Keanekaragaman Makrozoobentos di Hilir Sungai Bah Tongguran Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai
Perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu tawar, estuaria dan kelautan.
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi bila
dibandingkan dengan habitat lainnya, namun peranannya sangat penting bagi
manusia yaitu sebagai sistem pembuangan serta digunakan untuk keperluan
sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus (Michael, 1994 dalam Aulia, 2005).
Ekosistem air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan
kedudukannya yaitu air diam misalnya kolam, danau dan waduk serta air yang
mengalir misalnya sungai. Air diam digolongkan sebagai perairan lentik
sedangkan air yang mengalir deras disebut perairan lotik (Barus, 2004). Besar
kecilnya sungai sangat tergantung pada aspek daya dukung sekitarnya seperti
debit air dari mata air, bentuk geografis tanah pendukungnya, struktur geologis,
sebaran flora dan fauna yang tumbuh di sekitarnya dan bentang alam secara
keseluruhan (Bapedalda Propinsi Lampung, 2004).
Menurut Louhi et al. (2010) dalam Murijal (2012) sungai dibagi menjadi
tiga bagian yaitu sebagai berikut.
1) Bagian hulu sungai (upstream) merupakan daerah mata air dari aliran
sungai itu sendiri. Hulu sungai biasanya merupakan daerah dataran tinggi

yang rawan akan erosi, substrat berupa pasir bebatuan dan kelompok
hewan yang sering ditemui adalah hewan pemakan materi organik kasar
Coarse Particulate Organic Matter (CPOM) seperti melimpahnya
kelompok hewan shredders.
2) Sungai bagian tengah (middle stream) merupakan daerah peralihan antara
hulu dan hilir sungai. Sudut kemiringan yang dibentuk di daerah tengah
cenderung lebih kecil sehingga kecepatan aliran sungai bila dibandingkan
dengan bagian hulu menjadi lebih halus Fine Particulate Organic Matter
(FPOM) digunakan kelompok hewan grazers pada bagian tengah sungai
untuk mengkonsumsinya.

Universitas Sumatera Utara

4

3) Hilir sungai (downstream) merupakan aliran terakhir dari aliran sungai
menuju muara hingga laut. Ciri-ciri dari bagian hilir adalah substratnya
yang berlumpur serta kedalaman sungainya yang bervariasi dan
membentuk alur-alur sungai yang bervariasi. Makanan yang dibawa dari
bagian tengah ke bagian hilir masih berupa CPOM. Hewan dengan sifat

pengumpul (collector) sangat melimpah di daerah hilir seperti bivalvia
yang mempunyai peran sebagai filter feeder.
Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada satu
komponenpun yang dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai keterikatan
dengan komponen lain langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas
suatu komponen selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain
(Asdak, 2002 dalam Rosmelina, 2009).
Komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika,
kimia, dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan
sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan
makrobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan makrobentos
sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan
berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Hal ini tergantung pada
toleransinya terhadap perubahan lingkungan, sehingga organisme ini sering
dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan (Odum, 1993).
2.2 Makrozoobentos
Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal pada
sedimen-sedimen dasar perairan. Berdasarkan cara hidupnya, bentos terbagi atas
dua kelompok, yaitu: epifauna adalah bentos yang hidup pada substrat dasar

perairan dan infauna adalah bentos yang hidup meliang pada substrat dasar
perairan. Cole (1994) dalam Dermawan (2010), berdasarkan produktivitasnya,
bentos terbagi atas dua yaitu: fitobentos terdiri atas makrophyte dan alga dan
zoobentos terdiri atas hewan-hewan bentos.
Menurut Laila & Parsons (1993) dalam Sinaga (2009), hewan bentos
dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring

Universitas Sumatera Utara

5

yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan katagori
tersebut bentos dapat dibagi atas :
1) Makrobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok
ini adalah hewan bentos yang terbesar.
2) Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm – 1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau
lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil,
cacing kecil dan crustacea kecil.
3) Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.

Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk
kedalamnya adalah protozoa khususnya ciliata.
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok biota air yang terpenting
dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya dalam jaring makanan,
dan berfungsi sebagai degradator bahan organik (Pratiwi et al., 2004 dalam
Minggawati, 2013). Demikian pentingnya peranan makrozoobentos dalam
ekosistem perairan sehingga jika komunitas makrozoobentos terganggu, pasti
akan menyebabkan terganggunya ekosistem (Irmawan et al., 2010).
2.3 Keanekaragaman Makrozoobentos
Keanekaragaman yang tinggi dari suatu ekosistem yang seimbang akan
memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan
terhadap kejadian yang merusak ekosistem. Oleh karena itu, setiap masukan yang
berlebihan (buangan sampah dan limbah) yang tidak selalu hanya terdiri dari
unsur hara tetapi terdapat pula senyawa beracun di dalamnya tetap akan
berpengaruh buruk terhadap kehidupan organisme makrozoobentos (Fuji, 2009).
Kelimpahan makrozoobentos diperairan dipengaruhi oleh faktor fisika,
kimia, dan juga faktor biologi seperti suhu, pH, kekeruhan, tipe substrat, arus,
kedalaman, gas-gas terlarut, dan interaksi dengan organisme lain. Hal ini
menyebabkan adanya perubahan kualitas air akan mengubah komposisi dan
besarnya populasi makrozoobentos (Odum, 1993).


Universitas Sumatera Utara

6
2.4 Makrozoobentos Sebagai Indikator Pencemaran
Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan
yang ditempatinya, karena itulah makrozoobentos ini sering dijadikan sebagai
indikator biologis di suatu perairan karena cara hidupnya, ukuran tubuh dan
perbedaan kisaran toleransi diantara spesies didalam lingkungan perairan. Alasan
pemilihan makrozoobentos sebagai indikator biologis menurut Wilhm (1978)
dalam Sinaga (2009), adalah sebagai berikut :
1) Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.
2) Ukuran

tubuh

relatif

lebih


besar

sehingga

memudahkan

untuk

diidentifikasi.
3) Hidup didasar perairan, relatif diam sehingga secara terus-menerus
terdedah (exposed) oleh air sekitarnya.
4) Pendedahan

yang

terus-menerus

mengakibatkan

makrozoobentos


dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
5) Perubahan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos.
Hubungan perubahan lingkungan terhadap kestabilan suatu komunitas
makrozoobentos dapat dianalisis secara kualitatif yaitu dengan melihat jenis-jenis
organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu dan kuantitatif
adalah dengan melihat keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan
tersebut (Sinaga, 2009).
Menurut Ravera (1979) dalam Fahrul (2007) daya toleransi bentos terhadap
pencemaran bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1) Jenis Intoleran, memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap
pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga
hanya hidup dan berkembang di perairan yang belum atau sedikit
tercemar.
2) Jenis Toleran, mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat
berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang
tercemar berat.
3) Jenis Fakultatif dapat bertahan hidup terhadap lingkungan yang agak
lebar, antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar
sedang dan masih dapat hidup pada perairan yang tercemar berat.


Universitas Sumatera Utara

7

Menurut Wilhm (1975) dalam Sinaga (2009), perubahan sifat substrat dan
penambahan

pencemaran

akan

berpengaruh

terhadap

kelimpahan

dan


keanekaragamannya. Respon komunitas makrozoobentos terhadap perubahan
lingkungan digunakan untuk menduga pengaruh berbagai kegiatan seperti industri,
pertambangan, pertanian, tata guna lahan lainnya yang akan mempengaruhi
kualitas perairan dan masukan bahan organik, bahan kimia yang dapat
mempengaruhi komunitas makrozoobentos.
Indeks biotik merupakan nilai dalam bentuk skoring yang dibuat atas dasar
tingkat toleransi organisma atau kelompok organisma terhadap cemaran. Indeks
tersebut

juga

memperhitungkan

keragaman

organisme

dengan

mempertimbangkan kelompok-kelompok tertentu dalam kaitannya dengan tingkat

pencemaran. Nilai indeks dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung
nilai

skoring

dari

semua kelompok

hewan

yang

ada

dalam

sampel

(Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998 dalam Wardhana, 1999).

