PERATURAN DAERAH KABUPATEN NDAU NOMOR 03 TAHUN 2011 ttg POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2009

T E N T A N G

PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMANDAU, Menimbang

Mengingat :

: a.

b.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

bahwa sebagai tindaklanjut Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang Desa, perlu diatur Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4180);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Nagara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);


(2)

9.

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1984 tentang Kebijakan Pembangunan Kota.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG PEMBERIAN NAMA JALAN/ GANG DAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;

b. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintah Daerah;

d. Bupati adalah Bupati Lamandau;

e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah;

f. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian

jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas; g. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum;

h. Jalan Khusus adalah jalan selain yang termasuk dalam angka 7;

i. Nomor Rumah adalah tanda untuk memberikan identitas/alamat rumah atau bangunan;

j. Gang adalah jalan umum yang ukurannya lebih kecil dari jalan utama;

k. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamandau;

BAB II

PEMBERIAN NAMA JALAN DAN GANG Pasal 2

(1) Setiap Jalan dan Gang dalam wilayah Kabupaten Lamandau diberi nama tanda pengenal; (2) Nama Jalan dan Gang dimaksud ayat (1) dikelompokan menurut kawasan;

(3) Penetapan Nama Jalan dan Gang masing-masing kawasan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Lamandau;

(4) Nama Jalan dan Gang mempergunakan nama jalan induk dengan memberi nomor urut angka romawi, misalnya :

Jalan romawi I atau Jalan romawi I Gang I.

(5) Papan Nama Jalan dan Gang dibuat dari bahan yang kuat, dan tahan lama, warna dasar hijau dengan tulisan warna putih, dengan ukuran sebagai berikut :

a. Panjang = 70 Cm


(3)

c. Tebal = disesuaikan

(6) Papan nama jalan dipasang pada kedua ujung jalan dan Gang setinggi = 1,5 meter diatas permukaan tanah dan diberi pondasi beton cor.

BAB III

PEMBERIAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN Pasal 3

(1) Setiap rumah/ bangunan dalam Kota Kabupaten Lamandau harus memiliki Nomor Rumah/ Bangunan sebagai tanda pengenal alamat;

(2) Nomor rumah/ bangunan dimaksud ayat (1) dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau melalui Instansi terkait yang penyalurannya dilaksanakan oleh perangkat Kecamatan, Kelurahan, Desa, RW dan RT.

Pasal 4

(1) Plat Nomor rumah/ bangunan berbentuk persegi panjang terbuat dari bahan seng almunium atau bahan metal anti karat lainnya dengan ukuran :

a. Panjang = 12 Cm

b. Lebar = 15 Cm

c. Tebal = minimal 0,2 melimeter

(2) Plat Nomor rumah/ bangunan terdiri dari 7 kolom dan dibubuhi tulisan/ lambang sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :

a. Kolom 1 Lambang Daerah dan Nama Pemerintah Kabupaten Lamandau (9 Cm x 8 Cm);

b. Kolom 2 Nomor Rumah/Bangunan (17 Cm x 7 Cm) c. Kolom 3 dan 4 Nomor RT/RW (17 Cm x 2 Cm)

d. Kolom 5 Nomor Kelurahan, Kecamatan dan Kota/Kabupaten (17 Cm x 6 Cm) e. Kolom 6 dan 7 kode Pos/Nomor kode pos masing-masing (10 Cm x 3 Cm) (3) Warna dasar plat Nomor rumah / bangunan ditetapkan sebagai berikut :

a. Warna dasar = Hitam

b. Tulisan dan garis batas = Putih

BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN Pasal 5

(1) Setiap Rumah/ Bangunan yang berada dalam Kota Nanga Bulik diberikan nomor sepanjang tidak bertentangan dengan master plan kota Nanga Bulik;

(2) Terhadap Rumah/ Bangunan yang hingga pemberian nomor Rumah/ Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan, diwajibkan segera meminta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(3) Pemberian Nomor Rumah/ Bangunan dimulai dari ujung jalan yang merupakan Pusat Kota Nanga Bulik, (bundaran besar) dan diteruskan dengan memulai lagi jalan-jalan lainnya kesegala jurusan dalam Kota Nanga Bulik.

Pasal 6

(1) Nomor Rumah/ Bangunan diberikan berurutan mulai permulaan jalan masuk sebelah kanan dengan nomor genap dan sebelah kiri dengan nomor ganjil;

(2) Rumah yang terletak dibelakang rumah yang menghadap jalan diberikan nomor urut sesudah rumah dihadapnnya;

(3) Rumah / Bangunan yang didirikan setelah pemberian Nomor secara masal diberikan kode A, B, C dan seterusnya setelah nomor urut rumah/ bangunan terdahulu yang terletak disamping, dimuka atau dibelakangnya;

(4) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun nomor rumah yang ada akan diinventarisir kembali dalam rangka penataan sesuai perkembangan dilapangan.


