Analisis Penerapan Basel Accord terhadap Portofolio Investasi pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kinerja
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan.
Penilaian kinerja bagi manajemen bank dapat diartikan sebagai prestasi yang
dapat dicapai oleh bank tersebut. Kinerja perusahaan merupakan pengukuran
prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan
keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas
pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas dari kegiatan perusahaan
(Meriewaty, 2005).
Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan dan
kelemahan. Kekuatan tersebut dipahami agar dapat dimanfaatkan dan kelemahan
pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Dengan
mengadakan perbandingan kinerja terhadap standar yang ditetapkan atau dengan
periode-periode sebelumnya, maka akan dapat diketahui apakah suatu bank
mencapai kemajuan atau malah mengalami kemunduran. Penilaian prestasi kerja
harus dilakukan secara objektif, sehingga tujuan pencapaian penilaian prestasi
kerja akan tercapai. Penilaian prestasi kerja yang baik disamping menguntungkan
karyawan juga akan menguntungkan bank secara keseluruhan.


11

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan mengkaji semua variabel yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Kinerja keuangan bank dapat diukur dari laporan keuangan yang
dikeluarkan secara periodik yang memberikan suatu gambaran tentang posisi
keuangan suatu bank. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan masa lalu
dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja
keuangan dimasa depan. Kinerja keuangan biasanya diukur dengan indikator
kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas bank. Analisis kinerja keuangan
bank merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap keuangan bank
menyangkut review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi dan memberi
solusi terhadap keuangan bank pada suatu periode tertentu (Sukarno, 2011).
Analisis kinerja keuangan perbankan dimaksudkan untuk menilai
keberhasilan manajemen di dalam mengelola suatu badan usaha. Bank sebagai
sebuah perusahaan wajib mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap
kinerja bank yang bersangkutan, oleh karena itu diperlukan transparansi atau

pengungkapan informasi laporan keuangan bank yang bertujuan untuk
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan
posisi keuangan, serta sebagai dasar pengambilan keputusan (Gunawan dan Dewi,
2003).
Informasi kinerja keuangan yang dapat dilihat dari besaran laba yang
diperoleh oleh bank, sangat diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber
daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa depan. Informasi fluktuasi
kinerja keuangan bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam
12

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, disamping itu informasi
tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektifitas
perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.
Tingkat besaran laba dapat menggambarkan kinerja keuangan suatu
perusahaan dalam mengelola seluruh modal yang dimiliki. Pertumbuhan laba
suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang
dilakukan. Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan laba akan dapat menarik
para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya

jika tingkat pertumbuhan laba yang rendah akan menyebabkan para investor
menarik dananya. Laba merupakan salah satu dasar kepercayaan untuk tetap
bekerja sama dengan bank (Mudrajad Kuncoro, 2004: 546). Sedangkan bagi bank
yang bersangkutan informasi tingkat pertumbuhan laba tersebut dapat digunakan
sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut.
2.3 Laba
2.3.1 Pengertian Laba
Laba didefinisikan dan diukur dengan pandangan yang berbeda-beda.
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi didefinisikan sebagai selisih
antara pengkuran pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi dalam
satu periode dengan biaya yang be rkaitan dengan pendapatan tersebut. Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) memiliki pengertian sendiri mengenai income. IAI
menerjemahkan istilah income dengan istilah penghasilan, bukan istilah laba.
Dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, (IAI, 1994)
penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
13

Universitas Sumatera Utara

akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan

kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal (paragraf 70). Definisi penghasilan meliputi
pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains) (paragraf 74).
Laba merupakan salah satu indikator kinerja keuangan pada bank. Laba
bank dapat tercermin dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank
yang bersangkutan. Laba merupakan proksi dari kinerja keuangan. Dalam
penelitian ini kinerja keuangan diproksikan dengan ukuran perubahan laba yang
dihasikan oleh bank. Oleh karena itu, laporan keuangan merupakan alat yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan suatu bank.
Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.1 yang
dikeluarkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB), informasi laba
merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai
kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif
dalam jangka panjang, memprediksi laba dan menaksir risiko dalam investasi.
SFAC No.1 memberikan indikasi bahwa pelaporan keuangan harus mempunyai
manfaat dalam rangka membantu pengguna untuk membuat keputusan.
Sesuai dengan pernyataan tersebut maka laporan keuangan harus
bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
tersebut terutama untuk membantu investor dan pengguna lain dalam membuat
keputusan yang tepat.


