ANALISIS FRAMING PERISITIWA TERROR DI JALAN MH. THAMRIN, JAKARTA PADA MEDIA ONLINE : STUDI DESKRIPSTIF PADA MEDIA JAWAPOS.COM DAN REPUBLIKA.CO.ID.

(1)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat

Memperoleh gelar magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

Oleh : Achmad Al Farisi

NIM: F17214196

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat

Memperoleh gelar magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam

Oleh : Achmad Al Farisi

NIM: F17214196

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(3)

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : Achmad Al Farisi

NIM : F17214196

Program : Magister (S-2)

Institusi : Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan b ahwa TESIS ini Secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 25 Juni 2016 Saya yang menyatakan,


(4)

Tesis Achmad Al Farisi ini telah disetujui

Pada tanggal ………

Oleh Pembimbing

(Dr. Agoes Moh. Moefad, S.H., M.Si) NIP. 197008252005011004


(5)

Tesis Achmad Al Farisi ini telah diuji pada tanggal 26 Agustus 2016

1. Prof. Dr. H. Husein Aziz, M.Ag. (Ketua) ………

2. Dr. Abdul Muhid, M.Si.(Penguji) ………

3. Dr. Agoes Moh. Moefad, S.H, M.Si. (Penguji) ………

Surabaya, 26 Agustus 2016 Direktur,

Prof. Dr. H. Hussein Azis, M.Ag. NIP. 195601031985031002


(6)

(7)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul Analisis Framing Perisitiwa Terror Di Jalan Mh. Thamrin, Jakarta Pada Media Online (Studi Deskripstif Pada Media Jawapos.com Dan Republika.co.id), disusun oleh Achmad Al Farisi. Tesis ini meneliti bagaimana media Online melakukan pembingkaian terhadap peristiwa terorisme pada 14 Januari 2016 yang terjadi di jl. MH. Thamrin Jakarta. Peristiwa terorisme selalu menjadi pemberitaan diberbagai media, termasuk media online sebagai “new

media”. Bagaimana pembingkaian yang dilakukan oleh media online khususnya media Republika Online dan Jawapos.com yang selama ini menjadi media mainstream di Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana kedua media online tersebut menseleksi fakta dan memaknai peristiwa teror thamrin. Tesis ini menggunakan metode framming Robert Entman yang sifatnya khas dan spekulatif dengan empat variabel; definisi masalah (define problems), diagnosis sebab-akibat

(diagnose causes), keputusan moral (make moral judgements), dan rekomendasi

(treatment recommendations). Pemaknaan kedua media terhadap teror thamrin, Republika Online memaknai peristiwa tersebut sebagai peristiwa kejahatan kemanusiaan, sedangkan Jawapos.com melihat sebagai peristiwa kelalaian pihak berwajib dalam menjaga keamanan. Pemaknaan Republika Online sejalan dengan prinsip pesan dakwah dengan frame teror thamrin sebagai kejahatan kemanusiaan.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

ABSTRAK ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 16

C. Fokus Penelitian ... 17

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Kegunaan Penelitian ... 18

F. Kerangka Konseptual ... 19

1. Konsep Framing ... 19

2. Jurnalisme Online... 21

3. Seleksi Isu dan Mendefinisikan Masalah ... 23

4. Definisi Terorisme ... 25

5. Pesan Dakwah ... 27

G. Metodologi Penelitian ... 32

1. Metode Penelitian... 32

2. Design Penelitian ... 32

3. Subjek Penelitian: ... 33

4. Teknik Pengumpulan Data: ... 34

5. Pengolahan Data... 35

6. Teknik Analisis Data ... 35

Bab II ... 37

A. Kerangka Teoritik ... 37

1. Terorisme dan Pemberitaan Media Massa ... 37

2. Media Massa dan Pemahaman Masyarakat ... 41

3. Konsep Framing Robert Entman Pada Berita Terorisme ... 45

4. Jurnalisme Online dan Signifikansi Pemberitaan ... 52

5. Pesan Dakwah dalam Berita Terorisme ... 57

B. Penelitian terdahulu ... 59

C. Teori Konstruksi Sosial ... 81

Konstruksi Sosial Media Massa ... 81

BAB III PROFIL MEDIA ONLINE DAN KHALAYAK PEMBACA ... 86


(9)

B. Profil Jawapos.com ... 88

1. Sejarah dan Perkembangan Jawapos ... 88

2. Visi misi Jawapos ... 90

3. Jawapos.com ... 91

4. Korporasi dan Kepemilikan Jawapos ... 91

5. Sirkulasi dan Profil Pembaca Jawapos ... 93

C. Profil Republika ... 94

1. Sejarah Harian Republika ... 94

2. Visi dan Misi Republika Perkembangan ... 95

3. Profil Harian Republika ... 96

4. Perkembangan Republika... 97

5. Prestasi Republika ... 98

6. ROL (Republika Online) ... 99

7. Korporasi dan Kepemilikan Republika ... 100

8. Sirkulasi dan Profil Pembaca Republika ... 101

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISA ... 103

A. Temuan Data Tentang Pemberitaan Teror Thamrin, Jakarta ... 103

1. Seleksi Fakta Teror Thamrin oleh Jawapos.com ... 104

2. Seleksi Fakta Teror Thamrin Republika Online ... 109

B. Analisa Seleksi Fakta Terhadap Pemberitaan Teror Thamrin ... 127

1. Seleksi Fakta Pemberitaan Jawapos.com ... 127

2. Seleksi Fakta Pemberitaan Republika Online ... 141

3. Perbandingan Seleksi Fakta Jawapos.com dan Republika Online 157 C. Pemaknaan Framing Jawapos.com dan Republika Online ... 162

1. Pemaknaan Republika Online Pada Peristiwa Teror Thamrin ... 163

2. Pemaknaan Jawapos.com Pada Peristiwa Teror Thamrin... 164

D. Analisa Pesan Dakwah Pemberitaan Teror Tamrin oleh Jawapos.com dan Republika Online ... 166

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 173

A. Kesimpulan ... 173

B. Saran ... 175

1. Rekomendasi Praktis ... 175

2. Rekomendasi Akademis ... 175


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Berita Utama Peristiwa Terorisme Di Indonesia ... 2

Tabel 1. 2 Pernyataan Framing Robert Entman ... 47

Tabel 1. 3 Contoh Cooding sheet frame berita ... 50

Tabel 1. 4 contoh coding sheet analisis Framing Entman ... 51

Tabel 1. 5 Tabel Penelitian Terdahulu ... 74

Tabel 1. 6 Tabel Daftar Berita Jawapos.com tanggal 14 Januari 2016 ... 104

Tabel 1. 7 Tabel Daftar Berita Jawapos.com tanggal 15 Januari 2016 ... 106

Tabel 1. 8 Tabel Daftar Berita Jawapos.com tanggal 16 Januari 2016 ... 108

Tabel 1. 9 Berita Teror Thamrin tanggal 14 Januari 2016 Republika Online110 Tabel 1. 10 Teror Thamrin tanggal 15 Januari 2016 pada Republika Online 119 Tabel 1. 11 Teror Thamrin tanggal 16 Januari 2016 pada Republika Online 125 Tabel 1. 12 Tabel Berita Jawapos.com rubrik Hankam ... 132

Tabel 1. 13 Frame Teror Thamrin adalah masalah Hankam ... 141

Tabel 1. 14 Berita Republika Online pendefinisian Teror Thamrin ... 144

Tabel 1. 15 Frame Pendefinisian Masalah ... 148

Tabel 1. 16 Frame nilai moral berita Republika Online ... 152

Tabel 1. 17 Frame Treatment Recommendation Republika Online ... 154

Tabel 1. 18 Frame Teror Thamrin adalah Kejahatan Kemanusiaan ... 157


(11)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana dikemukakan Mitchel V. Charnley dan Blair Charnley (1979:51)

“News is the timely report of fact or opinions that hold interest or importance, or

both, for a considerable number of people”. Berita adalah laporan hangat tentang

fakta (peristiwa) dan atau pendapat yang menarik dan atau penting bagi khalayak. Dengan demikian sebuah pemberitaan tidak akan sepenuhnya berisi sepenuhnya tentang fakta dari suatu peristiwa. Dari fakta peristiwa tersebut oleh wartawan di kemas dan di laporkan sesuai dengan kepentingan dan perspektif dari wartawan tersebut. tentu saja dengan menggunakan pengemasan yang menarik bagi khalayak atau penting bagi khalayak.

Pemberitaan terorisme merupakan salah satu pemberitaan yang menarik bagi khalayak, pemberitaan yang penting atau pemberitaan yang penting sekaligus menarik bagi khalayak Indonesia. Pemberitaan tentang terorisme tidak hanya tentang bagaimana peristiwa terror itu sendiri, namun pemberitaan juga meliputi tentang siapa pelaku terror, korban dari peristiwa terror, dan bagaimana penggambaran kekejaman peristiwa terror sendiri, bahkan bagaimana sikap masyarakat tentang peristiwa terror itu sendiri.

Seperti halnya pemberitaan tentang terorisme di Koran Kompas menjadi tema pemberitaan utama di bulan Juli-Agustus 2009 dan Maret 2010. Peristiwa pengeboman Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot, terbunuhnya Noordin M Top dan kematian Dulmatin membuat berita tentang terorisme menjadi tema utama. Media


(12)

massa seperti Gatra pun juga turut memberitakan tentang peristiwa pengeboman yang terjadi pada tahun 2004 yaitu Bom Bali 1 dan 2. Bukan hanya media konvensional atau media cetak, Pemberitaan Peristiwa terorisme juga dilakukan oleh media online, seperti detik.com, republika.co.id, Jawapos.com dan kompas.com juga memberitakan tentang peristiwa terrorisme yang sama, meskipun secara penyajian menggunakan cara yang berbeda.

Selama ini pemberitaan tentang peristiwa terror selalu menjadi pemberitaan utama. Peristiwa Bom Bali, hingga perisitwa bom di Hotel JW Marriot mungkin masih lekat dalam ingatan kita. Kurun waktu 12 tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2012, terjadi sejumlah 27 ledakan bom dengan intensitas yang berbeda-beda.1 Perisitiwa terror tersebut terjadi diberbagai tempat dengan berbagai sasaran, korban dan pelaku yang beragam. Seperti peledakan bom di Bali, 1 Oktober 2005. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di RAJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café, Jimbaran.2 Di setiap peristiwa senantiasa menjadi pemberitaan oleh media massa. Lebih lengkapnya pada tabel berikut.

