BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR DALAM MENANGANI KASUS SEORANG ANAK USIA SD YANG KECANDUAN GAME ONLINE DI DESA TEBEL GEDANGAN SIDOARJO.

(1)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR DALAM MENANGANI KASUS SEORANG ANAK

USIA SD YANG KECANDUAN GAME ONLINE DI DESA TEBEL

GEDANGAN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh:

Muhammad Mukti Mashuri NIM. B03211024

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Muhammad Mukti Mashuri (B03211024), Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan terapi Rasional Emotif Behavior dalam menangani kasus seorang

anak usia SD yang kecanduan game online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo?, (2) Bagaimana hasil akhir pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan

Rasional Emotif Behavior dalam menangani kasus seorang anak usia SD yang kecanduan game online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang kemudian di analisa menggunakan deskriptif komparatif. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, kemudian data dianalisa, dengan membandingkan antara teori dan lapangan untuk mengetahui proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan terapi Rasional Emotif Behavior dalam menangani kasus seorang anak usia SD yang kecanduan game

online. Sedangkan untuk mengetahui hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan

konseling tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah mendapatkan konseling.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa dalam proses Bimbingan Konseling Islam, dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment dan evaluasi/follow up, dan dalam pemberian treatment peneliti menggunakan terapi Rasional Emotif Behavior, dengan tehnik kognitif yaitu dispute kognitif yang bertujuan untuk mengubah keyakinan tidak rasional konseli kemudian memberikan pemahaman dan nasihat kepada konseli dan juga menggunakan teknik behavior yaitu pekerjaan rumah untuk mengalihkan kegiatan negatif konseli kepada kegiatan yang lebih positif bagi konseli. Adapun hasil akhir dari pelaksanaan konseling dalam penelitian ini adalah cukup berhasil dengan prosentase 73%, hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya perubahan sikap dan tindakan konseli ke arah yang lebih baik.


(6)

DAFTAR ISI

COVER (SAMPUL) ...

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konsep 1. Bimbingan Konseling Islam... 8

2. Terapi Rasional Emotif Behavior ... 9

3. Kecanduan Game Online ... 10

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 11

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian... 13

3. Jenis dan Sumber Data ... 13

4. Tahap-tahap Penelitian ... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 20

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 21

G. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II: BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR, GAME ONLINE, KECANDUAN GAME ONLINE A. Kajian Teoritik 1. Bimbingan Konseling Islam a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 25

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ... 27

c. Fungsi Bimbingan Konseling Islam ... 27

d. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam ... 28

e. Asas-asas Bimbingan Konseling Islam ... 30

f. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling Islam ... 33

g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam ... 35

2. Terapi Rasional Emotif Behavior a. Pengertian Terapi Rasional Emotif Behavior ... 37


(7)

b. Konsep Dasar Tentang Manusia ... 39

c. Tujuan Terapi Rasional Emotif Behavior ... 40

d. Fungsi dan Peran Konselor ... 40

e. Teknik - teknik Terapi Rasional Emotif Behavior ... 41

3. Game Online a. Pengertian Game Online ... 45

b. Sejarah Perkembangan Game Online ... 46

c. Jenis – jenis Game Online ... 48

4. Kecanduan Game Online a. Pengertian Kecanduan Game Online ... 50

b. Indikator Kecanduan Game Online ... 53

c. Faktor – faktor Penyebab Kecanduan Game Online ... 55

d. Dampak - dampak Kecanduan Game Online ... 60

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 63

BAB III: DESKRIPSI BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR DALAM MENANGANI KASUS SEORANG ANAK USIA SD YANG KECANDUAN GAME ONLINE A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

2. Deskripsi Konselor ... 69

3. Deskripsi Konseli ... 70

4. Deskripsi Kepribadian Konseli ... 71

5. Deskripsi Masalah Konseli ... 72

B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo ... 76

a. Identifikasi Masalah ... 77

b. Diagnosa ... 82

c. Prognosa ... 83

d. Treatment (Terapi) ... 84

e. Evaluasi (Follow Up) ... 93

2. Deskripsi Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo ... 95


(8)

BAB IV: ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR DALAM

MENANGANI KASUS SEORANG ANAK USIA SD YANG KECANDUAN GAME ONLINE

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di

Desa Tebel Gedangan Sidoarjo... 98

B. Analisis Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel Gedangan Sidoarjo... 104

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada saat ini dihadapkan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang sangat modern dan berkembang sangat pesat. Sebagai contoh kenyataan yang ada yakni berkembanganya Internet. Internet

merupakan singkatan kata dari interconnection-networking. Internet

adalah sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan.

Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber

daya informasi secara cepat dari seluruh penjuru dunia.2

Ada beragam jenis layanan yang tersedia dalam internet seperti,

email, usenet, telnet, world wide web dan aneka layanan lainnya yang bisa digunakan oleh orang dari seluruh penjuru dunia.3 Internet dapat

memberikan pengaruh yang positif dan negatif tergantung dengan bagaimana orang menggunakan internet tersebut.

Berkaitan dengan penggunaan internet, game online merupakan

salah satu aplikasi yang menggunakan jaringan internet sebagai aksesnya.

Pada awalnya game online yang lebih dulu dikenal adalah “ Game

Jaringan”, permainan yang sering dimainkan kala itu adalah Counter

2

Suharno Pawirosumarto dan Yusuf Elmande, Aplikasi Komputer, edisi 3 (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hal. 316

3


(10)

2 Strike. Game jaringan cukup membuat anak - anak bahkan orang dewasa

sangat nyaman dan senang duduk berjam – jam di warnet untuk mendapatkan suatu kepuasan batin. Seiring berkembangnya teknologi game, maka game jaringan pun mulai tersingkir dengan keberadaan game

online.

Game online sendiri adalah game yang berbasis elektronik dan

visual (Rini, 2011). Game online mempunyai perbedaan yang sangat besar

dengan game lainnya yaitu pemain game tidak hanya dapat bermain

dengan orang yang berada di sebelahnya namun juga dapat bermain dengan beberapa pemain lain di seluruh wilayah, bahkan hingga pemain di belahan bumi lain (Young, 2007).4 Pemainnya dapat berkomunikasi secara langsung melalui fitur chatting yang ada di dalam game online tersebut.

Seorang pemain dapat menjelajahi dunia luas yang ada di dalam game

online tersebut. Secara terus menerus keadaan karakter itu akan tetap ada

meskipun ketika pemain log off / tidak online.

Saat ini diseluruh penjuru Indonesia terlihat banyak anak - anak berusia sekitar 7 – 12 tahun duduk di warnet menghadap depan komputer di suatu ruangan ber – AC dengan kondisi duduk yang sangat nyaman. Sesekali mereka berteriak senang, kaget ataupun dengan nada kecewa. Anak – anak sangat menikmati apa yang disajikan oleh komputer tersebut, dan yang disajikan oleh computer tersebut ialah permainan game online.

4 Ahmad Fajar Giandi, “Perilaku Pecandu

Game Online dengan menggunakan Game Online “ eJurnal Mahasiswa Padjajaran vo. 1., No. 1 (2012). (http://journals.unpad.ac.id, diakses 28 Maret 2015)


(11)

3 Anak – anak SD saat ini lebih suka menghabiskan waktu luang yang dimiliki dengan bermain game online di warnet dari pada melakukan

sesuatu yang bermanfaat bagi masa depannya. Ketika pulang sekolah anak - anak tidak langsung pulang kerumah tetapi menuju ke warnet untuk bermain game online maupun hanya sekedar melihast game online dengan

masih berpakaian seragam sekolah. Anak – anak juga lebih senang menghabiskan uang saku dari orang tuanya demi bisa bermain game

online berjam – jam dan membeli vocer game online untuk memperkuat

karakternya yang tentu saja tujuan utama yakni untuk memuaskan batinnya sehingga banyak dari anak – anak usia SD saat ini mengalami kecanduan game online. Sebenarnya tidak ada masalah dengan bermain

game online asalkan tidak sampai mengalami kecanduan.

