Hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika dalam kajian hukum pidana Islam : studi putusan N0. 145 PK/Pid.Sus/2016.

HUKUMAN MATI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM
KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM
(Studi Putusan N0. 145 PK/PID.SUS/2016)
SKRIPSI
OLEH:
KIKI DEWI LESTARI
NIM: C73213086

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
SURABAYA
2017

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul Hukuman Mati
Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam (Studi
Putusan N0. 145 Pk/Pid.Sus/2016). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
Bagaimana dasar hukum hakim dalam putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang

hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika?, dan Bagaimana analisis hukum
pidana Islam terhadap putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati
bagi pelaku tindak pidana narkotika?.
Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah
pendekatan kualitatif. Teknik penggalian data yang peneliti lakukan yaitu
Kepustakaan. Maka penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan buku yang
terkait dengan permasalahan yang peneliti kaji. Data yang berhasil dikumpulkan
selanjutnya disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis
dengan pola pikir deduktif.
Dari hasil penilitian ini dapat disimpulkan bahwa, Mahkamah Agung
menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh terpidana Fredi Budiman dan
terpidana tetap dijatuhi hukuman mati. Terpidana Fredi Budiman terbukti bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 ayat (2) jo.
Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dari hasil tersebut juga dapat disimpulkan bahwa, hukuman mati yang
dijatuhkan terhadap terpidana narkotika sudah sesuai karena termasuk dalam
kategori hukuman jarimah ta’zir dan tidak ada ketentuan nas yang mengatur
secara eksplisit tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana narkotika, sehingga
dalam menjatuhkan hukuman diberikan sepenuhnya kepada Hakim atau dalam hal
ini ulil amri. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan umum.

.
Dengan kesimpulan tersebut diatas diharapkan untuk semua hakim dapat
mempertimbangkan lagi hukuman mati bagi pelaku narkotika. Karena diharapkan
hukuman narkotika ini dapat memberikan efek psikologis atau jera kepada pelaku.
Dan untuk seluruh elemen masyarakat diharapkan kerjasamanya agar kasus
penyalahgunaan narkotika di Indonesia dapat berkurang. Karena saat ini Indonesia
darurat narkotika. Mari bersama-sama membangun negara Indonesia yang kuat dan
bersih dari bahaya narkotika.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ----------------------------------------------------------------------

i

PERYATAAN KEASLIAN ------------------------------------------------------------


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ------------------------------------------------------

iii

PENGESAHAN --------------------------------------------------------------------------

iv

ABSTRAK --------------------------------------------------------------------------------

v

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------------

vi

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------


ix

DAFTAR TRANSLITERASI ----------------------------------------------------------

xiii

BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------

1

A. Latar Belakang Masalah ---------------------------------------------------

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah -----------------------------------------

10

C. Rumusan Masalah -----------------------------------------------------------


12

D. Kajian Pustaka ---------------------------------------------------------------

12

E. Tujuan Penelitian------------------------------------------------------------

14

F. Kegunaan Hasil Penelitian -------------------------------------------------

15

G. Definisi Operasional --------------------------------------------------------

15

H. Metode Penelitian -----------------------------------------------------------


16

I. Sistematika Pembahasan ---------------------------------------------------

21

BAB II Tinjauan Umum Tentang Jarimah Ta’zir ------------------------------------

23

A. Pengertian Tindak Pidana (Jarimah) Menurut Hukum Islam ---------

23

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Pengertian Jarimah Ta’zir--------------------------------------------------


27

C. Dasar Hukum Disyariatkannya Ta’zir -----------------------------------

30

D. Macam-macam Jarimah Ta’zir --------------------------------------------

32

E. Macam-macam Hukuman Ta’zir ------------------------------------------

34

BAB III HUKUMAN MATI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
PUTUSAN : No. 145 PK/PID.SUS/2016 ------------------------------------ 43
A. Deskripsi Kasus -------------------------------------------------------------

43


B. Alasan-alasan Peninjauan Kembali ---------------------------------------

52

C. Alasan-alasan Penolakan Peninjauan Kembali --------------------------

60

D. Isi Putusan: No. 145 PK/PID.SUS/2016 ---------------------------------

65

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN
HUKUM HAKIM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PELAKU
TINDAK PIDANA -------------------------------------------------------------- 67
A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Putusan: No. 145
PK/PID.SUS/2016 Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana
Narkotika ---------------------------------------------------------------------


67

B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim
Putusan: No. 145 PK/PID.SUS/2016 Tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku
Tindak Pidana Narkotika---------------------------------------------------

70

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan-------------------------------------------------------------------