14

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Elemen Laba
Laba dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai kinerja keuangan
perusahaan. Ada dua konsep yang digunakan untuk menentukan elemen laba
perusahaan yaitu current operating concept (earnings) dan all inclusive concept of
income (laba komprehensif).
a. Laba Periode (Earnings)
Konsep laba periode dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu
perusahaan. Efisiensi perusahaan dapat diukur dengan membandingkan
laba periode berjalan dengan laba periode sebelumnya atau dengan
perusahaan lain pada industri yang sama. Laba periode berasal dari laba
operasi periode berjalan yang berasal dari kegiatan normal yang dijalankan
oleh perusahaan. Jadi yang menjadi penentu laba periode adalah
pendapatan, biaya, untung dan rugi yang benar-benar terjadi pada periode
berjalan.
b. Laba Komprehensif (Comprehensive Income)

Berdasarkan Statement of Financial Accounting Concept (SFAC)
No.3 dan 6, laba komprehensif diartikan sebagai total perubahan aktiva
bersih (ekuitas) perusahaan selama satu periode, yang berasal dari semua
transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain sumber yang berasal dari
pemilik. Dengan kata lain, laba komprehensif terdiri atas seluruh
perubahan aktiva bersih yang berasal dari transaksi operasi.

15

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Tujuan Pelaporan Laba
Salah satu tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Informasi tentang laba perusahaan
dapat digunakan untuk:
a. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana perusahaan yang diwujudkan
dalam tingkat kembali (rate of return on invested capital).
b. Sebagai pengukur prestasi manajemen.
c. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara.

e. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus.
f. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
g. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran.
h. Sebagai dasar pembagian dividen.
2.3.4 Pertumbuhan Laba
Setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang maksimal. Laba
yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Perusahaan pasti menginginkan adanya peningkatan laba
yang diperoleh dalam setiap tahunnya. Pertumbuhan laba adalah peningkatan laba
yang diperoleh perusahaan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pengukuran
pertumbuhan laba pada penelitian ini mengacu pada penelitian (Prasetyo, 2010).
Pertumbuhan laba yang dimaksud adalah pertumbuhan relatif yang dihitung dari
selisih laba antara tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya dibagi
dengan nilai laba tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini dianggap lebih representatif
16

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan pertumbuhan absolutnya karena penggunaan nilai
pertumbuhan relatif akan mengurangi pengaruh intern perusahaan (Machfoedz

1994 dalam Hapsari, 2008).
Pengukuran pertumbuhan laba dapat digambarkan dalam rumus berikut:
Δ�t =

�t − �t−1
�t−1

Dimana :
Δ�t

= Pertumbuhan laba pada periode t

�t

= Laba pada periode t

�t−1

= Laba pada periode t - 1


2.4 Rasio CAMEL
CAMEL adalah rasio yang menggambarkan hubungan atau perbandingan
antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain yang terdapat dalam laporan
keuangan suatu lembaga keuangan. Rasio CAMEL digunakan untuk menilai
tingkat kesehatan bank. Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia
setiap tahun. Tujuannya adalah agar Bank Indonesia sebagai pengawas dan
pembina dapat memberikan arahan bagaimana manajemen bank menjalankan
usahanya, atau bahkan dihentikan kegiatannya. Untuk bank yang dinyatakan tidak
sehat, Bank Indonesia dapat saja menyarankan untuk melakukan perubahan
manajemen, merger, konsolidasi, akuisisi, atau likuidasi.
Langkah strategis peningkatan kinerja keuangan bank melalui peningkatan
kesehatan bank memiliki pengaruh terhadap meningkatnya laba perusahaan.
Meningkatnya kesehatan suatu bank, maka perolehan atas laba bank tersebut akan
17

