this PDF file Harmoni Pengaturan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia | Suroso | Hukum Bisnis dan Administrasi Negara 1 PB

Harmoni Pengaturan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Oleh : Imam Suroso, SH.,MHum.
Abstrak
Berawal dari Pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Tentana
Nasional Indonesia (TNI), dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/2000, dan dilanjutkan dengan pembentukan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebegai perubahan atas Undang-undang Nomor. 28
Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor. 13 Tahun 1961 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dalam perubahan tersebut terdapat problematika hukum, dan perlu dilakukan kajian.
Dengan menggunakan teori dan konsep hukum yang jelas diharapkan dapat menemukan jawaban
terhadap problematika hukum atas pengaturan penghentian penyidikan oleh penyidik Polri.
Kata Kunci : Harmoni pengaturan penghentian penyidikan oleh Polri.
Abstract
Starting from the Separation of Indonesian National Police (Polri) and Tentana Nasional
Indonesia (TNI), with the Decree of the People's Consultative Assembly of the Republic of
Indonesia Number VI / MPR / 2000, and continued with the establishment of Law Number 2 Year
2002 regarding the Indonesian National Police, amendment to Law Number. 28 of 1997 and Law
Number. 13 of 1961 on the National Police of the Republic of Indonesia. In the change there is a
legal problem, and needs to be studied. By using clear legal theories and concepts are expected to
find answers to the legal problems of the interrogation of investigation by Police investigators.

Keywords: Harmony of interrogation of police investigation.
*Imam Suroso,SH.,MH. Dosen Fakultas Hukum Magister Ilmu Hukum Universitas Dr. Soetomo
negara yang berperan dalam memelihara

PENDAHULUAN

Keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan
Penelitian

hukum

ini

dilakukan

dengan latar belakang, pengalaman dan

hukum, pelindung, pengayom dan pelayanan
kepada masyarakat.


pekerjaan sehari-hari penulis sebagai anggota

Dari pemisahan tersebut, berdampak

Polri di bidang hukum Kepolisian Daerah

pada perubahan karakter

Jawa Timur. Berawal dari pemisahan POLRI

maupun organ kepolisian

dari TNI berdasarkan TAP MPR Nomor.

militeristik menjadi sipil murni. Hal dimaksud,

VI/MPR/2000

Nomor


sebagai harapan bagi masyarakat pencari

Tentara

keadilan dalam penegakan hukum benar-

VII/MPR/2000

dan

TAP

tentang

MPR
Peran

pada lembaga
yang


bersifat

Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

benar

Republik Indonesia, disebutkan bahwa TNI

kepentingannya secara baik oleh Polri.

dapat

terlindungi

dan

terlayani

merupakan alat negara yang berperan sebagai


Namun di dalam pengaturan Undang-

alat Pertahanan Negara Kesatuan Republik

undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri

Indonesia, sedangkan Polri merupakan alat

tersebut, terdapat ketentuan yang saling

(Pengadilan Negeri). Hal ini sesuai dengan

tumpang tindih, yaitu:

ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-undang

- Pasal 2, menyebutkan “Fungsi Kepolisian

Hukum Acara Pidana (KUHAP).


adalah salah satu fungsi pemerintahan

Berdasarkan kedua ketentuan tersebut

negara di bidang pemeliharaan Keamanan

terdapat ketidak jelasan apabila timbul suatu

dan ketertiban masyarakat, penegakan

sengketa, sebab Sarat Ketetapan Penghentian

hukum,

Penyidikan merupakan Keputusan Pejabat

pelindung,

pengayom


dan

pelayanan kepada masyarakat”.

Tata

Usaha

Negara

(beschikking)

yang

Dalam hal ini fungsi kepolisian masuk

diterbitkan oleh penyidik Polri, sedangkan

dalam ranah (domain) administrasi, apabila


penyelesaiannya melalui praperadilan oleh

Polri sebagai Pejabat Tata Usaha Negara

Pengadilan Negeri atau peradilan umum.
Dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP

mengeluarkan Surat Keputusan yang berupa
Surat

Ketetapan Penghentian Penyidikan

disebutkan

:

penghentian

penyidikan


berdasarkan kewenangan yang ada, kemudian

dilakukan karena terdapat tidak cukup bukti,

timbul

penyelesaiannya

atau peristiwa tersebut ternyata bukan perkara

Usaha

pidana

sengketa,

melalui

maka


Peradilan

Tata

Negara

atau

demi

hukum,

penghentian

mengeluarkan Surat Keputusan yang berupa

penyidikan dilakukan

pada hakekatnya


Surat

memberikan

hukum

Ketetapan Penghentian Penyidikan

kepastian

berdasarkan kewenangan yang ada, kemudian

penyidikan

timbul

penyelesaiannya

menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian

melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),

Penyidikan. Akan tetapi kekeliruan dalam

sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Undang-

penghentian

undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

menimbulkan kerugian bagi seseorang atau

Peradilan Tata Usaha Negara.

pihak yang berkerpentingan, maka seseorang

Pasal 16 ayat (1), menyebutkan “Dalam

atau pihak dimaksud hanya dapat mengajukan

menyelenggarakan tugas di bidang proses

permohonan praperadilan melalui Pengadilan

pidana

Negeri (vide Pasal 77 KUHAP).

sengketa,

Polri

maka

berwenang

mengadakan

penghentian penyidikan”. Dalam hal ini

perkara

pidana,

terhadap

penyidikan

Berkaitan

maka

yang

berakibat

dengan

tersebut,

yaitu

Polri

adanya

fungsi kepolisian masuk dalam ranah (domain)

permasalahan

dalam

hal

hukum pidana.

penghentian penyidikan yang dilakukan oleh
Polri

penyidik polri, dengan menerbitkan surat

mengeluarkan Surat Keputusan yang berupa

ketetapan penghentian penyidikan. Disamping

Surat

itu,

Dengan

demikian,

apabila

Ketetapan Penghentian Penyidikan

kemudian

timbul

sengketa,

maka

penyelesaiannya melalui Peradilan Umum

dalam

hal

penyelesaian

sengketa

penghentian penyidikan yang berupa surat
ketetapan

penghentian

penyidikan

oleh

Adanya problematika hukum tersebut

penyidik Polri, sesuai ketentuan Pasal 77
KUHAP, Pengadilan Negeri (peradilan umum)

telah mendorong semangat penulis untuk

berwenang untuk memeriksa dan memutus

melakukan penelitian dan kajian hukum

sah/tidaknya perkara tersebut, namun apabila

melalui pendidikan Program Doktoral Ilmu

dikaitkan dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun

Hukum di Fakultas Hukum Universitas

2002, yang menyebutkan “fungsi Kepolisian

Brawijaya

adalah salah satu fungsi pemerintahan”,

tersebut, terdapat permasalahan yang ada,

berbicara fungsi pemerintahan masuk dalam

yaitu :

ranah

1.