75

B. Saran --------------------------------------------------------------------------

76

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------

77


LAMPIRAN

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan hukuman mati sebagai
hukuman yang dijalankan dengan membunuh orang yang tidak bersalah.
Umumnya eksekusi dilaksanakan dengan hukuman gantung atau tembak
mati. Sementara itu, di Amerika Serikat hukuman mati dilakukan dengan
kursi listrik, di Meksiko dengan kamar gas, sedangkan di Prancis-pada zaman
revolusi-hukuman mati dilakukan dengan alat yang disebut guillotine.1
Hukuman mati merupakan hukuman yang paling berat diantara
hukuman yang lainnya, di mana hukuman ini masih diberlakukan di
Indonesia, meskipun Belanda sendiri yang merupakan asal dari hukum pidana

Indonesia telah menghapuskan hukuman mati sejak tahun 1970 serta negaranegara lainnya seperti: Jerman, Italia, Portugal, Austria, Swiss, Skandinavia
dsb, namun ada pula negara yang telah menghapuskan hukuman mati tetapi
kemudian mengadakan lagi seperti Rusia.2

1

Yon Artiono Arba’i, Aku Menolak Hukuman Mati: Telaah Atas Penerapan Pidana Mati, (Bogor:
Grafika Mardi Yuana, 2012), 66.
2
Nelvitia Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati: Perspektif Hak Asasi Manusia dan
Hukum Pidana di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), 15.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Berdasarkan catatan sejarah, pidana mati telah berlaku sejak berabadabad silam. Bahkan pidana mati diterapkan dalam sanksi pidana adat. Pidana
mati di Indonesia, secara hukum, berlaku sejak diberlakukannya UU No. 1
Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Sanksi ini ditegaskan lagi
dalam peraturan hukum pidana UU No. 73 Tahun 1958 tentang berlakunya
UU No. 1 Tahun 1946 untuk seluruh wilayah NKRI, yang merubah Wetboek

van Strafrecht voor Nederlandsch Indie menjadi Wetboek van Strafrecht
yang saat ini dikenal dengan sebutan KUHP.3
Di Indonesia, KUHP sampai saat ini masih mencantumkan hukuman
mati sebagai salah satu jenis pidana pokok di samping pidana penjara, pidana
kurungan, dan pidana denda. Pro-kontra pelaksanaan pidana mati di
Indonesia sudah berlangsung lama. Pasang-surutnya seirama dengan
perkembangan hukum di tanah air. Kaum abolisioner menentang hukuman
mati dengan alasan bertentangan dengan HAM, terutama hak untuk hidup.4
Dengan diberlakukannya hukuman mati di Indonesia pemerintah
berusaha memberikan perlindungan dan keadilan bagi seluruh warga
negaranya agar hak asasi manusia dapat terpenuhi secara adil. Pelaksanaan
hukuman mati di Indonesia bukan semata-mata bertujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan sama sekali dari hak-hak asasi manusia. Namun di dalam

3
4

Yon Artiono Arba’i, Aku Menolak Hukuman Mati: Telaah Atas Penerapan Pidana Mati…,121.
Ibid., 123.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

pelaksanaannya lebih kepada tanggung jawab negara melindungi warga
negaranya. Setiap tindakan yang diperbuat oleh warga negaranya, apabila
perbuatan itu melenceng dari undang-undang yang berlaku maka orang itu
akan menerima hukuman seperti yang tertera didalam undang-undang yang
berlaku.5
Tujuan pemberlakuan hukuman mati untuk memberikan efek jera bagi
pelaku kejahatan. Dari aspek kemanusiaan hukuman mati diperlukan guna
melindungi masyarakat dari perbuatan orang jahat. Tetapi kenyataan di
lapangan berbeda. Hukuman mati yang merupakan hukuman terberat bagi
pelaku tindak pidana narkotika belum mampu membuat efek jera. Hal ini
terlihat dari semakin banyaknya kasus narkotika di Indonesia.
Apabila dianalogikan dengan kejahatan narkoba yang membunuh
bukan hanya satu orang-orang satu orang-perorangan tapi membunuh ribuan
bahkan ratusan ribu manusia. Bahkan sebenarnya hukuman mati tersebut
masih kurang setimpal apabila dibandingkan dengan kerusakan yang
demikian dahsyat yang diakibatkan oleh kejahatan narkoba tersebut6
Di Indonesia salah satu bentuk kejahatan yang di hukum mati adalah
kejahatan narkotika. Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi

5

Nelvitia Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati: Perspektif Hak Asasi Manusia dan

Hukum Pidana di Indonesia…,157.