Universitas Sumatera Utara

meningkat, ini dikarenakan masyarakat khususnya investor dan kreditor
mempercayakan dananya untuk diinvestasikan pada bank yang “Sehat” (Kuncoro,
2002:572). Aspek CAMEL yang digunakan meliputi : Capital, Assets Quality,

Management, Earnings, dan Liquidity.
2.4.1 Capital (Permodalan)
Aspek pertama dalam penilaian tingkat kesehatan bank adalah aspek
permodalan sering disebut sebagai aspek solvabilitas, dimana aspek ini menilai
permodalan yang dimiliki bank didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal
minimum bank. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut telah memadai untuk
menunjang kebutuhannya (Aryani , 2007).
Menurut Prasetyo (2010), analisis solvabilitas digunakan untuk: 1) ukuran
kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat
dihindarkan, 2) sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya
sampai batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang
penjualan aset yang tidak dipakai dan lain-lain, 3) alat pengukuran besar kecilnya
kekayaan bank tersebut yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya, dan 4)
dengan modal yang mencukupi, memungkinkan manajemen bank yang
bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang dikehendaki
oleh para pemilik modal pada b ank tersebut.
Analisis Capital digunakan untuk memastikan kecukupan modal dan
cadangan untuk memikul risiko yang timbul. Bank yang memiliki modal dengan
jumlah yang besar, maka bank tersebut akan memperoleh keuntungan yang lebih

18

Universitas Sumatera Utara

besar dari hasil usahanya (Vetizhal, 2007:712). Kecukupan modal bank yang
tinggi memberikan kesempatan bagi bank untuk dapat melakukan ekspansi usaha
dengan lebih aman, sehingga dapat memperoleh laba yang optimal (Kuncoro,
2002:569). Komponen faktor permodalan yang digunakan dalam penelitian ini
CAR (Capital Adequacy Ratio).
CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio kemampuan bank dalam
menyediakan modal untuk kepentingan operasi perusahaan perbankan dan sebagai
penampung risiko kerugian dana akibat aktivitas operasi bank. Didalam
perhitungan CAR terdapat aspek Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah jumlah aset yang dimiliki
perusahaan perbankan yang mengandung risiko. Karena didalamnya mengandung
risiko maka diberikan pembobotan sesuai dengan kelompoknya. Dalam
perhitungan CAR, Bank Indonesia menyebutnya dengan istilah Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM).
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 besarnya CAR
perbankan pada waktu itu minimal 8%, sedangkan dalam Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) untuk menjadi bank jangkar, bank umum harus memiliki CAR
minimal 12%. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004 besarnya rasio CAR perbankan minimal adalah 12%. Menurut Siamat
(2005), rasio CAR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
CAR =

+

X 100%

19

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Assets Quality (Kualitas Asset)
Kualitas aktiva produktif atau sering disebut dengan assets quality adalah
semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya Kualitas aktiva produktif (assets quality)
juga menunjukkan kemampuan bank dalam melakukan penilaian terhadap aset
dalam bentuk pemberian kredit. Setiap aktiva produktif terutama dalam bentuk
kredit dilakukan penilaian kualitas melalui pembedaan tingkat kolektibilitas, jika
bank mengalami tingkat kolektibilitas macet persentasinya lebih tinggi dari
kolektibilitas lancar, maka bank harus menyediakan cadangan aktiva produktif
yang lebih banyak.
Cadangan ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan tidak
tertagihnya kembali penanaman dana atau alokasi dana yang telah dilakukan oleh
bank. Semakin baik bank menjaga kualitas asetnya berarti bank tersebut sukses
dalam hal pemberian kredit yang ditunjukkan dengan meningkatnya pendapatan
bunga yang diterima bank (Veitzhal, 2007:714). Ada empat jenis aktiva produktif
yaitu kredit yang diberikan, surat berharga, penempatan dana pada bank lain, dan
penyertaan (Dendawijaya, 2003). Komponen faktor kualitas aset yang digunakan
dalam penelitian ini adalah NPL (Non Performing Loan).
NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio untuk mengukur seberapa
besar kemampuan bank untuk menjaga risiko kegagalan pemberian kredit. Rasio
ini mencerminkan risiko kredit yang ada pada bank, semakin kecil nilai NPL
menunjukan semakin kecil pula risiko kredit yang dimiliki oleh bank. Dalam
pemberian kredit sebaiknya bank harus berhati-hati untuk menjaga terjadinya
20