Tabel 1. 1 Berita Utama Peristiwa Terorisme Di Indonesia3

no Tahun Jumlah Aksi keterangan

1. 2000 4

2. 2001 4

3. 2002 3

1 Prasetyo, Perubahan Corak Terorisme Di Indonesia Tahun 2000 Hingga Tahun 2013 (Jurnal Pertahanan Maret 2014, Volume 4, Nomor 1), 92.

2 Ibid, 90. 3 Ibid, 92.


(13)

4. 2003 3

5. 2004 3

6. 2005 5

7. 2006 -

8. 2007 -

9. 2008 -

10. 2009 1

11. 2010 - 1 Perampokan

12. 2011 3

13. 2012 1

14. Jumlah 27

Pemberitaan tentang terorisme sama seperti halnya pemberitaan peristiwa kejahatan pada umumnya. Dari sisi bentuknya, berita kejahatan ada yang berupa berita pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya, termasuk segala bentuk pelanggaran peraturan dan perundang-undangan negara.4 Fenomena tindak kekerasan dan terorisme semakin sering terjadi pasca orde baru. Ditengarai, pasca orde baru sedikitnya terdapat 47 kelompok yang berpotensi radikal di Indonesia. Pengkategoriannya didasarkan dari kampanye kelompok bersangkutan untuk

4 Asep Saeful Muhtadi, Pengantar Ilmu Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016), 110.


(14)

memerangi “barat dan kafir”, serta secara aktif mengupayakan dirinya menjadi kelompok bersenjata.5

Pemberitaan tentang peristiwa kejahatan terorisme menjadi menarik bagi khalayak, hal ini mungkin disebabkan penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Berdasarkan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Negara Indonesia merupakan negara Muslim terbesardi seluruh dunia. Sebanyak 85% penduduknya beragama Islam.

Peristiwa terror tersebut tentu akan sedikit banyak mengusik nurani umat Islam. Khalayak terutama mayoritas umat Islam ingin mengetahui peristiwa terror yang terjadi, bagaimana proses terjadinya, siapa dan berapa korbannya, dan tentu saja siapa pelakunya. Dikarenakan sudah menjadi opini publik bahwa terorisme selalu identik dengan organisasi Islam radikal. Dari 28 peristiwa terrorisme yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2012 terbukti kesemuanya pelakunya adalah bagian dari organisasi yang berafiliasi terhadap agama Islam.

Menurut kaum konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideology, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagiamana fakta itu

5 Adam W. Sukarno, Dilema Peliputan Terorisme dan Pergeseran Pola Framing Berita Terorisme di Media Massa (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 14, Nomor 3, Maret 2011 (333-348) ISSN 1410-4946) 334.


(15)

dipahami dan dimaknai.6 Dalam pandangan McQuail7 berita sebagai produk institusi diposisikan memiliki nilai-nilai/ideologi yang melekat pada institusi.

Berita memiliki keterbatasan tertentu untuk memenuhi unsur obyektifitas. Sehingga

sebuah media dapat dipastikan tidak akan lepas dari intrepretasi yang sesuai dengan ideology atau kepentingan yang dibawa. Termasuk bagaimana media dan wartawan mencoba mengintrepretasi atau menyajikan berita kepada khalayak.

Salah satu sudut pandang konstruksi dalam bidang komunikasi adalah Analisis Framing. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Robert Entman melihat dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih diingat oleh khalayak. 8 Frame tersebut memberikan efek fakta yang coba disampaikan dikemas sedemikian rupa dengan berbagai tujuan dan maksud wartawan atau media.dalam beberapa studi kasus tertentu terdapat frame media yang lebih menonjolkan salah satu calon pasangan saat pemilu kepala daerah, atau

6 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), 25-26.

7 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. terjemahan A. Dharma dan A. Ram (Jakarta: Erlangga 1989) 86.

8 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), 53.


(16)

lebih menonjolkan salah satu produk tertentu yang dikemas dalam suatu bentuk berita atau laporan fakta.

Dalam pandangan Gamson, dalam suatu peristiwa, frame berperan dalam mengorganisasi pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif. Dalam pemahaman ini, frame tentu saja berperan menjadi aspek yang menentukan dalam partisipasi gerakan sosial. Elit membingkai peristiwa sedemikian rupa sehingga khalayak memiliki perasaan yang sama.9 Sebuah

pemberitaan ketika disajikan dalam sebuah frame bukan hanya memberikan efek berupa pemahaman atau perasaan yang terkonstruk, melainkan dapat memunculkan efek secara individu maupun kolektif dari khalayak untuk berpartisipasi pada suatu gerakan sosial.

Munculnya gerakan sosial tersebut menurut Gamson terjadi dalam 3 tahapan tahapan10. Pertama, Aggregate Frame: Proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial. Kedua, Consesnsus frame: Proses pendefinisian yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat diselesaikan dengan tindakan kolektif. Dan ketiga,

Collective action frame: Proses pendefinisian dengan kenapa dibutuhkannya

tindakan kolektif, dan tindakan kolektif apa yang harus dilakukan.

Akibat dari sebuah representasi fakta peristiwa yang dilakukan oleh wartawan atau media memeberikan dampak tertentu. mulai dari adanya perubahan secara pemikiran dari individu atau khalayak. Mulai dari bagaimana pemahaman terhadap seorang calon anggota DPR atau calon ekskutif yang mendapatkan pemberitaan

9 Ibid, 219. 10 Ibid, 221.


(17)

dari suatu media. Suatu frame yang positif berdampak kepada kesan yang positif sehingga memberikan sebab terpilihnya seseorang tersebut dalam kegiatan pemilihan umum. Atau bahkan sebaliknya frame yang dilakukan media terhadap salah seorang calon ekskutif juga bisa berdampak kepada tidak terpilihnya dia.

Seperti halnya bagaimana frame yang dilakukan oleh Jawapos Radar Semarang dan Suara Merdeka kepada para calon Pilkada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2008. Pada faktanya Jawapos Radar Semarang lebih menonjolkan Pasangan pasangan Bambang Sadono-M.Adnan paling sering menjadi berita utama.11 Sedangkan Suara Merdeka memeberikan porsi pemberitaan yang paling menonjol dari pasangan Bambang Sadono-M Adnan.12 Meskipun pada akhirnya kedua pasangan hanya mendapatkan posisi kedua dan hanya mendapatkan prosentase suara 22,54%, hal tersebut cukup memberikan bukti bahwa sebuah frame yang dilakukan oleh media memberikan suatu efek tertentu.

Salah satu fakta berikutnya mengenai bagaimana media melakukan frame terhadap suatu peristiwa atau isu adalah peristiwa konflik antara Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada beberapa penelitian, salah satunya frame yang dilakukan oleh vivanews.com dan Detik.com mengenai kedua institusi tersebut terlebih saat konflik antar kedua lembaga. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dalam memaparkan berita terkait konflik KPK dan Polri tersebut vivanews.co.id lebih berfokus kepada apa penyebab masalah yang ada diantara KPK dan Polri dibandingkan penyelesaiannya. Sedangkan detik.com

11 Tesis yang disusun oleh Senja Yustitia, Konstruksi Pasangan Calon Dalam Pilgub Jateng 2008 Oleh Media Massa (Kasus Pemberitaan Jawa Pos Radar Semarang Dan Suara Merdeka), (Universitas Diponegoro, 2008),230.


(18)

memaparkan secara realistis setiap berita yang ada sehingga apa yang tersaji mengenai konflik tersebut lebih cepat dipahami pembaca.13 Peristiwa tersebut

dikenal sebagai peristiwa Cicak versus Buaya, dimana Cicak diidentikkan dengan KPK dan Buaya sebagai Polri.

Dengan adanya berbagai pemberitaan tersebut, memunculkan satu bentuk gerakan sosial yang bisa jadi diakibatkan oleh frame yang dilakukan oleh kedua media tersebut. salah satunya adalah bentuk dukungan masyarakat kepada KPK yang cenderung di kesannkan sebagai pihak yang teraniyaya. Dengan begitu munculnya aksi solidaritas di berbagai daerah dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendukung KPK. Mulai dari melakukan aksi damai di tempat-tempat umum hingga melakukan demonstrasi di depan tempat-tempat strategis di berbagai kota.

Frame yang dilakukan media terhadap peristiwa konflik antara Palestina dan Israel juga tidak lepas dari intrepretasi dari wartawan dan Media. Sebagaimana yang ditemukan dalam beberapa penelitian framing, salah satunya ditemukan dalam pemberitaan kompas terhadap konflik tersebut cara menyajikan pemberitaan konflik yang terjadi antara Israel – Palestina seperti hardnews, opini dan feature. Kompas cenderung tidak memberikan pernyataan yang meringankan posisi Palestina, begitu pun sebaliknya. Kedua, secara garis besar penyebab masalah yang di- bingkai oleh harian Kompas lebih dominan ke pihak Palestina.14 Sedangkan

13 Ana Maria Sarmento Gaio, Mondry, Carmia Diahloka, Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Konflik Kpk Vs Polri Di Vivanews.Co.Id Dan Detiknews.Com (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN. 2442-6962 Vol. 4, No. 3 (2015), 455.

14 Herman dan Nurdiansa, Analisis Framing Pemberitaan Konflik Israel – Palestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng (Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010), 167.


(19)

pemberitaan pada media selaiinnya seperti republika yang memiliki kecenderungan lebih menjadikan agresi Israel ke Palestina sebagai sumber masalah peristiwa atau isu tersebut.

Dampaknya muncul gerakan masyarakat yang mendukung perjuangan Palestina dalam menuntut haknya sebagai negara yang merdeka. Sebaliknya, masyarakat terutama Umat Islam mengutuk apa yang dilakukan oleh Israel. Bentuk gerakannya beragam mulai dari kegiatan demonstrasi, atau bentuk kegiatan donasi ataupun gerakan nyata dengan membantu pembangunan rumah sakit di Palestina yang dana dan tenaga pembangunannya berasal dari masyarakat Indonesia.

Oleh karena itulah, sebuah frame terhadap peristiwa terror pun dapat berpotensi memunculkan dampak yang kurang lebih sama, yaitu perubahan persepsi individu atau khalayak. Mungkin kita sebelum adanya bom bali 1 dan 2 kita belum begitu mengenal tentang apa yang dimaksud terorisme dan teroris. Semenjak saat itu, kita mulai mengenal dan mengintrepretasi baik peristiwa maupun pelaku. Peristiwa terror jika merujuk pada peristiwa Bom Bali 1 dan 2 akan merujuk pada kekejaman, sasaran adalah para ekspatriat yang sedang berlibur dan pelaku adalah para aggota organisasi Islam radikal.