(domain)

administrasi.

Sehingga

Malang.

Mengapa

Berdasarkan

terjadi

disharmoni

uraian

hukum

apabila timbul sengketa tentang penghentian

dalam pengaturan Surat Ketetapan

penyidikan,

Penghentian Penyidikan oleh Polri, dan

penyelesaiannya

menjadi

apa akibat hukumnya ?

kompetensi absolute Peradilan Tata Usaha
Negara. Hal ini terjadi tumpang tindih

2.

Apakah Surat Ketetapan Penghentian

kewenangan peradilan dan menjadi tidak

Penyidikan Polri dapat diklasifikasikan

harmonis (dishamonis).

sebagai Keputusan Tata Usaha Negara

Walaupun

kenyataan

ada

ketidak

dan apa implikasi hukumnya ?

sempurnaan dalam pengaturan perundangundangan,

yaitu

adanya

pertentangan

norma/kaidah dalam UU No. 2 Tahun 2002

METODELOGI

tentang Polri, dan terjadinya tumpang tindih

Metode

penelitian,

merupakan

kewenangan peradilan, dalam penyelesaian

prosedur

sengketa

penghentian

oleh

permasalahan yang akan dilakukan oleh

penyidik

Polri.

ada

peneliti, oleh karena itu, penggunaan metode

penyidikan

Sepanjang

belum

dan

teknik

untuk

menjawab

perubahan, maka Polri dalam melakukan

penelitian

penghentian

dengan kebutuhan penelitian itu sendiri.

penyidikan

masih

tetap

berpegang pada ketentuan Pasal 16 ayat (1)
huruf (h) UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian dan Pasal 7 ayat (1) huruf (i) jo
Pasal 109 ayat (2) KUHAP, begitu juga
terhadap penyelesaian sengketa penghentian
penyidikan tersebut, masih tetap diselesaikan
melalui praperadilan oleh Pengadilan Negeri
(peradilan umum), yang didasarkan pada
Pasal 77 KUHAP.

hukum

senantiasa

disesuaikan

Penulisan ini merupakan penelitian
hukum normatif, di mana penulis mempelajari
dan mengkaji berbagai peraturan perundang –
undangan yang terkait dengan penghentian
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
Polri, yang nantinya akan ditemukan sebuah
jawaban dari permasalahan yang diteliti
secara

yuridis,

dengan

menggunakan

pendekatan perundang-undangan, konseptual
dan perbandingan.

primer

aliran histories Carl Von Savigny, yang

sekunder

dikenal dengan teori “Jiwa Bangsa” bahwa

(kepustakaan, makalah, artikel, jurnal dan

“hukum sebagai gejala sosial, tumbuh dan

karya tulis) dan tersier (kamus hukum, bahasa

berkembang secara bersamaan dengan jiwa

indonesia, bahasa inggris dan katalog).

suatu bangsa” .5

Sumber

bahan

hukum

:

(perundang-undangan),

Secara hierarki perubahan peraturan

HASIL DAN PEMBAHASAN

perundang-undangan tentang Polri,
pertama,

Pembahasan

di

dalam

Pembahasan permasalahan tersebut, penulis
menggunakan Teori perubahan dan Teori
Penggolongan/pengelompokan/

pembagian

hukum yang berfungsi sebagai grand theory
yang dipergunakan oleh penulis sebagai pisau
analisis terhadap kedua permasalahan hukum

Pasal 30 ayat (4) dan (5) UUD 1945 dalam
perubahan kedua Tahun 2000, menyebutkan
menyebutkan “Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi,

Polri dari TNI bukan semata-mata merupakan
kebijakan pemerintah, akan tetapi merupakan
gerakan massa yang menuntut adanya suatu
perubahan (reformasi) terhadap pemerintahan
Indonesia,

yang

di

dalamnya

pemisahan

Polri

dari

TNI.

termasuk
Selanjutnya

pemisahan tersebut disahkan (legalization)
dengan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000
tentang

Pemisahan

Kepolisian

Negara

Republik Indonesia dan Tentara Nasional
Indonesia.4

TNI tersebut, banyak terjadi perubahan pada
baik

yang

menyangkut

kelembagaan, struktur organisasi maupun
peraturan

perundang-undangan

tentang

kepolisian, untuk itu penulis menggunakan
teori

melayani

Ketatapan MPR No. VI/MPR/2000
tentang

pemisahan

Tentara

Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dilanjutkan dengan pembentukan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian
sebagai

Negara

perubahan

Republik
atas

Indonesia,

Undang-undang

Nomor 28 Tahun 1997 dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1961 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Perubahan atas
peraturan perundang undangan kepolisian
tersebut berimplikasi sangat luas, karena tidak
hanya menyangkut kedudukan dan struktur

Beranjak dari pemisahan Polri dan

kepolisian,

mengayomi,

masyarakat, serta menegakkan hukum”.6

dimaksud. Alasan penulis menggunakan teori
perubahan adalah, berawal dari pemisahan

yaitu

perubahan

sebagai

pisau

analisis

terhadap perubahan dimaksud, sesuai dengan

organisasi polri, akan tetapi juga menyangkut
substansi, dan budaya kepolisian.

Karena

banyak terjadi perubahan dalam peraturan
perundang-

undangan

yang

menyangkut

kepolisian, maka penulis sependapat dengan
teori Carl Von Savigny sebagai pisau analisis
terhadap suatu perubahan undang-undang
kepolisian tersebut terjadi tumpang tindih

(over lapping) di dalam pengaturan antara

arti sempit) yang meliputi Pemerintahan

Pasal 2 dan Pasal 16 Undang-undang No.2

dalam arti luas (Regeering) minus Regeling,

Tahun 2002 tentang kepolisian tersebut .

