237 mengangkat pamor batik sekaligus membangun pilar ekonomi rakyat 98

Mengangkat Pamor Batik sekaligus Membangun Pilar Ekonomi Rakyat
Written by Artikel
Wednesday, 02 June 2010 13:14 - Last Updated Friday, 18 June 2010 16:28

Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mendeklarasikan Batik Indonesia
sebagai .warisan budaya dunia Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik
sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat Bagaimana seninya?
Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit berbatik ria di masyarakat Indonesia.
Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia
batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi
pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional.
Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lirik realisasi ekspor batik Indonesia selama
lima tahun terakhir yang mencapai US$ 34,41 juta (2004), US$ 12,46 juta (2005), US$ 14,27
juta (2006), US$ 20,89 juta (2007), dan USS 32,28 juta (2008). Realisasi ekspor hingga
semester 1-2009 baru mencapai US$ 10,86 juta (Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009). Artinya,
baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008.
Nah, banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik
nasional. Aneka batik model Solo, Yogyakarta, Cirebon, Madura, Pekalongan, Bali, dan
Kalimantan akan menjadi tonggak penting.
Alternatif Solusi

Bagaimana kiat untuk mendongkrak batik secara ekonomis? Pertama, Pemerintah sebagai
komandan pertumbuhan perekonomian nasional selayaknya segera menabuh gong
pemberdayaan batik nasional. Caranya? Semua pegawai negeri yang berjumlah sekitar 4 juta
orang wajib memakai batik setiap Jumat. Ini termasuk semua pejabat tertinggi negara dan tinggi
negara. Sejak tahun 1980-an, karyawan bank pelat merah memakai batik setiap akhir pekan.
Kedua, Pemerintah juga perlu mewajibkan semua pelajar untuk mengenakan batik setiap
Senin. Kewajiban ini sudah dijalankan oleh beberapa sekolah namun belum merata.
Pemberdayaan model ini sesungguhnya merupakan edukasi pragmatis bagi generasi
mendatang dalam mengembangkan produk dalam negeri.
Bukan teori semata
Ketiga, peserta seminar, workshop dan pelatihan wajib mengenakan pakaian batik pada
pembukaan acara tersebut, termasuk dalam sidang wakil rakyat Sa-rinya, acara ini patut
dianggap sebagai momen penting untuk mengembangkan produk dalam negeri.
Pemberdayaan tersebut mampu membawa implikasi ekonomis bagi pengembangan batik,
bahkan bagi ekonomi sekaligus industri kreatif. Pemerintah telah mencanangkan 2009 sebagai
Tahun Indonesia Kreatif. Industri kreatif mampu menyumbang 6,3% dari produk domestik bruto
(PDB), menyerap 5,4% tenaga kerja dan berkontribusi 9% dari total nilai ekspor nasional
(Kompas, 25 Juni 2009). Suatu kontribusi yang tidak kecil.
Terdapat 14 subsektor yang menjadi tumpuan ekonomi kreatif yakni periklanan, penerbitan dan
percetakan, TV dan radio, film, video dan fotografi, musik, seni pertunjukan, arsitektur, desain,


1/2

Mengangkat Pamor Batik sekaligus Membangun Pilar Ekonomi Rakyat
Written by Artikel
Wednesday, 02 June 2010 13:14 - Last Updated Friday, 18 June 2010 16:28

fesyen, kerajinan, pasar barang seni, permainan interaktif, layanan komputer dan peranti lunak
serta penelitian dan pengembangan.
Peran bank nasional
Lantas, bagaimana bank nasional dapat memainkan peran mereka dalam mengembangkan
batik dan kinerja ekspor batik nasional?
Bank nasional dituntut untuk mening-katkan kompetensi pelaku bisnis batik. Apa itu
kompetensi? Kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap atau
perilaku atau kualitas pribadi yang diperlukan oleh setiap karyawan agar dapat menyelesaikan
pekerjaan secara optimal (Lyle M. Spencer Signe M. Spencer, Competence at Work Models for
Superior Performance, 1993).
Pasti bank nasional akan senang memberikan pembekalan kepada pelaku bisnis batik dengan
berbagai produk dan jasa perbankan nasional. Sebut saja, aneka skema ekspor, impor dengan
menggunakan letter of credit (L/C), bank garansi, standby L/C, remitansi (remittance), kredit,

tresuri, manajemen, pemasaran, dan kepemimpinan.
Tidak ketinggalan pula pembekalan mengenai manajemen risiko. Dengan begitu, pelaku usaha
menengah, kecil dan mikro (UMKM) terutama yang bergerak di bisnis batik, dapat memahami
potensi risiko. Dengan bahasa lebih lugas, mereka dapat memahami madu dan racun produk
dan jasa serta transaksi perbankan nasional.
Materi Iain yang sangat ditunggu pelaku UMKM adalah bagaimana menyusun suatu laporan
keuangan sehingga mereka bankable. Sebab, sebagian besar pelaku UMKM tidak mampu
menyediakan laporan keuangan. Ini kelihatannya sederhana namun kenyataannya tidak
demikian. Bagi bank, laporan keuangan merupakan salah satu cara untuk mengetahui sejauh
mana kehebatan kapasitas (capacity).
Tujuannya untuk mengukur kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kreditnya atas
dasar kemampuan menjalankan bisnisnya. Melalui laporan keuangan, bank pun ingin melirik
modal (capital) dan sejauh mana suatu perusahaan mampu menggunakannya secara efektif. Ini
semua sebagai ba-han pertimbangan bagi bank untuk mengucurkan kredit. Pembekalan ini
bertujuan agar pelaku UMKM kian berwawasan jauh ke depan yakni menjadi eksportir unggul.
Bukan jago kandang. Ingat, tingginya kinerja ekspor merupakan lahan subur bagi devisa
negara.
Kita berharap, langkah strategis demikian mampu meningkatkan produk batik dan kinerja batik
nasional. Euforia batik disasar untuk mampu pula mengangkat tekstil dan produk tekstil (TPT)
dan aneka kain tenun dari segenap daerah di Tanah Air. Sungguh batik bakal menjadi salah

satu pilar ekonomi rakyat. Kini saatnya batik menjadi tuas produk dalam negeri lainnya untuk
mampu berbicara di panggung internasional.
Sumber : Harian Kontan

2/2