Kecanduan game online sendiri ialah perilaku kronis dan kompulsif

untuk memuaskan diri pada permainan yang dimainkan dengan koneksi internet hingga menimbulkan permasalahan yang merugikan diri sendiri.5 Seorang pemain akan sangat sulit untuk lepas dari permainan game online

tersebut. Pemain game online mampu duduk berlama – lama demi bermain

game online tanpa menginginkan suatu gangguan yang dapat memecah

konsentrasinya dalam bermain game online tersebut. Mereka rela

menghabiskan waktu demi game online tersebut dan bersedia untuk tidak

mandi, makan, tidur, apalagi melaksanakan tugas yang merupakan

5 Pradipta Christy pratiwi, “Perilaku Adiksi

Game Online Ditinjau dari Efikasi Diri Akademik dan Keterampilan Sosial pada Remaja di Surakarta”, Jurnal Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret”. (http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id diakses 25 Maret 2015)


(12)

4 kewajibannya. Kewajiban yang ada di otak pemain game online hanyalah

main, main, dan main. Serta bagaimana cara untuk menang dan meningkatkan level karakter pada game yang mereka mainkan.

Fenomena inilah yang terjadi pada seorang anak usia SD kelas 6 di desa Tebel Gedangan Sidoarjo, yakni Rudy (nama samaran). Dia adalah seorang anak kelas 6 SD yang mengalami kecanduan game online. Hampir

setiap hari waktunya ia habiskan dengan bermain game online maupun

hanya sekedar melihat game online di sebuah warnet yang tidak jauh dari

rumahnya. Dalam sehari dia berada di warnet 3 – 6 jam dan dia biasanya menghabiskan uang sebesar Rp 10.000 untuk bermain game online pada

waktu pulang sekolah maupun pada malam hari.

Rudy mengalami kecanduan game online sejak pertengahan kelas 5

SD. Pada awalnya dia sering melihat teman – temannya ke warnet , dia merasa penasaran dengan apa yang dilakukan teman – temannya di warnet tersebut. Keesokan harinya dia ke warnet tersebut, di sana ternyata ia melihat teman – temannya bermain game online. Awalnya dia hanya melihat teman – temannya bermain game online, lama kelamaan muncul rasa ingin mencoba bermain game online yang dimainkan oleh teman – temannya. Keesokan harinya dia mencoba untuk memainkan game

tersebut, dia merasa kesulitan pada awalnya karena baru pertama kali memainkan permainan tersebut. Lama kelamaan dia merasa senang dan akhirnya ia kecanduan untuk bermain maupun hanya melihat game online


(13)

5

Saga (permainan berbasis kekerasan seperti menendang, membanting, dan

memukul lawan).

Rudy tidak bisa lepas dari bermain game online, karena ia merasa

cemas dan takut kalau level karakter pada game online yang ia mainkan

kalah oleh level karakter temannya yang juga bermain game online

tersebut. Dia juga sering menggunakan uang sakunya untuk membeli voucher game online hanya untuk memperkuat kekuatan karakter yang

dia miliki dalam game Lost Saga. Rudy sangat antusias ketika teman -

temannya membahas tentang game online Lost Saga. Rudy juga sering

makan dan minum di warung nasi yang ada di sebelah warnet game online

tempat dia bermain. Pada malam hari dia juga sering ke warnet untuk bermain ataupun hanya melihat game online yang ia senangi.

Melihat fenomena tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan bimbingan konseling islam dengan terapi Rasional Emotif Behavior karena terapi Rasional Emotif Behavior adalah terapi yang memfokuskan untuk mengubah cara berpikir irasional ke pikiran yang rasional sehingga dapat mempengaruhi perubahan cara berperasaan dan cara bertingkah laku.6 Terapi ini juga memfokuskan untuk menciptakan suatu kondisi yang baru dan bersifat positif melalui proses belajar mengubah tingkah laku

6

W.S Winkle, Bimbingan dan Konseling di Institut Sekolah (Jakarta: Grafindo, 1991), hal. 364


(14)

6 yang negatif dengan cara memperkuat tingkah laku positif yang di harapkan.7

Konselor berfungsi sebagai guru, pengarah dan model dalam memberikan pemahaman dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan dan pandangan-pandangan yang irrasional dan ilogis menjadi rasional dan logis.8 Dengan terapi Rasional Emotif Behavior peneliti berharap Rudy bisa memahami dan mengerti bahwa ia telah berpikir irasional sehingga menyebabkan tingkah laku negative pada dirinya yang akhirnya menyebabkan ia kecanduan game online yang hal tersebut bisa

merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel Gedangan

Sidoarjo?

2. Bagaimana Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus

7

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 171

8

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Eresco, 1997), hal. 248 - 249


(15)

7 Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel

Gedangan Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk Mengetahui Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel,

Sidoarjo.

2. Untuk Mengetahui Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel, Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca maupun peneliti sendiri, antara lain sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan dalam bidang bimbingan konseling islam dengan terapi Rasional Emotif Behavior dalam menangani kasus seorang anak usia SD yang kecanduan game

online bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam prodi bimbingan


(16)

8 b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pembaca dan prodi bimbingan konseling islam mengenai bimbingan konseling islam dalam menangani kecanduan game online.

2. Secara Praktis

a. Peneliti diharapkan membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan seorang anak yang kecanduan game online.

b. Menjadi bahan pertimbangan selanjutnya oleh peneliti lain dalam melaksanakan tugas penelitian.

E. Definisi Konsep

Sesuai dengan judul penelitian yaitu Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior dalam Menangani Kasus Seorang Anak Usia SD yang Kecanduan Game Online di Desa Tebel

Gedangan Sidoarjo, ada berbagai istilah yang mungkin belum di mengerti, oleh karena itu penulis berusaha menjelaskan beberapa istilah yang di anggap perlu untuk di jelaskan, yaitu :

1. Bimbingan Konseling Islam

Menurut Ainur Rahim Faqih Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan


(17)

9 dan petunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.9

Kemudian Samsul Munir dalam bukunya yang berjudul bimbingan dan Konseling Islam mendefinisikan, Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW ke dalam dirinya.10

Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat

2. Terapi Rasional Emotif Behavior

Terapi Rasional Emotif Behavior menurut W.S Winkle adalah corak terapi yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat (Rational Thinking), berperasaan (Emoting) dan berperilaku (Acting) serta sekaligus menekankan bahwa cara

9

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), hal. 4

10


(18)

10 berfikir dapat menghasilkan suatu perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.11

Menurut singgih D.Gunarsah mengungkapkan bahwa terapi Rasional Emotif Behavior adalah suatu teknik pendekatan yang berusaha memperbaiki pola berfikirnya yang irasional ke arah yang lebih rasional agar dapat bertingkah laku yang positif.12

Dari penjelasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa Terapi Rasional Emotif Behavior adalah pendekatan yang mengemukakan bahwa cara berpikir (kognitif) bisa menghasilkan perubahan dalam cara berperasaan (emotif) dan cara bertingkah laku (behavior) dengan cara berusaha memperbaiki pola berfikir klien yang irasional ke arah yang lebih rasional. Terapi ini juga menitikberatkan pada tindakan klien untuk menghasilkan perubahan yang positif dengan maksud membantu mengatasi problem yang dimiliki klien.13

3. Kecanduan Game Online

Kecanduan di definisikan suatu aktivitas atau substansi yang dilakukan berulang-ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif (Arthur T .Hovart, 1989). Kenikmatan dan kepuasanlah yang pada

11

W.S Winkle, Bimbingan dan Konseling di Institut Sekolah (Jakarta: Grafindo, 1991), hal. 364

12

Singgih D.Gunarsih, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulya, 2000), hal. 23

13

John Mc Leod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus (Jakarta: Open University Press, 2003), hal. 157


(19)

11 awalnya dicari, namun perlu keterlibatan selama beberapa waktu dengan aktivitas itu agar seseorang merasa normal.14

Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul “The

Heart of Addiction” (Yee, 2002), ada dua jenis kecanduan, yaitu adiksi

fisikal seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine, dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadap game online.