6

Ibid., 158-159.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak
maupun elektronik yang memberitakan tentang penggunaan narkotika dan
bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat
penggunaannya. Narkotika, menurut keterangan/penjelasan dari MerriamWebster adalah:

1. A drug (as opium or morphine) that in moderate doses dulls the sense,
relieves pain, and induces profound sleep but in excessive doses causes
stupor, coma, or convulsions;
Sebuah obat (seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu dapat
menumpulkan indra, mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi
dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan, koma, atau kejang;
2. A drug (as marijuana or LSD) subject to restriction similar to that of
addictive narcotics whether physiologically addictive and narcotic or not;
3. Something that soothes, relieves, or lulls (untuk menenangkan)
Sementara menurut pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 22 tahun
1997, pengertian narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

terlampir dalam undang-undang (UU No. 22 Tahun 1997) atau yang
kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.7
Di Indonesia sendiri penyalahgunaan narkotika kebanyakan adalah
dari kalangan remaja. Saat remaja mereka memiliki kecenderung untuk ingin
tau terhadap sesuatu yang baru dan ingin mencobanya. Mereka juga memiliki
kebiasaan ikut-ikutan tren yang ada. Sungguh sangat memprihatinkan remaja
yang seharusnya menjadi generasi muda yang cerdas, kuat dan berprestasi
harus menjadi pecandu narkotika dan kehilangan impian serta masa depan.
Banyak juga korban dari penyalahgunaan narkotika yang berasal dari para
penegak hukum, pejabat, dan pelaku seni.
Kejahatan narkotika ini dampaknya sangat merugikan generasi
bangsa. Hal ini dapat dilihat data Studi Biaya Sosial dan Ekonomi akibat
penyalahgunaan

narkotika

tahun

2004

diketahui

estimasi

jumlah

penyalahgunaan narkotika sebesar 3,2 juta (1,5 % dari populasi penduduk)
dimana 79 % kategori pecandu dan 21 % kategori pemakai teratur, mayoritas
(75 %) adalah penyalahgunaan narkoba jenis ganja.
Jumlah biaya sosial dan ekonomi yang harus diestimasikan sebesar
572.000 orang dan angka kematian penyalahgunaan narkoba jenis ganja
sebanyak

15.000

orang

per

tahun.

Tahun

2005

estimasi

angka

7

AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 1-2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

penyalahgunaan setahun terakhir 1 % di rumah tangga dan 5 % di rumah kos.
Angka penyalahgunaan narkoba jauh lebih tinggi di rumah kos, (13 %) di
bandingkan di rumah tangga (2,4 %). Angka penyalahgunaan setahun
terakhir dan sebulan terakhir di rumah kos relative tinggi masing-masing 5,8
% dan 21 %. Diketahui pada rumah tangga biasa 12 % penyalahgunaan
IDU,S 11 % masih aktif menyuntik, dimana sebagian besar IDU, adalah lakilaki.
Oleh karena itu dengan memperhatikan semakin banyaknya manusia
Indonesia terutama generasi penerus bangsa yang telah menjadi korban dari
pelaku kejahatan narkotika, karena kejahatan narkotika ini merupakan suatu
hal yang menakutkan dan sangat meresahkan orang tua yang mempunyai
anak-anak usia sekolah dan masih remaja. Para pelaku pengedar narkotika
pada dasarnya telah menghilangkan “Hak Untuk Hidup Daripada
Masyarakat”

karena

dengan

tindakannya

mengedarkan

narkotika

mengakibatkan hilangnya kehidupan bagi korbannya dan kematian pasti di
depan matanya.
Para pelaku pengedar narkotika tersebut dengan perbuatannya
tersebut telah melakukan penyiksaan yang luar biasa kepada korban dari
pengedar narkotika tersebut, korban dari narkotika tersebut akan mengalami
ketergantungan dan ketagihan akibat dari telah memakai/konsumen

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

narkotika yang pada gilirannya dapat menghilangkan hak kemerdekaan
berfikir, hak untuk menjalankan agama, dsb.
Dari peradaban-peradaban tua kita dengar pula, manusia suka
melakukan terobosan-terobosan agar kesedihan dan kesepiannya terlupakan.
Jalan pintasnya adalah mabuk-mabukan, atau mengisap zat yang memberikan
kenikmatan, atau menelan obat yang melegakan, walaupun hanya sesaat.8
Melihat dari pemaparan diatas, diharapkan agar semua kalangan
masyarakat turut serta di dalamnya. Hal ini bertujuan agar pemberantasannya
penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan secara menyeluruh. Mulai dari
oknum-oknum sampai pada gembong narkobanya.
Dalam analoginya larangan mengonsumsi minuman keras (khamr)
yang memabukkan adalah sama dengan larangan mengonsumsi narkotika.
Karena keduanya zat memiliki efek sama yaitu dapat menyebabkan
hilangnya akal. Tidak hanya itu (khamr) dan narkotika juga dianggap sebagai
induk keburukan (ummul khabaits), di samping merusal akal, jiwa,
kesehatan, dan harta. Dari sejak semula, islam telah berusaha menjelaskan
kepada umat manusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya
yang ditimbulkan. Dalam surah al-Baqarah ayat 219 Allah berfirman:

8

Andi Hamzah dan Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta: Sinar Grafika,
1994), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

             
  
)۹۱۲ : ‫ (البقره‬... 
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya...” (QS. al-Baqarah: 219)9
              

)۲۱: ‫ (امآ ئدة‬      

Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Maidah:
91)10
Mengenai penerapan sanksi hukuman akibat penyalahgunaan narkoba
dalam perspektif hukum positif dan hukum islam. Dalam hukum positif hal
penerapan sanksi bagi pengguna narkoba dikodifikasikan pada UU No. 35
tahun 2009 tentang narkotika. Sedangkan dalam hukum Islam tidak
dikodifikasikan dalam sebuah undang-undang tersendiri. Sehingga para
berbeda pendapat tentang sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan
narkotika adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh

9

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemah Perkata Asbabul Nuzul dan Tafsir Bil
Hadis, (Bandung: Semesta Al-Qur’an, 2013), 34.
10

Ibid., 123.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Ta’zir dapat sampai
pada tingkatan hukuman mati.11

Ta’zir ialah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang
melakukan pelanggaran-baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak
manusia-dan tidak termasuk ke dalam kategori hukuman hudud atau kafarat.
Karena ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh al-Qur’an atau hadis,
maka ini menjadi kompetensi penguasa setempat. Dalam memutuskan jenis
dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nash secara
teliti karena menyangkut kemaslahatan umum.12

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut
dengan ta’zir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum
untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya
jera.13 Dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang di
tentukan hakim atas pelaku tindak pidana atau pelaku yang berbuat maksiat
yang hukumanya belum di tentukan oleh syariat atau kepastian hukumanya
belum ada.14
Salah satu contoh kasusnya yaitu yang terjadi pada Fredi Budiman.
Dia adalah terpidana kasus penyalahgunaan yang dijatuhi hukuman mati.
11

Saud Al Utaibi, Al Mausu‟ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, Juz 1 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),
708- 709.
12
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 139-140.
13
A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1997), 161.
14
Sayyid sabiq, Terjemah Fiqih Sunnah, 10-terjemahan oleh (H.A. Ali, Bandung: Alma’ arif, 1987),
159.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Dalam melancarkan aksinya Fredi Budiman tidak sendiri. Dia dibantu
beberapa temannya. Dalam putusan ini Fredi Budiman telah bersalah karena
tanpa hak atau melawan hukum dalam hal perbuatan menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
meyerahkan, atau menerima narkotika golongan I, sebagaimana dimaksud
ayat (1) yang dalam bentuk bukan tanaman, percobaan atau pemufakatan
jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekursornarkotika jenis
ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus
tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus
delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan)
gram.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis perlu untuk melakukan
penelitian lebih jauh lagi mengenai putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016
perihal hukuman mati terhadap penyalahgunaan narkotika.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang
teridentifikasi dan memungkinkan untuk diteliti, yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

1. Putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati bagi pelaku
tindak pidana narkotika.
2. Tinjauan

hukum

pidana

islam

terhadap

Putusan

No.

145

PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati bagi pelaku tindak pidana
narkotika.
3. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132
ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
4. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggar Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132
ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam
hukum pidana Islam.
Dari beberapa masalah yang teridentifikasi dan memungkinkan untuk
diteliti, sekiranya penulis akan membatasi permasalahan-permasalahan yang
ada di dalam penelitian ini, yaitu:
1. Putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati bagi pelaku
tindak pidana narkotika.
2. Tinjauan

hukum

PK/PID.SUS/2016

pidana

islam

terhadap

Putusan

No.

145

tentang hukuman mati bagi pelaku tindak pidana

narkotika.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana

pertimbangan

hakim

dalam

putusan

No.

145

PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati bagi pelaku tindak pidana
narkotika?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum
hakim putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang hukuman mati bagi
pelaku tindak pidana narkotika?

D. Kajian Pustaka
Skripsi atas nama Fitria Ika Firdaus, Jurusan Siyasah Jinayah:
“Analisis Putusan No. 202/Pid.B/2012/PN.Mkt Perihal Pidana Narkotika
Golongan 1 Dalam Perspektif Fiqih Jinayah”.15 Skripsi ini lebih menitik
beratkan kepada Pidana Narkotika Golongan 1 dari suatu putusan yang ada di
pengadilan negeri Mojokerto.
Skripsi atas nama Resah Anika Maria, Jurusan Siyasah Jinayah:
“Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Dalam Putusan
Nomor 382/Pid.Sus/2013/PN.Mkt Tentang Penyalahgunaan Narkotika
15