Rechtspraak dan Politie.

4

Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat

Republik

Indonesia

No.

Selanjutnya penggolongan hukum dalam
suatu negara ada 4 bidang, yaitu :

VI/MPR/2000, tentang Pemisahan Tentara
Nasional

Indonesia

dengan

a.

Kepolisian

tentang

Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2000.
5

kewenangan

Bestuur, Rechtspraak dan Politie).

di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni,

b.

Bandung, 1994, hlm. 122.

Hukum

Tata

mengatur

Undang-Undang

Dasar

organ-

organ/perangkat negara (Regeling,

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum

6

Hukum Tata Negara mengatur

Negara

Usaha

tentang

cara

Negara
tindak

hukum bagi

Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan

organ-organ/perangkat

kedua Tahun 2000, Makamah Konstitusi

(Regeling, Bestuur, Rechtspraak

Republik Indonesia, Jakarta, 2005 hlm. 39.

dan Politie).

Teori
Penggolongan/pengelompokan/pembagian

negara

c.

Hukum pidana materiil, dan

d.

Hukum perdata materill merupakan
hukum privat.

hukum, menurut C.V. Vollenhoven, dengan
menggunakan cara berfikir Montesquieu yang

Dengan demikian bahwa Politie (Polri)

dikenal dengan pembagian kekuasaan yang

berada dalam Hukum Tata Negara dalam arti

disebut

tidak

ajaran

Trias

Politica,

tetapi

bergerak

(motionlees),

pengaturan

Vollenhoven memisahkan badan/kekuasaan

tentang kewenangannya dan berada dalam

Kepolisian

sehingga

Hukum Tata Usaha Negara (Administrasi)

menimbulkan suatu ajaran Catur Praja. 7

dalam arti bergerak (in motion) melaksanakan

Disini

fungsi atau aktifitasnya.

secara

khusus,

Montesquieu

legislative,

memisahkan

judicative

dan

atara

executive,

sedangkan C. Van Vollenhoven memisahkan

Pembahasan

kedua,

menggunakan

teori penegakan hukum :

Bestuur

Teori penegakan hukum berfungsi

(Executive), Rechtspraak (Judicative) dan

sebagai middle range dipergunakan untuk

Politie

membahas permasalahan 1, yaitu mengapa

antara

Regeling

(Polisi)

(legislative),

pemisahan

khusus

dari

Bestuur.
Disamping itu C. Van Vollenhoven
membedakan Regeering (Pemerintahan dalam
arti luas) dan Bestuur (Pemerintahan dalam

terjadi disharmoni hukum dalam pengaturan
surat ketetapan penghentian penyidikan Polri,
dan apa akibat hukumnya ?

Sebagai alasan penulis menggunakan

konflik terjadi karena adanya pertentangan

teori perubahan dan teori penegakan hukum

atau perbedaan antara dua kelompok yang

adalah karena adanya perubahan beberapa

dapat

substansi dalam Undang-undang

nomor 2

menjadikan gerakan sosial menuju suatu

Tahun 2002 tentang Kepolisian, setelah

perubahan. Hal ini apabila dikaitkan dengan

dilakukan

keberadaan ketentuan di dalam Pasal 2 UU

kajian hukum dan dianalisis bahwa adanya

No. 2 Tahun 2002, yang menyebutkan “fungsi

norma/kaidah hukum dalam undang-undang

Kepolisian

tersebut, terjadi tumpang tindih (over lapping)

pemerintahan” merupakan domain (ranah)

antara

substansinya

administrasi,

menyebutkan “fungsi kepolisian adalah salah

pertentangan

satu fungsi pemerintahan negara” merupakan

dikaitkan dengan ketentuan di dalam Pasal 16

ranah (domain) administrasi atau Tata Usaha

UU No. 2 Tahun 2002 yang menyebutkan

Negara, dengan Pasal 16 ayat (1) huruf (h)

“Polri dalam melaksanakan tugas di bidang

menyatakan “penyidik polri dalam melakukan

proses penyidikan perkara pidana berwenang,

proses penyidikan perkara pidana berwenang

antara

mengadakan

penyidikan”, merupakan domain (ranah)

Pasal

2

yang

penghentian

penyidikan”

menimbulkan

Menurut konsep hukum Karl Marx

atau

satu

hukum

kedua

yang

fungsi

menimbulkan

perbedaan,

mengadakan

(ranah)

keberadaan

salah

ketentuan ini

lain

domain

merupakan domain (ranah) hukum pidana.

adalah

ketegangan

apabila

penghentian

pidana.

Bahwa

ketentuan

atau

mengungkapkan, bahwa yang menjadi dasar

norma/kaidah dalam UU No.2 Tahun 2002

teori konflik adalah dalam konsepsi mendasar

tersebut, memiliki ranah yang berbeda dan

tentang masyarakat kelas dan perjuangannya,

menimbulkan ketidak selarasan, kesesuaian,

yaitu ketegangan antara kaum proletar dan

atau kecocokan/pas dan keseimbangan antara

borjuis

kaum

mendorong

terbentuknya

gerakan sosial besar, yaitu revolusi.8 Bahwa
dalam hal tersebut menggambarkan adanya
perbedaan

yang

mendasar

antara

dua

ketentuan yang satu dengan ketentuan yang di
dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu dalam hal penyelesaian
sengketa yang timbul akibat penghentian

kelompok yang berbeda kelas, sehingga

penyidikan

menimbulkan pertentangan dan

ketetapan

8

dengan

diterbitkannya

penghentian

penyidikan

surat
oleh

Konflik

penyidik Polri, yang berdasarkan pada Pasal

Pertanahan, Margaretha Pustaka, Jakarta,

77 KUHAP, Pengadilan Negeri (peradilan

2012, hlm 29.

umum) berwenang memeriksa dan memutus

mendorong terbentuknya gerakan sosial yang

tentang sah/tidaknya penghentian penyidikan

besar yaitu revolusi. Pendapat Karl Marx

yang berupa surat ketetapan penghentian

tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa

penyidikan. Hal ini terjadi tumpang tindih

Bernhard

Limbong,

kewenangan peradilan dan menjadi tidak

Ketiga komponen tersebut terkait satu sama

harmonis

lainnya,

(dishamoni),

apabila

dikaitkan

saling

mendukung

karena

dan

saling

dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 yang

melengkapi,

menyebutkan “fungsi kepolisian adalah salah

hukumnya

satu fungsi pemerintahan negara” merupakan

namun tidak didukung oleh substansi dan

ranah (domain) administrasi atau Tata Usaha

budaya hukum, maka upaya penegakan

Negara dan apabila terjadi sengketa menjadi

hukum tidak akan lebih hanya sekedar

kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.

