BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA.
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI
RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN
ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan KepadaUniversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh:
SITI NUR AFIYAH NIM. B03211033
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015
(2)
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI
RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN
ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan KepadaUniversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh:
SITI NUR AFIYAH NIM. B03211033
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015
(3)
PERIIYATAAN
PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI
B i sm i I I ahit ahm anirr ah im
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama NIM Jurusan Alamat
SITI NUR AFIYAH B0321 1033
Bimbingan dan Konseling Islam
Ds. Gempol tukmloko, Kec. Sarirejo, kab. Lamongan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1)
Skripsiini
tidak pernah dikumputkan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.2)
Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri secara mandiri dan'
brku, merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.3)
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.Surabaya,0l Juli2015 - Y-p,!rg lyl-gnyat akan,
65ffi.w///
^;ffi"'&&4-SITI NUR AFIYAH NIM.803211033
(4)
Nama
Nim
Jurusan
Judul
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Siti Nur Afiyah
80321 1033
Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif
Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah
Di
Wonocolo SurabayaSkripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan.
Surabaya,0l Juni 2015
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing,
(5)
PENGESAHAN TIM PENGUJI
SkripsioiehSitiNurAfiyahinitelahdipertahankandidepan
Tim Penguji SkriPsi
SurabaYa, 14 Agustus 2015 Mengesahkan,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Penguji I
ini- M.Si
1131982032001
M. Anis
bachtiar.M.FilI
NrP. 1969 1 2192009011,002 Penguji II
251998031002
NIP. 195801 131982032001 Penguji IV
YusrtaXinesih. S.As M.Kes N rP.t'l 9 7 6 0 5 182007 0 12 022
(6)
ABSTRAK
Siti Nur Afiyah (B03211033), Bimbingandan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya.
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya ?, (2) Bagaimana Hasil Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya ?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti mengunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian setudi kasus yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa deskripti komperatif sedangkan dalam mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi, Setelah data terkumpul kemudian analisis dilakuakan untuk mengetahui proses Bimbingan dan Konseling Islam dilakuakan dengan membandingkan antara sebelum diberikan terapi Rasinal Emotif dan sudah diberikan terapi Rasional Emotif.
Proses Bimbingan dan Konseling Islam adalah melalui identifikasi masalah, diagnosa, prognosa terapi/ treatment dan evaluasi/ follow up. Pada penelitian ini peneliti mengunakan terapi rasional emotif, yang mana peneliti disini menggunakan 3 teknik yaitu teknik Self modelling, Diskusi dan Assertive training, dengan menggunakan teknik ini konselor bisa membantu klien menyelesaikan masalah yang sedang dihadap oleh klien, dengan pendekatan ini diharapkan klien bisa merubah pola pikir yang irasional menjadi rasional. Sedangkan hasil akhir dari proses Konseling terhadap klien dalam penelitian ini dinyatakan cukup berhasil dengan prosentes 75% yang mana hasil penelitian tersebut dapat dilihat adanya perubahan yang ada pada diri klien atau sikap klien yang sebelumnya klien mempunyai rasa benci pada ayah setelah dilakukan proses konseling perasaan itu sedikit demi sedikit hilang dari perasaan klien, dan klien sudah mau berkomunikasi dengan ayah, bisa terbuka dengan ayah dan tidak jadi pendiam lagi, klien sudah jarang mengurung diri, dan klien juga sudah bisa terbuka dengan teman-temanya, dan klien juga sudah bisa menerima kembali ayahnya.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR. ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Konsep ... 6
F. Metode Penelitian ... 9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 10
3. Jenis dan Sumber Data... 11
4. Tahap-tahap Penelitian ... 12
5. Teknik Pengumpulan Data ... 16
6. Teknik Analisis Data ... 18
7. Teknik Keabsahan Data ... 18
G. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, TERAPI RASIONAL EMOTIF, KEBENCIAN A. Bimbingan dan Konseling Islam ... 23
a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 23
b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ... 27
c. Fungsi Bimbingan Konseling Islam ... 28
d. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam ... 30
e. Asaz-asaz Bimbingan Konseling Islam ... 32
f. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling Islam... 37
g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam ... 37
B. Terapi Rasional Emotif ... 39
a. Pengertian Terapi Rasional emotif ... 39
b. Teori Kepribadian A-B-C-D ... 42
c. Tujuan Terapi Rasional Emotif ... 43
(8)
e. Fungsi dan peran terapi rasional emotif ... 45
f. Teknik-teknik Konseling ... 46
g. Langkah-langkah terapi rasional emotif ... 49
C. Kebencian ... 51
a. Pengertian Kebencian ... 51
b. Bentuk-bentuk kebencian ... 52
c. Ciri-ciri kebencian... 53
d. Gejala-ghejala kebencian... 53
e. Faktor-faktor kebencian ... 53
f. Kebencian menurut pandangan Islam ... 54
g. Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian ... 55
h. Kreteria keberhasilan bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian anak pada ayah ... 56
D. Penelitian terdahulu yang relevan ... 56
BAB III BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA A. Kebencian anak pada ayah ... 60
1. Lokasi Penelitian. ... 60
2. Deskripsi konselor dan klien ... 64
3. Deskripsi masalah ... 68
B. Deskripsi hasil penelitian ... 69
1. Deskripsi proses bimbingan dan konseling islam dalam menangani kebencian anak pada ayah. ... 69
a. Identifikasi masalah ... 70
b. Diagnosa ... 74
c. Prognosa ... 76
d. Treatment/terapi ... 77
e. Follow-up/evaluasi ... 81
2. Deskripsi hasil proses pelaksanaan bimbingan dan konseling islam dalam menangani kebencian anak pada ayah. ... 85
BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENANGANI KEBENCIAN ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA A. Analisis Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonoclo Surabaya ... 87
B. Analisis Hasil Akhir Proses Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya ... 91
(9)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Pernikahan didasari dengan rasa cinta dan kasih sayang dari seorang pria kepada wanita atau sebaliknya. Pernikahan mempunyai beberapa tujuan dalam islam dijelaskan tujuan perkawinan adalah untuk hidup dalam pergaulan yang sempurnah, diantaranya untuk menyalurkan hasrat seksual, keinginan untuk memiliki keturunan, mencapai kehidupan tentram dan bahagia.2
Setiap individu manusia membutuhkan dalam melanjutkan kehidupannya. Secara kodrat demikianlah manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang saling membutuhkan antar sesama, tanpa orang lain tak seorang pun bisa melangsungkan kehidupannya.
Begitu halnya dalam keluarga. Keluarga adalah sebuah kelompok yang mana didalamnya anak akan belajar menjadi manusia sosial. Rumah tangganya menjadi tempat pertama dalam perkembangan sosialnya. Apabila
1
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan), (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2008), hal. 80.
2
(11)
2
dalam interaksi dalam keluarga berjalan dengan wajar, maka ia akan menjadi manusia yang akan berharga. Akan tetapi sebaliknya apabila interaksi dengan ayah kandungnya kurang baik maka interaksinya pun akan buruk pula.3Anak dan orang tua dalam islam terikat oleh kewajiban bersama, oleh karena itu maka hendaknya orangtua jangan menjadi penyebab kesengsaraan bagi anaknya dan juga sebaliknya anak jangan menjadi penyebab kesengsaraan bagi ayah kandungnya.