Kecanduan game online adalah perilaku kronis dan kompulsif

untuk memuaskan diri pada permainan yang dimainkan dengan koneksi internet hingga menimbulkan permasalahan yang merugikan diri sendiri. Salah satu kerugiannya yakni pemainnya dapat menjadi lalai dalam mengontrol kehidupan nyatanya. Game online hanya

menjadi mediasi yang tak selalu menyelesaikan kepenatan dan masalah di dunia nyata. Karena setelah selesai dalam bermain, kita kembali ke dunia nyata dan menghadapi masalah yang sama, masalah yang sejenak dilupakan selama permainan tadi.15

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh

14Fitri Ma’rifatul Laili, “Penerapan Konseling Keluarga Untuk Mengurangi Kecanduan

Game Online pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Surabaya”, Jurnal BK. Volume 05 Nomor 01 tahun 2015”, (ejournal.unesa.ac.id, diakses 25 Maret 2015)

15

Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan, dan Permainan (Jakarta : PT Grasindo, 2001), hal. 113


(20)

12 subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motifasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.16 Menurut Botgar dan Tailor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.17

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena data-data yang didapatkan nantinya adalah data-data kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku bukan berupa angka dari orang – orang yang dapat diamati, untuk mengetahui serta memahami fenomena secara terinci, mendalam dan menyeluruh.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus atau penelitian kasus. Menurut Sudarwan, Penelitian kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu memberi gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu.18

Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus karena dalam penelitian ini obyek yang diamati adalah suatu kasus yang hanya melibatkan satu orang anak usia SD sehingga harus dilakukan penelitian secara intensif, menyeluruh dan terperinci untuk menangani seorang anak usia SD yang kecanduan game online.

16

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi) (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 6

17

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi) (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 4

18

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002), hal.55


(21)

13 2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Adapun sasaran dalam penelitian ini yaitu seorang anak bernama Rudy (nama samaran) seorang anak kelas 6 SD yang mengalami kecanduan game online yang kemudian disebut dengan

konseli, sedangkan konselornya adalah mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya yakni Muhammad Mukti Mashuri.

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Tebel, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo yang tepatnya di dusun Tebel Tengah di Jl. Sentana IV Rt 03 Rw 04.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah :

1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama di lapangan. Hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien, kondisi klien saat mengalami permasalahan, bagaimana pelaksanaan proses konseling serta hasil akhir pelaksanaan proses konseling. Identitas diri klien (tempat tanggal lahir klien, usia klien, pendidikan klien).


(22)

14 2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder.19 Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, dokumen tentang pendidikan klien, kondisi keluarga klien dan perilaku keseharian klien.

b. Sumber Data

Di sini yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.20

1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh peneliti dilapangan yaitu informasi dari klien yang diberikan saat proses konseling.

2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain seperti keluarga klien, teman – teman, tetangga yang berguna untuk melengkapi data yang peneliti peroleh dari data primer.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahapan dari penelitian yakni:

a. Tahap Pra Lapangan

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan

19

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif (Surabaya: Universitas Airlangga,2001), hal. 128

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hal. 129


(23)

15 yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini.21

1) Meyusun rancangan penelitian

Dalam hal ini peneliti membuat susunan rencana penelitian apa yang akan peneliti hendak teliti ketika sudah terjun kelapangan.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini peneliti mulai memilih lapangan yang akan diteliti.

3) Mengurus perizinan

Dalam hal ini peneliti mengurus surat-surat perizinan sebagai bentuk administrasi dalam penelitian sehingga dapat mempermudah kelancaran penelitian.

4) Menjajaki dan penilaian lapangan

Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik apabila peneliti sudah mengetahui melalui orang lain situasi atau kondisi daerah tempat penelitian dilakukan.22 Dalam hal ini peneliti akan menjajaki lapangan dengan mencari informasi dari masyarakat tempat peneliti melakukan penelitian.

21

J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 127.

22

J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),hal. 130.


(24)

16 5) Memilih dan memanfaatkan informan

Dalam hal ini peneliti memilih dan memanfaatkan informan guna mendapatkan informasi tentang situasi dan kondisi lapangan.

6) Menyiapkan perlengkapan

Dalam hal ini peneliti menyiapkan alat-alat untuk keperluan penelitian seperti alat-alat tulis, kamera, dan lain-lain.

7) Persoalan Etika Penelitian

Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut.23 Dalam hal ini peneliti harus dapat menyesuaikan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di latar penelitian.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki lapangan seperti, jadwal yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap pekerjaan lapangan ini, yang akan dilakukan peneliti adalah memahami latar penelitian terlebih dahulu serta mempersiapkan diri baik fisik maupun mental. Selanjutnya yakni

23

J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 134.


(25)

17 memasuki lapangan untuk menjalin keakraban dengan subyek atau informan lainnya agar memperoleh banyak informasi. Selanjutnya yakni berperan sambil mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, serta dokumentasi, foto, dan lain-lain.24

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data secara valid, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi merupakan pengamatan terhadap peristiwa yang diamati secara langsung oleh peneliti. Observasi yaitu pengamatan dan penelitian yang sistematis terhadap gejala yang diteliti.25 Observasi ini dilakukan untuk mengamati di lapangan mengenai fenomena sosial yang terjadi dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik observasi di gunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.26

Observasi bertujuan untuk mengoptimalkan dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Observasi memungkinkan peneliti merasakan apa yang

24

J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 136-147

25

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2012), hal.145

26

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 63


(26)

18 dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data.27

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati klien meliputi: kondisi klien baik kondisi sebelum maupun sesudah mendapatkan proses konseling. Kondisi keluarga klien, lingkungan sekitar klien. Selain itu juga untuk mengetahui tempat penelitian, luas wilayah, jumlah penduduk, batas wilayah dan lokasi rumah tempat penelitian.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk percakapan dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian.28 Wawancara dilakukan untuk menggali data lebih mendalam dari data yang diperoleh dari observasi.29

Dalam penelitian ini peneliti sekaligus konselor sebagai pewawancara dan konseli, orang tua konseli, teman – teman konseli dan pemilik warnet sebagai terwawancara. Adapun yang akan peneliti gali yakni segala informasi mengenai konseli yakni: Identitas diri klien, deskripsi permasalahan yang dialami klien, serta hal-hal yang lainnya yang belum dapat peneliti utarakan

27

Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 175

28

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya:2005), hal. 180

29

Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, Metode Penelitian (Bandung: Refika Aditama, 2014), hal. 136


(27)

19 karena biasanya teknik interview ini tidak terstruktur karena wawancaranya bersifat mendalam.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan fakta dan data yang tersimpan dalam berbagai macam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, laporan, peraturan, catatatan harian, biografi, simbol, dan data lain yang tersimpan.30 Dari data dokumentasi peneliti dapat melihat kembali sumber data yang ada seperti catatan pribadi, hasil wawancara dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik pengumpulan data dapat dilihat melalui table dibawah ini :

Tabel 1.1 Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data NO. JENIS DATA SUMBER DATA TPD

1

Data primer

a. Latar belakang dan masalah klien

b. Kondisi klien sebelum di lakukan proses konseling c. Keadaan klien ketika mengikuti

proses konseling

d. Kondisi klien setelah selesai proses konseling

Klien

W + O

2

Data Primer

a. Tempat tanggal lahir klien b. Permasalahan yang dialami

klien

c. Proses konseling yang dilakukan

d. Kondisi klien saat mengalami permasalahan

Klien W+O

3 Data Sekunder a.

Kondisi keluarga klien Keluarga klien (Ibu O+W+D

30

Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, Metode Penelitian (Bandung: Refika Aditama, 2014), hal. 139


(28)

20

b. Kondisi disekitar lingkungan klien

c. Keseharian yang dilakukan klien

d. Dokumen tentang pendidikan klien

dan ayah klien), tetangga klien, pemilik

warnet

4

Data Sekunder

a. Luas wilayah penelitian b. Jumlah penduduk c. Batas wilayah

d. Lokasi rumah tempat penelitian

Perangkat Desa

O+W+D

Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

6. Teknik Analisis Data

Definisi analisis data, banyak dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian. Menurut Lexy J. Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai social, akademik dan ilmiah.

Dalam proses analisis data peneliti melakukan klasifikasi data dengan cara memilah-milah data sesuai dengan kategori yang disepakati


(29)

21 oleh peneliti. Diskripsi yaitu metode yang diterapkan untuk mengklasifikasi dan mengkategorikan data-data yang telah terkumpul dalam rangka memperoleh pemahaman komprehensif.31 Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif – komparatif. Deskriptif Komparatif digunakan untuk menganalisa proses konseling antara teori dan kenyataan dengan cara membandingkan teori yang ada dengan pelaksanaan Terapi Rasional Emotif Behavior yang dilakukan oleh konselor di lapangan , serta apakah terdapat perbedaan pada konseli antara sebelum dan sesudah mendapatkan Terapi Rasional Emotif Behavior.

7. Teknik pemeriksaan Keabsahan data

Dalam suatu penelitian diperlukan teknik untuk mengecek atau mengevaluasi tentang keabsahan data yang diperoleh. Pada tahap ini ada 3 langkah yang dilakukan peneliti untuk mengecek kembali keterangan-keterangan yang diberi informan yakni :

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.32 Dalam konteks ini, dalam upaya menggali data atau informasi yang berkaitan dengan

31

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktek (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2006), hal. 245

32

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 175


(30)

22 permasalahan penelitian, peneliti selalu ikut serta dengan informan utama dalam upaya menggali informasi yang berkaitan dengan focus penelitian, misalnya peneliti selalu bersama informan utama. b. Fokus dan ketekunan

Ketekunan diperlukan untuk memastikan agar sumber data yang dipilih benar-benar bersentuhan. Ketekunan pengamatan bermaksud mencari dan menemukan ciri-ciri serta situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Peneliti juga tetap menjaga fokus pada sasaran objek yang diteliti. Hal ini diperlukan agar data yang digali tidak melenceng dari rumusan masalah yang dibahas.

c. Triangulasi

Sugiyono menjelaskan bahwa, “triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada.”33

Adapun teknik triangulasi yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah triangulasi data atau triangulasi sumber. Triangulasi data atau sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi dengan jalan : membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang lain dengan apa yang dikatakan klien

33

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 241


(31)

23 secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hal ini dimaksudkan agar dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber data agar data yang diperoleh akan lebih konsisten dan pasti.34

G. Sistematika Pembahasan

Agar penulisan skripsi ini tersusun secara rapi dan jelas sehingga mudah dipahami, maka penulis susun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Pada bab pertama, berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Pada bab kedua, berisi tentang tinjauan pustaka yang meliputi kajian teoritik yang terdiri dari 4 bagian yaitu kajian tentang : bimbingan konseling islam, terapi Rasional Emotif Behavior, game online, dan

kecanduan game online. Dalam bab ini juga berisi tentang penelitian

terdahulu yang relevan.

Pada bab ketiga, berisi tentang penyajian data yang meliputi deskripsi umum objek penelitian yang berisi tentang deskripsi lokasi penelitian, deskripsi konselor dan konseli, deskripsi kepribadian konseli, deskripsi masalah konseli. Dalam bab ini juga berisi deskripsi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

34

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 330 - 331


(32)

24 Pada bab keempat, berisi tentang analisis data dimana peneliti pada bab ini menganalisis teori yang ada dengan proses pelaksanaan konseling yang ada dilapangan dan data yang diperoleh secara maksimal. Pada bab ini juga dilakukan analisis keberhasilan dari proses konseling dengan cara membandingkan konseli sebelum dan sesudah proses konseling.

Pada bab kelima, berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian, saran – saran, dan bagian akhir yang didalamnya berisi tentang daftar pustaka dan beberapa lampiran yang terkait dengan penulisan penelitian.


(33)

BAB II

BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR, GAME ONLINE, KECANDUAN GAME ONLINE

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam

Secara etimologis, Bimbingan Konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata guidance) dan “konseling” (diadopsi dari kata counseling). Secara harfiah istilah “guidance”dari akar kata “guide” berarti mengarahkan (to direct), membantu (to pilot), mengelola (to manage), dan menyetir (to

steer)35

Dari segi pengertian bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar individu atau sekelompok individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya36.

Sedangkan pengertian konseling yang dalam bahasa Inggris, Counseling dikaitkan dengan kata Counsel yang diartikan

sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran (to give

counsel), pembicaraan (to take counsel). Dengan demikian

35

Syamsu Yusuf, LN, Landasan Bimbingan dan Konseling, cetakan ke-3 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 5.

36

Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah III (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal. 4.


(34)

26

counseling dapat diartikan sebagai pemberian nasehat, pemberian

anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.37

Di samping itu, islam dalam wacana studi islam berasal dari

bahasa arab dalam bentuk masdhar yang secara harfiyah berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata kerja salima diubah

menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan

demikian arti pokok islam secara kebahasaan adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.38

Menurut Komarudin, konseling Islam adalah proses pemberian bantuan yang berdasarkan Qur’an dan hadits, unuk menjadi penerang bagi bagi seluruh umat manusia. Guna mengantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir batin dunia dan akhirat.39

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW ke

37

W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hal. 70.

38

H. Asyari, Ahm dkk, Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004), hal. 2.

39

Komaruddin, dkk, Dakwah dan Konseling Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008), hal. 54-55.


(35)

27 dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.

b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

1) Membentuk pribadi sehat menurut Islam yang diukur berdasarkan berfungsinya iman sebagai penentu kognitif, afektif dan psikomotorik manusia.

2) Menjaga dari pribadi yang tidak sehat yaitu tidak berfungsinya iman. Hal ini berarti manusia tidak memanfaatkan potensi yang diberikan Allah SWT, melupakan Allah SWT, syirik, munafiq, selalu mengikuti hawa nafsu dan selau berbuat kerusakan. 3) Pemberdayakan iman yaitu beragama tauhid dan penerima

kebenaran, terikat perjanjian dengan Allah SWT dan mengakui bahwa Allah SWT itu tuhannya, dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan, hati dan bertanggung jawab atas perbuatannya, serta diberi kebebasan menurut jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya.40

c. Fungsi dan Peran Bimbingan Konseling Islam 1) Pemahaman

Yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.

40

Komaruddin,dkk, Dakwah dan Konseling Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008) Hal 62-63


(36)

28 2) Preventif

Yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi pada diri klien.

3) Pengembangan

Yaitu konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Konselor membimbing klien pada proses pengembangan potensi dirinya.

4) Perbaikan (kuratif)

Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga maupun karir.

5) Penyesuaian

Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan sosialnya.41

d. Unsur – unsur Bimbingan Konseling Islam 1) Konselor

Konselor atau pembimbing merupakan seseorang yang mempunyai wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang menghadapi kesulitan atau masalah yang

41

Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2005)hal. 16-17.


(37)

29 tidak bisa diatasi tanpa bantuan orang lain. Persyaratan menjadi konselor antara lain:

a) Kemampuan profesional b) Sifat kepribadian yang baik

c) Kemampuan kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah) d) Ketakwaan kepada Allah.

2) Klien

Individu yang mengalami masalah yang diberi bantuan oleh seorang konselor atas permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain, namun keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat ditentukan oleh pribadi klien itu sendiri.42

3) Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Hal yang semacam itu perlu untuk ditangani atau dipecahkan oleh konselor bersama klien.

Menurut WS. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan konseling di sekolah menengah”, masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk mencapai tujuan.43

42

Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hal. 14.

43

Ws. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah (Jakarta: Gramadia, 1989), hal. 12.


(38)

30 Adapun macam-macam masalah yang dihadapi manusia sangatlah kompleks, diantaranya problem dalam bidang pernikahan dan keluarga, problem dalam bidang pendidikan, problem dalam bidang sosial (kemasyarakatan), problem dalam bidang pekerjaan (jabatan), problem dalam bidang keagamaan. e. Asas- asas Bimbingan Konseling Islam

1) Asas Kebahagian Dunia dan Akhirat

Yaitu membantu konseli mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan setiap muslim.

2) Asas Fitrah

Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli untuk menganal, memahami, dan menghayati fitrahnya sehingga segala gerak, tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrah tersebut.

3) Asas Lillahita‟ala

Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah SWT.

4) Asas Bimbingan Seumur Hidup

Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat masih dikandung badan.

5) Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani

Bimbingan dan Konseling Islam memperlakukan konseli sebagai makhluk jasmaniah dan rohaniah, tidak


(39)

31 memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohani semata.

6) Asas Keseimbangan Rohaniyah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan berfikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu. Bimbingan dan Konseling Islam menyadari keadaan kodrati manusia dan berupaya menyeimbangkan unsur-unsur rohani manusia.

7) Asas Kemaujudan Individu

Bimbingan dan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu eksistensial sendiri.

8) Asas Sosialita Manusia

Sosialitas diakui dengan memperhatikan hak individu, hak individu juga diakui sebagai bentuk tanggung jawab sosial. 9) Asas Kekhalifaan Manusia

Dalam Islam manusia diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar yaitu sebagai pengelola alam semesta. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat manusia itu sendiri.


(40)

32 10)Asas Keselarasan dan Keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi, dengan kata lain Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta, dan juga hak Tuhan. 11)Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membentuk konseli untuk memelihara, mengembangkan, serta menyempurnakan sifat-sifat yang baik.

12)Asas Kasih Sayang

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan dengan landasan kasih sayang, sebab dengan kasih sayanglah Bimbingan dan Konseling Islam akan berhasil.

13) Asas Saling Menghargai dan Menghormati

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing dengan yang dibimbing pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah SWT.


(41)

33 14)Asas Musyawarah

Antara konselor dan konseli terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendikte, dan tidak ada perasaan tertekan.

15)Asas Keahlian

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya.44

f. Prinsip- prinsip Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai landasan dalam layanan bimbingan dan konseling Islam. Prinsip ini berasal dari konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar dalam pemberian layanan bantuan atau bimbingan. Prinsip- prinsip tersebut antara lain:

1) Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu

Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada kuratif.

44

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1983), hal 21-35.


(42)

34 2) Bimbingan bersifat individualisasi

Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lain) dan melalui bimbingan, individu dibantu untuk memaksimalkan keunikannya tersebut.

3) Bimbingan menekankan hal yang positif

Selama ini, bimbingan sering dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi, namun sebenarnya bimbingan merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri. 4) Bimbingan merupakan usaha bersama

Bimbingan bukan hanya tugas konselor tapi juga tugas guru dan kepala sekolah, jika dalam layanan bimbingan di sekolah, namun pada umunya yang berperan tidak hanya konselor tapi juga klien dan pihak lain yang terkait.

5) Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan.

Bimbingan diarahkan untuk membantu klien agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasehat kepada klien, dan semua itu sangat penting dalam mengambil keputusan. Kehidupan klien diarahkan oleh tujuannya dan bimbingan memfasilitasi klien untuk


(43)

35 mempertimbangkan, menyesuaikan diri dan menyempurnakan tujuan melalui pengmabilan keputusan yang tepat.

Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan klien untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

6) Bimbingan berlangsung dalam berbagai adegan kehidupan Pemberian layanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga dilingkungan keluarga, perusahaan, industri, lembaga pemerintah/swasta dan masyarkat pada umumnya.45

g. Langkah-Langkah Bimbingan Konseling Islam 1) Identifikasi Masalah

Langkah pertama ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari berbagai macam sumber yang berfungsi untuk mengetahui kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini konselor mencatat kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus yang mana yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu.

45

Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 18.


(44)

36 2) Diagnosis

Langkah diagnosis adalah langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi konseli beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai tekhnik pengumpulan data, setelah data terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya.46

3) Prognosis

Langkah prognosis merupakan langkah untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi yang akan digunakan dalam membantu konseli menangani masalahnya berdasarkan diagnosis.

4) Terapi atau Treatment

Dalam hal ini konselor dan konseli bersama-sama melakukan proses terapi guna meringankan beban masalah yang konseli hadapi, terutama tentang keputusan yang diambilnya.

5) Evaluasi atau Follow Up

Setelah konseli dan konselor bersama-sama melakukan proses terapi mencari dan menemukan solusi yang terbaik bagi masalah konseli, maka kemudian masuk kepada tahap

46

I Djumhur dan Drs. Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung:CV. Ilmu, 1975), hal. 104.


(45)

37 berikutnya yaitu tahap evaluasi. Evaluasi adalah penilaian terhadap alternatif atau putusan yang diambil oleh konseli baik dari segi kelebihan maupun segi kekurangan. Tahap ini juga merupakan tindak lanjut yang berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan konseling yang telah berlangsung, pada tahap ini konselor juga mengamati dan memantau klien agar jangan sampai kembali ke masalahnya atau menambah masalah yang lain.47

2. Terapi Rasional Emotif Behavior

a. Pengertian Terapi Rasional Emotif Behavior

Pendekatan Rasional Emotif Behavior adalah suatu pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran – pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE. Pada proses konselingnya terapi Rasional Emotif Behavior menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran irasional sehingga focus penanganan pada terapi Rasional Emotif Behavior adalah pemikiran individu.48

Terapi Rasional Emotif Behavior merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Albert Ellis pada tengah tahun 1950 an

47

Bimo Walgito, Bimbingan Konseling di Sekolah (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1968 ), hal. 105.

48

Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 201 – 202.


(46)

38 yang menekankan pentingnya peran pikiran pada tingkah laku. Pada awalnya pendekatan ini disebut dengan Rasional Therapy

(RT). Kemudian Ellis mengubahnya menjadi Rasional Emotif

Therapy (RET) pada tahun 1961. Pada tahun 1993, dalam

Newsletter yang dikeluarkan oleh the Institute For Rational

Emotive Therapy, Ellis mengumumkan bahwa ia mengganti nama

Rational Emotive Therapy (RET) menjadi Rational Emotive

Behavior Therapy ( REBT).

Kata rational yang dimaksud Ellis adalah kognisi atau

proses berpikir yang efekif dalam membantu diri sendiri (self helping). Ellis memperkenalkan kata Behavior (tingkah laku) pada

pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dengan

alasan bahwa tingkah laku sangat terkait dengan emosi dan perasaan.49 Ellis berpendapat bahwa anak – anak lebih gampang terkena pengaruh dari luar dan memiliki cara berpikir yang tidak rasional dari pada orang dewasa. Pada dasarnya, dia meyakini bahwa manusia itu naïf, mudah disugesti, dan mudah terusik. Secara keseluruhan, orang mempunyai kemampuan di dalam dirinya sendiri untuk mengontrol pikiran, perasaan, dan tindakan.50

49

Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 202.

50

Samuel T. Gladding, Konseling : Profesi yang Menyeluruh edisi keenam, (Jakarta: Permata Puri Media, 2012), hal 286


(47)

39 b. Konsep Dasar Tentang Manusia

Terapi Rasional Emotif Behavior memandang manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem berpikir dan sistem berperasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu. Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku. Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya. Secara khusus Terapi Rasional Emotif Behavior berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Individu memiliki potensi yang unik untuk berpikir rasional dan irasional.

2) Pikiran irasional bisa berasal dari proses belajar yang irasional yang didapat dari orang tua , lingkungan dan budayanya. 3) Manusia adalah makhluk verbal yang berpikir melalui symbol

dan bahasa. Dengan demikian, gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan pemikiran irasional.

4) Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.

5) Pikiran dan perasaan yang negative dan merusak diri dapat diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.


(48)

40 Selanjutnya, manusia dipandang memiliki tiga tujuan fundamental, yaitu : untuk bertahan hidup, untuk bebas dari kesakitan dan untuk mencapai kepuasan.

c. Tujuan Terapi Rasional Emotif Behavior

Tujuan utama Terapi Rasional Emotif Behavior adalah membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan lebih rasional dan lebih produktif. Selain itu, Terapi Rasional Emotif Behavior juga membantu individu untuk mengubah kebiasaan berpikir dan tingkah laku yang merusak diri. Terapi Rasional Emotif Behavior juga mengajarkan individu untuk mengoreksi kesalahan berpikir untuk mereduksi emosi yang tidak diharapkan.

d. Fungsi dan Peran Konselor

Fungsi dan peran konselor dalam Terapi Rasional Emotif Behavior adalah :

1) Aktif dan Direktif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelasan terutama pada awal konseling.

2) Mengkonfrontasi pikiran irasional konseli secara langsung. 3) Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli

untuk berpikir dan mendidik kembali diri konseli sendiri. 4) Secara terus menerus “ menyerang “ pemikiran irasional


(49)

41 5) Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan

kekuatan berpikir bukan emosi.

e. Teknik – teknik Terapi Rasional Emotif Behavior

Teknik Terapi Rasional Emotif Behavior dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yakni : teknik kognitif, teknik emotif, teknik behavior.

1) Teknik kognitif a) Dispute Kognitif

Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional klien dengan cara mendebat atau menantang keyakinan irasioanal klien melalui bertanya (questioning).

Pertanyaan – pertanyaan untuk melakukan dispute

logis : Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak?

Mengapa harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu adalah perkataan yang tidak benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kenapa? Mengapa itu harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak melakukan itu ?

Pertanyaan – pertanyaan untuk reality testing : Apa buktinya? Apa yang akan terjadi kalau ……? Mari kita bicarakan kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari


(50)

42 cerita yang kamu ceritakan tadi? Bagaimana mungkin kejadian itu bisa menjadi sangat menakutkan/menyakitkan.

Pertanyaan – pertanyaan untuk pragmatic

disputation yakni : selama kamu meyakini hal tersebut,

bagaimana perasaan kamu ? Apakah ini berharga untuk dipertahankan ? Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian ?51

b) Analisis rasional

Teknik untuk mengajarkan klien bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional.

c) Skala katastropi

Membuat proporsi tentang peristiwa – peristiwa yang menyakitkan. Misalnya : dari 100% buatlah presentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang paling rendah.

d) Rational role reversal

Meminta klien untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi klien yang irasional. Klien melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan.

51

Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 221


(51)

43 2) Teknik emotif

a) Dispute imajinasi

Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah berubah.

b) Proyeksi waktu

Meminta klien untuk menvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian. Bagaimana klien merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Klien dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian.

c) Teknik melebih – lebihkan

Meminta klien untuk membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih – lebihkannya sampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya.


(52)

44 3) Teknik Behavior

a) Dispute Tingkah laku

memberi kesempatan kepada klien untuk mengalami kejadian yang menyebabkannya berpikir irasional dan melawan keyakinannya tersebut.

b) Bermain Peran

Dalam teknik ini digunakan komponen emosioanal dan perilaku dalam bermain peran. Konselor menggunakan teknik ini agar konseli dapat berinteraksi dengan orang lain. Tujuannya adalah agar emosi konseli yang di pendam dapat keluar. Setelah itu, konselor menggunakan perasaan yang dimiliki konseli untuk membantu konseli melakukan tingkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.52

c) Pekerjaan rumah

pekerjaan rumah digunakan sebagai self – help work. Terdapat beberapa aktifitas yang dapat dilakukan dalam pekerjaan rumah yaitu : membaca, menulis, berpikir, relaksasi, serta aktivitas.

52

Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal 142 - 143


(53)

45

3. Game Online

a) Pengertian Game Online

Game Online adalah game yang berbasis elektronik dan

visual (Rini, 2011). Game online mempunyai perbedaan yang

sangat besar dengan game lainnya yaitu pemain game tidak hanya

dapat bermain dengan orang yang berada di sebelahnya namun juga dapat bermain dengan beberapa pemain lain di lokasi lain, bahkan hingga pemain di belahan bumi lain (Young, 2007). 53

Menurut saverin (2005: 447), game online adalah salah satu

perkembangan dari game komputer biasa yang merupakan salah

satu produk penjualan berbasis internet yaitu fasilitas penyedia jasa hiburan berupa permainan yang dapat diakses secara online dan

tiap pemainnya dapat berkomunikasi secara langsung (real time)

dan terhubung antara satu dengan lainnya. Game online pun

memungkinkan untuk melakukan peran – peran fantasi dan mengeksplorasikannya dengan orang lain.54

Game Online adalah sebuah game yang merupakan salah

satu contoh aplikasi internet yang dimana seorang individu di situ bertindak melalui kepribadian virtual yang dibuatnya, yang disebut avatar / karakter. Seorang pemain mengontrol karakternya, yang

53Winsen Sanditaria, “Adiksi Bermain

Game OnlinePada Anak Usia Sekolah di Warung Internet Penyedia Game Online Jatinangor Sumedang”, Jurnal Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. (http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/745/791, diakses 28 Maret 2015)

54Ahmad Fajar Giandi, “Perilaku Pecandu

Game Online dengan menggunakan Game Online “ eJurnal Mahasiswa Padjajaran vo. 1., No. 1 (2012). (http://journals.unpad.ac.id, diakses 28 Maret 2015)


(54)

46 dapat memenuhi berbagai tugas, memajukan kemampuan karakter, dan berinteraksi dengan pemain lain melalui fitur chatting yang ada di dalam game online. Seorang pemain dapat menjelajahi dunia

luas yang ada di dalam game online tersebut. Secara terus menerus

keadaan karakter itu akan tetap ada meskipun ketika pemain log off

/ tidak online.55

b) Sejarah Perkembangan Game Online

Awal game online hadir di Indonesia dimulai pada tahun

2001, dimana game berjudul Nexia mulai menarik perhatian

banyak gamers PC, konsol dan juga masyarakat lainnya untuk mencoba bermain "game online". Meskipun Nexia hanya hadir

dengan grafis 2D yang sederhana, namun kehadiran game tersebut

sudah sangat berkesan di hati para gamers di Indonesia.

Beralih dari tahap awal, di tahun 2002-2005 bisa dibilang perkembangan game online mulai maju ke arah yang lebih baik.

Terdapat beberapa game online baru yang hadir di Indonesia, mulai

dari Laghaim, Ragnarok Online, GunBound, dll. Namun, Ragnarok

Online lah yang menjadi awal meledaknya trend bermain game

online di Indonesia pada saat itu. Bisa dibilang juga, awal game

online lahir di Indonesia merupakan awal trend dimana bermain

game online harus dilakukan dengan berbayar "pay to play",

sehingga para gamers harus melakukan pembelian sejumlah

55

Kimberly S. Young and Cristiano Nabuco, Internet Addiction A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment (Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. All rights reserved, 2011). Hal. 73 - 74


(55)

47 voucher terlebih dahulu untuk bisa login dan juga membayar billing warnet setelahnya.

Meskipun tidak begitu mengalami banyak perubahan di tahun 2005 an, namun tahun-tahun setelahnya sistem bermain

game online "free to play" mulai diperkenalkan kepada gamers di

Indonesia. Dengan free to play, sistem yang sangat cocok dengan

gamers casual tersebut mulai menarik perhatian para gamers di

Indonesia. Meskipun baru diperkenalkan, banyak gamers yang mulai asik dengan sistem free to play sehingga trend-nya sendiri

mulai bangkit sekitar tahun 2006 an.

Pada tahun 2007 ada satu judul game online yang cukup

meledak bukan dari genre MMORPG, tapi ber-genre Rhythm &

Dance yakni Audition Ayo Dance. Meledaknya Audition Ayo

Dance mungkin karena gamers melihat suatu hal yang baru hadir

dari game tersebut. Karakter yang dihadirkan juga lebih mengarah

kepada gamers wanita, sehingga banyak juga gamers wanita yang

memainkan game tersebut.

Di tahun 2009 ada satu game online yang kehadirannya

sangat menghebohkan, yang berjudul Point Blank, sepertinya PT

Kreon / Gemscool sangat tepat menghadirkan genre MMOFPS saat itu. Kehadiran Point Blank di Indonesia bisa dibilang sebagai

penjaring para gamers FPS, sehingga Point Blank menjadi game


(56)

48 Pada tahun 2010, kehadiran MMORPG baru di Indonesia terbilang menurun, karena hanya sedikit jgame baru yang dihadirkan, mulai dari 3 Kingdoms Online, Atlantica Online,

Rohan Online, Luna Online.

Memasuki tahun 2011 - 2014, secara keseluruhan tidak ada yang jauh berbeda, masih berkutat di genre MMORPG, MMOFPS, MMO Casual, MMORTS, MMOTPS. Beberapa judul game online

baru yang hadir di Indonesia yakni Jade Dynasty, Legend of 3

Kingdom, Lost Saga, dan S4 League.56

Lanjut ke tahun 2014 sampai 2015 , semakin banyak saja pilihan game online dari berbagai jenis genre yang ada di

Indonesia. Berbagai perangkat komputer yang canggih sudah mulai mudah untuk didapatkan, sehingga penampilan game online masa

kini sudah dituntut untuk hadir dengan grafis yang sangat mengagumkan dan dapat dimainkan dengan sangat mudah sekaligus nyaman.

c) Jenis – jenis Game Online

1) Massively Multiplayer Online First - Person Shooter Games (MMOFPS)

permainan ini mengambil pandangan orang pertama sehingga seolah – olah pemain berada dalam permainan tersebut dalam sudut pandang tokoh karakter yang dimainkan,

56CoolXtiaN, “12 Tahun Perkembangan Game Online di Indonesia”,

Forum Kaskus, (http://www.kaskus.co.id/thread/524e987ba2cb17352800000c/hot-12-tahun-perkembangan-game-online-di-indonesia, diakses 28 Maret 2015)


(57)

49 biasanya permainan ini mengambil setting peperangan dengan senjata – senjata militer. Contoh permainan jenis ini antara lain Counter Strike, Call of Duty, Point Blank, Cross Fire.

2) Massively Multiplayer Online Real – Time Strategy Games (MMORTS)

Permainan jenis ini menekankan kepada kehebatan strategi pemainnya. Permainan ini memiliki ciri khas di mana pemain harus mengelola suatu dunia maya dan mengatur strategi dalam waktu apapun. Contohnya yakni Warcraft, Dota 2 dan HON

3) Massively Multiplayer Online Role – Playing Games (MMORPG)

sebuah permainan dimana pemainnya memainkan peran tokoh – tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Seorang pemain mengontrol karakternya untuk menjalankan tugas – tugas, meningkatkan kemampuan karakter, berinteraksi dengan karakter pemain lain. Pemain berkumpul pada kelompok – kelompok yang biasanya disebut “ Guild”, meskipun ada istilah berbeda dalam permainan game online tertentu.57 Contoh permainan jenis ini antara lain Lost Saga, Rohan Online, Seal Online, Ragnarok 2.

57

Kimberly S. Young and Cristiano Nabuco, Internet Addiction A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment (Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. All rights reserved, 2011). Hal. 74 - 76


(58)

50 4) Massively Multiplayer Online Browser Game

Permainan yang dimainkan pada peramban seperti Mozilla Firefox, Opera, atau Internet Explorer. Contoh dari jenis permainan ini antara lain ninja kita, ninja saga, texas holdem.58

4. Kecanduan Game Online

a. Pengertian Kecanduan Game Online

Kecanduan adalah suatu keterlibatan secara terus-menerus dengan sebuah aktivitas meskipun hal-hal tersebut mengakibatkan konsekuensi negatif. Kenikmatan dan kepuasanlah yang pada awalnya dicari, namun perlu keterlibatan selama beberapa waktu dengan aktivitas itu agar seseorang merasa normal.59

Kecanduan game online merupakan kebiasaan paling boros

dalam hal waktu dan uang yang tidak banyak mendidik pemainnya untuk berbenah. Saat ini banyak anak – anak telah larut dalam dunia game online, hingga mereka kesulitan menemukan realitas di

dunia nyata. Banyak dari mereka meniru apa yang ada dalam tokoh utama game online yang mereka mainkan. Mereka menggunakan

banyak waktu luangnya untuk bermain game online yang hal itu

kurang bermanfaat untuk dirinya. Dalam agama islam di dalam al –

58Yoandriatur Barita . P, “Pengaruh Nilai Pengalaman dan

Gaya Hidup Bermain Game Online Terhadap Kepuasan Konsumen”, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Atma Yogyakarta, (http://e-journal.uajy.ac.id/983/1/0EM16716.pdf diakses 28 Maret 2015)

59Fitri Ma’rifatul Laili, “Penerapan Konseling Keluarga Untuk Mengurangi Kecanduan

Game Online pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Surabaya”, Jurnal BK. Volume 05 Nomor 01


(59)

51 Qur’an dan hadist sangat perhatian terhadap waktu, yakni hendaknya kita menggunakan waktu untuk hal – hal yang bermanfaat dan tidak menggunakan waktu yang kita punya untuk hal – hal yang tidak bermanfaat. Allah berfirman mengenai pentingnya menghargai waktu dan memanfaatkan waktu sebaik – baiknya di dalam surat Al – Ashr ayat 1 - 3 :



































































Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3).

Anak – anak terlena dengan permainan game online yang mereka mainkan sampai mereka melupakan apa yang menjadi kewajibannya, mereka menjadi boros dalam menggunakan uang dan waktu mereka itu karena mereka sudah di kuasai oleh hawa nafsu yang ditimbulkan oleh setan. Di dunia ini sudah tentu setan sebanyak – banyaknya akan menyesatkan manusia agar mereka mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah dan menjauhi apa yang di perintahkan oleh Allah seperti sifat boros dan sifat malas. Allah Swt berfirman di dalam Al –Qur’an dalam surat Al – Isra :


(1)

109

seorang anak usia SD yang kecanduan game online di desa Tebel

Gedangan Sidoarjo, dikategorikan cukup berhasil dengan prosentase sebesar 73% yang tergolong dalam kategori 50% sampai dengan 75 % (dikategorikan cukup berhasil). Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan sikap dan tindakan konseli ke arah yang lebih baik.

B. Saran

Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis berharap kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini yang tentunya merujuk pada hasil penelitian yang sudah ada dengan harapan agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat lebih baik. Maka ada beberapa saran yang ingin penulis kemukakan yaitu :

1. Bagi konselor

Konselor diharapkan untuk selalu belajar dan menambah wawasannya tentang teori – teori konseling beserta teknik – tekniknya dengan membaca buku – buku referensi, mengikuti seminar, mengikuti kajian bimbingan konseling serta mengasah kemampuan pemberian bimbingan konseling untuk membantu seseorang menyelesaikan masalahnya sebagai langkah awal pembelajaran agar kedepannya bisa lebih baik dalam membantu orang menyelesaikan masalahnya.

2. Bagi konseli

Hendaknya selalu menjaga komitmen untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan juga mempertahankan prilaku baik yang sudah


(2)

110

bisa ia ciptakan agar kedepannya ia menjadi orang yang lebih baik lagi. Konseli juga diharapkan bisa mengambil hikmah dari masalah yang menimpanya tersebut. Selain itu konseli harus lebih mendekatkan diri dan berserah diri kepada Allah Swt karena segala sesuatu baik itu yang baik dan yang buruk itu datangnya dari Allah Swt.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang tertarik membahas kajian tentang kecanduan game online diharapkan dapat menyempurnakan

kekurangan – kekurangan yang ada pada penelitian mengenai kecanduan game online yang penulis tulis pada skripsi ini.

4. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai kecanduan game online bagi pembaca, terlebih

apabila pembaca menemukan atau bahkan mengalami masalah yang ada kemiripan dengan kajian yang penulis teliti pada skripsi ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abul’id, Athif dan Syeikh Muhammad Sa’id. 2009. Bermain Lebih Baik daripada

Nonton TV. Surakarta : Ziyad Visi Media.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Az - Zahrani, Musfir Bin Said. 2005. Konseling Terapi. Jakarta : Gema Insani.

Beck, John C dan Mitchell Wade. 2007. Gamer Juga Bisa Sukses. Jakarta : PT Grasindo.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan

Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga.

Corey, Gerald. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Eresco.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : CV Pustaka Setia.

Dokumen Desa, laporan kependudukan desa Tebel, Sidoarjo Bulan April 2015.

Dokumen Desa, profil desa, letak geografis desa Tebel, Sidoarjo Bulan Maret 2015.

Faqih, Ainur Rahim. 2004. Bimbingan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII PRESS.

Farid, Imam Sayuti. 2007. Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai

Teknik Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang.

GenioFam. 2010. 99 Tips Mencegah Anak Kecanduan Game. Yogyakarta : Leutika.


(4)

112

Gladding, Samuel T. 2012. Konseling : Profesi yang Menyeluruh edisi keenam. Jakarta: Permata Puri Media.

Gunarsih, Singgih D. 2000. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulya.

H. Asyari, Ahm dkk. 2004. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling Edisi Revisi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Indrawan, Rully dan Poppy Yaniawati. 2014. Metode Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Ismail Nawawi Uha, Ismail Nawawi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif teori dan aplikasi untuk ilmu Sosial, Ekonomi/Ekonomi Islam, Agama Manajemen, dan

Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Dwi Putra pustaka Jaya.

Kadir, Abdul. 2011. Having Fun With Computer. Yogyakarta: ANDI.

Kimberly S. Young, Kimberly S and Cristiano Nabuco. 2011. Internet Addiction

A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment. Hoboken: John Wiley &

Sons, Inc. All rights reserved.

Komalasari, Gantina dan Eka Wahyuni. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks.

Komaruddin, dkk. 2008. Dakwah dan Konseling Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Leod, John Mc. 2003. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Open University Press.

Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

113

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), (Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Munir, Samsul. 2010. Bimbingan Dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.

Pawirosumarto, Suharno dan Yusuf Elmande. 2012. Aplikasi Komputer, edisi 3. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Subagyo, Joko. 2004. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiarto, Ryan. 2009. 55 Kebiasaan Kecil yang Menghancurkan Bangsa. Yogyakarta : PINUS BOOK PUBLISHER.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta.

Syukriadi Sambas, Syukriadi. 2009. Mantik Kaidah Berpikir Islami. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.

Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta : PT Grasindo.

Walgito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah III. Yogyakarta: Andi Offset.

Winkle, Ws. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Sekolah. Jakarta: Grafindo.

Winkel, Ws. 1997. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.


(6)

114

Yusuf, Syamsu LN dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan

Konseling. Cetakan ke-3.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dari Internet

Ahmad Fajar Giandi, “Perilaku Pecandu Game Online dengan menggunakan

Game Online “ eJurnal Mahasiswa Padjajaran vo. 1., No. 1 (2012).

(http://journals.unpad.ac.id, diakses 28 Maret 2015)

CoolXtiaN, “12 Tahun Perkembangan Game Online di Indonesia”, Forum

Kaskus,

(http://www.kaskus.co.id/thread/524e987ba2cb17352800000c/hot-12-tahun-perkembangan-game-online-di-indonesia, diakses 28 Maret 2015)

Fitri Ma’rifatul Laili, “Penerapan Konseling Keluarga Untuk Mengurangi Kecanduan Game Online pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Surabaya”, Jurnal BK. Volume 05 Nomor 01 tahun 2015”, (ejournal.unesa.ac.id, diakses 25 Maret 2015)

Pradipta Christy pratiwi, “Perilaku Adiksi Game Online Ditinjau dari Efikasi Diri Akademik dan Keterampilan Sosial pada Remaja di Surakarta”, Jurnal Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret”,

(http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id diakses 25 Maret 2015)

Winsen Sanditaria, “Adiksi Bermain Game OnlinePada Anak Usia Sekolah di Warung Internet Penyedia Game Online Jatinangor Sumedang”, Jurnal Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.

(http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/745/791, diakses 28 Maret 2015)

Yoandriatur Barita . P, “Pengaruh Nilai Pengalaman dan Gaya Hidup Bermain

Game Online Terhadap Kepuasan Konsumen”, Jurnal Fakultas Ekonomi

Universitas Atma Yogyakarta, (http://e-journal.uajy.ac.id/983/1/0EM16716.pdf