“blueprint” atau”design” saja.

struktur

(Hakim, Jaksa, Polisi) baik,

Menurut

Polri sebagai alat negara penegak

sekalipun

pendapat

Lawrence

M

penegakan

Friedman tersebut di atas, bahwa dalam

hukum, Polri dituntut berubah secara dinamis

penegakan hukum, Polri selaku penyidik

dalam menghadapi segala perkembangan dan

dalam melakukan proses penyidikan, agar

dinamika

berpegang pada norma-norma hukum atau

hukum,

dalam

melaksanakan

hukum

terhadap

tuntutan

masyarakat, dengan memiliki kemampuan

kaidah-kaidah

pengetahuan yang memadahi, teknologi dan

memperhatikan perkembangan dan tuntutan

informasi yang dapat mengakses dengan cepat.

masyarakat dalam hidup

di

samping

Laica marzuki H.M, 1997 “Legal

9

Karena adanya tuntutan tersebut, Polri harus

hukum,

memiliki kemampuan dalam melaksanakan

human Resourcesdalam konteks komponen

tugas dan wewenangnya dengan sebaik-

system

baiknya, dan dapat membuktikan diri sebagai

Peradilan Tahun XII, No 149, Pebruari 1998,

salah satu alat negara penegak hukum yang

hlm. 121.

profesional dan mandiri.

berbangsa

Berkaitan dengan penegakan hukum,
penulis

menggunakan

teori

yang

hukum”, Majalah hukum varia

dan

bernegara.

Mengingat

kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi,
dan

semakin

kritis

terhadap

persoalan-

dikemukakan oleh Lawrence M Friedman

persoalan yang sedang di hadapi. Untuk itu

yang dikenal dengan teori “Legal System”

Kepolisian

yang terdiri dari 3 (tiga) komponen pokok, 9

melaksanakan tugas dan wewenangnya di

yaitu :

bidang

1)

2)

3)

sebagai

penyidikan,

penyidik

dituntut

dalam

lebih

Substansi (substance of the rules),

profesional, proposional dan transparan. Di

yang berupa perundang- undangan.

samping itu juga tetap memperhatikan norma-

Struktur (structure), yang berupa aparat

norma

penegak hukumnya.

perlindungan

Budaya Hukum (legal culture), yang

tersangka, yang merupakan asas persamaan

berupa dukungan masyarakat.

hak di muka hukum, sebagaimana tersebut
dalam

hukum

yang
hak-hak

bertalian
terdakwa

dengan
atau

10

Pasal 50 s/d 68 KUHAP, yaitu :
a.

b.

Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil

Hak untuk segera diperiksa, diajukan

dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,

kepengadilan dan diadili;

LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010,

Hak untuk mengetahui dengan jelas dan

hlm 97.

bahasa yang dimengerti olehnya tentang

peraturan

apa yang disangkakan dan apa yang

adalah

didakwakan;

keserasian antara kesadaran hukum yang

perundang-undangan
keseimbangan,

tersebut

keselarasan,

dan

keterangan

ditanamkan dari atas oleh penguasa dengan

secara bebas kepada penyidik dan hakim;

perasaan hukum yang bersifat spontan dari

d.

Hak untuk mendapat juru bahasa;

rakyat.

e.

Hak untuk mendapat bantuan hukum

c.

Hak

untuk

memberikan

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu
adanya harmonisasi hukum dalam pengaturan

pada setiap tingkat pemeriksaan;
Selanjutnya Heri Tahir menegaskan,

perundang-undangan,

menurut

Kusnu

bahwa dalam proses penegakan hukum, ada

Goesniadhie

dua aspek yang acapkali saling berbenturan,

upaya atau proses yang hendak mengatasi

yakni aspek kepentingan umum dan aspek

batasan-batasan perbedaan atau hal-hal yang

kepentingan individu. Kepentingan umum

bertentangan dan kejanggalan dalam hukum

disatu

atau

pihak,

menghendaki

terciptanya

harmonisasi hukum

adalah

orde),

adanya disharmonisasi hukum.11 Upaya atau

sedangkan kepetingan individu dilain pihak

proses untuk merealisasikan keselarasan,

menghendaki adanya kebebasan individu.

kesesuaian,

Untuk itu, diperlukan adanya “harmonisasi”

keseimbangan di antara norma-norma hukum

antara dua kepentingan yang berbeda ini,

di

sehingga

sebagai sistem

ketertiban

masyarakat

dapat

(Social

tercipta

ketertiban

dan

keadilan dalam masyarakat.10

dalam

keserasian,

peraturan

kecocokan

dan

perundang-undangan

hukum dalam satu kesatuan kerangka sistem

Penegakan hukum merupakan suatu

hukum.

usaha untuk menegakkan norma, untuk itu

Pendapat lain tentang harmonisasi

penegak hukum harus memahami benar-benar

diungkapkan oleh Wicipto Setiadi, dalam

spirit

artikelnya menurut beliau pengharmonisasian

hukum yang mendasari peraturan

hukum yang harus ditegakkan, dalam hal ini

adalah

akan bertalian dengan berbagai dinamika

menyesuaikan,

yang

membulatkan

terjadi

dalam

proses

pembuatan

upaya

untuk

menyelaraskan,

memantapkan
konsepsi

suatu

dan
rancangan

peraturan perundang-undangan (law making

peraturan

process). Disisi lain dalam proses pembuatan

paraturan perundang-undangan yang lain,

perundang-undangan

dengan

baik yang lebih tinggi atau yang sederajat,

ataupun yang lebih rendah dan hal-hal lain

Hasil dari Pembahasan permasalahan 1,

selain

adalah sebagai berikut :

peraturan

perundang-undangan,

sehingga tersusun secara sistematis, tidak

Penulis

sependapat

dengan

saling bertentangan atau tumpang tindih

menggunakan teori Carl Von Savigny, yang

(overlapping).12

dikenal dengan teori “Jiwa bangsa” sebagai

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam

pisau analisis terhadap UU No. 2 Tahun 2002

penyusunan peraturan perundang - undangan

perubahan dari UU No. 28 Tahun 1997

diperlukan

perharmonisasian,

agar ada

perubahan dari UU No. 13 Tahun 1961

keselarasan,

kesesuaian,

keserasian,

tentang Polri, adanya perubahan tersebut

kecocokan dan keseimbangan di antara

harus persesuaian, serasi, dan selaras dengan

norma-norma hukum di dalam peraturan

peraturan perundang-undangan yang lain.