Dengan frame yang dilakukan oleh wartawan atau media tentu akan memberikan suatu efek tertentu. Secara umum pengaruh tersebut sama halnya ketika khalayak membaca atau tertarik dengan berita kejahatan. Kecencerungan khalayak mau atau tertarik pada berita kejahatan adalah dikarekan agar mereka


(20)

dapat menghindari atau tidak menjadi korban dari kegiatan kejahatan tersebut.15 Terlebih lagi Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Islam terbesar di dunia. Tentunya hal ini akan memberi efek tersendiri bagi para pembaca atau khalayak.

Peristiwa Teror yang terjadi pada 14 Januari 2016 merupakan salah satu peristiwa pengeboman yang terjadi di Ibukota Repubuplik Indonesia. Peristiwa terror ini adalah peristiwa yang dilatarbelakangi motif agama yang kesekeian kalinya, setelah peristiwa bom bunuh diri di salah satu gereja di solo pada tahun 2011. Peristiwa terror ini terjadi di Jakarta, dimana pusat pemerintahan dan juga ekonomi Indonesia. Peristiwa terror sebelumnya terjadi di Jakarta terakhir pada 17 juli 2009 di Hotel JW marriot.

Peristiwa ini cukup menarik dikarenakan, dilakukan dengan cara yang berbeda dari peristiwa terror sebelumnya. Menurut keterangan polisi sasaran dari peledakan adalah polisi dan warga negara asing (WNA).16 Dilakukan saat siang hari pukul 12:00 WIB hingga 13:00 dimana masyarakat sedang beraktifitas dengan aktivitasnya masing-masing. Teror dilakukan di tengah pusat kota, utamanya kawasan Jl. MH Thamrin dan juga pusat perbelanjaan yang cukup terkenal yaitu Mall Sarinah.

Peristiwa Teror ini cukup menjadi perhatian secara nasional maupun internasional. Peristiwa terror di jalan MH. Thamrin ini terjadi setelah peristiwa

15 Asep Saeful Muhtadi, Pengantar Ilmu Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016), 110.

16 OGI, “Kapolri: Sasaran Teror Bom Thamrin Polisi dan Orang Asing”, dalam

http://news.metrotvnews.com/read/2016/01/22/473387/kapolri-sasaran-teror-bom-thamrin-polisi-dan-orang-asin, (3 Juni 2016).


(21)

terakhir yang terjadi pada 2009 yang terjadi di Jakarta, selang waktu yang cukup lama. Peristiwa ini terjadi juga setelah terjadinya terror di kota Paris, Prancis pada 13 November 2015 yang cukup menjadi perhatian internasional.

Fakta diatas menguatkan bagaimana peneliti ingin melakukan penelitian framing yang dilakukan oleh media dalam melakukan penyajian fakta kejadian tersebut. Peristiwa terror ini cukup lama tidak terjadi di Indonesia. Secara teknis proses terror pun memiliki perbedaan dibandingkan dengan peristiwa terror yang terjadi sebelumnya. Jika dilihat dari waktu terjadinya, proses, korban hingga tempat kejadian memunculkan satu perhatian tersendiri bagi masyarakat Indonesia secara umum, khususnya khalayak umat Islam.

Pemberitaan pada media cetak ketika melakukan pemberitaan terhadap kasus terror Jl. MH Thamrin dipastikan akan memberitakannya 1 hari setelah kejadian. Hal ini cukup menjadi halangan tersendiri dikarenakan khalayak membutuhkan selalu menginginkan berita-berita yang baru.17 Maka media elektronik dan media online menjadi solusi atau keinginan khalayak tersebut. media online dapat memberikan pemberitaan yang cepat dan tidak terbatas pada kertas yang dicetak. Hal ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dengan cepat sesuai dengan keinginan mereka, termasuk pemberitaan tentang peristiwa terror di Jalan MH. Thamrin, Jakarta.

Kehadiran media online pada era globalisasi ini telah menambah perbendaharaan media baru (new media) untuk menolong para pembacanya.18 Bagi

17 Asep Saeful Muhtadi, Pengantar Ilmu Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016), 116.


(22)

mereka yang tidak memiliki waktu banyak untuk membaca media cetak tentu akan lebih memilih media online sebagai sumber informasinya terhadap fakta atau peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Termasuk bagaimana masyarakat dalam mencari informasi tentang peristiwa terror yang terjadi dikala siang hari dimana media cetak baru akan memberitakannya pada keesokan harinya. Hasil survei yang ditunjukkan oleh lembaga survei Neilsen bahwa secara keseluruhan, konsumsi media di kota-kota baik di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan bahwa Televisi masih menjadi medium utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%), disusul oleh Internet (33%), Radio (20%), Suratkabar (12%), Tabloid (6%) dan Majalah (5%). 19 Penggunaan Internet salah satunya menjadi indicator bahwa konsumsi media atau untuk mendapatkan informasi mulai beralih dari media cetak ke media elektronik. hal ini menjadi keunggulan tersendiri bagi media online dalam melakukan pemberitaan terhadap peristiwa terror yang terjadi, khususnya peristiwa terror yang terjadi di Jalan MH. Thamrin, Jakarta.

Dua media online, www.Jawapos.com dan www.Republika.co.id melakukan pemberitaan secara aktual. Dengan memberikan pemberitaan reportase yang memiliki jarak waktu yang berdekatan dengan waktu terjadinya peristiwa terror. Berdasarkan pengamatan kami, Jawapos.com melakukan pemberitaan pertama kali tentang peristiwa terror pada pukul 11:38 WIB. Sedangkan republika.co.id juga melakukan pemberitaan tentang terror tersebut juga pada pukul 13:01 WIB. Pemberitaan yang dilakukan oleh kedua media tersebut berselang beberapa saat saat

19 Nielsen, “Nielsen: Konsumsi Media Lebih Tinggi di Luar Jawa”, dalam

http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/nielsen-konsumsi-media-lebih-tinggi-di-luar-jawa.html (21 Januari 2016)


(23)

awal mula terjadinya terror, jika berdasarkan kronologis kejadian yang di rilis oleh pihak kepolisian awal mula kejadian berlangsung pada pukul 11:40 WIB.20

Dua media online tersebut, juga melakukan pemberitaan tentang peristiwa terror tersebut, jika selama pengamatan kami melakukan posting mengenai pemberitaan tentang terror di Jalan MH. Thamrin dengan pemberitaan yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa terror ditemukan sejumlah 639 artikel berita. Dengan rincian 157 artikel berasal dari Jawapos.com dan 482 artikel berita berasal dari Republika Online. Hal ini menunjukkan bahwa kedua media memberikan porsi atau perhatian yang cukup kuat terhadap peristiwa terorisme, khsusnya peristiwa terror yang terjadi di Jl. MH Thamrin.

Pemberitaan yang dilakukan kedua media dalam kurun waktu 1 minggu, dari tanggal 14 januari hingga 21 Januari 2016. Berfokus kepada beberapa hal. Pertama, yaitu kronologis peristiwa terror. Mulai dari pembahasan tentang bagaimana proses mulai hingga berakhir dari berbagai versi, mulai versi dari kepolisian hingga saksi mata di tempat kejadian perkara, bagaimana kejadian dan korban jiwa. Kedua, yaitu apa penyebab terjadinya peristiwa tersebut serta siapa penyebab terjadinya peristiwa terror tersebut. Pemberitaan mulai dari opini yang berkembang tentang ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) sebagai pelakunya hingga tokoh nasional. Ketiga, bagaimana tanggapan masyarakat, mulai dari tokoh masyarakat hingga sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap peristiwa tersebut.

20 Kistyarini, “Ini Kronologi Serangan Teror di Kawasan Sarinah Versi Polda Metro Jaya”, dalam http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/15/06570011/Ini.Kronologi.Serangan.Teror.di.Kawa san.Sarinah.Versi.Polda.Metro.Jaya (3 Juni 2016)


(24)

Dalam pemberitaannya, kedua media tersebut juga mencantumkan bukan hanya informasi berupa teks, melainkan juga pemberitaan foto jurnalistik. Foto jurnalistik berupa tampilan gambar di tempat kejadian perkara. Foto yang ditampilkan kedua media tersebut berasal dari sumber wartawan masing-masing media dan ada juga yang berasal dari citizen journalism atau liputan dari masyarakat. Foto yang tidampilkan juga beragam, mulai dari bagaimana kondisi TKP, kondisi korban hingga bagaimana pengamanan yang dilakukan apparat penegak hokum seperti TNI dan Polri.

Jawapos.com adalah versi media online dari media cetak harian Jawapos. Jawapos sendiri adalah Perusahaan Koran Berbasis di Surabaya, Jawa Timur, Jawa Pos merupakan salah satu koran terbesar di Indonesia Nomor satu di pembaca menurut Nielsen Media Research pada akhir tahun 2009. Jawa Pos adalah koran trend dan memenangkan penghargaan , dengan sirkulasi lebih dari 400.000 eksemplar setiap hari.21 Bukan hanya itu pada versi cetak, terdapat di hampir seluruh kota di Indonesia.

Republika.co.id atau Republika Online (ROL) merupakan versi online dari Harian Republika. ROL hadir sejak 17 Agustus 1995, dua tahun setelah Harian Republika terbit. ROL merupakan portal berita yang menyajikan informasi secara teks, audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi hipermedia dan hiperteks.22 Republika sendiri sering dikaitkan sebagai media milik umat Islam,

21 Jawapos.com, “indeks”, dalam http://jawapos.co.id/profile/index.php (3 Juni 2016) 22 Republika Online, “indeks” http://www.republika.co.id/page/about (3 juni 2016)


(25)

dimana kelahiran media ini dibidani oleh salah organisasi Islam ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia).

Jika kita melihat fakta bahwasannya sebuah pemberitaan tidak akan lepas dari suatu frame yang ditetapkan oleh wartawan atau media akan memberikan suatu efek bagi khalayak. Tidak terkecuali bagaimana pemberitaan yang dilakukan oleh dua media online Jawapos.com dan Republika Online dari intrepretasi terhadap suatu peristiwa. Frame yang dilakukan kedua media akan berdampak kepada intrepretasi khalayak, yang nantinya akan memberikan dampak kepada bagaimana khalayak juga akan mempersepsi kedua media tersebut.