Namun persoalan demi persoalan pun muncul setiap hari ditambah keunikan masing-masing individu, sering menjadikan perkawinan terasa sulit dan bahkan hambar. Kalau sudah begitu, akan semakin terbuka peluang bagi timbulnya perselingkuhan diantara mereka.
Secara umum kehidupan rumah tangga tidak akan pernah lepas kemelut dan perselisihan, baik besar maupun kecil. Bentuk perselisihan itu sangat beragam, baik dalam kedudukan, kekayaan, jabatan, dan juga pendidikan. Dan memang yang demikian itu merupakan bumbuh kehidupan dalam berumah tangga, supaya bertambah indah dan nikmat, tapi apabila kemelut atau perselisihan tersebut tidak diselesaikan dengan cepat akan mengakibatkan dampak negatif bagi keluarga tersebut (suami istri dan anak). Membina keluarga yang tentram merupakan hal yang tidak mudah, dimana diharapkan dari setiap individu yang terdapat dalam anggota keluarga memiliki pengertian antara satu dengan yang lain, selalu menemukan komunikasi yang baik.
3
(12)
3
Terapi Rasional Emotif digunakan karena terapi rasional emotif merupakan teori yang komprehensif karena menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan individu secara keseluruan yang mencangkup aspek emosi, koknisi, dan prilaku. Masalah klien yang mendapat terapi rasional emotif, kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neorosis, gangguan karakter, problem psikomatik, gangguan makan, ketidak mampuan menjalin hubungan interpersonal, masalah perkawinan adiksi, dan dikfungsi seksua.4 Terapi rasional emotif adalah sebuah proses edukatif karena salah satu tugas konselor adalah mengajarkan dan membenarkan prilaku klien melalui pengubahan cara berfikir (kognisi) nya.
Tujuan terapi rasional emotif adalah untuk menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (seperti benci, rasa bersalah, cemas, dan marah) sertah melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional.
Dalam berumah tangga, pastinya seorang menginginkan sesuatu keluarga yang harmonis, bahagia antara suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Seperti halnya kasus yang saya angkat di wonocolo Surabaya, seorang anak berusia 19 tahun ini mempunyai rasa benci pada ayahnya. Karena ayahnya pernah berselingku dengan perempuan lain, dan selama kurang lebih
4
Dr. Namora lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 176
(13)
4
satu tahun ayah jarang pulang kerumah. Sehingga anak merasa bahwa ayahnya sudah jahat dan menghianati ibunya karena ayah telah berselingku dengan perempuan lain. Sehingga anak merasa kesal pada ayahnya karena sudah meninggalkan dia dan ibunya dan anak merasakan bahwa tidak ada lagi sosok ayah yang sebenarnya. Meskipun ayah sekarang sudah kembali dan tidak berhubungan dengan wanita lain dan ayah sudah menjalin hubungan baik dengan ibunya tapi anak masih menganggap ayahnya jahat, dan anak masih menyimpan rasa benci pada ayah anak juga tidak pernah menjalin komunikasi yang baik dengan ayah.
Pada penelitian ini mengangkat suatu masalah tidak adanya komunikasi yang baik antara anak pada ayah. Dimana berawal dari prilaku ayah yang pernah meninggalkan ibu dan anaknya selama kurang lebih satu tahun dan ayah memiliki wanita idaman lain, sehingga anak memiliki perasaan benci yang sangat mendalam kepada ayah meskipun sang ayah sudah tidak lagi berhubungan dengan selingkuhannya dan ayah sudah kembali dan bersikap baik terhadap anak dan istrinya, tapi anak belum bisa menerima ayahnya dengan baik.
Dengan adanya kasus tersebut diatas peneliti menggunakan terapi Rasional Emotif dimana dengan terapi tersebut masalah yang dihadapinya akan dengan mudah diselsaikan dengan merubah tingkah laku dan memberikan motifasi-motifasi pada klien untuk menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (seperti benci, rasa bersalah, cemas, dan
(14)
5
marah) sertah melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya ?
2. Bagaimana keberhasilan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya
2. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya
(15)
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis bagi para pembaca, antara lain sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain untuk mengetahui hasil penelitian dalam bidang bimbingan konseling islam dengan terapi rasional emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah. Dan sebagai sumber informasi dan refrensi bagi pembaca dan jurusan bimbingan konseling islam terhadap kebencian.
2. Secara Praktis
Peneliti diharapkan bisa membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kebencian anak pada ayah, dan dapat memberikan masukan kepada klien agar klien bisa merubah dirnya lebih baik lagi.
E. Difinisi Konsep
Dalam pembahasan perlu peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang
diajukan dalam penelitian dengan judul “ Bimbingan dan Konseling Islam
dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di wonocolo Surabaya” yakni penelitian ini mempunyai definisi konsep antara lain:
(16)
7
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan pada individu atau kesimpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, agar individu atau sekempulan individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Konseling adalah pemberian nasehat atau penasihatan kepada orang lain secara individual yang dialakukan secara berhadapan dari seorang yang mempunyai kemahiran (konselor/helper) kepada seorang yang mempunyai masalah (klien/helpee). Sedangkan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar individu atau klien tersebut menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk (ciptaan) Allah yang seharusnya hidup sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan hadits.5
Menurut Ainur Rahim Faqih bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya
5
(17)
8
sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.6
2. Terapi Rasional Emotif (Rasional Emotif Therapy)
Terapi rasional emotif adalah terapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik berfikir rasional dan jujur maupun berfikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecendrungan-kecendrungan untuk memelihara diri, berbahagia, berfikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, sertah tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecendrungan-kecendrungan ke arah menghancurkan diri.
Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potrnsi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya.7
Tujuan dari terapi ini adalah meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik.
6
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), hal.4
7
Gerald Corey, Teori dan praktek konseling dan psikoterapi, (Bandung: Refika Aditima, 2007), hal.238
(18)
9
3. Kebencian
Jemes drever dalam kamus psikologinya menjelaskan bahwa benci adalah perasaan atau sikap emosional yang menurut shand, melibatkan seluruh kompleks emosional prime, dimana rasa marah dan sering rasa takut lebih menonjol.8
Sebagaimana dijelaskan chaplin, benci merupakan suatu sikap menolak atau menentang penuh sakit hati, dendam dan dengki, serta adanya keinginan untuk membuat penderitaan pada subyek yang dibenci.9
Dari dua pendapat penulis menyimpulkan bahwa benci adalah sikap emosional yang melibatkan rasa marah dan takut serta disertai sikap menolak terhadap subyek yang dibenci. Dengan perasaan penuh sakit hati dendam dan dengki.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah peniliti yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistic dengan cara mendeskripsikan dengan bentuk kata-kata atau bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
8
Jemes Drever, kamus psikologi (Jakarta : PT. Bina Aksaram, 1986) hal.191
9
(19)
10
metode ilmiah.10 Jadi pendekatan kualitatif yang peneliti gunakan pada penelitian ini digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh klien secara menyeluruh yang dideskripsikan berupa kata-kata atau bahasa.