perundang-undangan. Untuk memahami lebih

Namun berdasarkan kajian dan analisa hukum,

jauh tentang perharmonisasian, sebagaimana

bahwa dalam pengaturan Pasal 2 UU No. 2

yang disampaikan oleh Ignatius Mulyono

Tahun 2002 menyebutkan “fungsi kepolisian

dalam

adalah salah satu fungsi pemerintahan”
11

dalam

merupakan domain administrasi, sedangkan

Mahendra Putra Kurnia, konsep Harmonisasi

dalam Pasal 16 mengatur “wewenang Polri

Hukum pengembangan kawasan perbatasan

dalam melaksanakan proses pidana” domain

Negara

Indonesia

hukum pidana, hal ini masih terjadi tumpang

berbasis teknologi Geospasial, Malang, 2010,

tindih (over lapping). Berkaitan dengan hal

hlm 8-9

tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 77

Kusnu

Goesniadhie

Kesatuan

12

S

Pepublik

Wicipto

Proses

Setiadi,

KUHAP, bahwa penyelesaian sengketa Surat

Pengharmonisasian Sebagai Upaya Untuk

Ketetapan

Memperbaikan

Peraturan

diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri

Legislasi

atau Peradilan Umum, apabila dikaitkan

Kualitas

Perundang-undangan,

Jurnal

Penghentian

Penyidikan

yang

Indonesia Vol.4 No.2, 2007, hlm 48

dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 terjadi

makalahnya

disharmoni,

berjudul

Pengharmonisasian,

“Kebijakan

Pembulatan,

dan

Penghentian

karena

Surat

Penyidikan

Ketetapan
merupakan

Pemantapan Konsepsi Peraturan Perundang-

keputusan tata usaha negara (beschikking)

undangan,

menjadi kompetensi absolute Peradilan Tata

Khususnya

Pengharmonisasian

Rancangan Undang-Undang (RUU)
Dewan

Perwakilan

Berdasarkan

Rakyat

Undang-undang

Tahun 2011”.13

oleh
(DPR)

Nomor

12

Usaha Negara sebagaimana Pasal 47 UU
No.5/1986 PTUN.
Adanya (ovelapping) tumpang tindih
norma dan disharmoni hukum tersebut,

diperlukan adanya perubahan pengaturan di

yang

dalam perundang-

ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.

13

berbeda,

sehingga

dapat

tercipta

dalam

Berdasarkan teori Friedman dan Heri

makalahnya yang disampaikan pada acara

Tahir tersebut, bahwa dalam hal penyelesaian

forum koordinasi Harmonisasi Peraturan

sengketa

Perundang-undangan

tema

penyidik Polri yang berupa Surat Ketetapan

“Peningkatan Sinergitas Pengharmonisasian,

Penghentian Penyidikan, sesuai dengan Pasal

Pembulatan,

Konsepsi

77 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Proses

adalah Pengadilan Negeri (peradilan umum)

Ignatius

Dalam

dan

Mulyono,

dengan

Pemantapan

Rangka

Pembentukan

Mewujudkan
Peraturan

Perundang-

yang

penghengtian

berwenang

untuk

penyidikan

oleh

memeriksa

dan

undangan yang Berkualitas” di Hotel Mira

memutus sengketa dimaksud, namun apabila

Jakarta, pada tanggal 04 Nopember 2011,

dikaitkan dengan Pasal 2 UU No. 2 Tahun

diselenggarakan oleh Kementrian Hukum dan

2002, bahwa Polri “menyelenggarakan fungsi

HAM RI.

pemerintahan”, maka terjadi tidak sesuai atau

undangan dimaksud yang disesuaikan atau

tidak selaras dan/atau menjadi tidak harmonis

diselaraskan

jiwa

(disharmoni), bertentangan dengan asas lex

bangsa Indonesia, sebagaimana teori Von

specialis derogat lex generalis (undang-

Savigny.

undang yang khusus dapat mengesampingkan

dengan

perkembangan

Adanya permasalahan hukum di dalam

undang-undang yang berlaku umum) serta

penegakan hukum tersebut penulis sependapat

bertentangan dengan asas lex posteriori

dengan teori Lawrence M Friedman, yang

derogat lex priori (undang-undang yang bari

dikenal dengan teorinya “Legal system” yang

dapat mengesamping undang-undang yang

terdiri dari 3 komponen, yaitu : structure

lama).

(aparat gakkum), substance of
(peraturan

the

perundang-undangan),

rules
legal

Pembahasan

ketiga,

menggunakan

Teori

wewenang :

culture (masyarakat), ketiga hal ini saling

Teori wewenang berfungsi sebagai

terkait tidak terpisahkan dalam pelaksanaan

applied theory dipergunakan untuk membahas

penegakan hukum. Heri Tahir menambahkan
ada

dua

aspek

yang

acapkali

sering

berbenturan, yakni aspek kepentingan umum
dan aspek kepentingan individu. Kepentingan
umum

menghendaki

terciptanya

tertib

masyarakat, sedangkan individu menghendaki
adanya kebebasan. Untuk itu, diperlukan
adanya “harmonisasi” antara dua kepentingan

permasalahan 2, yaitu apakah surat ketetapan
penghentian
diklasifikasikan

penyidikan

Polri

dapat

sebagai

Keputusan

Tata

Usaha Negara dan implikasi hukumnya ?
Sebagai alasan penulis menggunakan
teori perubahan dan wewenang, yaitu untuk
mengkaji secara teori apakah surat ketetapan
penghentian penyidikan dapat diklasifikasikan