Fitri Ika Firdaus, Analisis Perihal Pidana Narkotika Golongan 1 Dalam Perspektif Fiqih Jinayah
(Study Putusan PN Mojokerto No. 202/Pid.B/2012/PN. Mkt)”, (Skripsi-IAIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2013).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Golongan 1 Berupa Sabu-Sabu”.16 Skripsi ini lebih menitik beratkan kepada
Sanksi Kumulatif (Hukum Berganda) dari suatu putusan yang ada di
pengadilan negeri Mojokerto.
Skripsi atas nama Nur Hasanah, Jurusan Hukum Publik Islam:
“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Perdagangan
Narkotika Golongan 1 Dalam Putusan Mahkamah Agung No 37
PK/Pid.Sus/2011”.17 Skripsi ini lebih menitik beratkan kepada Sanksi Tindak
Pidana Perdangan Narkotika Golongan 1 dari suatu putusan yang ada di
Mahkamah Agung.
Skripsi atas nama Fathur Rohman, Jurusan Hukum Islam: “Analisis
Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan No. 37/Pid. B/2014/PN.Kbr Tentang
Penyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Bagi Dirinya Sendiri”.18 Skripsi ini
lebih menitik beratkan kepada penyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Bagi
Dirinya Sendiri dari suatu putusan yang ada di pengadilan negeri Kota Baru.
Dari hasil telaah terhadap hasil penelitian di atas penulis tidak
menjumpai judul penelitian sebelumnya yang sama yang dilakukan oleh
16

Resah Anika Maria,” Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kumulatif Tentang
Penyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Berupa Sabu-Sabu (Study Putusan Nomor
382/Pid.Sus/2013/PN.Mkt)”, (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014).
17
Nur Hasanah, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Perdagangan
Narkotika Golongan 1 (Study Putusan Nomor 37 PK/Pid.Sus/2011)”, (Skripsi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2015).
18
Fathur Rohman, “Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan 1
Bagi Dirinya Sendiri (Study Putusan Nomor 37/Pid.B/2014/PN.Kbr)”, (Skripsi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2015).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, penulis juga tidak menemukan
penelitian atau tulisan yang secara spesifik mengkaji tentang Hukuman Mati
Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam
pada putusan hakim No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang Hukuman Mati Bagi
Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Penulis tidak mendapatkan beberapa hasil
penelitian yang memiliki relevansi terhadap penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian yang akan kami bahas adalah Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak
Pidana Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam (studi putusan no. 145
PK/Pid.Sus/2016).

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka secara garis besar
penelitian ini di lakukan dengan berbagai tujuan antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan No. 145
PK/PID.SUS/2016 tentang penegakan hukuman mati bagi pelaku tindak
pidana narkotika.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan
hukum hakim putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang penegakan
hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran antara lain meliputi:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual
dan pengetahuan tentang hukum pidana dan hukum Islam.
2. Secara

praktis, sebagai bahan pertimbangan dan bahan dalam

menetapkan Keputusan memutuskan sebuah perkara dalam peradilan
umum di Indonesia.

G. Definisi Operasional
Dari judul yang dipaparkan oleh penulis di atas, maka perlunya
penulis mendefinisikan judul tersebut agar mudah dipahami secara jelas
sehingga tidak terjadi kesalah pahaman didalam memahami judul ini, definisi
operasional dari judul di atas ialah sebagai berikut:
1. Hukuman mati yang dimaksud dalam skripsi ini adalah hukuman yang
dijatuhkan untuk terpidana narkotika.
2.

Narkotika: Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan,
yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang.19
3. Hukum Pidana Islam yang dimaksud dalam skripsi ini adalah teori hukum

ta’zir atau jarimah ta’zir.

H. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian ilmiah, metode penelitian merupakan satuan
sistem yang harus dicantumkan dan dilaksanakan selama proses penelitian
tersebut dilakukan. Hal ini sangat penting karena menentukan proses sebuah
penelitian untuk mencapai tujuan. Selain itu, metode penelitian merupakan
sebuah cara untuk melakukan penyelidikan dengan menggunakan cara-cara
tertentu yang telah ditentukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah,
sehingga nantinya penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan.20 Sesuai
dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian ini di kategorikan
sebagai penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas,
konsepsi, doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan pembuktian
perkara pidana. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan yang
dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
19
20

Undang-undang R.I Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: PT Prasetya Widia Pratama, 2000), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi
rujukan adalah putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016.
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini:
a. Data-data yang berkaitan dengan hukuman mati bagi pelaku tindak
pidana narkotika.
b. Data-data yang berkaitan dengan hukuman mati bagi pelaku tindak
pidana narkotika menurut hukum pidana Islam.
2. Sumber Data
Sumber data yang diambil dalam penelitian ini terdiri atas sumber
data primer dan sumber data sekunder, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Data Primer, yaitu data diperoleh secara langsung dari
sumbernya mengenai masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan.
Dalam penelitian ini melalui putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016
tentang hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang
diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

subjek penelitian.21 Dalam Penelitian ini, data sekunder tersebut
adalah:
1) Putusan Mahkamah Agung No. 145 PK/PID.SUS/2016
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika
3) Yon Artiono Arba’i, Aku Menolak Hukuman Mati: Telaah Atas