Sedangkan jenis pelatihan yang digunakan adalah studi kasus. studi kasus yaitu uraian dan penjelasan komperhensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program atau suatu situasi sosial.11 Penelitian studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase apsifik atau khas dari keseluruhan atau khas dari keseluruhan personalitas.12
Jadi penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu dengan secara rinci dan mendalam selama waktu tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Subyek penelitian ini adalah seorang anak yang bernama Ani (nama samaran) dimana anak ini mempunyai rasa benci pada ayahnya karena anak menganggap tidak ada lagi sosok ayah yang sebenarnya, karena ayah sudah pernah menghianati ibunya. Lokasi penelitian ini bertempat di wonocolo Surabaya RT 04 RW 04
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja rosdakarya, 2009) hal.6
11
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 201.
12
(20)
11
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang dalam bentuk kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang dicatat melalui wawancara dan pengamatan dari usaha kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya bukan dalam bentuk angka. Berdasarkan sumbernya maka data dibagi 2 yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder :
1) Data primer yaitu data yang langsung diambil dari pertama dilapanga. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien, prilaku atau dampak yang dialami oleh klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling.
2) Data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber guna melangkapi data primer.13 Adapun yang membantu disini untuk memperoleh data dapat diperoleh dari keadaan klien, gambaran lingkungan, prilaku keseharian klien dan riwayat pendidikan klien.
13
Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial: Format-format kuantitatif dan kualitatif,
(21)
12
b. Sumber Data
Untuk mendapatkan keterangan dan informasih, penulis dapat mendapatakan informasih tersebut dari sumber data, yang dimaksud dari sumber data adalah subyek darimana data diperoleh.14 Adapun sumber data adalah :
1. Sumber data primer yaitu sember data yang langsung diperoleh dari sumbernya, yaitu informasi dari klien. dan konselor yang melakukan konseling.
2. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain untuk melengkapi data yang didapat penulis dari klien. sumber data primer ini dapat diperoleh dari keterangan tangan kedua, ketiga. Seperti : teman, keluarga, tetangga.
4. Tahap-Tahap Penelitian
Dengan mengunakan acuan bogdan yang dikutip dalam buku penelitian kualitatif lexy J.Moleong bahwa dalam penelitian kualitatif terdapat 3 tahapan yaitu:15
a. Tahap pra lapangan
Merupakan tahap penjajakan penelitian lapangan dalam suatu penelitian. Yang dapat dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini yaitu:
14
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal.129
15
J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 85
(22)
13
1) Menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti membuat susunan rencana penelitian yang akan peneliti hendak teliti sebelun peneliti melakukan penelitian lansung dilapangan.
2) Memilih lapangan penelitian
Dengan memilih bimbingan konseling islam dengan terapi rasional emotif dalam mengatasi kebencian anak pada ayah, menjadi obyek penelitian dan menentuka laporan penelitian perlu mempertimbangkan teori subtantif yaitu untuk melihat apakah terjadi kesesuaian dengan kenyataan dilapangan.
3) Mengurus perizinan
Sebagai awal dari proses ini peneliti melakukan sejak dari pengajuan judul, setelah mengadakan konsultasi pengajuan judul peneliti dilanjutkan dengan rencana peneliti mengurus perizinan mulai dari pihak yang berpihan sampai ke lembaga yang terkait.
4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
Dalam memilih dan menjajaki keadaan lapangan, peneliti dapat melakukan wawancara dengan orang-orang yang dekat dengan klien seperti keluarga, teman dekat, tetangga, informasi yang akan membantu peneliti untuk menyelesaikan penelitiannya.
(23)
14
5) Memilih dan memanfaatkan informasi
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk mengasih informasi tentang latar belakang penelitian, maka informan harus benar-benar orang yang mengetahui tentang hal yang terkait dalam penelitian ini.
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Dalam pelengkapan ini, peneliti menyiapkan alat seperti (bopoin, buku catatan, kertas, buku panduan penelitian dan lain-lain). Selain itu pelengkapan yang digunakan untuk menyelesaikan laporan penelitian seperti seperangkat komputer.
7) Persoalan etika penelitian
Salah satu ciri untuk peneliti kualitatif ialah orang sebagai alat yang mengumpulkan data, sehingga perlu memperhatikan etika dalam masyarakat yang menjadi tempat obyek penelitian pada dasarnya penelitian ini menyangkut hubungan antara peneliti dengan penelitian.
b. Tahap Persiapan Lapangan
Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki lapangan dan mepersiapan yang harus dipersiapkan yaitu jadwal penelitian yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci. Kemudian ikut berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan
(24)
15
c. Tahap pekerjaan lapangan
Dalam tahap ini peneliti mulai tarjun di lapangan penelitian, dan mulai pendekatan dengan klien, keluarga klien, sehingga mendapat informasi selengkapnya.
d. Tahap analisis data
Analisis data adalah peroses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, katagori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.16
Dalam analisis data ini, peneliti mulai menganalisis data klien dan menganalisi proses konseling dengan mengkomparasikan terlebih dahulu proses pelaksanaan konseling tersebut, serta meliahat kondisi kelien sebelum dan sesudah dilakukan proses konseling.
Setelah peneliti mendapat data dari lapangan, mengatur ,mengurutkan, dan menyajikan data yang telah didapatkan yang bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala kebencian, bagaimana pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam, dan bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam mengatasi kebencian.
16
(25)
16
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah bagi instrumen penentuan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Adapun teknik data yang peneliti gunakan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Diartikan sebagai kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek yang diteliti dengan menggunakan seluruh alat indra dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati klien meliputi : kondisi klien, kegiatan klien, proses konseling yang dilakukan. Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi.17
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang secara langsung untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
17
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 224.
(26)
17
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.18 Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam. Dalam hal ini pewawancara harus dapat menciptakan suasana santai tetapi serius dalam melakukan proses konseling yakni dalam mengatasi kebencian anak pada ayah tersebut.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambaran, atau dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang berupa gambar, patung, filem dan lain-lain. Data yang diperoleh melalui metode ini adalah data berupa gambaran umum mengenai lokasi penelitian dan dalam hal ini penelitian memperoleh dokumen berupa data-data dari sumber data.
Tabel 1.1
Jenis Data, Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data
No. Jenis Data Sumber
Data TPD
1
a. Identitas Klien
b. Tempat tanggal lahir klien c. Usia klien
d. Pendidikan klien
e. Masalah yang dihadapi klien f. Proses konseling yang
dilakukan
Klien
W + O
2
a. Identitas Konselor b. Pendidikan konselor c. Usia konselor
d. Pengalaman dan proses konseling yang dilakukan
Konselor W+O
3 a. Kebiasaan klien Informan W+O
18
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012) hal. 231.