14

sebagai Keputusan Tata Usaha Negara,

LH. Santoso Kamus Praktis Bahasa

apabila dikaitkan dengan Pasal 2 UU No. 2

Indonesia, CV. Pustaka Agung Harapan,

Tahun 2002 yang substansi menyebutkan

Surabaya, hlm 557

“fungsi

Kepolisian

adalah

satu

fungsi

15

Philipus M. Hadjon, dalam konsep

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan

hukum tentang Wewenang, fakultus hukum

keamanan

Unair Surabaya, hlm 1-2.

dan

penegakan

ketertiban

masyarakat,

hukum,

pengayoman
masyarakat”.
Kepolisian

dan

perlindungan,

pelayanan

Menurut
adalah

kepada

Sadjijono,

salah

satu

Sebagai konsep hukum publik, wewenang
terdiri

fungsi

komponen yaitu :
-

dan wewenang administrasi.

atas

sekurang-kurangnya

Komponen

pengaruh,

tiga

bahwa

penggunaan wewenang dimaksudkan

Di

dalam

kamus

Indonesia

istilah

wewenang

praktis

bahasa

dari

untuk mengendalikan perilaku subyek

kata

“wenang” yang mengandung arti hak dan

hukum.
-

Komponen

dasar

hukum,

kekuatan untuk melakukan sesuatu.14 M.

wewenang

Hadjon

ditunjuk dasar hukumnya.

menyatakan

Philipus M.

Hadjon, Ibid

fungsi

pemerintahan dimaksud, masuk pada tugas

16

istilah

wewenang

dipergunakan dalam bentuk kata benda.

-

itu

selalu

bahwa

harus

dapat

Komponen konformitas hukum, adalah

Istilah tersebut sering dipertukarkan dengan

mengandung makna adanya standard

istilah kewenangan.

saja

wewenang yaitu standard umum (semua

menjelaskan

jenis wewenang) dan standard khusus

kepada

ahli

Kita

bahasa

serahkan

untuk

manakah yang lebih tepat “wewenang ataukah
kewenangan”.
Belanda,

Di

bahwa

kewenangan

dalam

istilah

hukum

istilah wewenang

sering

disejajarkan

atau

dengan

istilah bevoegdheid, istilah tersebut juga

(jenis wewenang tertentu).
Dalam hal penulisan tentang wewenang ini,
penulis

administrasi

kepustakaan
Belanda,

wewenang

selalu

menjadi bagian penting dan bagian awal dari
hukum

administrasi,

karena

obyek

administrasi adalah wewenang pemerintahan
(bestuur bevoegdheid).16

wewenang

terkait dengan wewenang kepolisian.
Bermula

hukum

pada

pemerintahan (bestuur bevoegdheid), yang

terdapat dalam konsep hukum publik. 15
Dalam

membatasi

dari

perubahan

lembaga

Kepolisian, baik yang berhubungan dengan
struktur

organisasi,

kedudukan

peraturan

perundang-undangan

Kepolisian

Negara

Republik

polri,
tentang

Indonesia,

maupun perubahan terhadap kultur atau
budaya perilaku dan moralitas setiap anggota
Polri.

Dalam melakukan perubahan tersebut

Polri dalam menyelenggarakan tugas dan

sejalan dengan makna yang digambarkan

wewenangnya di

seperti semangat Bacon, yaitu “menimbulkan

bidang penegakan hukum, khususnya dalam

perubahan yang luar biasa pada hakikat tujuan

hal

penelitian ilmiah”. Sejak zaman kuno tujuan

menerbitkan surat Ketetapan penghentian

ilmu adalah untuk mencari kearifan, dengan

penyidikan,

memahami tatanan alam dan kehidupan yang

menyelenggarakan fungsi pemerintahan, oleh

harmonis dengan alam. Ilmu dicari “demi

karena itu secara teori merupakan ranah

keagungan Tuhan” atau seperti ungkapan

(domain) hukum administrasi.

penghentian

Cina untuk “mengikuti tatanan alam” dan
“mengalir dalam aliran Tao”.

penyidikan

adalah

dalam

dengan

rangka

Menurut Sadjijono, fungsi Kepolisian

17

adalah

Berkaitan dengan pendapat Bacon

salah

satu

fungsi

pemerintahan

dimaksud, masuk pada tugas dan wewenang

tersebut, bahwa Polri sebagai penyidik dalam

administrasi.

melakukan proses penyidikan terhadap suatu

administrasi menurut Philipus M. Hadjon

perkara

adalah

pidana,

perlu

dilakukan kajian

sedangkan

obyek

wewenang

hukum

pemerintahan

hukum, mengingat adanya perubahan dan

(bestuursbevoegdheid),18

perkembangan

lingkupnya tidak hanya meliputi wewenang

17

Fritjop Capra, titik Balik Peradaban,

untuk

membuat

yang

keputusan

ruang

pemerintahan

Yayasan Benteng Budaya, Yogyakarta, 1999,

(besluit), akan tetapi juga semua wewenang

hlm 55.

dalam rangka melaksanakan tugasnya, seperti

hukum

yang

terkait dengan tugas dan

kewenangan Polri, khususnya dalam hal polri

menegakkan hukum, melindungi, mengayomi
dan melayani kepada masyarakat.

melakukan tindakan penghentian penyidikan,

Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa

terhadap proses suatu perkara pidana dengan

Surat ketetapan penghentian penyidikan yang

menerbitkan surat ketetapan penghentian

diterbitkan

penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam

dikategorikan atau diklasifikasikan sebagai

Pasal 7 ayat (1) huruf i UU No. 8 Tahun

Keputusan

Tata

Usaha

1981 tentang KUHAP jo Pasal 16 ayat (1)

ketetapan

atau

keputusan

huruf h UU No. 2 Tahun 2002 tentang

merupakan produk badan atau pejabat tata

Kepolisian Negara RI, secara teori hal

usaha

tersebut merupakan ranah (domain) hukum

18

oleh

Philipus

pidana, akan tetapi apabila dikaitkan dengan

Sadjijono, Op cit.