Penerapan Pidana Mati, Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2012
4) AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Jakarta: Sinar Grafika, 2011
5) Andi Hamzah dan Surachman, Kejahatan Narkotika dan

Psikotropika, Jakarta: Sinar Grafika, 1994
6) Saud Al Utaibi, Al Mausu‟ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, Juz 1

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
7) M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah,

2013
8) A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1997
9) Sayyid sabiq, Terjemah Fiqih Sunnah, 10-terjemahan oleh H.A.

Ali, Bandung: Alma’ arif, 1987

21

Ibid., 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

10) Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,

Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya,
Jakarta: Kencana, 2011
11) Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008
12) Nelvitia Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati:

Perspektif Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode

pengumpulan

data

adalah

bagian

instrument

pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu
penelitian.22 Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti
lakukan yaitu Kepustakaan karena persoalan penelitian tersebut hanya
bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaiknya tidak mungkin
mengharapkan datanya dari penelitian lapangan.
Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan studi
kepustakaan untuk menjawab persoalan yang akan peneliti lakukan.
Setidaknya ada empat ciri studi kepustakaan 23yaitu sebagai berikut:

22

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik
Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011), 133.
23
Mestika Zed, Metodologi Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks dan data angka dan
bukannya dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi
mata berupa kejadian, orang atau benda-benda lain.
b. Data pustaka siap pakai.
c. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang bukan data
orisinil dari tangan pertama di lapangan.
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
4.

Teknik Pengolahan Data
Pengolahan Data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan
data dilaksanakan.24 Metode-metodenya adalah:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang
kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang
telah dihimpun yang berkaitan dengan sanksi hukuman bagi pengguna
narkotika berdasarkan hukum pidana islam dan Kitab UndangUndang Hukum Pidana.
b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut
sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan
struktur deskripsi.

24

Ibid., 174.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif pertimbangan hakim
terhadap sanksi hukuman bagi pengguna bedasarkan Hukum Pidana
Islam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
5. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik deskriptif analisis, yaitu dengan cara mempaparkan mengenai
hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika yang diputuskan
oleh Mahkamah Agung secara keseluruhan, mulai dari deskripsi
kasus, sampai dengan isi putusan.
b. Pola pikir deduktif, yaitu berawal dari mempelajari teori dalam dalildalil, kemudian ditarik suatu kesimpulan dari yang khusus, dari yang
umum hasil penelitian yang di lakukan.

I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan masalah-masalah dalam penelitian ini, dan dapat
dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih terarah, maka
pembahasannya

dibentuk

dalam

bab-bab

yang

masing-masing

bab

mengandung sub bab, sehingga tergambar keterkaitan secara sistimatis.
BAB I PENDAHULUAN
Bab Pertama merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari, latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, kajian pustaka,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
peneltian, dan sistematika pembahasan.
BAB II KERANGKA TEORITIS
Bab Kedua merupakan bagian landasan teori yang memuat tentang
Tinjauan Umum Tentang Jarimah Ta’zir.
BAB III DATA PENELITIAN
Bab Ketiga merupakan bagian yang membahas tentang putusan
hakim No. 145 PK/PID.SUS/2016 tentang Hukuman Mati Bagi Pelaku
Tindak Pidana Narkotika Dalam Kajian Hukum Pidana Islam.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab Keempat ini berisi dasar pertimbangan hakim dan analisa hukum
pidana islam terhadap putusan No. 145 PK/PID.SUS/2016.
BAB V PENUTUP
Bab Kelima merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan
hasil penelitian dan saran yang diberikan oleh penulis.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JARIMAH TA’ZIR

A. Pengertian Tindak Pidana (Jarimah) Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah) diartikan sebagai
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah
SWT dengan hukuman hudud atau ta’zir. Larangan-larangan syara’ tersebut
adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan
perbuatan yang diperintahkan. Adanya kata syara’ pada pengertian tersebut
dimaksudkan bahwa suatu perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila
dilarang oleh syara’.
Larangan-larangan syara’ tersebut adakalanya berupa mengerjakan
perbuatan yang dilarng atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.
Adanya kata syara’ pada pengertian tersebut dimaksudkan bahwa suatu
perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh syarak.
Dari definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tindak pidana
adalah melakukan setiap setiap perbuatan yang dilarang atau meninggalkan
setiap perbuatan yang diperintahkan, atau melakukan atau meninggalkan
perbuatan yang telah ditetapkan hukum Islam atas keharaman dan
diancamkan hukuman terhadapnya. Dengan kata lain, berbuat atau tidak