(27)
18
b. Kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi klien
(keluarga, kerabat dekat, tetangga, teman klien) 4
a. Luas wilayah penelitian b. Jumlah penduduk c. Batas wilayah
Gambaran lokasi penelitian
O+W+ D
Keterangan :
TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi
W : Wawancara D : Dokumentasi
6. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data ini, peneliti mulai menganalisis data klien dan menganalisis proses konseling. Didalam pelaksanaan penelitian, peneliti akan menganalisis data dengan cara analisis deskriptif. Adapun data yang akan dianalisis adalah:
a. Menguraikan tentang proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya.
b. Menguraikan tentang keberhasilan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Keabsahan data merupakan salah satu objektifitas dari hasil penelitian
(28)
19
yang dilakukan. Maka langkah-langkkah yang harus ditempuh peneliti adalah :
a Perpanjangan keikutsertaan
Dalam melakukan penelitian, peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan kepanjangan keikut sertaan pada latar penelitian.19 Hal ini di maksudkan untuk membangun kepercayaan para subyek terhadap penelitian juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
b Ketekunan pengamatan
Pada tahap ini menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur tentang situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal secara rinci. Jika perpanjangan menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data.
c Trianggulasi
Methodological triangulation yaitu pengujian data dengan jalan
membandingkan data penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang berbeda tentang data yang semacam.20
19
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, hal. 327.
20
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif – kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal. 294-295.
(29)
20
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Trianggulasi dibedakan menjadi empat macam yakni:
1) Trianggulasi data (data triangulation) atau trianggulasi sumber, adalah peneliti dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang jelas.
2) Trianggulasi peneliti (investigator triangulation), yang dimaksud dengan cara trianggulasi ini adalah hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validasnya dari beberapa peneliti.
3) Trianggulasi metodologi (methodological triangulation), jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan megumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.
4) Trianggulasi teoritis (theoritical triangulation) trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Dalam trianggulasi data atau sumber, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulakan data dengan permasalahan yang sama. Artinya bahwa data yang ada dilapangan diambil dari beberapa sumber penelitian yang berbeda-beda dan dapat dilakukan dengan:
(30)
21
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c) Membandingkan apa yangg dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. d) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan dan orang berada.
e) Membandingkan hasil awal wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Di sini peneliti menggunakan teknik wawancara, pada saat yang lain menggunakan teknik observasi dan dokumentasi, dan seterusnya. Penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat mungkin untuk menutupi kelemahan atau kekurangan dari suatu teknik tertentu sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini dengan susunan sebagai berikut :
Bab I : tentang pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian yang digunakan, dan sistematika pembahasan.
(31)
22
Bab II : tentang kerangka teori, yang membahas tentang kajian pustaka, dan teori, dalam kajian pusrtaka dan teori membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan bimbingan konseling islam, terapi rasional emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah. sedangkan dalam kajian teori membahas tentang penelitian terdahulu yang relevan.
Bab III : tentang penyajian data yang meliputi deskripsi umum objek penelitian, dan deskripsi hasil penelitian.
Bab IV : tentang analisis data
Bab V : merupakan yang terakhir yaitu penutup membahas mengenai kesimpulan dan saran.
(32)
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, TERAPI RASIONAL EMOTIF DAN KEBENCIAN
A. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian bimbingan dan konseling islam
Bimbingan konseling secara etimologi dari kata guidance “guide” yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way), memimpin (leading), memberikan petunjuk (giving instruction), mengatur
(regulating), mengarahkan (governing), dan memberikan nasehat (giving
advice).21
Menurut Bimo Walgito dalam buku bimbingan dan dan konseling perkawinan. Bimbingan adalah “Bantuan kepada individu untuk mengembangkan kemampuannya dengan baik, serta individu dapat memecahkan masalahnya sendiri dan dapat mengadakan penyesuaian diri. Konseling adalah masalah yang akan dipecahkan bersama konselor dan klien secara face to face”.
Sedangkan menurut Sofyan S. Willis Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar ia mampu memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya.22
21
Thohirin , Bimbingan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah, Berbasis Integral, (Jakarta: Raja Persada), hal.16
22
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek (Bandung : Alfabeta, 2004), hal.14
(33)
24
Menurut Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani bimbingan adalah Suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dirinya dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya, sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.23
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar ia mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian hidup didunia dan diakhirat.24
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus-menerus yang dalam mengatasi persoalan yang dihadapi agar menjadi pribadi yang mandiri dan lebih baik lagi.
Sedangkan Konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.25
23
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani H M, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah, (Jakarta: Rineka cipta, 1991), hal. 4
24
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. hal 4
25
(34)
25
konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien, yang mana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan metode-metode psikologis.26
Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan di sini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.27
Sedang yang dimaksud konseling islami adalah merupakan suatu usaha membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya, sehingga dia kembali menyadari peranannya sebagai kholifah dimuka bumi dan berfungsi untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan yang baik dengan Allah, dengan manusia dan alam semesta.28
Bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk
26
Hamdani Bakran Adz-Dzaky,Psikoterapi dan Konseling Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hal. 128
27
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 8
28
(35)
26
Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.29
Pengertian bimbingan konseling islam pada dasarnya adalah sama dengan pengertian bimbingan penyuluhan, hanya saja bimbingan dan penyuluhan islam pada pelaksanaanya berdasarkan atas nilai-nilai keagamaan, sebagaimana yang dipaparkan oleh H.M Arifin yang dikutip
pada buku karangan imam Sayuti Farid yang berjudul, “pokok-pokok
bahasan tentang bimbingan penyuluhan agama” menyatakan, bahwa
bimbingan dan penyuluhan Agama adalah:
“segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangkah
memberikan bantuan pada orang lain, yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pendirinya suatu cahaya harapan, kebahagianan hidup
pada saat sekarang dan masa depannya”.30
Definisi bimbingan konseling islam menurut H.M. Arifin dalam
bukunya “Pedoman Pelaksanaan dan Penyuluhan Islam“ adalah sebagai
berikut:
“Bimbingan Konseling Islam merupakan usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan masa mendatang.
29
Tohari Musnamar, Daasar-dasar konseptual bimbingan konseling islam (yogyakarta : UII PRESS, 1992), hal. 5
30
Imam Sayuti Farid, pokok-poko bahasan tentang bimbingan penyuluhan agama sebagai teknik dakwah, (jakarta: bulan bintang, 2007), hal. 25
(36)
27
bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan diri kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhan-Nya”.31
Sedangkan dalam bukunya Samsul Munir, bimbingan dan konseling Islam adalah proses bimbingan bantuan terarah, kontinyu dan sistematis pada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara mengiternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an dan hadits rasulullah SAW kedalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan hadits.32
Dari beberapa definisi dan tinjauan secara etimologis yang terpaparkan diatas, maka dapat diambil pengertian bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan pada seseorang atau individu untuk menyelesaikan masala yang sedang dihadapi oleh klien, seingga dapat mencapai tujuan hidup yang lebi baik lagi.
b. Tujuan Bimbingan Dan Konseling Islam
HM. Arifin menyatakan secara garis besar dari tujuan bimbingan dan
konseling islam yaitu “untuk membantu pemecahan problema perseorangan dengan melalui keinginan. Dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai dan konseling tersebut, klien diberi insight
31
H.M. Arifin , Pokok-Pokok Tentang Bimbingan Penyuluhan Islam (Jakarta: bulan bintang,1976) hal. 25
32
(37)
28
(kesadaran adanya hubungan sebab akibat dalam rangkaian problema-problema yang dialami) dalam pribadinya yang dihubungkan dengan nilai keimanannya yang mungkin pada saat telah lenyap dari dalam jiwa
klien”.33
Adapun tujuan umumnya yaitu: untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal dengan tahap perkembangan sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai latar belakang yang ada serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungan.34
Tujuan secara khusus menurut Aunur Rahim Faqih yaitu:
1. Agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya sehingga bisa hidup lebih efektif dan terhindar dari masalah.