2.5 Parameter Fisika Dan Kimia Perairan
Kualitas air suatu badan perairan dapat ditentukan oleh banyak faktor
seperti zat terlarut, zat yang tersuspensi dan makhluk hidup yang ada di dalam
badan perairan tersebut. Indikator biologi merupakan kelompok atau komunitas
organisme yang kehadirannya atau perilakunya di alam berkorelasi dengan
kondisi lingkungan (Asra, 2009).
2.5.1 Substrat
Substrat dasar perairan merupakan faktor utama yang menentukan penyebaran
avertebrata bentos. Partikel-partikel seperti organisme-organisme mati, tenggelam
ke dasar perairan dan membentuk lapisan substrat baru. Substrat dasar perairan
terbagi atas 6 yaitu lumpur, lumpur berpasir, tanah liat, tanah liat berpasir, kerikil,
dan batu (Hynes, 1978 dalam Rosmelina, 2009).
Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan
nutrien dalam sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan oksigen relatif lebih
besar dibandingkan dengan substrat yang halus, karena pada substrat berpasir
terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih

Universitas Sumatera Utara

8

intensif dengan air di atasnya. Namun demikian, nutrien tidak banyak terdapat
dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak begitu
banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen,
2004 dalam Murijal, 2012).
Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang
hidupnya, juga digunakan untuk hewan yang bergerak sebagai tempat
perlindungan dari predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan
tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi organisme yang hidup
di dasar perairan (Laila dan Parson, 1993 dalam Sinaga, 2009). Substrat dasar
yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang
baik

bagi

makrozoobentos

sehingga

bisa

mempunyai

kepadatan

dan

keanekaragaman yang besar (Odum, 1994).
2.5.2 Suhu
Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan
fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air
naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan
peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme
akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).
Suhu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan bentos. Batas
toleransi hewan terhadap suhu tergantung kepada spesiesnya. Umumnya suhu di
atas 300 C dapat menekan pertumbuhan populasi hewan bentos (Nybakken, 1992).
2.5.3 Penetrasi Cahaya
Umumnya semua organisme perairan membutuhkan cahaya matahari
untuk memenuhi dua hal penting, yaitu: stimulus aktivitas harian maupun
musiman bagi hewan dan tumbuhan, serta kebutuhan utama bagi organisme yang
dapat melakukan fotosintesis. Misalnya, aktivitas harian Melanoides tuberculata
ditentukan oleh cahaya matahari. Melanoides tuberculata bersifat fototaksis
negatif, sehingga Gastropoda tersebut lebih senang bersembunyi di bawah substrat