Pasal 2 UU

No. 2 Tahun 2002,

menyatakan

bahwa

negara,

yang

“fungsi kepolisian

merupakan satu fungsi pemerintahan”, maka

penyidik

menurut

Polri

Negara,

dapat

sebuah

(beschikking)

M.Hadjon,

dalam

Sjachran

Basah,

“beschikking” adalah keputusan tertulis dari

administrasi negara yang mempunyai akibat

penghentian penyidikan yang diterbitkan oleh

hukum yang secara konseptual dan teoritis

penyidik Polri adalah Peradilan Tata Usaha

masuk dalam ranah hukum administrasi dan

Negara, secara normatif diatur Pasal 47 UU

apabila timbul sengketa, yang memeliki

No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

kewenangan absolute untuk menyelesaikan

Usaha Negara atau UU No. 51 Tahun 2009

sengketa adalah Peradilan Tata Usaha Negara,

tentang perubahan atas UU No. 9 Tahun 2004

secara normatif diatur dalam Pasal 1 angka 3

tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang

tentang

diubah menjadi Undang-undang

menyebutkan

Tahun

2004

kemudian

Nomor 9

diubah

dengan

Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009
tentang

Peradilan

Tata

Usaha

Negara,

Peradilan

berwenang

Tata

Usaha

“Pengadilan
memeriksa,

Negara,

bertugas
memutus

dan
dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”.
Namun

dalam

hal

penyelesaian

menyebutkan “Keputusan Tata Usaha Negara

sengketa

adalah

penyidik Polri yang berupa Surat Ketetapan

suatu

penetapan

tertulis

yang

penghengtian

penyidikan

oleh

dikeluarkan oleh Badan

Penghentian Penyidikan, sesuai dengan Pasal

atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi

77 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

adalah Pengadilan Negeri (peradilan umum),

berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan apabila dikaitkan dengan Pasal 2 UU No.

yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual

2 Tahun 2002 tentang Polri tersebut di atas

dan final dan menimbulkan akibat hukum

menjadi disharmoni, dan bertentangan dengan

bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka
3 UU No. 5 Tahun 1986, istilah “penetapan
tertulis” menunjukkan kepada isi dan bukan

asas lex specialis derogat lex generalis.
Selain dari pada itu bahwa UU No. 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana dibuat pada tahun 1981,

pada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh

sedangkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara dibuat pada

Keputusan itu memang diharuskan tertulis,

Tahun 1986, terkait dengan kewenangan

namun yang disyaratkan tertulis bukanlah

peradilan untuk penyelesaian sengketa Surat

bentuk formatnya seperti surat keputusan

Ketetapan Penghentian Penyidikan tersebut,

pengangkatan atau pemberhentian pegawai

bertentangan dengan asas lex posteriori

negeri

derogat lex priori.

sipil

(PNS)

dan

sebagainya.

Persyaratan tertulis itu diharuskan, karena
untuk kemudahan segi pembuktian.

adalah sebagai berikut :

Kewenangan secara absolute untuk
menyelesaikan

sengketa

surat

Hasil dari pembahasan permasalahan 2,

ketetapan

Penulis

sependapat

dengan

teori

Philipus M Hadjon, bahwa dalam Pasal 2 UU

No.2 Tahun 2002 tentang Polri, menyebutkan

Peradilan Tata Usaha Negara, menyebutkan

“fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi

“Pengadilan

pemerintahan” hal dimaksud masuk pada

memeriksa,

tugas dan wewenang administrasi, sedangkan

sengketa Tata Usaha Negara”.

bertugas

berwenang

memutus dan menyelesaikan

Dengan

obyek hukum administrasi, menurut Hadjon

dan

demikian,

bahwa

surat

penyidikan

yang

adalah wewenang pemerintahan, yang ruang

ketetapan

penghentian

lingkupnya tidak hanya meliputi wewenang

dilakukan

oleh

untuk

pemerintahan

diklasifikasikan sebagai keputusan keputusan

(besluit), akan tetapi juga semua wewenang

tata usaha negara (beschikking) dan apabila

dalam rangka melaksanakan tugasnya, seperti

timbul

menegakkan hukum, melindungi, mengayomi

Peradilan Tata Usaha Negara. Sekalipun di

dan melayani kepada masyarakat. Dengan

dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 tentang

demikian

Peradilan Tata Usaha Negara mengecualikan

membuat

keputusan

Surat

Ketetapan

Penghentian

sengketa

penyidik

Polri,

menjadi

dapat

kompetensi

atau

tidak masuk sebagai keputusan tata usaha

dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha

negara, namun sifat dan karakter “Keputusan

Negara (beshikking).

Tata Usaha Negara” masih tetapmelekat dan

Penyidikan

dapat

dikategorikan

ketetapan

tidak berubah. Justru keberadaan Pasal 2 UU

penghentian penyidikan yang diterbitkan oleh

No. 5 Tahun 1986 tersebut telah mencampur

penyidik Polri merupakan Keputusan Tata

adukkan

Usaha

atau

kompetensinnya. Untuk itu diperlukan kajian

keputusan (beschikking) merupakan produk

hukum normatif, bersifat evaluatif terhadap

badan atau pejabat tata usaha negara, menurut

keberadaan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986

Sjachran

adalah

tersebut, apakah masih relevan, karena sudah

keputusan tertulis dari administrasi negara

tidak sesuai lagi dengan perkembangan

yang mempunyai akibat hukum yang secara

dinamika hukum. dengan melalui penelitian

konseptual dan teoritis masuk dalam ranah

dan kajian hukum inilah, untuk meluruskan

hukum administrasi dan apabila timbul

kembali agar adanya keselarasan, keserasian,

sengketa,

kesesuaian, kecocokan/pas dan keharmonisan

Mengingat bahwa surat

Negara,

Basah,

yang

sebuah

ketetapan

“beschikking”

memeliki

kewenangan

antara

konsep

hukum

dengan

sengketa

antara ketentuan yang satu dengan ketentuan

adalah Peradilan Tata Usaha Negara, secara

yang lain dan perundang-undangan yang satu

normatif diatur Pasal 47 UU No. 5 Tahun

dengan perundang-undangan yang lain.

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Kesimpulan

atau UU No. 51 Tahun 2009 tentang

Dari hasil dan analisa kedua permasalahan

perubahan atas UU No. 9 Tahun 2004 tentang

hukum tersebut, dapat disimpulkan sebagai

Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang

berikut :

absolute

untuk

menyelesaikan

1.

2.

Dalam pengaturan Surat

Ketetapan

3.