2. Agar individu bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
3. Agar individu bisa memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik tetap menjadi baik, sehingga tidak terjadi adanya sumber masalah bagi dirinya dan masyarakat.35
c. Fungsi Bimbingan Dan Konseling Islam
Fungsi dan kegiatan bimbingan dan konseling islam yaitu suatu penggerak dari peranan seorang konselor, diantaranya dari fungsi bimbingan dan konseling sebagai berikut :
33
HM. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama Di Sekolah Dan Luar Sekolah, (Jakarta : Bulan Bintang ), hal. 47
34
Prayitno Erman Ami, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: PT.Asdi Mahasatya, 1985), hal.114
35
(38)
29
Fungsi konseling menurut Ainur Rahim Faqih dalam bukunya
“Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam” adalah:
a) Fungsi Pencegahan (preventif)
Membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Bimbingan Konseling merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam hal ini diharapkan Bimbingan Konseling Islam dapat mencegah timbulnya berbagai masalah yang mungkin akan mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan, kerugian kerugian tertentu dalam proses pengembangannya. b) Fungsi Kuratif atau Korektif
Yaitu membantu individu dalam memecahkan masalah yang sedang atau dialaminya.
c) Fungsi Preservasif
Membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik menjadi baik.
d) Fungsi Developmental Atau Pengembangan Bimbingan Konseling
Merupakan usaha untuk memelihara dan memperkembangkan potensi individu agar potensi tersebut bisa berkembang secara baik. Untuk itu Bimbingan Konseling islam berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap
(39)
30
lebih baik atau menjadi lebih baik, sihingga tidak memungkinkan muncul masalah baru baginya.36
d. Unsur-Unsur Bimbingan Konseling Islam
Ada beberapa unsur dalam Bimbingan dan Konseling Islam antara lain:
1) Konselor
Konselor atau pembimbing merupakan seseorang yang mempunyai wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang menghadapi kesulitan atau masalah, yang tidak bisa diatasi tanpa bantuan orang lain.
Persyaratan menjadi konselor antara lain: a) Kemampuan profesional
b) Sifat kepribadian yang baik
c) Kemampuan kemasyarakatan (ukhuwah islamiah) d) Ketaqwaan kepada Allah.37
2) Konseli
Konseli adalah orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya dan membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya, namun demikian
36
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Hal 37
37
Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam,
(40)
31
keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat ditentukan oleh pribadi konseli itu sendiri.38
Sikap dan sifat yang hendaknya dimiliki oleh konseli adalah : a) Terbuka
b) Sikap percaya c) Bersikap jujur d) Bertanggung jawab 3) Masalah
Dalam kamus psikologi, dikatakan bahwa masalah atau problem adalah situasi yang tidak pasti, merugikan dan sukar dipahami, masalah atau pernyataan yang memperlakukan pemecahan. 39
Sedang menurut WS. Wingkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah”, masalah adalah sesuatu yang
menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk mencapai tujuan.40
Masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi atau mempersulit usaha untuk mencapai tujuan, hal ini perlu ditangani atau di pecahkan oleh konselor bersama konseli, karena masalah bisa timbul oleh berbagai faktor atau bidang kehidupan antara lain.
38
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 14
39
Kartini Kartono dan Dani Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya, 1987), hal. 375
40
WS. Wingkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1989), hal. 12
(41)
32
a) Bidang pernikahan dan keluarga b) Bidang pendidikan
c) Bidang sosial
d) Bidang pekerjaan (jabatan) e) Bidang keagamaan.
e. Asas Asas Bimbingan Dan Konseling Islam
Bimbingan konseling Islam berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al -Hadist, serta berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Dari landasan-landasan tersebut dapat dijabarkan asas-asas pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam sebagai berikut:
1) Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat
Bimbingan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu konseli, yakni orang yang dibimbing mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap manusia, yakni kebahagiaan dunia dan akhirat. Semua itu bisa tercapai karena bimbingan yang diberikan adalah berlandaskan ajaran agama Islam yang bisa menentramkan hati.
2) Asas fitrah
Bimbingan konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakala pernah “tersesat” serta menghayatinya, sehingga dengan demikian akan mampu mencapai
(42)
33
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya.
3) Asas “Lillahi ta’ala”
Asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan pun dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk pengabdian kepada Allah semata.
4) Asas Bimbingan Seumur Hidup
Manusia hidup betapapun tidak ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Maka bimbingan konseling Islam diperlukan selama hayat masih dikandung badan.
5) Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah
Manusia dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah-rohaniah. Sehingga bimbingan konseling Islam memperlakukan konselinya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan konseling Islam membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah.
6) Asas keseimbangan rohania
Dalam asas ini orang yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa-apa yang
(43)
34
perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi juga tidak menolak begitu saja. Konseli juga diajak untuk menginternalisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah potensialnya tersebut, bukan cuma mengikuti hawa nafsu semata.
7) Asas bimbingan seumur hidup
Manusia hidup betapapun tidak ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Maka bimbingan konseling Islam diperlukan selama hayat masih dikandung badan.
8) Asas kemaujudan dan individu
Bimbingan konseling Islam memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu merupakan hak, perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai kosekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniah. Artinya individu mampu merealisasikan dirinya secara optimal, termasuk dalam mengambil keputusan.
9) Asas sosialitas manusia
Dalam bimbingan konselling Islam, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu, hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial. Jadi bukan pula liberalism, dan masih
(44)
35
pula ada hak “alam” yang harus dipenuhi manusia, begitu pula hak
Tuhan.
10) Asas kekhalifahan manusia
Manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerapkali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Di sinilah fungsi bimbingan konseling Islam, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dirinya dan umat manusia.
11) Asas Keselarasan dan Keadilan
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Sehingga dengan bimbingan konseling Islam, individu diajarkan agar mempunyai pikiran untuk berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta dan juga hak Tuhan.
12) Asas pembinaan akhlaqul-karimah
Disini bimbingan konseling memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik, seperti mulia, berlaku adil kepada semua orang, dan sebagainya.
13) Asas kasih sayang
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan
(45)
36
banyak hal. Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan konseling Islam akan berhasil.
14) Asas saling menghargai dan menghormati
Dalam bimbingan konseling Islam, kedudukan konselor dan konseli adalah sama atau sederajat, perbedaannya hanya terletak pada fungsinya, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu lagi menerima bantuan. Sehingga hubungan yang terjalin diantara kedua pihak adalah saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.
15) Asas musyawarah
Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara konselor dan konseli terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.
