Negara maju ataupun Negara Sedang Berkembang, tetap saja akan terjadi dilemma pengaturan penanaman modal. Dilemma ini terjadi karena adanya dua sisi dari kebijakan penanaman modal yang sangat berpengaruh terhadap ekonomi nasional. Sisi positif dari kegiatan penanaman modal adalah peran dan manfaat dari kegiatan penanaman modal tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tidak pula dapat disampingkan bahwa terdapat sisi negatif dari kegiatan penanaman modal, seperti munculnya kesenjangan pendapatan, perubahan pola konsumsi masyarakat, kerusakan lingkungan dan sumber daya alam serta ketergantungan dan dominasi ekonomi asing yang sangat mungkin terjadi akibat liberalisasi penanaman modal. UUPM selalu berada ditengah dua kepentingan tersebut.54

53

Ibid, hlm. 21-22 54


(53)

Pentingnya prinsip keterbukaan dalam perundang-undangan penanaman modal tidak bisa dilepaskan dari dua kepentingan yang berbeda tersebut, yakni menumbuhkan kepercayaan investor untuk menarik minat investor menanamkan modal dan upaya mengantisipasi dampak negatif dari kegiatan penanaman modal.

1. meningkatkan kepercayaan investor

Modal yang dibawa investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi Negara penerima modal seperti mendorong tumbuhnya bisnis, inovasi, adanya supply teknologi dari investor baik dalam proses produksi maupun permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.55 Target pertumbuhan ekonomi sebesar 7.9% hingga 2009 sangat penting tercapai guna mengurangi separuh jumlah pengangguran dalam waktu empat tahun. Tingkat konsumsi dalam negeri kini tidak akan mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup. Hal ini jelas akan memberikan tekanan kepada Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi baru, khususnya dari luar negeri, guna menutupi kekurangan.56 Persoalan kepastian hukum menjadi penting untuk mencapai tujuan tersebut.

Kepastian hukum bagi investor adalah tolok ukur utama untuk menghitung risiko. Bagaimana risiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap risiko tersebut. Kalau kepastian hukum tidak mendapat kepercayaan dari

55

Delissa A. Ridgway dan Mariya A. Talib, “Globalization and Development : Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”, California Western International Law Journal, Vol. 33, Spring 2003, hlm. 335.

56


(54)

investor maka hampir dapat dipastikan investor tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Dalam kondisi demikian, para investor tidak akan berinvestasi baik dalam bentuk portofolio, apalagi dalam bentuk direct investment.57 Sebagaimana diberitakan Washington Post bahwa kurangnya sistim hukum yang pasti di Indonesia merupakan faktor utama mengapa investor pergi. Di samping itu, investor asing juga sering mengeluh bahwa mereka seringkali dijadikan subjek tuntutan sewenang-wenang oleh pejabat pemerintah, petugas pajak, dan mitra local. Kasus tersebut jika diajukan ke pengadilan hanya akan berdampak sedikit. Hal ini dikarenakan karena adanya budaya suap yang merajalela dan standar hukum yang memihak dan lemahnya keterbukaan pemerintah.58

Transparansi sangat penting dalam mendukung iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di negara-negara berkembang. Masalah transparansi bisa menjadi persoalan bagi bagi negara-negara berkembang yang bisa berakibat pada banyaknya tuduhan atau tuntutan investor asing atas dasar ketentuan penanaman modal yang tidak transparan. Apalagi mengingat peraturan-peraturan penanaman modal tersebar dalam berbagai tingkat peraturan dan sifatnya multi departemen. Bisa saja suatu peraturan sudah dibuat sedemikian rupa untuk menjamin transparansi, tapi tidak demikian pelaksanaannya, apalagi mengingat para pelaksana di lapangan adalah birokrat yang tidak memahami konsekuensi dari

57

Ridwan Khairandy, “ Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah,” Jurnal Hukum Respublica, Vol 5 No. 2 Tahun 2006 , hlm. 148.

58


(55)

tindakannya dalam kerangka multilateral framework. Hal ini bisa menyulitkan negara berkembang.

UUPM mencoba memperbaiki buruk citra Indonesia di mata investor baik dalam negeri maupun asing. Selain kepastian hukum, UUPM juga menekankan perhatiannya pada prinsip keterbukaan. Hal ini dapat dilihat dari pencantuman asas keterbukaan pada Pasal 3 ayat (1) b UUPM sebagai salah satu dasar penyelenggaran penanaman modal di Indonesia.