Secara teori surat ketetapan penghentian

Penghentian Penyidikan oleh Polri pada

penyidikan dapat diklasifikasikan atau

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri,

dikategorikan sebagai keputusan tata

masih

usaha negara (beschikking),

terjadi

tumpang

tindih

karena

(overlapping) antara Pasal. 2 UU No. 2

berdasarkan Pasal 2 UU No. 2 Tahun

Tahun 2002 yang menyebutkan “fungsi

2002

kepolisian adalah fungsi pemerintahan”

“fungsi kepolisian adalah salah satu

merupakan domaian (ranah) tata usaha

fungsi pemerintahan negara”, berbicara

negara (administrasi), dengan Pasal. 16

tentang

ayat (1) menyebutkan “Polri dalam

administrasi (tata usaha negara), dan

melaksanakan tugas di bidang proses

yang

penyidikan perkara pidana” merupakan

administrasi

adalah

wewenang

domain (ranah) hukum pidana.

pemerintahan

(bestuur

bevoegdheid)

Di dalam hal penyelesian sengketa surat

diantaranya membuat keputusan (surat

ketetapan penghentian penyidikan oleh

ketetapan penghentian penyidikan).

Polri, tidak sesuai atau tidak selaras dan

tentang

Polri,

menyebutkan

pemerintahan

menjadi

domain

obyek

hukum

REKOMENDASI

tidak konsisten, katrena tidak sesuai
dengan

kompetensinya

menimbulkan

tidak

dan
harmonis

(disharmoni) antara UU No. 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana dengan UU No. 5
Tahun 186 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Karena sengketa surat
ketetapan penghentian penyidikan oleh
Polri, merupakan sengketa tata usaha
negara/administrasi, oleh karena itu
penyelesaiannya menjadi kompetensi
absolute Peradilan Tata Usaha Negara
(vide Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1986),
namun secara normatif diatur dalam
Pasal 77 KUHAP penyelesaian terhadap
sengketa

tersebut

dilakukan

oleh

Pengadilan Negeri (peradilan umum).

1.

Kepada pemerintah, agar

melakukan perubahan terhadap Pasal
77 UU No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP,

khususnya

dalam

hal

kewenangan Pengadilan Negeri atau
peradilan umum untuk memeriksa dan
memutus sah/tidaknya penghentian
penyidikan, karena menurut konsep
hukum

administrasi

dan

teori

wewenang, bahwa sengketa “Surat
Ketetapan Penghentian Penyidikan”
menjadi

kewenangan

absolud

Peradilan Tata Usaha Negara/PTUN,
sebagaimana tersebut dalam Pasal 47
UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
atau UU No. 51 Tahun 2009 tentang
perubahan UU No. 9 Tahun 2004

tentang Peurubahan UU No. 5 Tahun
1986.
2.

Kepada Kepolisian Negara

Amrah Muslimin, beberapa azas-azas
dan pengertian-pengertian pokok
tentang
Administrasi
dan
Hukum
Administrasi,
Alumni
Bandung, 1980.

Republik Indonesia, agar melakukan
perubahan
istilah

terhadap

“Surat

Penghentian

penggunaan

Ketetapan

tentang

Penyidikan”,

dengan

istilah “Surat Keputusan Penghentian
Penyidikan”,
istilah

karena

“Ketetapan”

penggunaan
dipergunakan

secara definitif oleh Badan Legeslatif
(MPR) untuk pengaturan (regeling),
sebagai

contoh

Nomor.

Ketetapan

VI/MPR/2000

MPR
tentang

pemisahan Tentara Nasional Indonesia
dan

Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia.
3.

Kepada para akademisi, agar

melakukan

penelitian

mengenahi

lanjutan

disharmonisasi

dalam

Pengaturan Surat Ketetapan tentang
Penghentian Penyidikan oleh penyidik
Polri, sehingga kedepan pengaturan
surat

ketetapan

penghentian

penyidikan

dalam

undangan

dimaksud,

diseleraskan

dan

perundangdapat

disesuaikan,

sehingga tercipta harmonisasi dalam
peraturan perundang-undangan yang
satu dengan peraturan perundangundangan yang lain, dan ketentuan
yang satu dengan ketentuan yang lain
dalam satu perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

Bernhard
Limbong,
Pertanahan, Margaretha
Jakarta, 2012.

Konflik
Pustaka,

Fritjop Capra, titik Balik
Peradaban, Yayasan Benteng
Budaya, Yogyakarta, 1999.
Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil
dan Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia, LaksBang PRESSindo,
Yogyakarta, 2010.
Ignatius Mulyono, dalam makalahnya
yang disampaikan pada acara forum
koordinasi
Harmonisasi Peraturan
Perundang-undangan dengan tema
“Peningkatan
Sinergitas
Pengharmonisasian, Pembulatan, dan
Pemantapan Konsepsi Dalam Rangka
Mewujudkan Proses
Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang
Berkualitas” di Hotel Mira
Jakarta,
pada tanggal 04 Nopember 2011,
diselenggarakan oleh Kementrian
Hukum dan HAM RI.
Kusnu
Goesniadhie
S
dalam
Mahendra Putra Kurnia, konsep
Harmonisasi Hukum pengembangan
kawasan perbatasan Negara Kesatuan
Pepublik Indonesia berbasis teknologi
Geospasial, Malang, 2010.
Laica marzuki H.M, 1997 “Legal
human
Resourcesdalam
konteks
komponen system
hukum”,
Majalah hukum varia Peradilan Tahun
XII, No 149, 1998.
LH. Santoso Kamus Praktis Bahasa
Indonesia, CV. Pustaka Agung
Harapan, Surabaya, 2010.
Philipus M. Hadjon, dalam
konsep
hukum
tentang

Wewenang, fakultus hukum
Unair Surabaya.
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum
di Indonesia pada Akhir Abad ke-20,
Alumni,
Bandung.
Wicipto
Setiadi,
Proses
Pengharmonisasian Sebagai Upaya
Untuk
Memperbaikan
Kualitas
Peraturan
Perundangundangan, Jurnal Legislasi Indonesia
Vol.4 No.2, 2007.
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
perubahan kedua Tahun
2000,
Makamah
Konstitusi
Republik
Indonesia, Jakarta, 2005.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No.
VI/MPR/2000,
tentang
Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Jakarta, 2000.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, Jakarta, 1981.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Jakarta, 1986.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia,

Jakarta, 2002.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24