16) Asas keahlian
Bimbingan konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian di bidang tertentu, baik keahlian dalam metodologi, teknik-teknik bimbingan dan konseling maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan bimbingan dan konseling.41
41
(46)
37
f. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan konseling Islam mempunyai prinsip-prinsip dasar, diantaranya adalah:42
a) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang merupakan pekerjaan mulia
b) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah yang dikerjakan semata-mata mengharap ridho Allah
c) Tujuan praktis konseling islam adalah mendorong konseli agar selalu ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi terhadap hal-hal yang mudhorot.
d) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli dapat keuntungan dan menolak kerusakan.
e) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap orang yang membutuhkan
f) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan syari’at Islam
g) Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih.
g. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam
Dalam Bimbingan Konseling Islam, ada beberapa langkah yang harus di lakukan, antara lain:
42
(47)
38
1) Identifikasih kasus
Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini konselor mencatat kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus-kasus mana yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu.
2) Diagnosa
Langkah diagnosa yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya.
3) Prognosa
Langkah prognosa ini untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa.
4) Terapi / treatmen
Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam prognosa.
(48)
39
5) Evaluasi atau follow up
Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai sejauh manakah langkah terapi yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya. Dalam langkah follow up atau tndak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jelas.43
B. Terapi Rasional Emotif
a. Pengertian Terapi Rasional Emotif
Menurut Singgih D. Gunarsa mengungkapkan bahwa terapi rasional motif adalah memperbaiki melalui pola berpikirnya dan menghilangkan pola berpikir yang irasional. Terapi dilihatnya sebagai usaha untuk mendidik kembali (reeducation), jadi terapis bertindak sebagai pendidik, dengan antara lain memberi tugas yang harus dilakukan pasien serta menganjurkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya.44
Sedangkan menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan mengatakan bahwa Terapi Rasional Emotif adalah corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan
(emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa
suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan
43
Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV.ILMU, 1975), hal. 104-106
44
Singgih D. Gunarsah, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1992), hal, 236
(49)
40
dapat mengakibatkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.45
Menurut Gerald Corey dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi, terapi rasional emotif adalah pemecahan masalah yang menitikberatkan pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.46
Dari beberapa pengertian Terapi Rasional Emotif diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa terapi rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien yang tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas keyakina-keyakinan yang irasional.
Beberapa pandangan tentang manusia yang diajukan oleh Albet Ellis 1) Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan irasional. 2) Pikiran, perasaan dan tingkah laku atau tindakan manusia suatu proses
yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan Terapi Rasional Emotif memandang bahwa manusia itu tidak akan lepas dari pikiran yang mempengaruhi perasaan dan tingkah laku, perasaan mempengaruhi pikiran dan tingkah laku.
45
W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1991), hal, 364
46
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1988), hal, 240
(50)
41
3) Individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya serta potensi mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang diterimanya secara tidak kritis, Terapi Rasional Emotif memandang bahwa manusia (individu) tidak memiliki potensi untuk berpandangan yang rasional dan realistis agar individu itu mampu melakukan adaptasi diri dengan lingkungan.
Dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kebencian anak pada ayah, maka pendekatan bimbingan dan konseling yang paling sesuai adalah terapi rasional emotif, karena dalam terapi ini konselor berusaha agar klien berusaha menyadari pikirannya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realitas sehingga bisa mengembalikan ketegangan jiwanya, kondisinya lebih baik, serta memunculkan keceriaan dalam hidup.
Pelopor Terapi Rasional Emotif ini adalah Albert Ellis. Menurutnya, corak konseling terapi rasional emotif berasal dari aliran pendekatan Kognitif-Behavioristik yang menekankan kebersamaan interaksi antara berpikir dengan akal sehat ( rational thinking), berperasaan ( emoting), dan berperilaku ( acting ), serta menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat mengakibatkan perubahan dalam berperasaan dan berperilaku. Maka orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya (emosi) harus dibantu dengan mengubah cara berpikirnya sehingga dapat memanfaatkan akal sehatnya.
(51)
42
b. Teori kepribadian A-B-C-D-E
Secara umum teori A-B-C-D-E dapat dijelaskan pada table sebagai berikut:
Table 2.1
Teori Kepribadian Terapi Rasional Emotif A-B-C-D-E
Komponen Proses
A Activity, or Action, or Agent.
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mendahului atau
menggerakkan individu
(Antecedent or activiting events)
External event
Kejadian diluar atau sekitar individu.
iB
rB
Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A).
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).
Self-verbalizations: terjadi dalam diri individu, yakni apa secara terus menerus ia katakana berhubungan dengan A terhadap dirinya.
iC
rC
Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi irasional atau tidak layak yang berasal dari (A).
Rational Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari (rB=keyakinan yang rasional).
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A).
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irrasional dalam diri individu saling bertantangan (disputing).
Validate or invalidate self-verbalizations:
yakni suatu proses
self-verbalization dalam diri
individu, apakah valid atau tidak.
CE
BE
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing) dalam keyakinan-keyakinan irasional
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dalam perilaku yang terjadi dari pertentangan dalam
Change
Self-Verbalization,
terjadinya perubahan dalam verbalisasi daripada individu.
Change Behaviour, yakni terjadinya
(52)
43
keyakinan-keyakinan irasional di atas.
perubahan perilaku dalam diri individu.47 Beberapa komponen penting dalam perilaku irrasional dapat dijelaskan dengan simbol-simbol berikut:
A : Activiting event atau peristiwa yang menggerakkan
individu.
iB : Irrational Belief, keyakinan irrasional terhadap A.
iC : Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran
irrasional terhadap emosi, melalui self-verbalization.
D : Dispute irrational belief, keyakinan yang saling
bertentangan.
CE : Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena pertentangan dalam keyakinan irrasional.
BE : Behavioral Effect, terjadi perubahan perilaku karena keyakinan irrasional.
c. Tujuan Terapi Rasional Emotif
tujuan utama dari terapi rasional emotif yaitu menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah yang merupakan penyebab gangguan emosionalnya atau dengan kata lain konseling Rasional Emotif tujuan membentuk klien membenarkan dirinya dari cara berfikir atau idenya tidak logis dan menggantinya dengan cara–cara yang logis.
47
Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal. 14.
(53)
44
Sedangkan menurut bukunya “psikologi konseling“ menyebutkan
tujuan konseling pada dasarnya membentuk pribadi rasional dengan jalan mengenai cara-cara berfikir yang irasional, dalam pandangan Ellis cara berfikir yang irasional itulah yang menjadi individu yang mengalami gangguan emosional.
d. Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif
Terapi rasional emotif mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling atau
terapeutik, terapis atau konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2) Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3) Emotif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4) Behavioristik, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien.48
48
Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal. 16.
(54)
45
Kelebihan terapi rasional emotif ialah tekanannya pada peranan tanggapan-tanggapan kognitif terhadap timbulnya reaksi-reaksi perasaan. Kelemahannya ialah kurangnya pengakuan terhadap perasaan dasar (mood, stemming) sebagai suatu faktor yang sangat dominan dalam kehidupan manusia, yang tidak sebegitu mudah mengalami perubahan.49
e. Fungsi dan peran terapi rasional emotif
Ciri-ciri dari peran terapi rasional emotif dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dengan kliennya.
b. Dalam proses hubungan konseling, harus diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien.
c. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik itu dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berpikirnya yang tidak logis menjadi rasional.
d. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masa lampau klien.
e. Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dengan konseling rasional emotif terapi bertujuan untuk membuka ketidak logisan pola berpikir klien. dengan melihat masalah yang dihadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak
49
W.S. Winkel, Bimbingan Dan Konseling Di Institut Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1991), hal. 370.