Republika, yang lebih dikenal sebagai media nasional yang masih memberikan perhatian berupa ulasan maupun rubrik yang khusus membahas tentang Islam dan perkembangannya, salah satu contohnya rubrik Khazanah. Dengan frame yang dilakukan terhadap berita terorisme akan menjadi perhatian tersendiri bagi pembaca Republika. Begitu pula Jawapos, yang memiliki berbasis di kota Surabaya memiliki pembaca yang mayoritas berasal dari Jawa Timur, dan juga notebennya adalah basis utama organisasi Kemasyarakatan Islam Nadhatul Ulama’ (NU). Kedua media tersebut akan menjadi perhatian khalayak khususnya umat Islam bagaimana mereka melakukan pemberitaan dan bagaimana mereka mengemas fakta dari isu terorisme. Khususnya peristiwa terorisme yang terjadi di Jalan MH. Thamrin 2016.

Sedangkan kasus terorisme bagi khalayak masyarakat Indonesia pada umumnya dan Umat Islam pada khususnya menjadi perhatian tersendiri. Frame yang dilakukan oleh kedua media tersebut tentunya akan memberikan suatu efek tertentu bagi khalayak. Bagaimana kedua media tersebut dalam mengkonstruk,


(26)

mengemas fakta menjadi suatu laporan fakta yang menarik bagi khalayak. Dikarenakan bagaimana media menyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu.23 Masyarakat Indonesia sudah banyak mendapati peristiwa terorisme yang terjadi dari tahun 2000an. Masyarakat tentu akan menanti bagaimana pemberitaan yang dilakukan oleh kedua media tersebut.

Pengertian dari dakwah secara sederhana adalah dimakusdkan sebagai usaha seseorang untuk memengaruhi orang lain agar mampu melakukan perubahan, baik pikiran, perasaan sikap maupun prilakunya, apapun bentuk kegiatannya, termasuk menulis, seorang kolumnis pun bisa disebut dai.24 Dalam penulisan berita yang dilakukan oleh kedua media dalam memberitakan berita teror Thamrin menarik untuk di simak apakah mengandung muatan dakwah, dengan mensyiarkan pesan untuk melawan kemungkaran dan menyuarakan kebaikan.

Oleh karena itu menjadi hal yang penting untuk dilakukan telaah lebih mendalam mengenai bagaimana media sosial Jawapos.com dan Republika Online melakukan framing terhadap pemberitaan atau isu tentang peristiwa Terorisme yang terjadi di Jalan MH. Thamrin Jakarta atau Terror Bom Sarinah yang terjadi pada tanggal 14 januari 2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang dan masalah di atas, bahwasannya pemberitaan tentang terorisme menjadi hal yang cukup penting dan menarik untuk di telaah bagaimana media dan wartawan dalam melakukan pengemasan terhadap

23 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), 217.

24Asep Saeful Muhtadi. Komunikasi Dakwah Teori, Pendekatan dan Aplikasi. (Bandung: Simbiosa rekatama Media, 2012), 93.


(27)

berita-berita terkait tentang terorisme. Maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Bagaimanakah analisis framing perisitiwa terror di Jalan MH. Thamrin, Jakarta pada media online Jawapos.com dan Republika.co.id.

C. Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi permasalahan berikut :

1. Bagaimana media Jawapos.com dan Republika.co.id dalam Menseleksi fakta yang ditampilkan dalam pemberitaan peristiwa terror di Jl. MH. Thamrin 14 Januari 2016, dan perbandingan antara kedua media?

2. Bagaimana Jawapos.com dan Republika.co.id dalam memaknai Peristiwa terorisme pengeboman di Jl. MH Thamrin 14 Januari 2016 ?

Penelitian ini menitik beratkan pada analisa dan pengamatan terhadap isi pemberitaan spesifik pembingkaian oleh media online Jawapos.com dan Republika.co.id Penelitian ini berjenis Media Content Analisys.

D. Tujuan Penelitian

sebagaimana dengan rumusan masalah yang telah di paparkan di atas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pembingkaian berita terorisme di portal berita Republika Online (republika.co.id) dan Jawapos.co.id mengenai Peristiwa terorisme pengeboman di Jl. MH Thamrin 14 Januari 2016


(28)

2. Menjelaskan Nilai Pesan dakwah apa yang coba disampaikan oleh Jawapos.com dan Republika.co.id mengenai Peristiwa terorisme pengeboman di Jl. MH Thamrin 14 Januari 2016.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun signifikansi manfaat penelitian ini yakni diharapkan memberikan masukan positif bagi perkembangan dunia ilmu komunikasi Penyiaran Islam di Indonesia secara ilmiah maupun secara praktis. Manfaat tersebut antara lain:

1) Manfaat Akademis

Ditinjau dari segi konteks kajian ilmiah yaitu agar memberikan perspektif ruang dialektika komunikasi penyiaran Islam khususnya kajian terorisme di Indonesia. Diharapkan penelitian ini membuka ruang baru bagi penelitian selanjutnya dalam ranah ilmu komunikasi media Islam dan tidak menutup kemungkinan untuk bertautan dan bersinggungan dengan disiplin ilmu lain yang saling memiliki koherensi satu sama lain. Signifikansi media online dalam penelitian ini juga memiliki perbedaan dari format media konvensional pada umumnya.

2) Manfaat Praktis

Ditinjau dari segi kajian praktis yaitu agar memberikan gambaran mengenai ruang ilmu komunikasi pensyiaran Islam yang bersinggungan dengan disiplin ilmu yang lain terkhusus bidang pembahasan jurnalistik online dan berita terorisme di Indonesia.


(29)

F. Kerangka Konseptual 1. Konsep Framing

Konsep Framing Robert Entman

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.25 Menurut Robert Entman (1993), analisis pembingkaian atau lebih populer disebut dengan analisis framing bermakna menyeleksi beberapa aspek realitas yang dapat dipahami secara jelasdan menjadikannya lebih spesifik sehingga memiliki karakter yang menonjol dengan cara mengedepankan definisi masalah, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau rekomendasi perlakuan untuk hal-hal yang terdeskripsikan tersebut.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dna penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak.26 Dengan begitu framing yang dimaksud oleh Entman adalah melihat suatu teks berita yang global menjadi lebih spesifik pada variable-variabel tertentu. Sehingga sebuah berita yang disampaikan menjadi lebih menarik dan lebih mudah diingat karena perubahan yang diberikan dalam pemberitaan.

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang hendak

25 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 174. 26 Ibid, 53.


(30)

diambil, bagian mana yang ditonjolkandan dihidangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.

Menurut William Gamson27, Framing adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang disampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan-pesan-pesan yang ia terima.

Sedangkan menurut Todd Giltin28, Framing adalah strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonkol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas. David E. Snow dan Robert Benford berpendapat, bahwasannya framing adalah pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang reevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki memberikan pendapatnya tentang framing, framing adalah strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat

27 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), 67.


(31)

kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan persitiwa dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

2. Jurnalisme Online

Jurnalisme online adalah jurnalisme yang berbasis pada New Media atau media yang berbasis internet. Adapun pendekatan untuk penelitian tentang jurnalisme online telah didominasi oleh tiga aset teknologi baru yang umumnya dianggap memiliki dampak potensial terbesar pada jurnalisme online : Hypertext , interaktivitas dan multimedia.29

Hiperteks (Hypertext)

Hiperteks secara umum dapat didefinisikan sebagai sistem pemrograman komputer berbasis non linear seperti teks berupa tulisan, gambar yang bertautan bersama dengan hiperlink (hyperlink). Asumsi mengenai hiperteks atas jurnalisme cetak yaitu tanpa batas, tak ada deadline, akses langsung ke sumber (direct access to source), personalisasi persepsi berita, kontekstualisasi breaking news, secara bersamaan menyasar kepada khalayak kelompok pembaca yang menyukai untuk membaca judul berita (headline) saja ketimbang kedalaman berita.

Interaktivitas

Sebagaimana hiperteks, pengertian interaktivitas merupakan konsep licin untuk mendeksripsikan proses komunikasi secara umum serta jurnalisme online secara khusus.

29 Steen Steensen, “What's stopping them? Towards a grounded theory of innovation in online newspaper” (Journalism Studies 10(6), pp. 821-836., 2009)


(32)

Pengertian interaktivitas yakni ukuran kemampuan potensial media untuk membiarkan penggunanya terkena pengaruh secara terpaksa melalui konten atau bentuk komunikasi yang tersalurkan lewat media. Interaktivitas menjadi ciri utama yang dimiliki jurnalisme online, sebagai contoh dengan apa yang kini kerap kali disebut dengan citizen journalism yang mampu melaporkan peristiwa

layaknya jurnalisme profesional Multimedia

Deuze30 berpendapat bahwa konsep multimedia dapat dipahami berdasarkan dua variabel yakni (i) presentasi media dengan menggunakan dua atau lebih media (teks, audio, grafik); (ii) sebagai distribusi kemasa berita melalui berbagai media (suratkabar, website, televisi). Namun mayoritas para ahli mendukung asumsi yang pertama mengenai penggunaan dua media atau lebih dalam satu konfigurasi.

Adapun keuntungan yang didapat dari penggunaan jurnalisme online yang menjadi pembeda dengan jurnalisme konvensional sebagai berikut:

1) Keluasan akses sumber informasi; Hal ini dapat berupa tokoh, data, atau arsip berita.

2) Kuantitas data yang dapat diakses; Hal yang demikian mencakup jutaan informasi, cerita, ataupun kontak sosial.

3) Kecepatan akses; Fungsi ini yang menjadi keunggulan media berbasis online, dimanapun kapanpun suatu informasi akan lebih mudah untuk diakses karena sifat khas yang demikian.


(33)

4) Penggunaan data yang lebih mudah; Dari data yang sudah diperoleh maka pengguna akan lebih mudah mengoperasionalisasikan untuk berbagai kepentingan seperti contohnya untuk analisis data.

5) Kemampuan untuk jangkauan diskusi; Artinya bahwa dengan munculnya berbagai media online berbasis jaringan sosial (social network) lebih memudahkan aktifitas diskusi, grup, dan sebagainya.

Ketiga variabel tersebut berkaitan dengan pesan komunikasi yang dihasilkan dari berita terorisme. Artinya kalau dahulu orang mengakses berita terorisme secara konvensional melalui surat kabar cetak, sekarang orang mampu mengakses berita terorisme dengan mudah, akibat dari fungsi kompleks hiperteks yang kemudian melahirkan interaktifitas melalui wadah basis multimedia.