Universitas Sumatera Utara

9

pada siang hari dan akan keluar pada malam hari (Benthem-Jutting, 1956 dalam
Dermawan, 2010).
2.5.4 Kecepatan Arus
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor pembatas utama yang menentukan
keberadaan jenis zoobentos di sungai. Menurut Odum (1998) kecepatan arus
dipengaruhi oleh kemiringan, kedalaman serta lebar sungai. Pada sungai berarus
kencang banyak memiliki substrat berbatu, sedangkan berarus lambat biasanya
memiliki substrat yang lebih halus yaitu pasir atau lumpur. Kecepatan arus dan
sumber makanan yang ada di dalam perairan dapat mempengaruhi distribusi dan
kelimpahan zoobentos (Michael, 1984).
Pengaruh arus yang terus-menerus dapat memperbaharui air. Biota
perairan bernafas dan bergerak dalam beberapa cara yang sangat tergantung pada
ketersediaan oksigen. Organisme akuatik jauh lebih mungkin mengalami
gangguan pernapasan pada air hangat dibandingkan air dingin. Kelarutan oksigen
dalam air akan berkurang dengan meningkatnya suhu dalam air. Proses
metabolisme organisme air, termasuk konsumsi oksigen, peningkatan suhu akan
mempengaruhi pernafasan pada suhu di atas 150 C. Ini adalah alasan utama
mengapa pertumbuhan organisme air menurun pada suhu yang lebih tinggi (Allan,
2001 dalam Putra, 2013).
2.5.5 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan
kosentrasi ion hidrogen dalam lingkungan perairan. Kosentrasi ion hidrogen
tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia dan terhadap biota yang ada pada
lingkungan perairan (Arianto, 2008 dalam Putra, 2013).
Setiap jenis organisme memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap
pH. Kehidupan organisme akuatik yang ideal dalam perairan termasuk
makrozoobentos umumnya hidup pada kisaran pH 7 sampai 8,5. Kondisi perairan
yang sangat asam ataupun basa akan membahayakan terhadap kelangsungan
hidup organisme karena menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi.
Kondisi pH yang rendah akan menyebabkan toksik berbagai senyawa logam berat

Universitas Sumatera Utara

10

semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme
akuatik, sebaliknya pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara
ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas pH netral
akan meningkatkan kosentrasi amoniak menjadi sangat toksik bagi organisme
termasuk makrozoobentos (Barus, 2004).
2.5.6 DO (Dissolve Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum
sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air. Kelarutan oksigen di dalam air tergantung
pada keadaan suhu, pergolakan di permukaan air, luasnya daerah permukaan air
yang terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer, dan persentasi oksigen di udara
sekelilingnya. Penambahan bahan organik maupun anorganik berupa limbah
kedalam perairan selain mengubah susunan kimia air, juga mempengaruhi sifatsifat biologi dari perairan tersebut. Banyaknya bahan organik di dalam perairan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam perairan dan jika
keadaan ini berlangsung lama menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga
organisme aerob akan mati (Mahida, 1993 dalam Sinaga, 2009).
2.5.7 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik di dalam lingkungan air
untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air
lingkungan tersebut. Pembuangan bahan organik melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah
terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995
dalam Sinaga, 2009).
Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik. Jika konsumsi oksigen tinggi yang
ditunjukkan oleh semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, berarti terdapat
kandungan bahan organik yang membutuhkan banyak oksigen. Menurunnya

Universitas Sumatera Utara

11
oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme
suatu biota perairan. Jika konsentrasi oksigen yang terlarut terlalu rendah.
Mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembangbiak. Namun
sebaliknya, mikroorganisme yang bersifat anaerob akan menjadi aktif (Bapedalda
Propinsi Lampung, 2003).
2.5.8 Substrat Dasar
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti
bentos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1994).
Bahan organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein,
karbohidrat dan lemak. Komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon,
vitamin dan hormon juga ditemukan di perairan, tetapi hanya 10 % dari material
organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan. Substrat
dasar yang terdiri dari batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan
hidup yang baik bagi makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan
keanekaragaman yang besar (Odum, 1994).
Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan
nutrien dalam sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan oksigen relatif lebih
besar dibandingkan dengan substrat yang halus, karena pada substrat berpasir
terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih
intensif dengan air di atasnya. Namun demikian, nutrien tidak banyak terdapat
dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak begitu
banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen,
2004).
Substrat lumpur dan pasir merupakan habitat yang paling disukai
makrozoobentos. Makrozoobentos (terutama molluska) terdapat dalam jumlah
yang sedikit pada tipe tanah liat. Hal ini dikarena substrat liat dapat menekan
perkembangan dan kehidupan makrozoobentos, karena partikel-partikel liat sulit
ditembus oleh makrozoobentos untuk melakukan aktivitas kehidupannya. Selain
itu, tanah liat juga mempunyai kandungan unsur hara yang sedikit (Arief, 2003).

Universitas Sumatera Utara