(55)
46
rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.50
Dari uaraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri peran dari terapi rasional emotif adalah menggunakan directive counseling (teknik langsung), dimana antara konselor dan klien yang lebih aktif adalah konselor. Dalam konseling arasional emotif, konselor tidak terlalu banyak menelusuri kehidupan masa lampau klien dan harus pandai penciptakan hubungan yang baik dengan klien agar klien dapat terbuka dalam mengutarakan permasalahannya, sehingga konselor dapat mudah dalam membantu klien mengubah cara berfikir klien, karena tujuan terapi rasional emotif adalah mengubah pola pikir klien yang irasional menjadi rasional.
f. Teknik-teknik konseling
Layanan konseling RET, terdiri atas layanan individual dan layanan kelompok. Sedangkan teknik-teknik yang digunakan lebih banyak dari aliran behavioral therapy. Ada beberapa teknik konseling RET yang dapat diikuti, antara lain adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri (berdasarkan
emotive experiential) yang terdiri atas :
50
DewaKetutu Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Pgorgam Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h 100
(56)
47
1. Assertive training, yaitu melatih dan membiasakan klien terus
menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2. Sosiodrama, yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah
kehidupan sosial.
3. Self modeling, yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku
tertentu, dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti.
4. Social modeling, yaitu membentuk perilaku baru melalui model
sosial dengan cara imitasi, observasi.
5. Teknik reinforcement, yaitu memberi reward terhadap perilaku
rasional atau memperkuatnya (reinforce).
6. Desensitisasi sistematik.
7. Relaxation.
8. Self-control, yaitu dengan mengontrol diri.
9. Diskusi.
10. Simulasi, dengan bermain peran antara konselor dengan klien.
11. Homework assignment (metode tugas).
12. Bibliografi (memberi bahan bacaan).51
Namun peneliti hanya menggunakan tiga teknik saja yaitu teknik
sellf modeling, diskusi dan teknik Assertive training.
51
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal 78.
(57)
48
1) Sellf modeling, dalam hal ini konselor bertindak sebagai guru atau
model, untuk dijadikan contoh bagi klien yang mumpunyai hubungan yang kurang baik antara anak dan ayah. Disini konselor memberi contoh pada klien bagaimana hubungan yang dilakukan konselor dengan ayhnya.
2) Teknik diskusi, ada beberapa hal yang konselor diskusikan dengan klien. Misalnya, tentang masalah yang sedang dihadapi klien, awal mula mengapa ada rasa benci pada ayah, komunikasi klien dengan ayah. Setelah semua data didapat, konselor menunjukkan masalah yang sedang dihadapi klien akibat dari pemikirannya klien sendiri dan menunjukkan bagaimana klien sebaiknya harus bersikap. Setelah klien menyadari bahwa masalah itu terjadi karena kesalahan yang sudah dilakukan oleh ayahnya, konselor menunjukkan pemikiran irasional klien tentang ayah dan konselor membantu klien untuk mengubah cara berfikir klien dari irasional menjadi pemikiran yang rasional. Setelah klien mampu untuk positif thinking terhadap ayah klien, konselor mengembangkan kehidupan klien untuk lebih baik lagi sehingga menjadi keluarga yang harmonis kembali.
3) Assertive training. Dalam hal ini konselor melatih dan membiasakan
klien terus menerus menyesuaikan diri dengan ayah, dengan perilaku apa yang diinginkan oleh klien. Seperti membiasakan berkomunikasi lagi dengan ayah.
(58)
49
g. Langkah-langkah Terapi Rasional Emotif
Langkah–langkah konseling dalam proses Terapi Rasional Emotif peran konselor dalam proses konseling rasional emotif akan tanpak jelas dalam langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1) langkah pertama
Dalam langkah ini, konselor menunjukkan klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan pemikiran yang irasional. Disini klien harus belajar memisahkan pemikiran yang rasional dari yang irasional. Pada tahap ini, peran konselor adalah sebagai propagendis yang berusaha mendorong, membujuk, menyakinkan, bahkan sampai kepada mengendalikan klien untuk menerima gagasan yang logis dan rasional. Jadi pada langkah ini, peran konseling ialah menyadarkan klien bahwa masalah yang dihadapinya disebabkan oleh cara berfikirnya yang irasional.
2) langkah kedua
peran konselor adalah menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. Maka dari itu dalam konseling rasional emotif ini konselor berperan untuk menunjukkan dan menyadarkan klien, bahwa gangguan emosional yang selama ini dirasakannya akan terus akan menghantuinya kalau dirinya akan tetap berfikir tidak logis. Oleh karenanya, klienlah yang harus bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap masalanya sendiri.
(59)
50
3) langkah ketiga
Pada langkah ini, konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara berfikir yang irasional. Konselor tidaklah cukup menunjukkan kepada kelien bagaimana proses ketidak logisan berpikir ini, tetapi lebih jauh dari itu konselor harus mengajak klien mengubah cara berpikirnya dengan cara menghilangkan gagasan yang irasional.
4) langkah keempat
peran konselor mengembangkan pemandangan-pemandangan yang realitas dan menghindarkan diri dari pemikiran yang irasional. Konselor berperan untuk menyerang inti cara berpikir yang irasional dari klien dan mengajarkan bagaimana caranya mengganti cara berpikir irasional menjadi rasional.
Dari keempat langkah tersebut, jelaskan keaktifan peran konselor dalam koinseling rasional emotif adalah untuk menyadarkan klien dan agar menerima gagasan yang logis dan rasional. Dalam hal ini klien lah yang harus memikul tanggung jawab dari masalahnya. Konselor harus mengarahkan dan mengajak merubah cara berfikirnya mengembangkan pandangan yang realistik.