3. Seleksi Isu dan Mendefinisikan Masalah

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah di kenal.31 Media senantiasa melakukan seleksi tersebut dalam setiap pemberitaanya. Bagi isu atau fakta yang tidak ditonjolkan, bahkan tidak diberitakan menjadi terlupakan dan sama sekali tidak di perhatikan oleh pembaca.

Dalam proses memilih fakta tersebut, tentu saja didasari oleh suatu ukuran, bisa berdasarkan kepentingan ekonomi, ideologi, dll. Seperti seleksi isu dengan penojolan hal-hal yang lebih disukai oleh khalayak, akan memberikan dampak

31 Eriyanto, Analisis Framing (konstruksi, Ideologi dan Politik Media) (Yogyakarta : LKiS, 2002), 66.


(34)

keuntungan yang semakin tinggi, hal ini berdampak kepada berita yang dianggap tidak menarik untuk khalayak tidak diberitakan atau tidak ditonjolkan. Begitupula jika suatu isu bertentangan dengan ideologi atau pemikiran dari media atau wartawan, dapat dipastikan isu yang sesuai akan ditonjolkan dan ditampilkan, dan sebaliknya yang tidak sesuai tidak akan ditampilkan atau ditonjolkan.

Sehingga dalam hal ini yang dimaksud dengan seleksi isu dan penekanan isu adalah bagaimana menseleksi isu-isu yang ditonjolkan oleh media. Sehingga penseleksian tersebut adalah menseleksi sesuai dengan ukuran yang sudah ditetapkan.

Setelah melakukan seleksi terhadap pemberitaan atau suatu isu tertentu, tentu isu yang diseleksi tersebut secara tidak langsung juga diberikan suatu definisi oleh media atau wartawan. Dalam mendefinisikan masalah atau isu, media atau wartawan tentu akan menggunakan sudut pandang subjektifnya.

Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Dan bingkai ynag berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.32 Hal ini tentu disebabkan karena adanya proses yang dilakukan oleh media dan wartawan. Dalam melakukan pendefinisian. Sehingga bentuk pendefinisian adalah dalam sebuah realitas terdapat suatu fakta kemudian ditampilkan sesuai dengan ideologi warwatan atau media yang menampilkan berita atau isu tersebut.

32 Robert Entman and Andrew Rojecki. "Freezing Out the Public: Elite and Media Framing of the US Anti Nuclear Movement." (Political Communication, Vol 10, No.1, 1993): 157.


(35)

4. Definisi Terorisme

Sejatinya pengertian terorisme bersifat kompleks dan ideologis, artinya definisi terorisme dipahami dari sudut pandang orang yang mendefinisikan terorisme itu sendiri. Adapun beberapa pengertian terorisme 33yakni:“Terrorism is the unlawful use of force or violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the civilian population, or any segment thereof, in furtherance

of political or social objectives”.

Kata “teroris” (pelaku) dan terosime (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘Terror’ juga bisa menimbulkan kengerian.34 Hal ini membedakan dan juga menjadi batasan dalam pembahasan penelitian ini. Dimana fokus penelitian akan membedakan antara peristiwa teror dan teroris sendiri. terdapat perbedaan dimana kata terorisme bermakna sebagai suatu persitiwa, sedangkan teror adalah sifat yaitu kengerian yang dihasilkan dari suatu peristiwa dan teroris adalah pelaku atau subjek yang berperan aktif menghasilkan suatu kengerian pada suatu peristiwa tertentu.

Beberapa pengertian tentang terorisme, sebagai berikut :

Menurut hasil dari Convention of the Organisation of Islamic Conference on Combating International Terrorism, 199935. Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan

33 William E Biernatzki, “Terrorism and Mass Media”, Communication Research Trends Vol. 21. No. 1 (2002).

34 Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme - Perspektif Agama, Ham dan Hukum (Bandung: Refika Aditama, 2004), 22.


(36)

menteror orang lain atau mengancam untuk mencelakakan merekaatau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harta Benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional atau fasilitas internasional atau mengacam stabilitas, integeritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan negara-negara yang merdeka.

Jika disimpulkan pengertian dari terorisme adalah kekerasan terorganisasi, menempatkan sebagai kesadaran, metode berfikir sekaligus alat pencapaian tujuan.

Ciri utama dari teroris, yaitu:36

a. Aksi yang digunakan menggunakan cara kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik

b. Ditujukan kepada negara, masyarakat atau individu atau kelompok masyarakat tertentu

c. Memerintah anggota-anggotanya dengan cara terror juga

d. Melakukan kekerasan dengan maksud untuk mendapatkan dukungan dengan cara yang sistematis dan terorganisir.

Identifikasi terorisme paling tidak merujuk pada berbagai definisi yakni identik dengan kekerasan, teror, pemaksaan, intimidasi, dengan cara dan tujuan tertentu. Dengan pembatasan yaitu terorisme adalah prilaku atau kegiatan atau peristiwa yang merujuk pada definisi diatas. Sedangkan teror adalah sifat mengerikan atau kekerasan atau pemaksaan. Dan sedangkan teroris adalah pelaku atau subkek yang melakukan kegiatan terorisme. Dari hal tersebut utamanya mencoba


(37)

mengidentifikasi bagaimana makna terorisme yang dimaksudkan dalam kurun waktu peristiwa terror di Jakarta yang terjadi pada tanggal 14 Januari 2016.

5. Pesan Dakwah

a. Pesan Dakwah Berita dan peristiwa

Pesan dakwah tidak selalu mengungkapkan mengenai segala hal yang berhubungan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Jenis-jenis pesan dakwah terdapat berbagai macam jenisnya, ayat-ayat Al Qur’an, Hadis Nabi SAW, Pendapat Para Sahabat Nabi SAW, Pendapat Para ulama, Hasil Penelitian Ilmiah, Kisah dan Pengalaman Teladan, Berita dan Peristiwa, Karya Sastra, dan Karya Seni.

Salah satunya yang berhubungan dengan penelitian ini adalah jenis pesan dakwah berupa Berita dan Peristiwa, berita (kalam khabar) menurut istilah ‘Ilmu al

balaghah dapat benar atau dusta. Berita dikatakan benar jika sesuai dengan fakta.

Jika tidak sesuai, disebut berita bohong.37

Sebuah pesan dakwah yang berbentuk berita dan peristiwa mayoritas disampaikan melalui media massa, sebagai satu kelembagaan sosial yang memiliki tanggung jawab menyampaikan sebuah pemberitaan. Sebuah media Massa dapat memiliki satu fungsi dakwah yang dapat diperankan oleh media massa adalah menjaga agar media massa selalu berpihak kepada kebaikan, kebenaran, dan keadilan universal sesuai dengan fitrah dan kehanifaan manusia, dengan selalu taat kepada kode etiknya.38

37 Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 327.

38 Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme - Perspektif Agama, Ham dan Hukum (Bandung: Refika Aditama, 2004), 98.


(38)

Untuk menjaga kode etik sebuah pesan dakwah berupa pesan dan peristiwa harus memperhatikan beberapa etika39 :

1) Melakukan pengecekan berkali-kelai sampai diyakini kebenaran berita

tersebut. dalam Al Qur’an kita diperintahkan untuk melakukan

pengecekan informasi (tabayyun) atau kesesuaiannya dengan fakta (QS. Al-Hujarat ayat 6). Tidak boleh terulang kejadian yang memalukan dalam dakwah Islam.

2) Dampak dari suatu berita juga harus dikaji. Jika ada kemungkinan membahayakan bagi mitra dakwah, berita itu tidak boleh diceritakan meskipun benar-benar terjadi

3) Sifat berita adalah datar, hanya memberahukan (to inform). Karena sebagai pesan dakwah, harus diberi komentar terhadap suatu berita. Pendakwah hanya menarik setiap orang kepada tanggapan yang dibuatnya.

4) Berita yang disajikan harus mengandung hikmah. Ini yang menjadi penekanan berita sebagai pesan dakwah. Unsur berita : 5W + 1H (who,

what, when, where, why, how) tidka diperdalam, tetapi hikmah yang

dapat diambilnya dipertajam.


(39)

b. Isi Pesan Dakwah

Sedangkan jika merujuk kepada pesan dakwah sebenarnya semua ajaran Islam dapat dijadikan pesan dakwah. Secara umum pesan dakwah diklasifikasikan menjadi masalah pokok yaitu40 :

1) Pesan akidah

a) Iman kepada Allah Swt. b) Iman kepada Malaikat-Nya c) Iman kepada Kitab-kitab-Nya d) Iman kepada Rasul-rasul-Nya.

e) Iman kepada Hari Akhir Iman kepada Qadha-Qadhar 2) Pesan Syariah

a) Ibadah : Thahara, shalat, zakat, puasa, dan haji.

b) Muamalah : Hukum perdata meliputi : Hukum Niaga, Hukum Nikah, Hukum Waris.

c) Hukum publik : hukum pidana, Hukum Negara, Hukum Perang dan Damai

3) Pesan Akhlak

a) Akhlak terhadap Allah Swt.

b) Akhlak terhadap makhluk yang meliputi :

c) Akhlak terhadap manusia : diri sendiri, tetangga, masyarakat lainnya.

d) Akhlak terhadap bukan manusia; flora, fauna, dan sebagainya.


(40)

Pesan dakwah juga terdapat pesan yang berbentuk pesan yang berkaitan dengan masalah manusia. Ali yafie menyebuatkan bahwa pesan dakwah itu terbagi menjadi lima pokok yang meliputi41:

1) Masalah kehidupan

Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan yaitu kehidupan bumi atau duniawi dan kehidupan akhirat yang memiliki sifat kekal abadi

2) Masalah manusia

Pesan dakwah yang mengenai masalah manusia ini adalah menempatkan manusia pada posisi yang mulia yang harus dilindungi secara penuh. Dalam hal ini manusia ditempatkan pada dua status yaitu sebagai:

a. Ma’sum, yaitu memiliki hak hidup, hak memiliki, hak berketurunan, hak berfikirsehat, dan hak untuk menganut sebuah keyakinan Imani

b. Mukallaf, yaitu diberi kehormatan untuk menegaskan Allah Swt.

Yang mencakup

- Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepada Allah

- Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam prilaku dan perangai luhur

- Memilihara hubungan baik, yang damai dan rukun dengan lingkungannya

3) Masalah harta benda


(41)

Pesan dakwah dalam bentuk ini lebih pada penggunaan benda untuk kehidupan manusia dan kemaslahatan ummah.