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

berbuat baru dianggap sebagai tindak pidana apabila telah ditetapkan dan
diancamkan suatu hukuman terhadapnya.
Fukaha mengistilahkan lafal hukuman dengan lafal ajziyah (bentuk
plural) dan bentuk singularnya adalah jaza’. Apabila dalam melakukan atau
meninggalkan suatu perbuatan tidak ditetapkan hukuman tertentu, perkara
tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana (jarimah).
Pengertian tindak pidana menurut hukum islam sangat sejalan dengan
pengertian tindak pidana (delik) menurut hukum konvensional kontemporer.
Pengertian tindak pidana dalam hukum konvensional ialah segala bentuk
perbuatan yang dilarang oleh hukum, baik dengan cara melakukan perbuatan
yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dalam
hukum konvensional, suatu perbuatan atau tidak berbuat dikatakan sebagai
tindak pidana apabila diancamkan hukuman terhadapnya oleh hukum pidana
konvensional.1
Dalam banyak kesempatan, fukaha sering kali menggunakan kata
jinayah dengan maksud jarimah. Pengertian kata jinayah itu sendiri secara
etimologis ialah suatu hasil perbuatan buruk yang dilakukan seseorang. Kata
jinayah adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata jana yang berarti seseorang

1

Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Kharisma Ilmu, 2007), 87.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

melakukan perbuatan, dan ini adalah arti secara umum. Akan tetapi, biasanya
secara khusus dibatasi untuk perbuatan yang dilarang saja.
Adapun kata jinayah dalam istilah ilmu fikih didefinisikan sebagai
suatu perbuatan yang dilarang oleh syarak, baik perbuatan itu mengenai jiwa,
harta maupun yang lainnya. Akan tetapi mayoritas fukaha menggunakan kata
jinayah hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau anggota badan
seseorang, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemukulan dan pengguguran
kandungan. Ada pula sebagian fukaha yang membatasi pemakaian kata
jinayah kepada tindak pidana (jarimah) hudud dan qishash.
Dengan mengenyampingkan perbedaan pemakaian kata-kata jinayah
di kalangan fukaha, dapat dikatakan bahwa kata jinayah dalam istilah fikih
adalah muradif (sinonim) dari kata jarimah.
Kata jinayah dalam hukum Mesir memiliki pengertian yang berbeda
dengan pengertian jinayah dalam hukum islam. Dalam kitab undang-undang
pidana Mesir terdapat tiga macam penggolongan tindak pidana yang
didasarkan kepada berat-ringannya hukuman, yaitu jinayah, janhah, dan

mukhalafah dengan pengertianya masing-masing sebagai berikut:2

2

Idid.,88-89.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

1. Jinayah (kejahatan): suatu tindak pidana yang diancamkan hukuman mati
(i’dam), hukuman kerja berat sementara (asygal syaqqah muaqqatah),
atau hukuman penjara (pasal 10).
2. Janhah (kejahatan ringan): suatu tindak pidana yang dijatuhi hukuman
kurungan lebih dari satu minggu atau hukuman denda lebih dari qirsy
(piaster) (pasal 11).
3. Mukhalafah (pelanggaran): suatu tindak pidana yang dijatuhi hukuman
kurungan tidak lebih dari satu minggu atau hukuman denda yang
jumlahnya tidak lebih dari 100 qirsy (pasal 12).
Sebaliknya, dalam hukum Islam, setiap tindakan jarimah disebut juga
sebagai tindakan jinayah, baik hukuman yang dijatuhkan itu berupa
kurungan, denda, maupun hukuman yang lebih berat. Atas dasar ini,

mukhalafah, janhah, dan jinayah menurut hukum konvensional dikategorikan
sebagai jinayah oleh hukum Islam.
Dasar perbedaan antara pengertian jinayah menurut hukum Islam dan
hukum konvensional adalah sebagai berikut, yang menjadi perhatian dalam
hukum Islam adalah sifat kepidanaan dari suatu tindak pidana, sedangkan
yang menjadi perhatian dalam hukum konvensional adalah berat-ringannya
hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

B. Pengertian Jarimah Ta’zir

Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar)bagi ‘azzara yang
berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan,
memuliakan, membantu. Dalam al-Quran disebutkan:3
        
Artinya: Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan
bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS. AlFath: 9)4
             



Artinya: Maka
orang-orang
yang
beriman
kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka
Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-A’raf: 157)5
             

       

Artinya: Dan Allah berfirman: "Sesungguhnya aku beserta kamu,
Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan
menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan
kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, Sesungguhnya aku akan menutupi
dosa-dosamu... (QS. Al-Maidah: 12)6

3

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 164.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemah Perkata Asbabul Nuzul dan Tafsir Bil
Hadis...,511.
5
Ibid.,170.
6
Ibid.,109.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut
dengan ta’zir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum
untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.
Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak
ditentukan oleh al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran
kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan
serupa.