2. Memenuhi kewajiban Indonesia berdasarkan kesepakatan Internasional

Prinsip transparansi merupakan salah satu asas penting dalam aturan-aturan WTO. Hampir seluruh kesepakatan WTO memuat pengaturan tentang transparansi, yang umumnya diwujudkan dalam kewajiban publikasi dan notifikasi berbagai kebijakan Negara-negara anggota baik yang tidak bertentangan dengan kesepakatan-kesepakatan WTO maupun yang potensial bertentangan dan kesepakatan-kesepakatan-kesepakatan-kesepakatan WTO. Kewajiban transparansi juga selalu diasosiasikan dengan kewajiban Negara-negara anggota untuk memastikan bahwa semua publikasi atas kebijakan domestic dapat diakses dengan cara mudah oleh pihak-pihak yang membutuhkan.

World Trade Organization (WTO) resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995. Berdirinya WTO dilatar-belakangi oleh ketidakpuasan Negara-negara penandatanganan GATT terhadap status GATT yang tidak bersifat permanen dan daya mengikatnya yang hanya bersifat kontraktual. Pada Putaran Uruguay


(56)

(1986-1994), negara-negara penandatanganan GATT, terutama negara-negara maju, lebih menghendaki adanya sebuah organisasi perdagangan dunia yang permanen, memiliki daya mengikat secara hukum (legally binding) terhadap anggota-anggotanya, serta memiliki lingkup pengaturan perdagangan yang lebih luas. Kelemahan-kelemahan GATT dipandang tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah perdagangan internasional yang terus berkembang.

WTO dan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkannya tidak ditujukan untuk menggantikan GATT, akan tetapi meneruskan dan memperluas asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang telah dihasilkan dalam kesepakatan-kesepakatan GATT terdahulu, GATT yang disempurnakan sejak tahun 1947 adalah peraturan dasar dalam WTO. Oleh karena itu, kesepakatan-kesepakatan WTO tetap dibangun di atas prinsip-prinsip perdagangan internasional yang telah diletakkan GATT sejak tahun 1947.

Berdasarkan kesepakatan para anggota, bahwa ketentuan GATT 1947 masih tetap berlaku dan merupakan bagian dari GATT 1994, kecuali protokol tentang Pemberlakuan Ketentuan GATT untuk sementara (Protocol of Provisional Application).Selain “Article Agreement” GATT 1947 juga menjadi bagian dari GATT 1994 berbagai perjanjian/kesepakatan yang dihasilkan oleh Putaran Tokyo (1997 – 1997).

Disamping kesepakatan-kesepakatan tersebut, WTO juga menghasilkan sejumlah kesepakatan yang tidak saja mengatur masalah tarif dan perdagangan internasional, tetapi meluas pada peraturan perdagangan internasional yang terkait


(1)

dikelola secara efisien, meningkatkan kepercayaan investor yang pada akhirnya menguntungkan perusahaan penanaman modal tersebut.

2. Untuk kepastian hukum, sebaiknya UUPM menegaskan adanya kewajiban menerapkan prinsip keterbukaan bagi perusahaan penanaman modal, termasuk keterbukaan dalam laporan keuangan dan mengatur bagaimana bentuk penerapan prinsip keterbukaan tersebut.

3. Pengaturan lebih lanjut kewajiban perusahaan penanaman modal menerapkan prinsip keterbukaan dalam laporan keuangan disarankan memperhatikan kewajiban menerapkan prinsip keterbukaan laporan keuangan, kewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunnya yang telah diaudit akuntan publik kepada ororitas di bidang penanaman modal (Badan Koordinasi Penanaman Modal), laporan keuangan sekurang-kurangnya meliputi informasi mengenai neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporas pelaksanaan tanggungjawab sosial dan lingkungan (CSR) dan catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan daftar penyertaan modal, kewajiban mengumumkan laporan keuangan audited dan telah disetujui RUPS dalam 1 surat kabar, direksi dan dewan komisaris bertanggungjawab penuh atas kebenaran laporan keuangan yang disampaikan terhadap kerugian pihak ketiga yang berkepentingan, sanksi yang tegas baik secara administratif, perdata dan pidana, dan masyarakat memiliki hak untuk mengetahui laporan keuangan perusahaan penanaman modal yang telah diaudit akuntan publik


(2)

dan telah disetujui RUPS serta optimalisasi peran Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam mengawasi pelaksanaan keterbukaan laporan keuangan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2005.

Anoraga, Panji, Perusahaan Multi Nasional dan Penanaman Modal Asing, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995.

Baum, Herb dan Kling Tammy, Strategi Membangun Perusahaan Besar Melalui

Komunikasi, Keterbukaan dan Akuntabilitas, Jakarta : Bhuana Ilmu Populer,

2007.