4) Masalah ilmu pengetahuan

Dakwah islam sangat mengutamakan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan. Pesan yang berupa ilmu pengetahuan disampaikan melalui tiga jalur ilmu.

5) Masalah akidah

Akidah dalam pesan utama dakwah, memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan kepercayaan lain, yaitu;

a. Keterbukaan melalui kesaksian (syahadat). Dengan demikian seorang muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui indentitas keagamaan orang lain

b. Cakrawala yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah Swt. Adalah tuhan seluruh alam, bukan tuhan kelompok atau bangsa tertentu .

c. Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran akidah baik soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk dipahami.

d. Ketuhanan antara iman dan islam atau antara iman dan amal perbuatan.


(42)

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan untuk membahas riset ini adalah menggunakan metode kualitatif melalui teknik analisis framing. Model ala Entman dipilih peneliti sebagai teknik analisis karena peneliti anggap mampu mewakili sasaran penelitian. Metode yang demikian dipilih karena sifat penelitian yang khas dan spesifik serta masih dapat diambil generalisasi dari kasus lain yang serupa. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menjawab secara utuh dan komperhensif dari pertanyaan awal penelitian mengenai pemberitaan media seputar Teror Thamrin yang dikonfigurasikan oleh portal berita online kepada masyarakat. Metode yang demikian ini dimaksudkan untuk menyasar tujuan penelitian sehingga sesuai serta agar menghasilkan suatu pembahasan yang menarik dan tidak monoton.

2. Design Penelitian

Pada dasarnya prinsip yang digunakan analisis framing yaitu proses seleksi dan penajaman pada dimensi fakta yang dipotret oleh media. Fakta tidak ditampilkan secara sederhana dan apa adanya melainkan melalui proses seleksi pembingkaian dengan beberapa elemen seperti telah dijelaskan sebelumnya. Adapun kerangka alur model Entman yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Peneliti mengumpulkan data dokumen berupa naskah teks berita peristiwa terror yang terjadi di Jl. MH. Thamrin pada tanggal 14 Januari 2016 dari portal berita Republika.co.id dan Jawapos.co.id sepanjang 14 Januari 2016 hingga 16 Januari 2016.


(43)

2) Peneliti mengklasifikasikan data berdasarkan relevansi penelitian guna menyelaraskan dengan tujuan penelitian.

3) Peneliti kemudian mengolah data dengan memilah data reduksi yang tidak terpakai.

4) Kemudian peneliti melakukan pendalaman data dan analisis berikut konseptualisasidata hingga tercapai kesimpulan penelitian.

Pendasaran pertama, dalam melakukan dokumentasi pemberitaan mengenai teror di Jalan MH Thamrin ini mempertimbangkan beberapa hal. Pertama mempertimbangkan kebaruan atau keaktualitasan dari berita, dikarenakan jika terlalu jauh jarak antara kejadian dan pemberitaan berita tersebut sudah basi dan sudah tertutup oleh pemberitaan lain. Kedua, klasifikasi berita mendasarkan kepada fokus pada pemberitaan yang berhubungan secara langsung dengan objek penelitian.

3. Subjek Penelitian:

Subjek penelitian : yaitu konstruksi realitas. Yaitu apa saja yang ditulis oleh Jawapos.com dan Republika Online mengenai berita Peristiwa Teror Bom di Jalan MH. Thamrin 14 Januari 2016 dan bagaimana mereka menyajikannya, kemudian bagaimana Jawapos.com dan Republika Online memilih realitas/-fakta, menekankan bagian tertentu, melakukan seleksi dan menghubungkan bagian tertentu sehingga makna peristiwa lebih mudah diingat dan dipahami khalayak. Objek penelitian : pemberitaan mengenai Peristiwa Teror Bom di Jalan MH. Thamrin 14 Januari 2016 di Jawapos.com dan Republika Online selama tanggal 14-15 Januari 2016.


(44)

Sumber data primer: sumber utama dalam penelitian ini adalah pemberitaan pada Jawapos.com dan Republika Online. Sumber data sekunder : adalah data pendukung lainnya yang tidak diperoleh secara langsung. Data sekunder penelitian ini berasal dari studi literatur, buku maupun laporan-laporan penelitian lain yang sejenis yang mendukung penelitian. Pengumpulan dan analisis data untuk kepentingan analisis framing dilakukan secara langsung dengan mengidentifikasi wacana berita berdasarkan pada model Robert Entman

4. Teknik Pengumpulan Data:

Untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, akan dilakukan beberapa mekanisme seleksi pengumpulan data antara lain :

1) Studi dokumen atau literatur: digunakan untuk menganalisis berita yang berkaitan dengan teror bom yang muncul di situs Republika Online (republika.co.id) dan Jawapos.com rentang waktu 14 januari 2014 hingga 16 Januari 2016. Data yang diperoleh berjumlah 514 judul berita dengan masing-masing 96 judul berita Jawapos.com dan 418 berita Republika.co.id yang masing-masing judul maupun isi memiliki keterkaitan dengan teror bom di Jl. MH. Thamrin Jakarta Indonesia. Tidak menutup kemungkinan terdapat perubahan jumlah melalui proses seleksi dan sebagainya. Adapun penjelasan mengenai proses seleksi berita dan sebagainya peneliti jelaskan pada bab selanjutnya.

2) Wawancara mendalam (indepth interview): wawancara mendalam dilakukan dengan tokoh kunci (key person) yang dijadikan narasumber yang memahami substansi persoalan yang dibahas dalam penelitian ini.


(45)

Hal yang utama mengenai penjelasan bagaimana prosedur serta proses sebuah pembingkaian berita mengenai teror bom dari mulai awal hingga akhirnya naik tayang melalui beberapa tahap serta bagaimana menentukan variabel sebuah berita terkait dengan aksi teror bom di Indonesia.

5. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Setelah proses pengumpulan data selesai dikerjakan, maka akan ada dua tahap pengolahan data. Pertama, reduksi data. Data yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi dokumen/literatur, akan dipilih dan diharapkan dapat memberikan data siap pakai. Reduksi dilakukan untuk menilai relevansi data yang telah dikumpulkan, dan membuang beberapa data residu dan redundan yang tidak relevan dengan pertanyaan penelitian.

Kondisi ini adalah syarat bagi tahap kedua, yakni kategorisasi data. Data-data yang berhasil dikumpulkan akan dijabarkan dalam bentuk kategori-kategori agar mempermudah proses verifikasi. Pada tahap ini akan diperoleh sketsa kumpulan data kualitatif yang siap dianalisis. Kategorisasi data ditentukan berdasar variabel-variabel yang menjadi pokok pertanyaan penelitian. Misalnya, kategorisasi mengenai konfigurasi pemberitaan teroris, subjek objek kasus, tujuan serta motif aksi teroris dan sebagainya

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dikerjakan melalui pola dan hubungan antar kategori dalam tahap pengolahan data. Wilayah ini biasanya disebut sebagai interpretasi data. Pada tahap


(46)

ini data yang telah selesai dikelompokkan sesuai dengan kategori masing-masing, akan dianalisis melalui pisau teoretik, dikonseptualisasikan, dan difokuskan guna mencari jawaban penelitian.

Berikutnya, peneliti akan melakukan display data dimana setelah serangkaian proses tersebut peneliti kemudian menuangkan data dalam bentuk tulisan. Bagian ini menyajikan presentasi naratif maupun visual.


(47)

BAB II

KERANGKA TEORITIK A. Kerangka Teoritik

1. Terorisme dan Pemberitaan Media Massa

Seperti pada penjelasan sebelumnya, peneliti ingin menyampaikan adanya fenomena pemberitaan peristiwa terorisme pada media massa. Sebelum itu perlu dijelaskan tentang beberapa pengertian tentang terorisme, teroris dan teror.

Secara etimologis makna terorisme yang memiliki kata dasar teror berasal dari bahasa Prancis yakni le terreur yang pada awalnya secara historis digunakan untuk menyebut tindakan pemerintah akibat dari revolusi Prancis yang secara kejam membantai 40.000 orang yang dituduh melakukan gerakan separatis anti pemerintah. Istilah terorisme dalam bahasa Arab disebut dengan irhab (إرھﺎب) yang

disebutkan di dalam Al Quran padan dengan takrif makna kata ‘musuh’. [QS Al

Anfal 8: 60].

Pemberitaan tentang terorisme ini, jika merujuk pada definisi dari terorisme, maka akan terbagi menjadi dua fokus pemberitaan. Yaitu pemberitaan tentang peristiwa terorisme, dan pelaku atau pihak yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut ataupun dampak dari kejadian itu sendiri.

Kata “teroris” (pelaku) dan terosime (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘Terror’ juga bisa menimbulkan kengerian.1 Hal ini membedakan dan juga menjadi batasan dalam

1 Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme - Perspektif Agama, Ham dan Hukum (Bandung: Refika Aditama, 2004), 22.


(48)

pembahasan penelitian ini. Dimana fokus penelitian akan membedakan antara peristiwa teror dan teroris sendiri. terdapat perbedaan dimana kata terorisme bermakna sebagai suatu persitiwa, sedangkan teror adalah sifat yaitu kengerian yang dihasilkan dari suatu peristiwa dan teroris adalah pelaku atau subjek yang berperan aktif menghasilkan suatu kengerian pada suatu peristiwa tertentu. Beberapa pengertian tentang terorisme, sebagai berikut :

Menurut hasil dari Convention of the Organisation of Islamic Conference on Combating International Terrorism, 19992. Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan terlepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau mengancam untuk mencelakakan merekaatau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harta Benda pribadi atau publik, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional atau fasilitas internasional atau mengacam stabilitas, integeritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan negara-negara yang merdeka.

Untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau aspek terorisme tentu membutuhkan suatu standar khusus, Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dijelaskan pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1: Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur


(49)

oleh ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), pasal 6 dan 7; bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika: (1) Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman menimbulkan teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. (2) Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara menghancurkan objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7).3

Dalam pemberitaan media massa terutama media online, maka pemberitaan tentang terorisme bisa dibagi menjadi 2 hal, yaitu terkait dengan peristiwa berserta sifat kejadian dan juga pelaku peristiwa.

Dari bentuk pemberitaan yang ada bisa berbagai bentuk dan sumber, Jika merujuk pendapat Assegaff4 tentang bentuk berita maka berita terorisme termasuk

dalam 4 hal. Pertama, berita berdasar sifat kejadian berita yang tidak diduga, di mana suatu peristiwa terjadi secara insidental, dan wartawan memperoleh petunjuk (lead atau tip off) dari berbagai sumber di masyarakat (individu maupun lembaga/ organisasi). Dikarenakan pemberitaan tentang terorisme ini adalah pemberitaan

3 Idiwan Seto Wahyu Wibowo. Representasi Terorisme di Indonesia dalam Pemberitaan Media Massa (Kritik Pemberitaan Koran Tempo 2010). Disertasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), 3.