Universitas Sumatera Utara

gagal kredit. Peran analis kredit sangat berpengaruh disini yaitu sebagai penilai
kondisi calon debitur agar pemberian kredit tersebut mencapai sasaran yang lebih
terarah, memberikan hasil dan aman. Menurut Surat Edaran No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004 Bank Indonesia menetapkan kriteria rasio NPL kurang dari
5%. Menurut Siamat (2005), rasio NPL dapat dihitung dengan rumus :
NPL =

X 100%

2.4.3 Management (Manajemen)
Bank dalam menjalankan kegiatan

operasionalnya harus mampu

menunjukkan kemampuan manajemen bank melalui identifikasi, pengukuran,
pengawasan terhadap kegiatan manajemen secara umum maupun kemampuan
dalam mengantisipasi risiko-risiko yang timbul dalam usaha bank. Pengelolaan
manajemen bank yang benar akan memperlancar pencapaian tujuan bank, yaitu
mencapai profitabilitas yang optimal dan mempertahankan kepercayaan
masyarakat.
Menurut (Aryani, 2007) seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang
mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen
umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan
bermuara pada perolehan laba Aspek manajemen diproksikan dengan ROA
(Return on Asset) dengan pertimbangan rasio ini menunjukkan bagaimana
manajemen mengelola sumber- sumber maupun penggunaan atau alokasi dana
secara efisien (Susyanti, 2005:4).

21

Universitas Sumatera Utara

ROA (Return On Assets) sebagai indikator performance suatu bank
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keefektivan bank dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan seluruh aktiva yang dimiliki
oleh bank. Semakin tinggi ROA semakin tinggi pula keefektivan bank dalam
menghasilkan laba. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal
31 Mei 2004 besarnya rasio ROA perbankan yang baik berada diatas 1,5%. Secara
sistematis menurut Siamat (2005), pengukuran rasio Return On Assets (ROA)
dapat dihitung dengan rumus :
ROA =



X 100%

2.4.4 Earnings (Rentabilitas)
Penilaian aspek ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan
profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Penilaian didasarkan pada
rentabilitas suatu bank yang melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan
laba. Semakin besar keuntungan yang dicapai bank, maka semakin kecil
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah. Bank yang mampu
menghasilkan keuntungan yang optimal, maka bank tersebut termasuk kategori
bank “Sehat”. Jika bank dalam kondisi sehat, maka bank tersebut memiliki
prospek usaha yang bagus dan dapat memperoleh laba secara terus-menerus
(Veitzhal, 2007:720). Komponen faktor earnings yang digunakan dalam
penelitian ini adalah BOPO (Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional).

22

Universitas Sumatera Utara

BOPO merupakan rasio perbandingan Biaya Operasional dengan
Pendapatan Operasional. Biaya Operasional dapat diartikan sebagai biaya yang
dikeluarkan oleh bank dalam menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya dalam
rangka pencapaian suatu tujuan bank sedangakan Pendapatan Operasional adalah
pendapatan yang diterima oleh bank sebagai hasil dari kegiatan operasionalnya.
Semakin kecil Rasio BOPO suatu bank menunjukan semakin efisien bank tersebut
dalam menjalankan aktivitas usahanya. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 besarnya rasio BOPO perbankan minimal
adalah tidak lebih besar dari 90%. Menurut Siamat (2005), rasio BOPO dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BOPO =

X 100%

2.4.5 Liquidity (Likuiditas)
Liquidity adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana
yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajiban dalam kegiatan
usahanya. Penilaian terhadap likuiditas digunakan untuk mengukur pelaksanaan
manajemen aset dan kewajiban dalam menentukan dan menyediakan likuiditas
yang cukup, yaitu kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
Pengelolaan likuiditas berfungsi untuk memperkecil risiko likuiditas yang
disebabkan oleh adanya kekurangan dana.
Kesulitan dana suatu bank akan mengakibatkan bank tersebut tidak mampu
memenuhi kewajibannya, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya erosi
kepercayaan masyarakat terhadap bank, jika bank mampu menjaga likuiditasnya,
23