Ta’zir sering disamakan oleh fuqaha dengan hukuman terhadap setiap
maksiat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarah.7
Para ulama pada umumnya memperbolehkan penggabungan antara
had dan ta’zir selama memungkinkan. Misalnya dalam mazhab Hanafi pezina
yang ghairu mushan dijilid seratus kali sebagai had lalu dibuang satu tahun
sebagai ta’zir bila ulil amri menganggap padanya ada maslahat. Demikian
pula dalam mazhab Maliki dan mazhab Syafi’I penggabungan antara had dan

ta’zir itu diperbolehkan, seperti mengalungkan tangan pencuri setelah
dipotong dan menambahkan empat puluh kali jilid bagi peminum khamr.
Hukuman ta’zir boleh dan harus diterapkan sesuai dengan tuntutan
kemaslahatan, dalam kaitan ini ada sebuah kaidah:8

7
8

A. Djazuli, Fiqh Jinayah...,165.
Ibi.,166.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

‫صلَ َح ِة‬
ْ ‫اَلت َْع ِزيْ ُريَ ُد ْوُرَم َع الْ َم‬

“Ta’zir itu sangat tergantung kepada tuntutan kemaslahatan”

Para ulama membagi jarimah ta’zir menjadi dua bagian, yaitu: (1)
jarimah yang berkaitan dengan hak Allah dan (2) ta’zir yang berkaitan
dengan hak perorangan. Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan
dengan hak Allah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan
umum. Misalnya membuat kerusakan di muka bumi, perampokan, pencurian,
perzinaan, pemberontakan dan tidak taat kepada ulil amri. Yang dimaksud
dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala sesuatu
yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia, seperti tidak
membayar utang dan penghinaan. Akan tetapi, ada ulama yang membagi
kedua jarimah ini menjadi dua bagian lagi, yakni jarimah yang berkaitan
dengan campuran antara hak Allah dan hak adami dimana yang dominan
adalah hak Allah, seperti menuduh zina dan campuran antara hak Allah dan
hak adami dimana yang dominan adalah hak hamba, seperti: jarimah
pelukaan.9

9

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

C. Dasar Hukum Disyariatkannya Ta’zir
Dasar hukum disyariatkannya ta’zir terdapat dalam beberapa hadis
Nabi saw. dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara laim sebagai
berikut:10
1. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

ِ
ِ
ِ
َ ِ
َ َ َِ
‫س (روا ابو داو‬
َ ِ ‫ أَ َن ال‬، ‫َع ْن بَ ْه ِز ابْ ِن َحكْي ٍم َع ْن أَبِْي َع ْن َج ِد‬
َ َ‫صلى اهُ َعلَْي َو َسل َم َحب‬
)‫وصحح احاكم‬
ّ ‫دو‬
ّ ‫الّ مذى والّسائ والبيهقى‬

Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw.
menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan (hadis
diriwaatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta
dishahihkan oleh Hakim).
2. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burda

ِ
ِ
ِ
‫صلَى اهُ َعلَْي ِ َو َسلَ َم يَ ُق ْو ُل اَ ُُْلَ ُد َ ْو َق‬
َ ْ‫َع ْن أَِِ بُْرَد ًة ْاَْ ن‬
َ ‫صا ِر ْى َرض َى اهُ َعْ ُ أَنَ ُ ََ َع َر ُس ْوَل اه‬
ِ ‫اط إِاَِِ ح ٍد ِمن ح ُدوِد‬
ٍ ‫ع ْشرَة أَسو‬
) ‫اه تَ َع َاَ (متفق علي‬
ْ ُ ْ َ
َْ َ َ
Dari Abi Burdah Al-Ansari ra. bahwa ia mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam
hukuman yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala. (muttafaq alaih).

3. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

ِ ‫وعن عا ئِ َشةَ ر ِضى اه عْ هاأَ َن ال َِِ صلَى اه علَي ِ وسلَم قَ َال أَقِي لُوا َذ ِوى اْيئ‬
‫احُ ُد ْوَد‬
ْ َ‫ات َعثَ َرا ِِِ ْم إِا‬
ََْ
َ ََْ
ََُ
ْْ
َ
َ ََ َْ ُ َ َ
)‫(روا أمد وأبوداود وال سائى والبيهقى‬
Dari Aisyah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi
orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan
mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (Diriwayatkan oleh
Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, dan Baihaqi)

10

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 252.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Secara umum ketiga hadis tersebut menjelaskan tentang eksistensi

ta’zir dalam syariat Islam. Hadis pertama menjelaskan tentang tindakan Nab