(50)

yang tidak pernah diduga sebelumnya. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa akan adanya peristiwa teror yang terjadi.

Kedua jika berdasarkan soal atau masalah atau topik yang dicakup maka pemberitaan ini termasuk dalam topik kejahatan atau bahkan terorisme itu sendiri. karena terorisme jika merujuk kepada definisi dan pengertian adalah perbuatan yang melanggar undang-undang, maka termasuk dalam bentuk kejahatan.

Ketiga, Berdasar jarak kejadian dan publikasi berita yang akan diteliti ini adalah termasuk dalam berita yang berada dalam skala nasional. Karena fokus penelitian adalah pada media nasional, dan juga peristiwa teror yang terjadi berada di dalam negeri.

Keempat, Berdasar isi berita pada pemberitaan tersebut termasuk dalam straight news (berita langsung) dan hard news (berita keras). Hal ini dikarenakan pemberitaan dalam berita ini langsung disampaikan seketika setelah peristiwa terjadi, bahkan terdapat berita terorisme yang langsung memberikan reportase lapangan. Sedangkan hard news disini adalah dikarenakan pemberitaan terorisme pemberitaan yang langsung disampaikan saat itu juga, jika ditahan tentu masyarakat tidak mau membacanya.

Hal ini juga berkaitan dalam proses penelitian ini, dalam pemberitaan media massa tentang terorisme menggunakan dalam bentuk peristiwa yang tidak terduga, yang berisi tentang peristiwa kejahatan, berdasarkan pemberitaan termasuk berita nasional dan berbentuk straight news dan hard news yang artinya berita langsung ynag saat itu juga harus disampaikan kepada pembaca.


(51)

Sehingga dalam kerangka berfikir terorisme dan pemberitaan media massa hal ini berkaitan dengan bagaimana media dalam memberitakan berita terorisme dalam bentuk dan jenisnya. Nantinya akan memudahkan dalam proses analisa dan juga dalam proses pengklasifikasian berita yang akan diteliti atau ditelaah.

2. Media Massa dan Pemahaman Masyarakat

Bagaimana sebuah media massa atau pers tidak akan lepas dari pekerjaan mengkonstruksi suatu peristiwa. Termasuk dalam bagaimana media mengkonstruksikan suatu fakta peristiwa tertentu dikemas sebelum disampaikan kepada komunikan.

Proses dialektika konstruksi antara antara diri sendiri (self) dengan dunia sosio kultural. Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga ‘moment’ simultan.5 Pertama eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses insituasionalisasi. Sedangkan ketiga, internalisasi, yaitu proses dimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial termpat individu menjadi anggotanya.

Tahapan pertama yaitu tahapan eksternalisasi, tahapan ini menurut Berger adalah tahapan dimana prilaku individu yang berinteraksi dengan produk sosial di lingkungannya. Atau usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia,

5 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa ( kekuatan pengaruh media massa, iklan televisi dan keputusan konsumen serta kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann) (Jakarta: Kencana, 2011), 15.


(52)

baik dalam kegiatan mental mapun fisik.6 Manusia akan senantiasa berinteraksi dengan dunia diluar dirinya sebagai suatu bentuk konsekuensi fisik berupa upaya pemenuhan kebutuhan fisiologis dan juga konsekuensi mental akan pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kebutuhan cinta kasih dan bersosialisasi.

Tahapan yang kedua adalah tahapan objektivasi. Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini semua produk pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckmann(1990:40) mengatakan, memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun orang lain sebagai dunia bersama.7

Tahapan ketiga adalah tahapan internalisasi, proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.8 Dalam hal ini seperti halnya realitas peneguhan atas suatu keyakinan objektif yang berasal dari proses objektivasi terhadap realitas eksternal yang ditemui oleh individu.

Secara umum terdapat tiga hal yang dilakukan oleh pekerja media dalam mengkonstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah kekuatan politik yakni menurut Ibnu Hamad9: Pertama, dalam hal

6 Eriyanto, Analisis Framing (konstruksi, Ideologi dan Politik Media) (Yogyakarta : LKiS, 2002), 14.

7 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa ( kekuatan pengaruh media massa, iklan televisi dan keputusan konsumen serta kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann) (Jakarta: Kencana, 2011), 16.

8 Eriyanto, Analisis Framing (konstruksi, Ideologi dan Politik Media) (Yogyakarta : LKiS, 2002), 15.

9 Romika Junaidi, Terorisme Di Media Baru Indonesia (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Portal Berita Republika.Co.Id Dan Kompas.Com Tahun 2005-2013) (Yogyakarta:


(53)

pilihan kata (diksi) simbol politik. Sekalipun media massa hanya bersifat sebagai reporter atau melaporkan tindak peristiwa, namun telah menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhatikan aspek simbol politik. Kedua, dalam melakukan pembingkaian peristiwa politik dengan sebab adanya tuntutan teknis semisal keterbatasan ruang (space) kolom dan halaman atau waktu, sehingga menyebabkan jarang ada media yang menampilkan suatu peristiwa secara utuh kronologis mulai dari detik pertama hingga akhir. Ketiga, menyediakan ruang dan waktu untuk sebuah peristiwa politik. Dalam konteks demikian, agenda setting berperan besar dalam mempengaruhi audiens. Isu yang menyedot perhatian besar khalayak dapat dianggap sesuatu yang mewakili apa yang sedang hangat dibicarakan.

Seperti pada penjelasan di atas, sebuah media tidak akan lepas dengan adanya konstruksi terhadap fakta yang didapatkannya untuk kemudian disampaikan sesuai dengan ideology atau kepentingan baik wartawan maupun media. Hal ini juga tidak terlepas dari konstruk yang dilakukan oleh media terhadap pemberitaan terhadap peristiwa terorisme.

Peristiwa terorisme selama ini pun tidak akan lepas dari sebuah konstruksi yang dilakukan oleh media. Bagaimana menyampaikan tentang peristiwa, menyampaikan tentang bagaimana peristiwa terjadi, pelaku hingga bagaimana penggambaran sifat kejadian dari terror.

Dalam konsepsi konstruksi sebuah proses komunikasi di lihat bukan hanya sekedar pertukaran informasi antara komunikator dan komunikan. Namun dalam konsep konstruksionis terdapat 2 karakteristik dari komunikasi. Pertama,


(54)

Pendekatan konstuksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua, Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis.10

Pada pendekatan yang pertama melihat makna dari sebuah pesan berita bukanlah sesuatu yang absolut, artinya memiliki kebenaran yang mutlak. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Sedangkan pendekatan kedua menekankan pada peran aktif dari komunikator, bagaimana pembentukan pesan berasal dari komunikator dan dalam sisi penerima ia menerima bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Seorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri.11

Sehingga secara pemaknaan tentang pemberitaan baik pemberitaan pada umumnya, ataupun khususnya pemberitaan tentang terorisme tidak akan lepas dari bentuk konstruksi yang dilakukan oleh komunikator, yaitu media ataupun wartawan. Sebuah pemberitaan sebagai sebuah hasil konstruksionis, yang dipengaruhi oleh bagaimana pengetahuan, wawasan ataupun persepsi yang dimiliki oleh komunikator dalam menyampaikan berita.

Dalam konsep konstruksionis dalam membuka bagaimana sebuah pemahaman pesan oleh komunikan dapat muncul dilihat dari dua sudut pandang. Pertama sudut pandang yang melihat komunikasi sebagai sebuah interakti sosial. Dalam konsep

10 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS, 2002), 40.


(1)

Penelitian ini juga menjadi khazanah baru bagi peneliti komunikasi Penyiaran Islam untuk lebih membuka cakrawala komunikasi penyiaran bahwa tidak selalu menggunakan media yang berlabel islam, dan memungkikan lembaga atau media besaar sekalipun masih dapat berpotensi untuk menyampaikan pesan dakwah.

Penulis merekomendasikan bagi peneliti yang ingin menelaah lebih jauh mengenai konfigurasi frame media berikuti dengan nilai-nilai yang berbeda masing-masing media Islam.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik. Kejahatan Terorisme - Perspektif Agama, Ham dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, 2004.

Ana Maria Sarmento Gaio, Mondry, Carmia Diahloka. "Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Konflik Kpk Vs Polri Di Vivanews.Co.Id Dan Detiknews.Com." Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN. 2442-6962 Vol. 4, No. 3 , 2015: 455.

Anggoro, Dr. Kusnanto. "Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, Dan Ketertiban Umum." Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. Denpasar: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2003.

Anjani, Mubarok dan Made Dwi. "Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam Indonesia (Analisis Framing Republika Dan Kompas)." MAKNA, Vol. 3 No. 1, (Februari – Juli 2012), 2012.

Azis, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009.

Biernatzki, William E. "Terrorism and Mass Media." Communication Research Trends, n.d.

Bruce, Michael D. "Arab Spring Conflict: A Visual Analysis of Coverage on Five Transnational Arab News Channels." Journal of Middle East Media Vol 10, 2014.

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa ( kekuatan pengaruh media massa, iklan televisi dan keputusan konsumen serta kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann). Jakarta: Kencana, 2011.

D.H., Assegaff. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982.

Departemen Agama Republik Indonesia. Al Qur'an dan Terjemahannya. Surabaya: Karya Agung, 2006.

Deuze, Mark. "What is Multimedia Journalism?" Journalism Studies 5(2), 2004: 139-152.

Eriyanto. Analisis Framing. Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS, 2002.

Ferri, Oscar. liputan6. june Friday, 2016.

http://news.liputan6.com/read/2413317/ini-kronologi-teror-thamrin-versi-polda-metro-jaya.

Glover, Kesley. "Analysis of CNN and The Fox News Networks’ framing of the Muslim Brotherhood during the Egyptian revolution in 2011." ” The Elon

Journal of Undergraduate Research in Communications, Vol. 2, No. 2, 2011.

Herman, Nurdiansa. ", Analisis Framing Pemberitaan Konflik Israel – Palestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng." Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, 2010: 167.

I, Hussain. "News Framing on Indo-Pak Conflicts in the News (Pakistan) and Times of India: War and Peace Journalism Perspective." J Mass Communicat Journalism , 2015: 5:8.

Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Jim A. Kuypers, Stephen Cooper, and Matt Althouse. "The President and The Press: The Framing of George W. Bush’s Speech to the United Nations on


(3)

November 10, 2001." American Communication Journal Vol. 10, No. 3, 2008.

Lewis, Stephen D. Reese and Seth C. "Framing the War on Terror The internalization of policy in the US press." Journalism Vol. 10(6), n.d.: 777– 797.

Liliweri, Alo. Komunikasi Serba ada Serba Makna. Jakarta: Kencana, 2011. Luriltasari, Ahta Prayinda. PENCITRAAN ABU BAKAR BA’ASYIR DI HARIAN

REPUBLIKA (Studi Analisis Framing Pencitraan Abu Bakar Ba’asyir

Terkait Keterlibatannya dengan Kegiatan Terorisme pada Pemberitaan Harian Republika Periode Agustus 2010 – Juni 2011). Skripsi, Jakarta: Universitas Atmajaya, (2013) .

McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. terjemahan A. Dharma dan A. Ram. Jakarta: Erlangga, 1989.

Mubarok. "Stigmatisasi Pemberitaan Terorisme di Media Massa." Jurnal Ilmu Komunikasi Interaksi Vol 1, No 1 , 2012: 34.

Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Dakwah Teori, Pendekatan dan Aplikasi.

Bandung: Simbiosa rekatama Media, 2012.

—. Pengantar Ilmu Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016. Okoro, Nnanyelugo. "Print Media Framing of Boko Haram Insurgency in Nigeria:

A Content Analytical Study of the Guardian, Daily Sun, Vanguard and Thisday Newspapers." Research on Humanities and Social Sciences Vol.3, No.11, 2013.

Oliveira, Zizi Papacharissi and Maria de Fatima. "News Frames Terrorism: A Comparative Analysis of Frames Employed in Terrorism Coverage in U.S. and U.K. Newspapers." The International Journal of Press/Politics, 2008: 13; 52.

Ouellette, Janelle Malo dan Valérie. "Simplifying Terrorism: An Analysis of Three Canadian Newspapers, 2006-2013." Canadian Political Science Review Vol. 8, No. 2, 2014: 59-73.

Pimpinan Sidang Komisi A Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia. "Fatwa Bunga (interest/fa-idah), Terorisme, dan Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah." MUI.or.id. 2003. mui.or.id/wp-content/uploads/2014/05/Ijtima-Ulama-Lampiran1.pdf (accessed Juni Jumat, 2016).

Prasetyo. "Perubahan Corak Terorisme Di Indonesia Tahun 2000 Hingga Tahun 2013 ." Jurnal Pertahanan Maret 2014, Volume 4, Nomor 1, 2014: 92. Rojecki, Robert Entman and Andrew. "Freezing Out the Public: Elite and Media

Framing of the US Anti Nuclear Movement." Political Communication, Vol 10, No.1, 1993: 157.

Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Online Panduan Praktis Mengelola Media Online. Bandung: Nuansa Cendikia, 2012.

Ruskhan, Abdul Gaffar. Pemanfaatan Keberagaman Budaya Indonesia dalam penggunaan Bahasa Indonesia bagi Penurur Asing. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, n.d.

Septiawan, Santana. K. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.


(4)

Situmorang, Soujuang. Pentingnya Dokumentasi Toponimi untuk mendukung Tata pemerintahan yang Baik. Jakarta: The 13th Asia South East & Pasific South West Divisional Meeting, 24-25 Agustur 2006, 2006.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. Steensen, Steen. "What Stopping them? Towards a grounded theory of innovation

in online newspaper." Jurnalism Studies 10(6), 2009: 821-836.

Sukarno, Adam W. "Dilema Peliputan Terorisme dan Pergeseran Pola Framing Berita Terorisme di Media Massa." Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 14, Nomor 3, Maret 2011 ISSN 1410-4946), 2011: (333-348). Wibowo, Idiwan Seto Wahyu. Representasi Terorisme di Indonesia dalam

Pemberitaan Media Massa (Kritik Pemberitaan Koran Tempo 2010).

Disertasi, Jakarta: Universitas Indonesia, 2014.

Yusoff, Sofia Hayati. "The Coverage on Islam and Terrorism: A Framing Analysis of the International News Magazines, Time and the Economist." Global Media Journal, Malaysian Edition Volume 4, Issue 1, 2014.

Zakariya, Yousaf Bahauddin. "Representations of Pakistan: A Framing Analysis of Coverage in the U.S. and Chinese News Media Surrounding Operation Zarb-e-Azb." International Journal of Communication 9 , 2015: 3042– 3064.

Zakiyah. "Studi Terhadap Framing Kompas Dan Republika Pada Berita Terorisme." Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2015.

Tesis

Romika Junaidi, Terorisme Di Media Baru Indonesia (Analisis Framing

Pemberitaan Terorisme Di Portal Berita Republika.Co.Id Dan Kompas.Com Tahun 2005-2013). (Yogyakarta: Pascasarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Dan Media Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, 2014)

Genta Maghvira, Isu Terorisme Pada Pemberitaan Majalah Tempo dan Majalah Gatra (Bandung: Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Uuniverstias Padjajaran, 2012)

Yustitia, Senja. Konstruksi Pasangan Calon Dalam Pilgub Jateng 2008 Oleh Media Massa (Kasus Pemberitaan Jawa Pos Radar Semarang Dan Suara Merdeka), (Semarang: Universitas Diponegoro, 2008)

Website dan sumber data media Online

Alexa.com, “Top Sites in: All Categories > World > Bahasa Indonesia > Berita > Koran”, dalam

http://www.alexa.com/topsites/category/Top/World/Bahasa_Indonesia/Be rita/Koran (17 Juni 2016)

Alexa.com, “Top Sites in: All Categories > World > Bahasa Indonesia > Berita > Koran”, dalam


(5)

http://www.alexa.com/topsites/category/Top/World/Bahasa_Indonesia/Be rita/Koran (17 Juni 2016)

Bilal Ramadhan, “Mabes Polri Tegaskan Aksi Teror di Sarinah Bukan Gerakan Islam”, dalam

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/01/14/o0xvnd33 0-mabes-polri-tegaskan-aksi-teror-di-sarinah-bukan-gerakan-Islam (11 Mei 2016)

Dna, “Jakarta Diguncang Teror, DPR: BIN Sedang Krisis”,dalam

http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15744/jakarta-diguncang-teror-dpr-bin-sedang-krisis (10 mei 2016)

Helmi Fithriansyah, “Ini Kronologi Teror Thamrin Versi Polda Metro Jaya”, dalam http://news.liputan6.com/read/2413317/ini-kronologi-teror-thamrin-versi-polda-metro-jaya. (17 Juni 2016)

Ist, “Bom Sarinah, PSI: Ini Bentuk Aksi Kebiadaban, Harus Dilawan”,dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15778/bom-sarinah-psi-ini-bentuk-aksi-kebiadaban-harus-dilawan (10 meni 2016)

Jawapos.com, “indeks”, dalam http://jawapos.co.id/profile/index.php (3 Juni 2016)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan) dalam http://kbbi.web.id/umpat (23 June 2016)

Kistyarini, “Ini Kronologi Serangan Teror di Kawasan Sarinah Versi Polda Metro Jaya”, dalam

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/15/06570011/Ini.Kronologi .Serangan.Teror.di.Kawasan.Sarinah.Versi.Polda.Metro.Jaya (3 Juni 2016)

Nielsen, “Nielsen: Konsumsi Media Lebih Tinggi di Luar Jawa”, dalam

http://www.nielsen.com/id/en/press-room/2014/nielsen-konsumsi-media-lebih-tinggi-di-luar-jawa.html (21 Januari 2016)

Ogi, “Kapolri: Sasaran Teror Bom Thamrin Polisi dan Orang Asing”, dalam http://news.metrotvnews.com/read/2016/01/22/473387/kapolri-sasaran-teror-bom-thamrin-polisi-dan-orang-asin, (3 Juni 2016).

Repbulika Online, “about”, dalam http://www.republika.co.id/page/about (20 Juni 2016)

Republika Online, “indeks” http://www.republika.co.id/page/about (3 juni 2016) Republika Online, “Index”, dalam http://www.republika.co.id/index/2016/01/14

(11 Mei 2016)

Ricardo, “Ogah BIN Dianggap Kecolongan, Bang Yos Malah Puji Kinerja Polisi” dalam

http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15776/ogah-bin-dianggap-kecolongan-bang-yos-malah-puji-kinerja-polisi (10 Mei 2016). Ricardo, "Ketua DPR: Jakarta Diserang Teror, BIN Kecolongan!”, dalam

http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15746/ketua-dpr-jakarta-diserang-teror-bin-kecolongan (10 Mei 2016)

Ricardo, “BIN Kecolongan, Din Syamsuddin: Tidak Perlu Cari Siapa yang Salah”, dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/15/15790/bin -kecolongan-din-syamsuddin-tidak-perlu-cari-siapa-yang-salah (10 mei 2016)


(6)

Ricardo, “BIN Kecolongan, Din Syamsuddin: Tidak Perlu Cari Siapa yang Salah”, dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/15/15790/bin-kecolongan-din-syamsuddin-tidak-perlu-cari-siapa-yang-salah (10 mei 2016)

Ricardo, “Ketua DPR: Jakarta Diserang Teror, BIN Kecolongan!”, dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15746/ketua-dpr-jakarta-diserang-teror-bin-kecolongan (10 Mei 2016)

Ricardo, “Ogah BIN Dianggap Kecolongan, Bang Yos Malah Puji Kinerja Polisi”, dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15776/ogah-bin-dianggap-kecolongan-bang-yos-malah-puji-kinerja-polisi (10 Mei 2016)

Ricardo, “Tidak Terdeteksi BIN, Pelaku Teror Disebut Lebih Canggih”, dalam http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15748/tidak-terdeteksi-bin-pelaku-teror-disebut-lebih-canggih (10 Mei 2016)

Ricardo, “Tidak Terdeteksi BIN, Pelaku Teror Disebut Lebih Canggih”,dalam, http://www.jawapos.com/read/2016/01/14/15748/tidak-terdeteksi-bin-pelaku-teror-disebut-lebih-canggih (10 Mei 2016).

Zulkifli, Afni. “Optimisme Jawa Pos Di Tengah Kegalauan Koran Dunia”, dalam http://www.jpnn.com/read/2013/06/05/175380/Optimisme-Jawa-Pos-Di-Tengah-Kegalauan-Koran-Dunia- (20 Juni 2016).