(60)
51
C. Definisi kebencian
a. Pengertian kebencian
Benci adalah satu emosi yang bersebrangan dengan emosi cinta. Benci adalah suatu ungkapan akan tidak adanya kebaikan / penerimaan ataupun ungkapan akan adanya keengganan, rasa jijik dan keinginan untuk menjauh dari semua yang menimbulkan rasa benci, baik berbentuk manusia, suatu hal atau perbuatan. Benci bisa terjadi antara sepasang suami istri, antara anak dan ayah, anak dan ibu. Allah telah mengarahkan pasangan suami istri untuk mengendalikan kebencian yang ada ini hingga kehihudupan perkawinan pun masih bisa dilanjutkan, sebagaimana firman-Nya.52
Pengertian benci atau kebencian adalah merupakan sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, enmity, atau entipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkan. Atau dapat dijelaskan perasaan emosi yakni effektivitas yang melebihi batas sehingga kadang-kadang yang bersangkutan tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan hubungan sosial terganggu, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan dirinya dengan dunia sekitar.53 Sedangkan menurut Sulkan Yasin didalam bukunya “ Kamus
52
Musfir bin Said Az-Zahrani, konseling terapi, (Jakarta : Gema Insani, 2005 ) hal 202
53
(1)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam pembahasan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya. dapat peneliti simpulkan sebagai berikut :
1. Proses Bimbingan dan konseling islam dengan terapi rasional emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di woncolo surabaya adalah dengan mengikuti langkah-langkah konseling, langkah pertama identifikasi masalah untuk mengetahui bagaimana awal terjadi permasalahan dan gejala-gejala yang ada pada diri klien. Langkah kedua adalah diagnosa, setelah hasil dari identifikasi masalah, konselor dapat mengambil suatu kesimpulan mengenai masalah yang ada pada diri klien yaitu adanya rasa benci yang selalu ada dalam fikiran klien sehingga klien belum bisa menerima kembali ayahnya. langkah ketiga prognosa menetapkan jenis bantuan atau terapi yang akan digunakan dalam membantu menyelesaikan masalah klien, disini konselor menggunakan terapi rasional emotif dengan menggunakan teknik Self modelling,
diskusi dan assertive training. Kemudian konselor memberikan
Treatment /terapi dengan teknik yang ada pada terapi rasional emotif
(2)
96
teknik self modelling, diskusi dan assertive training. Teknik self modelling digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau
mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan
perasaan atau perilaku tertentu. Teknik diskusi disini untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang masalah dan keadaan klien sebelum ada masalah dan saat klien sedang ada masalah. Dan teknik Assertive training yaitu memberikan motivasi dan melatih klien agar bisa menerima kenyataan yang ada, dan bisa berfikir yang realistis. Terakhir adalah evaluasi/
follow up mengevaluasi tindakan klien dengan melihat
perubahan-perubahan yang ada pada diri klien. proses bimbingan dan konseling islam diperoleh kesesuaian dan persamaan yang mengarah pada proses bimbingan dan konseling islam.
2. Hasil akhir pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan terapi rasional emotif dalam menangani kebencian anak pada ayah di Wonocolo Surabaya dikatagorikan cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari prosentes sebanyak 75%, dan juga dapat dilihat dari perubahan yang ditunjukkan oleh klien yaitu : kondisi klien yang semula tidak bisa terbuka dengan ayah sekarang sudah terbuka dengan ayah dan sudah mau berkomunikasi dengan ayah, dan perasaan benci itu sekarang mulai hilang dalam diri klien, tidak lagi acuh dan kesal seperti dulu, dan klien saat ini juga sudah mulai mau berkumpul dengan ayah, dan becanda-becandah dengan ayah dirumah. Klien saat ini sudah mau membuka diri
(3)
97
dengan temannya tidak pendiam lagi, mau berkumpul-kumpul lagi dengan teman-temannya.
B. Saran
Adapun saran-saran dari peneliti adalah :
1. Secara Teoritik
Dalam penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif hingga dalam meningkatkannya diperlukan penelitian yang berkelanjutan agar dapat menyempurnakan penelitian ini, untuk dapat mencapai sebuah keberhasilan dalam menangani kasus Kebencian Anak Pada Ayah, maka dalam proses konseling menggunakan Terapi Rasiona Emotif untuk dapat mengubah klien.
2. Secara praktis
Untuk ayah klien diharap agar ayah lebih perhatian dengan anaknya secara terus menerus karena orang tua mempunyai hak untuk melakukan perhatian dengan kasih sayang terhadap anaknya, agar klien tidak lagi mempunyai perasaan benci dan bisa menerima ayahnya lagi dan tidak berfikir negatif.
Untuk klien hendaknya klien berusaha untuk menghilangkan rasa benci dan tidak selalu berfikir negatif dengan ayah. Agar klien bisa menerimah kembali ayahnya, dan bisa menjalin komunikasi yang baik lagi dengan ayah.
(4)
98
DAFTAR PUSTAKA
A. Juntika, Nurihsan, Yusuf, Syamsu, 2010, Landasan Bimbingan dan
Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, 2001, Ksikologi Dan Konseling Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru
Ahmafi, Abu dan Ahmad Rohani H M, 1991, Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta
Amin, Samsul Munir, 2013, Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta : AMZAH
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pada
Praktek, Jakarta : Rineka Cipta
Aswadi, 2009, Iyadah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan Konseling Islam, Surabaya : Dakwah Digital Press
Az-Zahrani, Musfir bin Said, 2005, konseling terapi, Jakarta : Gema Insani, Bungin Burhan, 2001, Metode Penelitian Sosial: Format-format kuantitatif
dan kualitatif, Surabaya: Universitas Airlangga
Chaplin C.P, kamus psikologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Corey Gerald, 1988, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT. Eresco,
Corey Gerald, 2005, Teori dan praktek konseling dan psikoterapi, Bandung: Refika Aditima,
D. Gunarsah Singgih, 1992, Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK. Gunung Mulia
Dakir, 1993, dasar-dasar psikologi, Yogyakarta: Pustaka pelajar Hallen A, 2005, Bimbingan & Konseling, Jakarta: Quantum Teaching Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2001, Psikoterapi dan Konseling Islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
HM. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan
(5)
99
J. Moleong, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Jemes Drever, 1986, kamus psikologi, Jakarta : PT. Bina Aksaram
Kartono Kartini dan Gulo Dani, 1987, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya
Kasiram Moh, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif – kuantitatif, Malang: UIN-Maliki Press
Ketutu Sukardi Dewa, 2002, Pengantar Pelaksanaan Pgorgam Bimbingan
dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta
Lexy, J. Moleong, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja rosdakarya
Lubis, Namora lumongga, 2011, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam
Teori Dan Praktik, Jakarta: Kencana
M. Arifin , 1976, pokok-pokok tentang bimbingan penyuluhan islam (Jakarta: bulan bintang,
M. Jamaluddin A.A, 1975, Psikologi Agama Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Mulyana Deddy, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Munir Samsul, 2010, Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta : amzah Munir, Samsul, 2010, Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta : Amzah Nazir Moh, 1988, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Pihasniwati, 2008, Psikologi konselin: upaya pendekatan
integrasi-interkoneksi, yogyakarta : sukses offset
Prayitno, Erman Ami, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: PT.Asdi Mahasatya
Rahim Faqih Ainur, 2004 , Bimbingan Konseling Dalam Islam Yogyakarta: UII PRESS
Rasyid Sulaiman, 2000, Fiqih Islam, Bandung : Sunar Baru Al-gansindo Rohani H M Ahmad dan Ahmadi Abu, , 1991, Bimbingan dan Konseling Di
(6)
100
S. Willis Sofyan, 2004, Konseling Individual Teori dan Praktek Bandung : Alfabeta
Sarwono Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu,
Sayuti farid Imam, 2007, pokok-poko bahasan tentang bimbingan
penyuluhan agama sebagai teknik dakwah, jakarta: bulan bintang
Sugiono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta
Sulkan, Yasin, 1990, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya : Maker
Surya Moh. Djumhur dan, 1975, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV.ILMU
Tohari musnamar, 1992, Daasar-dasar konseptual bimbingan konseling
islam yogyakarta : UII PRESS
Walgito Bimo, 2000, Bimbingan Dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Andi
Wikipadia Indonesia, 1992, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, Jakarta: UII Press
WS. Wingkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta: Gramedia
https://perkara hati.wordporss.com/1111/beda-marah-orang-berakal-dan-bodoh/