Universitas Sumatera Utara

maka kepercayaan masyarakat tetap terjaga, sehingga nasabah atau masyarakat
tetap mempercayakan transaksi keuangan melalui bank tersebut, dan dapat
mempertahankan tingkat keuntungan yang optimal (Veitzhal, 2007:719-722).
Komponen faktor likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah LDR
(Loan to Deposit Ratio).
LDR (Loan to Deposit Ratio) digunakan untuk menilai likuiditas suatu
bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana
pihak ketiga. Kredit yang diberikan merupakan total kredit yang diberikan, tidak
termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan dana pihak ketiga adalah giro,
tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. LDR menyatakan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan
deposan

dengan

mengandalkan

kredit

yang diberikan

sebagai

sumber

likuiditasnya (Dendawijaya, 2003).
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi bahwa semakin
rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).
Hal ini disebabkan karena jumlah dana diperlukan untuk membiayai kredit
menjadi semakin besar. Menurut Surat Edaran No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004 Bank Indonesia menetapkan kriteria rasio, LDR dianggap sehat bila
besarnya antara 80 % - 110 %. Menurut Siamat (2005), rasio LDR dapat dihitung
sebagai berikut :
LDR =

D

y

D

X 100%

24

Universitas Sumatera Utara

2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Rangkuman Penelitian Terdahulu
No

Nama Peneliti

Judul

Variabel

Hasil

1 Prasetyo Wahyu
(2010)

Pengaruh
Rasio
CAMEL
Terhadap
Kinerja
Perusahaan
Perbankan
yang
Terdaftar di
BEI

Variabel
Independen:
CAR, NPL,
NIM, BOPO,
LDR, GWM.

Secara parsial

Variable
Dependen :
Kinerja
perusahaan
(pertumbuhan
laba).

LDR dan GWM
tidak mempunyai
pengaruh secara
signifikan terhadap
kinerja keuangan
perbankan (dilihat
dari pertumbuhan
laba).
Secara parsial
CAR, NPL, BOPO,
NIM berpengaruh
secara signifikan
terhadap kinerja
keuangan
perbankan.
Secara simultan
CAR, NPL, NIM,
BOPO, LDR,
GWM berpengaruh
secara signifikan
terhadap kinerja
keuangan
perbankan.

2

Lilis Erna
Ariyanti (2010)

Analisis
Pengaruh
CAR, NIM,
LDR, NPL,

Variabel
Independen :
CAR, NIM,
LDR, BOPO,

Hasil penelitian ini
menunjukkan
hanya variabel
LDR yang mampu
25

Universitas Sumatera Utara

3 Nu’man (2009)

4 Dincer, Orhan N,
and Sahinbas
Kevser

BOPO,
ROA, dan
Kualitas
Aktiva
Produktif
Terhadap
Perubahan
Laba pada
Bank
Umum di
Indonesia.
Analisis
Pengaruh
CAR, NIM,
LDR, NPL,
BOPO, dan
EAQ
Terhadap
Perubahan
Laba.

A
Peformance
Evaluation
of the
Turkish
Banking
Sector after
the Global
Crisis via
CAMELS
Ratios

ROA, KAP
Variabel
Dependen :
Perubahan Laba

memprediksi
perubahan laba
pada bank di
Indonesia periode
2004 -2008.
Variabel LDR
berpengaruh
signifikan positif
terhadap variabel
perubahan laba.

Variabel
Independen :
CAR, NIM,
NPL, LDR,
BOPO, EAQ
Variabel
Dependen :
Perubahan Laba

Hanya LDR dan
NPL saja yang
mempunyai
pengaruh signifikan
terhadap perubahan
laba. CAR, NIM,
BOPO, dan EAQ
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
perubahan laba.

Variabel
Independen :
CAR, Asset
Quality,
Management,
Earnings,
Liquidity

Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
CAR, Asset
Quality,
Management, dan
Liquidity
berhubungan positif
dengan tingkat
kesehatan bank,
sedangkan Earnings
dan Sensitivity to
Market Risk
berhubungan
negatif.