Darsono dan Ashari, Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Yogyakarta : Andi, 2005.

Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002.

Gilpin, Robert dan Jean Milles Gilpin, “The Challenge of Global Capitalism” (Tantangan Kapitalisme Global), Penerjemah Haris Munadar, dkk, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002.

Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT Dan WTO Aspek-aspek

Hukum dan Non Hukum, Bandung : Refika Aditama. 2006.

Head, John W, Pengantar Ilmu Hukum Ekonomi, Jakarta : Proyek ELIPS & Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997.

Kusumohamidjojo, Budiono, Kebangkitan Negara Dagang, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Margono, Sujud, Hukum Perusahaan Indonesia Catatan Atas Undang-undang

Perseroan Terbatas, Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri, 2008

Nasution, Bismar, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta : FH UI, 2001.

________________, Hukum Pasar Modal, Medan : Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008.


(4)

_________________Hukum Kegiatan Ekonomi I (Edisi Revisi), Bandung : Books Terrace & Library, 2007.

Ohmae, Kenichi, Dunia Tanpa Batas (Boerderless World), Alih bahasa oleh F.X. Budiyanto, Jakarta : Binarupa Aksara, 1991.

Panjaitan, Hulman & Makarim Abdul Mutalib, Komentar dan Pembahasan

Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta : Indhillco,

2007.

Rinaldy, Eddie, Kamus Perdagangan Internasional, Jakarta : Indonesia Legal Centre

Publishing, 2006.

Rachbini, Didik J., Arsitektur Hukum Investasi Indonesia (Analisis Ekonomi Politik), Jakarta : Indeks, 2008.

Sudharmono, Johny, BcG2C Good Governed Company, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004.

Sulistiyono, Adi, Reformasi Hukum Ekonomi Indonesia, Surakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan (UNS Press), 2008.

Suhardi, Gunarto, Perdagangan Internasional Untuk Kemakmuran Bersama, Yogyakarta : Universitas Atmajaya, 2006.

Syawali, Husni dan Imaniyati Neni Sri, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung : Mandar Maju, 2000.

Schneiderman, David, Investment Rules and the New Constitualism, Washington : Law and Social Inquiry, American Bar Foundation, 2000.

Soeropati, Oentoeng, Hukum Investasi Asing, Salatiga : FH UKSW, 1999.

Suprayetno, G. dkk., Komitmen Menegakkan Good Corporate Governance Praktik

Terbaik Penerapan Good Corporate Governance Perusahaan di Indonesia,

Jakarta : The Indonesian Institute for Corporate Governance, 2004.

Tjager, I Nyoman, dkk, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi


(5)

B. Jurnal dan Makalah

Kusumaatmadja Mochtar, “Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran Uruguay,” Jurnal Hukum Bisnis, No. 5, Vol. 3, 1996.

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Majalah Hukum, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003. ________________, Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik dan

Persyaratan Hukum di Pasar Modal, Februari 10, 2008 dapat diakses di http://www.bismarnasty/wordpress.com.

Prasarn Trairatvorakul, “Challenges of Good Governance : Accountability and Rule of Law”, dikutip dalam Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, Bandung : Nuansa Aulia, 2007.

Rajagukguk Erman, “Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial”, Makalah dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Bali 14-18 Juli 2003, Jakarta : BPHN, 2004.

Syahyu Yulianto, “Pertumbuhan Investasi Asing di Kepuluan Batam : Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 5 Tahun 2003.

Steeten P., “The Multinational Enterprise and the Theory of Development Policy, World Development, Vol. 1 No. 10, 1973.

Yulianto Ahmad, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 5.

C. Surat Kabar dan Internet

Harian “Kontan”, Jakarta : Selasa 22 Januari 2008. Http://www.media_Indonesia.com/berita_asp?id=132477 Http://www.liputan6.com/hukrim/?id=149916.


(6)

Http://www.suarakarya_online.com/news.html?id=205267

Http://Www.Beritasore.Com/2008/07/14/Ditjen-Pajak-Tolak-Putusan-Praperadilan Muhammad Arief Effendi, “Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Publik

Melalui Keterbukaan Informasi”, dalam http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/08/ diakses pada tanggal 14

September 2008

_________________, “Transparansi Laporan Keuangan Perusahaan Sebagai Implementasi GCG Cegah Fraud” dalam http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=106253

PMA Nakal Harus Diberi Sanksi : Pengalihan Pajak Melalui Pola Pengalihan

Keuntungan”, dikutip dalam

http://www2.kompas.com/kompascetak/0511/ekonomi/htm.

D. Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahun Perusahaan.

Republik Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Republik Indonesia, Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas