KONSELING KELUARGA DENGAN RASIONAL EMOTIF TERAPI DALAM MENGATASI MINDER PADA ANAK DI DESA BALONGGEBANG GONDANG NGANJUK.

(1)

KONSELING KELUARGA DENGAN RASIONAL EMOTIF TERAPI DALAM MENGATASI MINDER PADA ANAK DI DESA BALONGGEBANG GONDANG

NGANJUK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh:

Ikhwan Winda Kurniawan NIM. B73211077

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Ikhwan Winda Kurniawan (B73211077), Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Dalam Mengatasi Minder Pada Anak di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses pelaksanaan konseling keluarga dalam menangani kasus seorang anak yang minder di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk?, (2) Bagaimana hasil akhir pelaksanaan konseling keluarga dalam menangani kasus seorang anak yang minder di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang kemudian di analisa menggunakan deskriptif komparatif. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, kemudian data dianalisa, dengan membandingkan antara teori dan lapangan untuk mengetahui proses pelaksanaan Konseling Keluarga dalam menangani kasus seorang anak minde. Sedangkan untuk mengetahui hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan konseling tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah mendapatkan konseling.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa dalam proses Bimbingan Konseling Islam, dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment dan evaluasi/follow up, dan dalam pemberian treatment peneliti menggunakan terapi Rasional Emotif, yang bertujuan untuk mengubah keyakinan tidak rasional konseli kemudian memberikan pemahaman dan nasihat kepada konseli. Adapun hasil akhir dari pelaksanaan konseling dalam penelitian ini adalah cukup berhasil dengan prosentase lebih dari 50%, hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya perubahan sikap dan tindakan konseli ke arah yang lebih baik.


(7)

DAFTAR ISI

COVER (SAMPUL) ...

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Konsep 1. Konseling Keluarga... 6

2. Sikap Minder ... 7

3. Rasional Emotif Terapi ... 9

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 10

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 12

3. Jenis dan Sumber Data ... 12

4. Tahap-tahap Penelitian ... 15

5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 18

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: KONSELING KELUARGA, MINDER dan RASIONAL EMOTIF TERAPI A. Kajian Teoritik 1. Konseling Keluarga a. Pengertian Konseling Keluarga ... 22

b. Tujuan Konseling Keluarga ... 23

c. Manfaat Konseling Keluarga ... 25

d. Pendekatan Konseling Keluarga ... 26

e. Sifat dan Sikap Konselor ... 35

f. Peran Konselor ... 37

g. Sifat Layanan Bimbingan Dan Konseling ... 39


(8)

2. Minder

a. Pengertian Minder ... 44

b. Faktor Penyebab Minder ... 45

c. Gejala Minder ... 46

d. Terapi Rasional Emotif Dalam Mengatasi Minder ... 47

3. Terapi Rasional Emotif a. Pengertian Rasional Emotif Terapi ... 48

b. Tujuan Rasional Emotif... 49

c. Teknik Rasional Emotif Terapi... 50

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 53

BAB III: KONSELING KELUARGA UNTUK MENGATASI MINDER ANAK SEORANG JANDA DI DESA BALONGGEBANG KECAMATAN GONDANG KABUPATEN NGANJUK A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

2. Rekapitulasi Usia Penduduk ... 57

3. Deskripsi Konselor ... 57

4. Deskripsi Klient ... 58

B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Proses Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Dalam Mengatasi Minder Pada Anak Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk... 61

a. Identifikasi Masalah... 62

b. Diagnosa... 67

c. Prognosa ... 67

d. Treatment (Terapi) ... 67

e. Evaluasi (Follow Up) ... 72

2. Deskripsi Hasil Akhir Pelaksanaan Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Dalam Mengatasi Minder Pada Anak Di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk ... 73

BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Untuk Mengatasi Minder Pada Anak Di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk ... 75

B. Analisis Hasil Pelaksanaan Bimbingan Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Untuk Mengatasi Minder Pada Anak Di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk ... 80

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 84


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam sistem sosial dimasyarakat. Bagi anak keluarga merupakan lembaga primer yang tidak dapat diganti dengan lembaga lain. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Banyak persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain. Maka dalam hal ini sangat diperlukan bimbingan dalam keluarga, karena bimbingan dalam keluarga merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungan keluarga serta dapat mengarahkan diri dengan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan keluargnya.1

1

Bambang Ismaya, Bimbingan & Konseling studi, Karier, dan Keluarga, Bandung: PT Refika


(11)

2

Sering kali keseimbangan akan terganggu dan membahayakan kehidupan keluarga itu sendiri yang mengakibatkan tidak harmonisnya kehidupan keluarga tersebut.

Maka dari itu sebenarnya dapat kita rasakan betapa pentingnya upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.2 Jika hal seprti ini tidak tercapai dalam keluarga, maka keluarga tersebut akan kesulitan untuk mengontrol anggota keluarganya yang lain, seringnya terjadi permasalahan dalam keluarga yang mengakibatkan permasalahan-permasalahan baru lagi dalam keluarga itu sendiri.

Banyaknya keadaan anak yang mengalami minder akibat dari perceraian kedua orang tuanya, Atas hal itu keluarga sangat berperan untuk mendampingi agar anak tumbuh dan berkembang seperti sebagai layaknya anak normal.

Sebagaimana yang dialami klien yang bermasalah yaitu seorang anak yang masih banyak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dari hal itu akan dapat memunculkan gejala kurang berharga yang

2


(12)

3

timbul karena ketidak mampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna.3

Sikap minder adalah keadaan dalam dirimanusia sebagai akibat dari perasaan-perasaan yang tertekan berupa rendah diri, kurang pergaulan, perasaan takut, pesimis yang berlebihan, tegangan-tegangan emosi antara keinginan untuk mencari pengakuan yang positif.4

Setelah orang tuanya bercerai maka perasaan minder anak tersebut meningkat. Rasa malu dan tidak percaya diri yang dia rasakan, setiap kali keluar rumah anak tersebut merasa bahwa pada keluarganya mempunyai aib yang dimata masyarakat adalah sesuatu yang buruk. Setiap kali anak tersebut main bersama temannya merasa malu terhadap teman sebayanya, apalagi bila ibunya yang berstatus janda itu pergi dari rumah untuk sekedar berdagang pakaian untuk menanggulangi hidup, lebih-lebih ketika ibu sering didatangi tamu laki-laki dan pergi keluar dengan tamunya tersebut tanpa sepengatahuan anaknya. Dengan adanya kejadian seperti itu perasangka buruk yang digosipkan oleh tetangga sekitar pada ibunya membuat anak tersebut semakin malu dan tertekan apalagi bila ada tetangga yang menanyakan kejadian tersebut.

Dilihat dari ciri-ciri yang ada maka klien sudah mengarah pada hal yang irasional, karena pemikiran irasional tersebut didasari oleh asuamsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang

3

Agus Suyanto,psikologi kepribadian,(Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal 74

4


(13)

4

berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosionalnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung degan falsafah hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan irasionalnya mereka ditas dasar-dasar logika, dan mengejar mereka bagaimana berpikir secara logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irasional.5

Sehingga diharapkan mempunyai kemampuan dalam menghadapi kondisi emosionalnya.

Sehubungan dengan masalah tersebut maka peneliti merumuskan dengan judul “Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif Terapi Dalam Mengatasi Minder Pada Anak Di Desa Balonggebang Gondang Nganjuk”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses konseling keluarga dengan rasional emotif terapi

dalam mengatasi minder pada anak di Desa Balonggebang kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.?

5

Gerald Corey, teori dan praktek konseling dan psikoterapi, cetakan I, (Bandung: PT. Eresco, 19880, hal 247


(14)

5

2. Bagaimana hasil akhir dari pelaksanaan konseling keluarga dengan rasional emotif terapi dalam mengatasi minder pada anak di Desa Balonggebang Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang diutarakan di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses konseling keluarga dengan rasional emotif terapi dalam mengatasi minder pada anak di Desa Balonggebang kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.?

2. Untuk mengetahui hasil akhir dari proses konseling keluarga dengan rasional emotif terapi dalam mengatasi minder pada anak di Desa Balonggebang kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk.?

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan serta pemikiran para pembaca pada umumya dan khususnya bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam jurusan bimbingan konseling Islam.

E. Definisi Konsep

Untuk menghindari adanya kekeliruan dan kesalahan dalam memahami judul maka perlu adanya pembatasan pengertian serta pembatasan terhadap judul penelitian “Konseling Keluarga Dengan Rasional Emotif


(15)

6

Terapi dalam Mengatasi Minder pada Anak Di Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk”

1. Konseling Keluarga

Konseling Keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan pada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.6

Selain itu ialah metode yang dirancang maupun yang difokuskan pada keluarga dan usaha untuk membantu memcahkan masalah keluarga. Masalah ini pada dasarnya adalah masalah yang dialami oleh pribadi atau klien sendiri. Akan tetapi konselor mengganggap permasalahan yang dimiliki klien itu tidak semata disebabkan oleh klien itusendiri, akan tetapi dipengaruhioleh system yang terdapat pada keluarga tersebut, sehingga keluarga diharap ikutserta dalam menggali dan menyelesaikan masalah klien.7

Konseling keluarga memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraanya melibatkan anggota keluarga, bahwa permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akanefektif jika melibatkan anggota keluarga yang lainnya.

6

http:/konselingzone.blogspot.com/2012/04/konseling-keluarga.html?m=1 7


(16)

7

2. Sikap Minder

a. Pengertian Minder

Sikap minder adalah keadaan dalam dirimanusia sebagai akibat dari perasaan-perasaan yang tertekan berupa rendah diri, kurang pergaulan, perasaan takut, pesimis yang berlebihan, tegangan-tegangan emosi antara keinginan untuk mencari pengakuan yang positif.8

Menurut Agus Suyanto, yang mengutip pendapat Adler mengatakan bahwa minder adalah gejala kurang berharga yang timbul karena ketidakmampuan psikologi sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna.9

Rasa minder tersebut terjadi karena adanya rasa takut yang berlebihan yang timbul dari luar diri, yang dicontohkan diatas adalah rasa tekanan dari luar diri manusia itu sendiri maupun rasa-rasa yang kurang percaya diri dengan dirinya sendiri, yang dimana orang tersebut memiliki rasa pesimis yang besar pada dirinya sendiri.

b. Faktor Minder

Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang minder dalam hal ini A. M mangun Harjana, S J menyatakan minder terjadi karena:

8

http://diah17.blogspot.com/2013/11/minder-alias-kurang-percaya-diri.html 9


(17)

8

1) Fisik

Yang diakibatkan oleh sebab cacat tubuh seperti kegemukan, gigi tidak rata, tangan lumpuh, kaki pincang, dan lain sebagainya.

2) Mental

Yang diakibatkan oleh sebab-sebab lain, misalnya daya tangkap rendah, bakat kecil, kemampuan sedikit.

3) Sosial

Yang diakibatkan oleh perlakuan orang lain atau masyarakat dimasa lampau yang tidak wajar. Misalnya seseorang akan kejangkitan rasa minder, karena seejak kecil selalu terpojok dan tidak dapat perlakuan semestinya.10

Selanjutnya sebab-sebab minder yang lain menurut Kartini

Kartono menyatakan “jika individu mengetahui, baik sadar atau tidak

bahwa ia tidak mampu mencapai obyek yang sangat didambakan guna memenuhi idealnya, maka akan muncul rasa rendah diri atau minder.11

Dari beberapa factor tersebut, sebenarnya yang menyebabkan gangguan pada diri manusia ialah bukan faktor fisik, psikis, sosial, ataupun suasana pergaulan dan teman belajar diteman sekolah itu sendiri melainkan yang lebih berpengaruh adalah cara orang tersebut memandag

10

Agus Suyanto, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi aksara, 1987) h. 74 11


(18)

9

faktor-faktor tersebut itulah yang menyebabkan orang menjadi tegang dan terganggu jiwanya.

c. Gejala-gejala Minder

Perasaan minder akan menyebabkan rasa tidak mampu, aman ragu-ragu, pemalu, rasa kurang apa bila dibandingkan dengan orang lain. Orang tersebut mempunyai kecenderungan untuk memperbesar kecelekan tanpa alasan logis.

Adapun gejala-gejala yang biasa nampak pada seseorang yang minder ialah sifat malu-malu, terlalu hati-hati, gugup, mudah tersinggung, rendah hari berlebihan, menutup diri dan menghindari situasi sosial, mudah sering minta maaf yang berlihan, dan yang lain-lain.

3. Terapi Rasional Emotif

Rasional Emotif Terapi didsari oleh asuamsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosionalnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung degan falsafah hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan irasionalnya mereka ditas dasar-dasar logika, dan mengejar mereka bagaimana berpikir secara logis dan karenanya mendorong mereka


(19)

10

untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan

irasional.12 Sehingga diharapkan mempunyai kemampuan dalam menghadapi kondisi emosionalnya.

F. Metode Penelitin

Metode penelitian merupakan hal yang mutlak dan sangat penting dalam penelitian ilmiah, karena berhasil tidaknya suatu penelitian tergantung pada tepat tidaknya metode penelitian yang digunakan.

Metode dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau cara untuk mengetahui suatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Jadi metode penelitian adalah prosedur pencarian data meliputi penentuan sample. Sehubungan dengan pendapat diatas maka sangat penting bagi penulis untuk memahami metodologi penelitian sebelum melakukan kegiatan penelitian, agar penelitian ini memperoleh nilai ilmiah dan dapat di pertanggung jawabkan.

Selanjutnya dalam bab ini akan di uraikan lebih lanjut tentang pendekatan dan jenis penelitian, obyek penelitian, teknik sampling, variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitihan

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini digunakan untuk memahami fenomena yang di alami oleh

12

Gerald Corey, teori dan praktek konseling dan psikoterapi, cetakan I, (Bandung: PT. Eresco, 19880, hal 247


(20)

11

klien secara holistic diskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus dan alamiah.13

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data-data kualitatif, mengolahnya secara kualitatif (tidak menggunakan rumus-rumus statistik) dan tidak melibatkan generalisasi dalam penarik kesimpulan.14

Adapun pendekatan kualitatif yang digunakan yakni pendekatan kualitatif deskriptif, metode ini adalah penggambaran secara kualitatif fakta data atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan atau bahasa.

Sedangkan jenis pendekatan yang digunakan adalah Rasional Emotif Terapi. Terapi ini berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasionalatautidakjujur.

Rasional emotif terapi juga merupakan teori yang komprehensif karena menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan individu secara keseluruhan yang mencakup emosi dan perilaku.15

Masalah klien yang mendapat terapi ini antara lain kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neurosis, gangguan karakter, problem

13

LexyJ. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 6. 14

ZaenalArifin, MetodologiPendidikanFilosofi, Teori&Aplikasi(Surabaya: LenteraCendekia,

2010), hal. 19. 15


(21)

12

psikosomatik, ataupun ketidakmampuan menjalankan hubungan

interpersonal.

Dalam hal ini peneliti menggunakan teori rasional emotif terapi. Rasional emotif terapi ini digunakan penulisan atau sebagai cara untuk mengatasi minder anak seorang janda,jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitihan studi kasus (case study), adalah penelitihan tentang suatu subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.

Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan metode interview, karena penulis ingin melakukan penenlitian dengan mempelajari individu secara terperinci dan mendalam.

2. Sasaran Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitihan ini adalah seorang janda yang mengasuh satu anak, yang dimana anak tersebut mengalami rasa minder dalam kehidupan sehari-harinya. Dan lokasi penelitian di desa Balonggebang, kecamatan Gondang, kabupaten Nganjuk.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka.


(22)

13

Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:

1) Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.16

Data yang langsung diambil dari sumber pertama dilapangan, hal ini diperoleh langsung dari latar belakangklien yang akan diteliti oleh peneliti, proses konseling,model konseling serta hasil akhir konseling.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung data primer dan dapat dipertoleh dari luar objek penenlitian.17

Atau data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder.18

Data penelitian ini yang menjadi sumber data skunder adalah data yang tidak berasal dari sumber data

16

Saifuddin Anwar, Metodelogi Penelitian (Yogjakarta: Pustaka Pelajar,1998), hal 91 17

Moh Nazir, Metodelogi Penelitian (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998), hal. 235 18

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya:Airlangga University Press,2001), hal. 128


(23)

14

primer yang dapat memberikan dan melengkapi informasi terkait denganobjekpenelitian, baik yang berbentuk buku, karya tulis maupun orang-orang yang berkompeten dalam penelitian ini.

b. Sumber Data

Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini agar mendapatkan data yang kongkrit, yang dimakasud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.19

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung diperoleh penulis dilapangan yaitu dari hasil wawancara peneliti dengan obyek peneliti secara langsung.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari wawancara dengan tetangga obyek peneliti dan saudara – saudara obyek peneliti.

19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2002),hal 107


(24)

15

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam pennelitian ini penenliti menggunakan 3 tahap dalam penelitian. Sebagaimana yang telah ditulis oleh Lexy.J.Moleong dalam bukunya Metode Penenlitian Kualitatif. 3 tahap tersebut anatara lain:

a. Tahap Pra Lapangan

1. Menyusun Rancangan Penelitihan 2. Memilih Lapngan Penelitihan 3. Mengurus surat Perizinan 4. Menilai Keadaan Lapangan

5. Memilih dan Memanfaatkan Informan

6. Menyiapkan Peluang Kapan Penelitihan b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini peneliti mamahami penelitian, perisapandiri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data dilapangan. Disini peneliti menindak lanjuti serta memperdalam pokok permasalahan yang dapat diteliti deengan cara mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan.


(25)

16

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini penenliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penenlitian.20

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung dari lapangan yang berkaitan dengan permasalahan di atas. Dalam mengumpulkan data tersebut penulis menggunakan metode yaitu:

a. Obesrvasi

Obesrvasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki.

Observasi ini berfungsi untuk memperoleh pengetahuan serta pemahaman mengetahui data klien dan untuk menunjang serta melengkapi bahan-bahan yang diperoleh melalui interview.21

Dalam tahap observasi ini peneliti mengamati perilaku Ibu(seorang janda) yang tampak sebelum dan sesudah proses konseling keluarga, dan peneliti mengamati keadaan ekspresi dari setiap sesi

20

M.Suparmoko, Metode Penelitian Praktis (Yogyakarta:BPFE,1995),hal 3. 21

DewaKetutSukardi, PengantarPelaksnaanPogramBimbingandanKonseling di Sekolah(Jakarta:


(26)

17

konseling, kegiatan Ibu tersebut terhadap kegiatan sosial/tetangga maupun keagamaan, kegiatan desa.

b. Interview (wawancara)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.22 Dalam penenlitihan ini, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam teknik ini digunakan untuk menggali informasi dari obyek peneliti langsung, saudara, tetangga obyek peneliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data secara sistematis. Pelaksanaan metode

dokumentasi, peneliti menyelidiki benda. Sehingga, dengan

mempelajari data yang terdapat dalam dokumen-dokumen tersebut, diharapkan dapat dijadikan bahan untuk memahami kondisi klien secara utuh.

Data yang diperoleh melalui metode ini adalah data berupa gambaran tempat tinggal Ibu tersebut, identitas konselor serta keadaan sosial di Desa/tempat tinggal.

6. Teknik dan Analisis Data

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penenlitian yang menghasilkan

22


(27)

18

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. 23 Analisis Deskriptif yaitu dengan cara menuturkan dan mengurangkan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskrepsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis,faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.24

7. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitihan kualitatif tidak menjamin dalam pelaksanaan penting mendapatkan hasil yang maksima, kesalahan dan keliruan penelitian juga besar kemungkian terjadi. Dalam hal ini penenliti sebagai instrumennya yang menganalisa data-data langsung di lapangan untuk menghindari kesalahan pda data-data tersebut, maka dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penenlitian ini, peneliti harus mengetahui cara-cara memperoleh tingkat keabsahan data antara lain: a. Perpanjangan Keikutsertaan

Teknik ini memperpanjang pengamatan agar hubungan penenliti dengan narasumber agar semakin terbentuk rapport, semakin

akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajarinya. Dengan memperpanjang

23

Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press,2001) hal 143

24


(28)

19

pengamatan ini penemnliti dapat mengecek kembali apakah data yang diperoleh nya merupakan data yang sudah benar atau salah. Jika data yang diperoleh tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan yang lebih luas sehingga data yang diperolehnya pasti kebenarannya.25

Keikutsertaan penenliti sangat menentukan dalam

pengumpulan data. Keikutsertaan ini tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjang keikutsertaan penenliti dalam latar penenelitian.26

b. Ketekunan Pengamatan

Yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konsisten dan tentative.27 Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan kesinambungan.

Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam stuasi yang sangat relevan dengan persoalan penenlitihan, sehingga data tersebut dapat di terima. Dengan kata lain menelaah data-data yang terkait dengan fokus penelitian, sehingga data-data tersebut data dipahami dan tidak diragukan. Peneliti

25

Sugiono, Memahami Penelitihan Kualitatif, hal.122-123 26

Lexy J. Maelong, Metode Penelitian Kualitatif,hal.327 27

Tohirin,Metode Penelitihan Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2013) hal 72-73


(29)

20

melakukan pengamatan yang lebih mendalam mengenai data-data yang berkaitan dengan obyek penelitian

c. Trigulasi

Dalam penelitihan penulis menggunakan triangulasi dengan melakukan beberapa perbandingan, karena triangulasi merupakan teknik gabungan yang dilakukan untuk keperluan pengecekan atau pembanding. Dengan adanya teknik ini bisa diketahui alasan terjadinya

perbedaan penulisan, memanfaatkan pengamatan lain untuk

pengecekan kembali data yang diperoleh. Triangulasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data yang telah diperoleh, dan membandingkan perkataan orang tentang stuasi peneleitihan dengan apa yang dikatakn kondisi sepanjang waktu, kemudian penulis juga melakukan perbandingan wawancara dengan isi dokumen yang terkait.28

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka peneliti akan menyajikan pembahasan keadaan beberapa bab yang sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan yang merupakan pola dasar dari skripsi meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

28


(30)

21

Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab II. Kerangka teori dalam bab ini menjelaskan tentang bagian pertama kajian kepustakaan meliputi: pengertian konseling keluarga yang terdiri dari: pengertian konseling keluarga, tujuan konseling keluarga,

manfaat konseling keluarga, pendekatan system keluarga, teknik konseling keluarga, peran konselor dalam konseling keluarga, proses dan tahapan konseling keluarga. Kemudian menjelaskan tentang minder yang terdiri dari: pengertian minder, penyebab minder. Selanjutnya pembahasan tentang Rasional Emotif Terapi.

Bab III. Penyajian Data. Membahas tentang dekripsi umum obyek penelitian: peneliti, klien, dan masalah. Kemudian menjelaskan tentang anak yang minder, deskripsi hasil penelitian konseling keluarga bagi anak yang mengalami minder dan hasil akhir konseling keluarga untuk mengatasi minder pada anak.

Bab IV. Analisis Data. Pembahasan ini terdiri dari hasil interview (penelitian kualitatif) dengan klien maupun keluarga terkait masalah yang dialami, yang berisikan penyebab mindernya anak, proses konseling

keluarga bagi anak yang mengalami minder. Dan hasil akhir pelaksanaan konseling keluarga terhadap anak yang mengalami minder.

Bab V. Penutup. Pembahasan pada bab yang terakhir berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran dari peneliti terkait dengan penelitian skripsi ini.


(31)

BAB II

KONSELING KELUARGA, MINDER, DAN RASIONAL EMOTIF TERAPI

A. Konseling Keluarga, Minder dan Rasional Emotif Terapi

1. Konseling Keluarga

a. Pegertian Konseling Keluarga

Permasalahan yang dihadapi oleh seseorang, dapat dipecahkan dengan melibatkan orang terdekatnya agar proses penyelesaian masalah yang dihadapi oleh klien dapat dicari sumber permasalahan dan mampu membangun komunikasi yang memahami keinginan, harapan dan tujuan masing-masing individu. Dalam hal ini dengan melibatkan keluarga sebagai lingkungan pertama bagi anggota keluarga serta memiliki kedekatan emosional yang erat, maka konseling keluarga lebih tepatnya dalam penyelesaian masalah yang kaitannya dengan anggota keluarga.

Family counseling atau konseling keluarga adalah upaya

bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.22

22


(32)

23

Bimbingan dalam keluarga adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungan keluarga serta dapat mengarahkan diri dengan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan keluargnya.23

Konseling keluarga didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostatis (kemampuan mempertahankan keluarga dalam keadaan seimbang) sehingga anggota keluarga dapat merasa nyaman.24

Dari beberapa definisi diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa konseling keluarga adalah proses penyelesaian masalah melalui komunikasi keluarga dengan memahami harapan dan keinginan tiap-tiap anggota keluarga dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

b. Tujuan Konseling Keluarga

Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun

23

Bambang Ismaya, Bimbingan & Konseling studi, Karier, dan Keluarga, Bandung: PT Refika

Aditama, 2015), hal. 106. 24

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,


(33)

24

penyelesaiannya.Sebagai suatu sistem, permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain.25

Adapun tujuan penyelesaian masalah dalam konseling keluarga, yakni terbagi dalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan khusus konseling keluarga antara lain:

1) Mendorong, anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain.

2) Agar anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota keluarga yang lain.

3) Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga yang lain.26

Sedangkan, tujuan umum konseling keluarga antara lain: 1) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota

keluarga.

2) Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi.

3) Memberi pelayanan sebagai model dan pendidik peran tertentu yang ditunjukkan kepada anggota lainnya.27

Tujuan akhir dari pada konseling keluarga adalah unuk membantu anggota keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai

25

Latipun, Psikologi Konseling,(Malang: Universitas Muhammadiyah, 2003), hal. 175.

26

Bambang Ismaya, Bimbingan dan Konseling : Studi, Karier, dan Kelurga (Bandung: PT. Refika Aaditama, 2015), hal. 108.

27


(34)

25

kesejahteraan keluarga. Sehingga akan menjalani kehidupan tanpa adanya persepsi, serta penilaian yang salah.

c. Manfaat Konseling Keluarga

Manfaat pelaksanaan konseling keluarga terhadap keluarga yang sedang mengalami problem, maka akan di dapatkan beberapa manfaat, diantaraya;

1) Menurunkan bahkan menghilangkan stress dalam diri anggota keluarga.

2) Membuat diri lebih baik, tenang, nyaman, dan bahagia.

3) Lebih memahami diri sendiri dan orang lain khususnya anggota keluarga yang lain.

4) Merasakan kepuasan dalam hidup. 5) Mendorong perkembangan personal.

6) Membangkitkan motivasi untuk menjadi pribdi yang lebih tangguh, berkarakter, dan percaya diri.

7) Anggota kelurga lebih merasa dirinya dipedulikan dan diperhatikan serta lebih dihargai peranannya dalam keluarga.

8) Lebih menghargai makna dan hakikat kehidupan dan menerima semua kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya.

9) Mengurangi bahkan menghilangkan konflik/tekanan batin yang bergejolak dalam diri individu dan dalam keluarga terebut.


(35)

26

10) Meningkatkan hubungan yang lebih efektif dengan anggota klurga yang lain bahkan dengan orang lain diluar keluarganya.28

d. Pendekatan Konseling Keluarga

Penetapan pendekatan yang dilakukan terhadap setiap klien yang sedang memiliki permasalahan dalam ruang lingkup konseling keluarga, pastinya harus disesuaikan dengan kondisi permasalahan klien serta keefektivan keberhasilan dalam proses konseling. Latipun menyebutkan dalam bukunya Psikologi Konseling, bahwa pendekatan konseling keluarga dibedakan menjadi tiga pendekatan yakni

1) Pendekatan Sistem Keluarga

Menurut Murray Bowen, merupakan peletak dasar konseling keluarga yang dimaksud dengan pendekatan system, jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena

anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.

Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari system keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota

keluarganya mengalami kesulitan (gangguan).Jika hendak

menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus

28

Bambang Ismaya, Bimbingan dan Konseling : Studi, Karier, dan Kelurga (Bandung: PT. Refika Aaditama, 2015), hal.110-111.


(36)

27

memisahkan diri dari sistem keluarga.Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya. 2) Pendekatan Conjoint

Sedangkan menurut Satir masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri (self esteem) dari

komunikasi.Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadi jika

self esteem yang dibentuk oleh kleuarga itu sangat rendah dan

komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.

3) Pendektan Struktural

Minuchin beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola interaksi yang dibangun tidak tepat.Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.

Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga yang bermasalah


(37)

28

perlu dirumuskan kembali struktur keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.29

Pembahasan lain mengenai pendekatan konseling keluarga sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Konseling, menyebutkan bahwa aplikasi teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan. Akan tetapi, konselor sering merasa kesulitan dalam aplikasi tersebut dengan single theory.Karena

perilaku manusia tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja.Jadi harus disorot dari segala arah. Adapun teori-teori konseling yang diterapkan dalam konseling keluarga yakni;

1) Pendekatan terpusat pada klien

Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam anggota kelompok akan mencapai kepercayaan diri, dimana dia mengatakan bahwa anggota-anggota keluarga dapat mempercayai dirinya. Hal ini bisa terjadi jika kondisi-kondisinya menunjukkan adanya, kejujuran, keaslian, memahami, menjaga, menerima, menghargai secara positif dan belajar aktif. Dalam konseling keluarga, fungsi konselor adalah sebagai fasilitator, yaitu untuk memudahkan membuka dan mengarahkan jalur-jalur komunikasi apabila ternyata dalam kehidupan keluarga tersebut pola-pola komunikasinya berantakan bahkan terputus sama sekali.

29

Latipun, Konseling Keluarga (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2003), hal.


(38)

29

Konselor tidak melakukan pendekatan terhadap anggota keluarga sebagai seorang pakar yang akan menerangkan rencana treatment. Akan tetapi, ia berusaha untuk menggali sumber-sumber yang ada di dalam keluarga itu, yaitu bahwa anggota keluarga mempunyai potensi untuk berkembang.

Thayer menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan memecahkan masalah individual maupun masalah keluarga.Mereka mampu untuk membentuk pertumbuhan

mereka sendiri baik secara individual maupun secara

keluarga.Esensinya adalah bahwa anggota keluarga adalah arsitek bagi dirinya sendiri.

2) Pendekatan eksistensi dalam konseling keluarga

Dalam konseling eksistensial, aspek-aspek seperti membuat

pilihan-pilihan, menerima tanggung jawab secara bebas,

menggunakan daya kreatif untuk mengatasi kecemasan, dan penelitian terhadap makna dan nilai, merupakan hal-hal yang mendasar dalam situasi terapiutik dalam konseling keluarga.Prinsip

eksistensialis yang diguanakan pada konseling keluarga

memanfaatkan metode-metode kognitif, behavioral dan berorientasi kepada perbuatan.Asumsi dasar dari keluarga, yakni anggota keluarga membentuk nasibnya melalui pilihan-pilihan yang dibuatnya sendiri. Buruknya kehdiupan keluarga tidak lain di


(39)

30

sebabkan oleh berkurangnya kemauan para anggota untuk mengalami, merasakan pandangan dunia pribadi anggota keluarga yang lain. Apa yang kita kejar dalam konseling keluarga adalah terjadinya anggota kleuarga yang memutuskan untuk mengubah struktur kehidupan keluarga yang sesuai dengan visi mereka sendiri. 3) Konseling keluarga pendekatan Gestalt

Teori Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya. Yang lebih ditekankan lagi dalam pendekatan ini adalah keterlibatan konselor dalam keluarga.Karena itu, yang terpenting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi mereka.Konselor melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam perjumpaan antara sesama. Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya ke dalam perjumpaan konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur dapat membuat individu-individu yang terlibat di dalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri sebagaimana adanya dan memahami orang lain sebagimana adanya pula.


(40)

31

4) Pendekatan konseling keluarga menurut Adler.

Adler beranggapan bahwa masalah seseorang pada

hakikatnya adalah bersifat sosial, karena itu diberi kepentingan yang besar terhadap hubungan-hubungan antara manusia, yang terjadi sebagai dinamika psikis dari individu-individu yang biasanya merupakan kasus dalam keluarga. Tujuan dasar dari pendekatan ini adalah untuk mempermudah perbaikan hubungan anak-anak dan meningkatkan hubungan dalam keluarga. Salah satu asumsi terpenting, yakni konseling keluarga harus di ikuti secara suka rela oleh anggota keluarga. Anggota keluarga memfokuskan isu-isu yang merebak dalam keluarga dan mencapai persetujuan-persetujuan baru atau membuat usaha kompromi dan aktif berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang baik. Adapaun teknik-teknik yang digunakan dalam teori ini, yaitu: wawancara awal, bermain peran dan penafsiran.

5) Pendekatan Transaksional Analysis (TA) dalam konseling keluarga

Tujuan dasar dari transaksi analysis (TA) adalah bekerja

dengan struktur kontrak yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga terhadap konselor. Adapun tehapan-tahapan konselingnya, yaitu: (a)Tahap awal, yaitu fokus konseling pada dinamika keluarga

sebagai suatu sistem. Konselor menerangkan kepada anggota keluarga bagaimana suatu individu muncul dan mempengaruhi anggota lain dalam suatu unit keluarga.


(41)

32

(b)Tahap kedua, yaitu terjadinya proses terapeutik dengan setiap anggota keluarga. Di sini akan terlihat dinamika individu dalam proses konseling. Jika masing-masing anggota keluarga telah memahami dinamika hubungan antara mereka , maka fokus kita sekarang adalah pada keluarga sebagai suatu unit.

(c)Tahap ketiga, yaitu mengadakan reintegrasi terhadap keseluruhan keluarga. Tujuan yang akan dicapai adalah berfungsinya anggota-anggota keluarga, baik secara independen maupun interpenden sehingga setiap anggota menjadi mampu berdiri sendiri dan dapat hidup sehat dalam keluarga.

6) Aplikasi konsep-konsep psikoanalitik.

Aliran psikoanalitik dalam konseling keluarga memberi penjelasan tentang latar belakang kehidupan keluarga sebagai pemahaman terhadap pola-pola intrapsikis yang terbuka dalam konseling keluarga.Konsep psikonalitik mengajarkan konselor untuk

memahami ketidakfungsian pola-pola keluarga yang telah

menyebabkan isu-isu pribadi yang tak terpecahkan di antara ayah, ibu dan anak gadisnya.Tantangan terbesar dari konselor adalah membantu anggota keluarga agar menyadari keadaannya dan mengambil tanggung jawab dalam menanggulangi proyeksi dan transferensinya serta memahami masalah keluarga yang masih berlarut-larut seandainya mereka terus-menerus berorientasi pada


(42)

33

menunjukkan bahwa suatu kekuatan yang ditempuh untuk memecahkan masalah keluarga sebagai sistem dengan mencapai perubahan struktur kepribadian kedua orang tua.

7) Konseling keluarga rational emotive therapy

Tujuan dari rational emotive therapy (RET) dalam konseling

keluarga pada dasarnya sama dengan yang berlaku dalam konseling individual atau kelompok. Anggota keluarga dibantu untuk melihat bahwa mereka bertanggung jawab dalam membuat gangguan bagi diri mereka sendiri melalui perilaku anggota lain secara serius. Mereka didorong untuk mempertimbangkan bagaimana akibat dari perilakunya, pikirannya dan emosinya yang telah membuat orang lain dalam keluarga menirunya. Terapi Emotif Rasional (RET) mengajarkan anggota keluarga untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya dengan berusaha mengubah reaksinya terhadap situasi keluarga.

8) Aplikasi teori behavioral dalam konseling keluarga

Konselor-konselor behavioral telah memperluas prinsip-prinsip teori belajar social (social learning theory) terhadap

konseling keluarga.Mereka mengemukakan bahwa prosedur-prosedur belajar yang telah digunakan untuk mengubah perilaku dapat diaplikasikan untuk mengubah perilaku yang bermasalah dalam suatu keluarga.


(43)

34

Ciri utama dari aplikasi behavioral terhadap konseling keluarga, menurut Liberman mengungkapkan tiga bidang kepedulian teknik bagi konselor, yaitu:

(a)Kreasi dari gabungan terapiutik yang positif.

(b)Membuat analisa fungsional terhadap masalah-masalah dalam keluarga.

(c)Implemantasi prinsip-prinsip behavioral yakni reinforcement dan modeling dalam konteks interaksi dalam keluarga. Dengan menggunakan peranan gabungan terapeutik (role of therapeutic

alliance), penilaian keluarga selanjutnya adalah melaksanakan

strategi behavioral.

9) Konsep-konsep logoterapi dalam konseling keluarga.

Konsep-konsep logoterapi (logotherapy) terkenal setelah

keluar tulisan Frankl dalam “Man’s Search for Meaning” pada tahun 1962.Logoterapi bertujuan agar klien yang menghadapi masalah dapat menemukan makna dari penderitaanya dan juga makna mengenai kehidupan dan cinta. Dalam konseling keluarga, konselor sebaiknya mengusahakan agar anggota keluarga menemukan makna yang baik baginya dalam hubungan interpersonal. Konselor memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk berdiskusi satu sama lain tentang masalah mereka, kemudian dibantu


(44)

35

menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut memberikan dorongan semangat hidup klien ke arah positif.30

Dari beberapa pendekatan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti hanya mengambil tiga pendekatan yakni, pendekatan behavior, pendekatan rasional, dan pendekatan struktural.Pendekatan

behavior digunakan untuk mengubah perilaku yang bermasalah

dalam suatu keluarga, seperti halnya mengajak klien untuk melakukan suatu kegiatan sebagai implikasi untuk mengurangi gejala-gejala dari empty nest syndrome.Pendekatan rasional

digunakan sebagai dorongan untuk mengajak klien berpikir mengenai pikiran dan emosi yang di rasakan baik yang di sadari maupun yang tidak dengan menujukkan akibat yang akan di alaminya, sehingga mampu untuk mengubahnya sesuai situasi keluarga. Sedangkan, pendekatan struktural dilakukan untuk membangun kembali keutuhan keluarga dengan membangun komunikasi yang efektif sehingga muncul kesepakatan baru yang akan dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga.

e. Sifat dan Sikap Konselor

Peranan sifat dan sikap konselor yang berpengaruh positif dalam membantu dan memperlancar jalannya proses konseling, yakni

30

Sulistyarini, Mohammad jauhar, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014), hal. 244-259.


(45)

36

1) Wajar.

Di dalam proses konseling kewajaran dari konselor mutlak diperluukan, artinya sikap dan tingkah laku konselor harus wajar dan tidak dibuat-buat. Kewajaran ini sagat dibutuhkan dalam konseling, karena sikap yang tidak wajar dari konselor akan dapat diketaui oleh konseli, dan dapat mengganggu jalannya proses konseling.

2) Ramah.

Keramahan dalam arti yang wajar sangat diperlukan bagi seorang konselor di dalam proses konseling. Keramahan konselor dapat membuat konsei merasa enak, aman, dan kerasan berhadapan dengan konselor, serta merasa di terima oleh konselor. Apabila konselor mengalami kesulitan dalam menunjukkan keramahannya kepada orang lain, hendaknya konselor jangan memaksakan diri untuk menunjukan kramahan karena keramahan yang dipaksakan akan menyebabkan ketidak wajaran. Lebih baik seorang konselor kurang ramah, tetapi wajar dari pada ramah yang dibuat-buat.31 3) Hangat.

Kehangatan juga mmpunyai pegaruh yang penting di dalam suksesnya proses konseling. Oleh karena itu sikap hangat juga diperlukan oleh seorang konselor. Sikap hangat dari konselor dapat menciptakan hubungan yang intim baik antara koselor dengan

31

Endang Ertiati Suhesti, Bgaimana Konselor Sekolah Bersikap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 36.


(46)

37

konseli, sehingga oleh hubungan baik ini konseli dapat lebih merasa enak, aman, dan kerasan berhadapan dengan konselor.

4) Bersungguh-sunguh.

Proses konselor agar tujua koseling tercapai, maka konselor harus mempunyai sikap yang sungguh-sungguh dalam menangani masalah yang dihadapi oleh kliennya. Artinya, konselor harus sungguh-sungguh mau melibatkan diri dari berusaha menolong kliennya dalam memecahkan asalah yang dihadapinya. Kesungguhan dari konselor ini sangat mempengaruhi suksesnya proses konseling, karena hanya dengan kesugguhan dimungkinkan terjadinya hubungan pada tingkkat feeling dan tingkat rasio.

5) Kreatif.

Sikap kreatif konselor sangat beguna bagi suksesnya proses konseling. Hal ini disebabkan Karena obyek dari dunia bimbingan adalah individu yang unik.Orientasi dunia bimbingan adalah individu dengan segala keunikannya.Artinya, stiap orang itu pasti berbeda-beda dalam ikapnya, cita-citanya, nilai-nilai yang dianutnya, latar belakang kehiupannya, dan sebagainya. Oleh kaena itu, suatu gejala yang sama belum tentu menunjukkan masalah yang sama dan suatu masalah yang sama belum tentu dapat diselesaikan atau ditolong dengan cara yang sama.


(47)

38

6) Fleksibel.

Sikap fleksibel atau luwes dari konselor sangat menolong tercapainya tujuan konseling. Hal ii disebabkan dengan individu-individu yang berasal dari satu zaman saja, tetapi ia menghadapi individu-individu yang berasal dari berbagai zaman, di mana setiap zaman mempunyai nilai-nilai yng berbeda. Mengingat hal itu maka seorang konselor harus fleksibel, artinya dapat mengikui perubahan zaman. Ini tidak berarti bahwa konselor harus selalu mengubah sistem nilai yang diikuti, tetapi ia harus dapat memahami dan menerima sistem nilai yang dimiliki oleh konselinya.32

f. Peran Konselor

Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan perkawinan diantaranya:

1) Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable” membantu klien melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tidakannya sendiri.

2) Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting

peran interaksi.

3) Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.

4) Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung jawab dan melakukan self-control.

32

Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya Teknik Bimbingan Praktis


(48)

39

5) Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota keluarga.

6) Konselor menolak pembuatan penilaian dan membantu menjadi

congruence dalam respon-respon anggota keluarga.33

g. Sifat Layanan Bimbingan Dan Konseling

1) Preventif atau pencegahan, merupakan pelayanan bimbingan dan konseling yang diarahkan untuk pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan. Pelayanan ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan keluarga, kesatuan kelompok-kelompok di dalam masyarakat dan lembaga atau organsasi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan, seperti keluarga terdekat, kelompok pengajian, kelompok arisan karang werdha, dan panti.

2) Kuratif atau penyembuhan merupakan pelayananyang diarahkan untuk penyembuhan atas gangguan-gangguan yang di alami klien, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.

3) Rehabilitatif atau pemulihan kembali merupakan proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.34

h. Proses dan Tahapan Konselor

Proses adalah peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan tahapan adalah langkah-langkah yang berkesinambungan dalam suatu

33

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2013), hal. 182. 34

Sutima, Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal (Yogyakarta:


(49)

40

peristiwa/kejadian. Tahapan proses konseling adalah urutan atau fase yang digunakan dalam proses konseling yang bukan Client-Centered

atau konseli yang difokuskan kepada klien saja, tahapan atau proses konseling digunakan oleh konseli atau bisa kita sebut klien dan juga konselor sehingga keduanya sama-sama aktif dalam kegiatan konseling. Kehadiran klien untuk pertama kalinya kepada konselor pada awalnya hanya untuk mengkonsultasikan masalah pribadinya dan bisanya dilakukan klien tanpa ditemani oleh anggota keluarga lain. Setelah konselor merasa bahwa permasalahan klien lebih sesuai diselesaikan dengan konseling keluarga, maka pada tahap penanganan

(treatment), konselor dapat meminta persetujuan klien agar melibatkan

anggota keluarganya yang lain. Sebelum melakukan tahapan penanganan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor, yaitu:

1) Mempersiapkan anggota keluarga

Konselor harus meminta persetujuan dari klien siapakah angggota keluarga yang dapat dilibatkan untuk menjalani proses konseling. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua klien yang menjalani konseling bersedia permasalahannya diketahui oleh semua anggota keluarga.

2) Menciptakan Sekutu

Konselor juga perlu adanya membangun persekutuan yang konstruktif dengan anggota keluarga yang mungkin saja adalah


(50)

41

sumber permasalahan klien.Melalui persekutuan ini, konselor dapat menggali permasalahan yang sedang dihadapi dan memahami klien. Selain itu, anggota keluarga akan merasa dilibatkan secara utuh sehingga dapat bekerja sama dengan konselor untuk mengatasi permasalahan klien.

3) Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat

Apabila permasalahan klien terlalu berat sementara anggota keluarga menolak untuk menjalani proses konseling, maka konselor dapat memberikan ancaman yang tepat dan logis untuk menekankan bahwa permasalahan klien benar-benar serius dan membutuhkan bantuan mereka. Dengan tujuan bahwa anggota keluarga dapat bekerjasama dengan konselor dalam memahami dan mengatasi masalah klien.35

Selain tahapan diatas, Collins menetapkan tujuh langkah-langkah dalam konseling keluarga, yaitu:

Langkah 1 : menanggapi keadaan darurat

Klien yang meminta bantuan konselor pada dasarnya berada dalam keadaan krisis atau daruat.Konselor diharapkan mampu memberikan ketenangan dan menunjukan kesediaan untuk membantu klien. Selain itu, mintalah keluarga klien untuk terlibat dalam proses konseling.

35

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik


(51)

42

Langkah 2 : memberikan fokus pada anggota keluarga

Kadang kala, anggota keluarga cenderung untuk

menyalahkan satu orang yang menjadi sumber dari permasalahan keluarga.Oleh karena itu konselor harus dapat memberikan fokus pada anggota keluarga bhwa permasalahan keluarga adalah permasalahan bersama sehingga tidak hanya diebabkan oleh satu pihak.

Langkah 3 : menetapkan krisis

Saat konselor mendengarkan penjelasan masalah yang disampaikan keluarga, konselor harus dapat menangkap inti permasalahan keluarga tersebut sehingga konselor dapat menetapkan sumber krisis klien. Hal ini dapat diakukan melalui bentuk

pertanyaan “Coba ceritakan lebih jelas mengenai hal yang anda sampai tadi?” atau dalam bentuk pertanyaan lain “Apa yang menyebabkan masalah itu terjadi”, Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya?”

Langkah 4 : menenangkan anggota keluarga

Konselor dapat memberikan kesimpulan awal tentang penyebab masalah yang muncul dalam keluarga.Yang perlu diperhatikan konselor dalam hal ini adalah konselor diharapkan dapat menenangkan anggota keluarga yang dapat saja mengalami kecemasan stelah mengetahui permasalahan keluarga mereka.


(52)

43

Langkah 5 : menyarankan perubahan

Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat membantu anggota keluarga untuk memutuskan perubahan apa yang harus dlakukan. Konselor dapat merundingkan beberapa perjanjian yang akan disetujui atau mempertimbngkan kembali peraturan, peran, harapan yang tidak realistis, batasan atau cara untuk melakukan komunikasi antar anggota.

Langkah 6 : menghadapi sikap menolak perubahan

Setelah konselor menyarankan perlu adanya perubahan, maka konselor harus memperhatikan siapakah anggota keluarga yang bersedia bekerjasama dan siapakah yang menolak peubahan cenderung untuk menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya untuk menghambat terjadinya perubahan.Biasanya pihak yang menolak perubahan bukanlah klien. Oleh karena itu konselor harus memberikan pemahaman bahwa dengan sikap menolak perubahan akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam konseling.

Langkah 7 : menghentikan konseling

Setelah kemajuan dalam konseling diperoleh dan anggota keluarga dapat bekerjasama dan belajar untuk mengahapi krisis, maka konseling dapat diakhiri. Konselor dapat pula mengakhiri konseling apabila merasa tidak ada kmajuan karena apabila proses konseling dilanjutkan tidak akan menghasilkan apapun. Tetapi


(53)

44

konselor seyogyanya tetap berpikir terbuka untuk dapat menerima kembali keluarga tersebut dan membntu mengatasi masalahnya di masa akan datang.36

2. Minder

a. Pengertian Minder

Sikap minder adalah keadaan dalam dirimanusia sebagai akibat dari perasaan-perasaan yang tertekan berupa rendah diri, kurang pergaulan, perasaan takut, pesimis yang berlebihan, tegangan-tegangan emosi antara keinginan untuk mencari pengakuan yang positif.37

Menurut Agus suyanto, yang mengutip pendapat adler mengatakan bahwa minder adalah gejala kurang berharga yang timbul karena ketidak mampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna.38

Menurut Sudarsono rasa kurang harga diri adalah merupakan kondisi mental yang kurang normal namun sering timbul gejala keinginan untuk memiliki keinginan lain.39

Rasa minder tersebut terjadi karena adanya rasa takut yang berlebihan yang timbul dari luar diri, yang dimana dicontohkan diatas adalah rasa tekanan dari luar diri manusia itu sendiri maupun rasa-rasa

36

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik

(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hal. 235-236. 37

http://diah17.blogspot.com/2013/11/minder-alias-kurang-percaya-diri.html 38

Agus Suyanto, psikologi kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal 74 39


(54)

45

yang kurang percaya diri dengan dirinya sendiri, yang dimana orang tersebut memiliki rasa psimis yang besar pada dirinya sendiri.Semua timbul karena adanya ketidak mampuan psikologisnya atau sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna sehingga menyebabkan seseorang kurang bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.

b. Faktor Penyebab Minder

Ada beberapa sebab yang membuat orang menjadi minder, dalam hal ini A. M. Mangun Harjana, S J menyatakan minder karena:

1) Fisik

Yang diakibatkan oleh cacat tubuh seperti kegemukan, gigi kurang rapi, tangan lumpuh, kaki pincang dan lain-lain.

2) Mental

Yang diakibatkan oleh sebab-sebab lain, misalnya daya tangkap rendah bakat kecil, kemampuan sedikit.

3) Sosial

Yang diakibatkan oleh perlakuan orang lain atau atau masyarakat dimasa lampau yang tidak wajar. Misalnya seseorang aka n kejangkitan rasa minder, karena sejak kecil selalu terpojok dan tidak dapat perlakuan semestinya.40

Selanjutnya sebab minder yang lain menurut Kratini

kartono menyatakan “jika individu mengetahui, baik sadar maupun

40


(55)

46

tidak, bahwa dia mampu mencapai obyek yang sangat didambakan guna memenuhi iodealnya, maka akan muncul rasa rendah diri (rasa minder inferior).41

Dari beberapa faktor penyebab tersebut, sebenarnya yang menyebabkan gangguan pada diri seseorang bukanlah dari faktor fisik, psikis, sosial, ataupun suasana pergaulan dan tentu belajar di sekolah itu sendiri melainkan yang lebih berpengaruh adalah cara orang tersebut memandang faktor-faktor tersebut itulah yang menyebabkan orang menjadi tegang dan terganggu jiwanya.

c. Gejala-Gejala Minder

Perasaan minder (rendah diri) akan menyebabkan rasa tidak mampu, tidak aman, ragu-ragu,pemalu, rasa kurang apabila

dibandingkan ornag lain. Orang tersebut mempunyai

kecenderungan untuk memperbesar kekurangan dan kejelekan tanpa alasan logis.42

Adapun gejala-gejala yang nampak pada sesorang yang mengalami perasaan minder adalah sebagai berikut; sifat malu-malu, terlalu hati-hati, mudah gugup dan mudah tersinggung perasaannya, menutup diri dan menghindar dari sosial.

41

Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hal 94 42


(56)

47

d. Terapi Rasional Emotif Dalam Mengatasi Minder

Sebaigaimana telah diuraikan dalam, bahwa minder atau rasa rendah diri yang terjadi pada seseorang disebabkan dari cara memandang dan menanggapi permasalahan yang dialaminya.

Sebagaimana telah diketahui dan penulis uraikan bahwa perilaku seseorang adalah berkaitan dengan pola rasa dan pola pikirnya. Apabila seseorang berpikir rasional, maka tingkah lakunya akan bertindak rasional pula. Dan pola pikir semacam itulah sebenarnya yang menyebabkan manusia mengalami gangguan emosional. Singkatnya dapat dikatakan bahwa minder tersebut didasari cara berpikir yang tidak rasional.

Melihat permasalahan yang demikian yakni yang menyangkut cara pikir seseorang yang tidak rasional dan menanggapi permasalahan yang dihadapi, maka pendekatan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah membantu menunjukkan, mengarahkan dan menyadarkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itulah yang sebenarnya yang merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Hal ini juga dilakukan dengan mengfusikan iman dan takwa klien tersebut hingga mampu membebaskan diri dari pikiran irasionalnya dengan menggantinya dengan berpikir rasional.

Dalam hal ini, tidak perlu konselor masuk atau menggali seluruh kehidupan klien, bahkkan juga tidak mengorek seluruh asal


(57)

48

usul permasalahan yang dihadapi sekarang dan membongkar riawayat hidupnya pada masa lampau.

3. Rasional Emotif Terapi

a. Pengartian Rasional Emotif

Sebelum membahas pengertian Terapi Rasional Emotif, ada baiknya terlibih dahulu menguraikan sedikit tentang latar belakang DR. Albert Ellis adalah seorang ahli clinikan Psikologi yang mengembangkan pendekatan Konseling rasional Emotif semenjak

pertengahan tahun 1990. Pendekatan ini dikenal dengan “Rasional Emotif Terapi”, atau lebih populernya disebut istilah RET.43

Dalam perkembangan kariernya, Albert Ellis mendapat sentuhan tertentu dari psikoanalisa Freud untuk menekankan pentingnya peranan kognisi dalam perilaku manusia. Setelah berlangsung beberapa lama, Albert Ellis banyak menemukan ketidak puasan dalam prakteknya yang menggunakan psikoanalisis Freud. Oleh karena itu ia membujuk kliennya untuk melakukan sesuatu yang sangat ditakuti klienya untuk dilakukan, seperti mengambil resiko penolakan dari orang lain yang sangat berarti baginya, berangsur-angsur Albert Ellis berubah menjadi Ekklektif lebih aktif dan direktif sebagai seorang terapis. Ellis

43

Dewa Ketut Sukardi, pengantar teori konseling, cetakan II , (Jakarta: Ghalia Indonesia,1985), hal 88


(58)

49

mengemukakan bahwa dasar falsafah Rasional Emotif adalah fenomenologis.

Rasional Emotif Terapi didasari oleh asuamsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang

berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan

emosionalnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung degan falsafah hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan irasionalnya mereka ditas dasar-dasar logika, dan mengejar mereka bagaimana berpikir secara logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irasional.44

Sehingga diharapkan mempunyai kemampuan dalam menghadapi kondisi emosionalnya.

b. Tujuan Terapi Rasional Emotif

Bicara tentang tujuan rasional emotif, sebagai berikut tujuan utamanya ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Atau dengan kata lain Terapi Rasional Emotif ini

44

Gerald Corey, teori dan praktek konseling dan psikoterapi, cetakan I, (Bandung: PT. Eresco, 19880, hal 247


(59)

50

bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berfikir atau ide-ide yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.45

c. Teknik-teknik Rasional Emotif Terapi

Teknik Terapi Rasional Emotif Behavior dapat

dikategorikan menjadi tiga kelompok yakni : teknik kognitif, teknik emotif, teknik behavior.

1) Teknik kognitif a) Dispute Kognitif

Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional klien dengan cara mendebat atau menantang keyakinan irasioanal klien melalui bertanya (questioning).

Pertanyaan – pertanyaan untuk melakukan dispute

logis : Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak?

Mengapa harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu adalah perkataan yang tidak benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kenapa? Mengapa itu harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak melakukan itu ?

45

Dewa ketut sumardi, pengantar Teori konseling, Cetakan II, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985), hal 89


(60)

51

Pertanyaan – pertanyaan untuk reality testing : Apa

buktinya? Apa yang akan terjadi kalau ……? Mari kita

bicarakan kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari cerita yang kamu ceritakan tadi? Bagaimana mungkin kejadian itu bisa menjadi sangat menakutkan/menyakitkan.

Pertanyaan – pertanyaan untuk pragmatic

disputation yakni : selama kamu meyakini hal tersebut,

bagaimana perasaan kamu ? Apakah ini berharga untuk dipertahankan ? Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian ?46

b) Analisis rasional

Teknik untuk mengajarkan klien bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional.

c) Skala katastropi

Membuat proporsi tentang peristiwa – peristiwa yang menyakitkan. Misalnya : dari 100% buatlah presentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang paling rendah.

d) Rational role reversal

Meminta klien untuk memainkan peran yang

memiliki keyakinan rasional sementara konselor

46

Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal 221


(61)

52

memainkan peran menjadi klien yang irasional. Klien melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan.

2) Teknik emotif

a) Dispute imajinasi

Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah berubah.

b) Proyeksi waktu

Meminta klien untuk menvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian. Bagaimana klien merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Klien dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian.

c) Teknik melebih – lebihkan

Meminta klien untuk membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih – lebihkannya sampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya.


(62)

53

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain yaitu:

1. Skripsi Fathor Rahman, Bimbingan Konseling Agama Dalam

Mengatasi Minder Pada Pemudi Di linngkungan Masyarakat Desa Kraton Kecamatan Bangkalan (Studi Kasus Pada Pemudi Mantan Prlacur). Jurusan BKI IAIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Skripsi Nafisah, Bimbingan Penyuluhan Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Mengatasi Minder Di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. (Studi Kasus Pada Remaja Putri Korban Pemerkosaan) Jurusan BKI IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003

Maka dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Konseling dalam mengatasi minder dapat dikatakan sesuai.Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya peneliti sebelumnya dengan tingkat prosentase dengan nilai yang cukup berhasil.


(63)

BAB III

KONSELING KELUARGA DENGAN RASIONAL EMOTIF TERAPI DALAM MENGATASI MINDER PADA ANAK DI DESA BALONGGEBANG GONDANG

NGANJUK

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Balonggebang kecamatan Gondang kabupaten Nganjuk merupakan daerah yang memiliki potensi alam yang baik. Banyak hasil perkebunan, persawahan dan hutan yang berlimpah dapat ditemukan di desa ini. Warga Desa Balonggebang mayoritas adalah seorang petani, walaupun ada sebagian yang menggeluti di bidang jasa, wirausaha maupun perdagangan . Disela-sela kesibukan sehari-hari di Desa Balonggebang ini terdapat kegiatan pasar setiap paginya, yang dihadiri oleh sebagian besar warga Desa Balonggebang dan sebagian dari daerah lain. Kegiatan pasar ini berlangsung kurang lebih hingga pukul 12.00 WIB. Desa Balonggebang berjarak 3 Km dari kantor kecamatan atau dapat ditempuh selama 5 menit dengan menggunakan sepeda motor. Desa ini juga ditempati perkantoran instansi pemerintah, seperti kantor balai diklat pertanian, kantor balai pembenihan, dan kantor Puskeswan. Selain kontor intansi juga terdapat fasilitas pendidikan, antara lain banyak Madrasah atau TPA, 4 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah kejuruan atau sederajat.


(64)

55

Desa Balonggebang ini memiliki mata pencahariaan menurut sektor diantaranya sektor pertanian, sektor perkebunan, dan sektor peternakan. Sektor yang lebih dominan di Desa ini yakni sektor pertanian. Adapun hasil dari sektor pertanian adalah padi, jagung, kedelai, bawang merah, kacang-kacangan,dan cabe. Disamping kesibukan di sawah warga desa Balonggebang mayoritas penduduknya juga merawat hewan ternak dirumahnya. Adapun hewan ternak yang dipelihara di Desa Balonggebang antara lain kambing, sapi dan ayam kampung, serta unggas-unggas yang lainnya. Hewan ternak bagi mereka bisa dijadikan kegiatan sampingan ketika tidak ada kegiatan disawah maupun kegiatan setelah sepulang dari sawah.

Warga Desa Balonggebang mayoritas beragama Islam, adapun warga yang non muslim berjumlah sangat sedikit. Kerukunan kehidupan yang dijalani setiap hari-hari tidak membedakan adanya perbedaan baik bidang sosial, ekonomi, maupun religiusitasnya. Mereka semua hidup saling gotong royong satu sama lain.Kegiatan sosial yang masih berjalan di Desa ini adalah gotong royong, baik dalam memperingati hari besar atau acara-acara yang lainya.

Desa Balonggebang memiliki batas-batas desa. Batas desa sebelah Utara berbatasan langsung dengan hutan desa. Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Nglinggo Kecamatan Gondang, perbatasan


(65)

56

sebelah timur dengan Desa Sanggrahan Kecamatan Gondangkemudian sebelah barat berbatasan dengan Desa Pandean Kecamatan Gondang. 44

2. Rekapitulasi Usia Penduduk

Tabel 3.1 Data Penduduk

No Usia Jumlah Prosentase

dari Jumlah Penduduk

1 0-12 bulan 148 orang 1,3 %

2 1-5 tahun 760 orang 8,6 %

3 0-7 tahun 1498 orang 23 %

4 7-18 tahun 1980 orang 18 %

5 18-56 tahun 5416 orang 49 %

6 >56 2299 orang 20 %

3. Deskripsi Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas, konselor dalam menjalankan peranannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien. Mendampingi klien sampai klien mampu menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya.

44


(66)

57

Konselor yang berstatus mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) dalam kesempatan ini peneliti ingin membantu memecahkan masalah klien atau obyek yang diteliti.

Adapun gambaran singkat mengenai konselor dalam menangani masalah minder anak seorang janda adalah sebagai berikut:

Nama : Ikhwan Winda K

Tempat, Tanggal lahir : Nganjuk, 19 Juli 1992

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan :Mahasiswa Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya. Riwayat Pendidikan

SD : SDN Balonggebang 1

SMP :SMPN 1 Gondang

SMA : SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk

Pengalaman konselor sewaktu PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di SMPN 23 Surabaya. Dalam PPL konselor memberikan bantuan terhadap anak yang malas belajar karena ditinggal pergi merantau keluar pulau oleh kedua orang tuanya, klien hanya tinggal bersama neneknya dirumah.Suatu pengetahuan yang baru yang tidak didapat dibangku kuliah. Konselor lebih memahami berbagai kasus tentang perasaan anak.


(1)

83

kumpul, bermain ataupun bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya, dengan demikian klien pun juga sudah tidak lagi mempunyai perasangka buruk pada orang lain tentang apa yang ada pada diri ataupun keluarganya.


(2)

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses Konseling keluarga yang dilakukan konselor dengan menggunakan terapi rasional emotif dengan mengikuti langkah – langkah yang ada dalam proses konseling yakni identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment, dan evaluasi / follow up.

Berdasarkan perbandingan antara teori dan lapangan pada saat proses Bimbingan Konseling Islam diperoleh kesesuaian dan persamaan yang mengarah pada bimbingan konseling Islam, meskipun dalam pemberian treatment tidak dilakukan sama persis dengan teori, tetapi hal itu tidak merubah esensi dari teori pada proses Bimbingan Konseling Islam yang ada.

2. Adapun hasil akhir dari pelaksanaan Konseling keluarga dengan Rasional Emoti Terapi dalam mengatasi minder pada anak di desa Balonggebang Gondang Nganjuk dapat dikategorikan cukup berhasil. Dalam hal ini dapat dilihat pada perubahan yang terjadi pada klien setelah dilakukannya proses konseling, yakni klien sudah tidak lagi menjadi penyendiri, karna klien sadar bahwa suka menyendiri itu tidak ada gunanya dan seharusnya tidak dilakukan oleh anak seperti dia.


(3)

Selain itu klien juga sudah dapat membuka diri terhadap lingkunganya, dengan kesadaran yang muncul pada klien tersebut, maka klien mulai memberanikan diri untuk bergabung dan bermain bersama teman-temannya kembali. Selain itu dengan kemauan klien untuk menerima ajakan temannya untuk bermain bersama, maka dapat diartikan bahwa klien sudah tidak lagi pemalu. Yang sebelumnya kurang peduli atau acuh terhadap lingkungan, kini klien sudah peduli terhadap lingkungannya, saling kerja sama dan saling membantu terhadap teman bermainnya. hal ini dapat dibuktikan dengan klien yang pada mulanya suka mnyendiri kini klien sudah menyadarinya bahwa hal tersebut kurang baik dan tidak sewajarnya dilakukan pada anak seperti dirinya. Yang awalnya klien suka menutup diri, malu terhadap teman-temannya, suka kurang percaya diri pada dirinya sendiri, kini klien pun berani untuk bergabung atu membiasakan diri untuk menyatu secara emosionalnya terhadap teman bermainya, sudah mau bermain bersama teman-temannya, dan tidak lagi menolak ajakan temannya untuk diajak bermain bersama-sma

B. Saran

Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis berharap kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini yang tentunya merujuk pada hasil penelitian yang sudah ada dengan harapan


(4)

agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat lebih baik. Maka ada beberapa saran yang ingin penulis kemukakan yaitu :

1. Bagi peneliti

Peneliti diharapkan untuk selalu belajar dan menambah wawasannya tentang teori – teori konseling beserta teknik – tekniknya dengan membaca buku – buku referensi, mengikuti seminar, mengikuti kajian bimbingan konseling serta mengasah kemampuan pemberian bimbingan konseling untuk membantu seseorang menyelesaikan masalahnya sebagai langkah awal pembelajaran agar kedepannya bisa lebih baik lagi dalam membantu orang menyelesaikan masalahnya. 2. Bagi klien

Hendaknya selalu menjaga komitmen untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan juga mempertahankan prilaku baik yang sudah bisa ia ciptakan agar kedepannya ia menjadi orang yang lebih baik lagi. Klien juga diharapkan bisa mengambil hikmah dari masalah yang menimpanya tersebut. Selain itu konseli harus lebih mendekatkan diri dan berserah diri kepada Allah Swt karena segala sesuatu baik itu yang baik dan yang buruk itu datangnya dari Allah Swt.

3. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai minder bagi pembaca, terlebih apabila pembaca menemukan atau bahkan mengalami masalah yang ada kemiripan dengan kajian yang penulis teliti pada skripsi ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal, 2010. Metodologi Pendidikan Filosofi, Teori&Aplikasi. Surabaya: LenteraCendekia.

Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:PT.Rineka Cipta,

Anwar, Saifuddin. 1998. Metodelogi Penelitian Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, Burhan, 2001. Format-format Kuantitatif dan Kualitatif

Surabaya:Airlangga University Press.

Ismaya, Bambang. 2015. Bimbingan & Konseling studi, Karier, dan Keluarga. Bandung: PT Refika Aditama.

Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah. .

Sulistyarini Mohammad jauhar. 2014. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Endang Ertiati Suhesti. 2012. Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kartono, Kartini. 1985. Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya Teknik Bimbingan Praktis. Jakarta: CV. Rajawali.

Moleong, LexyJ. 2009. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nazir, Moh. 1998. Metodelogi Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Sutima. 2013. Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal.Yogyakarta: CV. Andi.

Suparmoko, Muhammad. 1995. Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta:BPFE. Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksnaan Pogram Bimbingan dan

Konseling di Sekolah: Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Sugiyono. 2008. Memahami Penenlitian Kualitatif.Bandung: Alfa Beta

Tohirin. 2013. Metode Penelitihan Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling .Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Willis, Sofyan S. 2013. Konseling Keluarga (Family Therapy). Bandung: Alfa Beta.

Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Profil desa Balonggebang

Namoralamonga. 2011. dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik. Jakarta: Kencana.

http:/konselingzone.blogspot.com/2012/04/konseling-keluarga.html?m=1 Suyanto, Agus. 1987. Psikologi kepribadian, Jakarta: BumiAksara. http://diah17.blogspot.com/2013/11/minder-alias-kurang-percaya-diri.html http://id.wikipedia.org/wiki/Duda_dan_janda