Variabel
Dependen :
Kesehatan bank
( laba)

26

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, peneliti menggambarkan hubungan
antara rasio CAMEL terhadap kinerja keuangan Bank Pembangunan Daerah di
Indonesia ke dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

CAR
NPL

Pertumbuhan
Laba

ROA
BOPO
LDR
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

CAR merupakan indikator untuk menilai aspek permodalan pada suatu
bank. Terdapat komponen modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR) didalam perhitungannya. Modal yang semakin tinggi akan meningkatkan
rasio CAR, yang berarti bank memiliki modal yang cukup dan mampu mengcover risiko kerugian akibat aktivitas bank. Peningkatan pada modal khususnya
adalah modal sendiri akan menurunkan biaya dana karena bank dapat

27

Universitas Sumatera Utara

menggunakan modal sendiri tersebut untuk dialokasikan kepada aktiva produktif
yang kemudian mampu meningkatkan profitabilitas.
NPL merupakan rasio untuk mengukur seberapa risiko kegagalan kredit
yang diberikan oleh bank. Kegagalan kredit yang dimaksud adalah kegagalan
dalam pengembalian dana kredit yang disalurkan sehingga berdampak pada laba
bank. Semakin kecil rasio NPL suatu bank, semakin kecil pula resiko kegagalan
suatu bank dalam penyaluran kredit sehingga mengakibatkan pendapatan bunga
bank meningkat yang pada akhirnya akan menambah laba bank. Sedangkan
sebaliknya semakin besar rasio NPL suatu bank, maka semakin besar pula resiko
kegagalan suatu bank dalam penyaluran kredit sehingga mengakibatkan
pendapatan bunga bank menurun yang pada akhirnya akan menurunkan laba
bank.
ROA merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam
seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Pontie, 2007), atau
dengan kata lain ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk
mengukur

kemampuan

perusahaan

dalam

menghasilkan

laba

dengan

menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya-biaya
yang digunakan untuk mendanai aktiva). Perhitungan rasio ROA dilakukan
dengan cara membandingkan laba sebelum pajak dan rata-rata total aset. Semakin
tinggi rasio ROA menandakan semakin efektif bank dalam penggunaan aktivanya
dalam menghasilkan keuntungan.
BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi kegiatan
operasional dari suatu perbankan. Dimana kita ketahui bahwa rumus untuk
28

Universitas Sumatera Utara

menghitung rasio tersebut adalah beban operasi dibanding dengan pendapatan
operasi. Beban operasional yang dimaksud merupakan seluruh biaya yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank, sedangkan pendapatan
operasional adalah seluruh pendapatan yang merupakan hasil dari kegiatan bank.
Semakin tinggi efisiensi operasional perusahaan khususnya perbankan dapat
diartikan semakin efisien aktiva bank dalam menghasilkan keuntungan (Dahlan
Siamat, 2005). Dari teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
rasio BOPO semakin menunjukan bank tersebut tidak efisien demikian pula
sebaliknya.
LDR merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar dana disalurkan
untuk pinjaman. Dalam hal ini pinjaman yang dimaksud adalah kredit yang
disalurkan. Dari pengertian diatas peningkatan dalam rasio LDR dapat diartikan
bahwa penyaluran dana ke pinjaman atau kredit semakin besar sehingga akan
menambah pendapatan bunga yang pada akhirnya laba akan meningkat. Penelitian
Nu’man (2009) menunjukkan adanya pengaruh positif LDR terhadap perubahan
laba yang memperkuat teori diatas.

2.7 Hipotesis konseptual
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul “ Analisis Pengaruh
Rasio CAMEL Terhadap Kinerja Keuangan Bank Pembangunan Daerah di
Indonesia “ maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
 H1 = Rasio CAR berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.
 H2 = Rasio NPL berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.
29

Universitas Sumatera Utara

 H3 = Rasio ROA berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.
 H4 = Rasio BOPO berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.
 H5 = Rasio LDR berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.

30

Universitas Sumatera Utara