(4)

(1) Rumah/ Bangunan yang terletak disatu jalan yang melintasi dua atau lebih Kelurahan diberi nomor secara berurutan, sedangkan nomor RW dan RT disesuaikan dengan kelurahan masing-masing;

(2) Rumah kopel/barak diberi hanya satu nomor dengan diberi kode angka romawi untuk masing-masing petak/ ruang;

(3) Terhadap Rumah-Rumah / Bangunan komplek pasar, diberikan nomor tersendiri dengan kode blok A, B, C dan seterusnya dan masing-masing blok diberikan nomor angka 1, 2, 3 dan seterusnya.

BAB V

PEMBERIAN PLAT NOMOR RUMAH DAN BANGUNAN Pasal 8

(1) Pemberian plat nomor rumah dan bangunan di Kabupaten Lamandau dapat disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau;

(2) Pemberian sebagaimana dimaksud ayat (1) mengacu pada BAB III pasal 3 ayat (2).

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9

Pemberian Nomor Rumah/ Bangunan menurut Peraturan Daerah ini sudah dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini berlaku.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 10

Penataan dan pemberian nama Jalan, Gang dan Penomoran Rumah/Bangunan di Kabupaten Lamandau, dalam pelaksanaannya dikelola dan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamandau.

Pasal 11

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 12

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.

Ditetapkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010


(5)

ttd M A R U K A N

Diundangkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU, ttd

M A S R U N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 54 SERI : E

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR TAHUN 2010

TENTANG

PEMBERIAN NAMA-NAMA JALAN, GANG DAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN


(6)

A. PENJELASAN UMUM

Kabupaten Lamandau merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Induk Kotawaringin Barat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah yang pada saat sekarang terdiri dari 8 Kecamatan, 83 desa dan 3 Kelurahan. Dengan semakin pesatnya pembangunan di Kabupaten Lamandau maka semakin luas pula perkembangan penduduk yang tentunya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi, sosial budaya termasuk proverti perumahan dan kewilayahan sehingga terbentuknya wilayah-wilayah kelompok masyarakat. Dengan mengacu terhadap perkembangan tersebut perlu adanya suatu upaya konkrit dari pemerintah daerah untuk mengatur, menata dan mengelola jalan, gang dan perumahan sehingga teratur rapi sesuai dengan penataan kota. Untuk pengaturan sehingga teraturnya jalan, gang dan tertatanya kawasan perumahan dan bangunan lainnya perlu adanya pengaturan tentang pemberian nama-nama jalan, gang dan penomoran rumah/ bangunan di Kabupaten Lamandau.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5 s/d 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Seluruh plat nomor rumah di sediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau dan diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh masyarakat Kabupaten Lamandau mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kelurahan yang nantinya dikoordinasikan melalui Dinas PU Kab. Lamandau dan diserahkan ke Kecamatan, Kelurahan dan Desa untuk membagikan nomor plat tersebut sesuai dengan jumlah KK masing-masing wilayah.

Pasal 9 s/d 10

Cukup Jelas

Pasal 11 s/d 12

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR SERI :


(7)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2010

T E N T A N G

PEMBERIAN NAMA-NAMA JALAN, GANG DAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


(8)

BUPATI LAMANDAU, Menimbang

Mengingat :

: a.

b.

c

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Lamandau melalui Undang-undang Nomor 05 Tahun 2002, maka terjadi banyak perubahan dan perkembangan kemajuan di berbagai bidang, termasuk pembangunan sarana jalan, gang, rumah dan bangunan;

bahwa dengan pesatnya pembangunan khususnya dalam kota Nanga Bulik, maka pemberian Nama-Nama Jalan, Gang dan nomor Rumah/Bangunan harus diatur dan ditata dengan baik demi tertibnya pengelolaan kawasan kota dan pedesaan di Kabupaten Lamandau; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau tentang Pemberian Nama-nama Jalan, Gang dan Nomor Rumah/ Bangunan; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4180); Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Nagara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik


(9)

9.

Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1984 tentang Kebijakan Pembangunan Kota.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG PEMBERIAN NAMA JALAN/ GANG DAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

l. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lamandau;

m. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; n. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintah Daerah;

o. Bupati adalah Bupati Lamandau;

p. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamandau sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah;

q. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas; r. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum;

s. Jalan Khusus adalah jalan selain yang termasuk dalam angka 7;

t. Nomor Rumah adalah tanda untuk memberikan identitas/alamat rumah atau bangunan;

u. Gang adalah jalan umum yang ukurannya lebih kecil dari jalan utama; v. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamandau;

BAB II

PEMBERIAN NAMA JALAN DAN GANG Pasal 2

(7) Setiap Jalan dan Gang dalam wilayah Kabupaten Lamandau diberi nama tanda pengenal; (8) Nama Jalan dan Gang dimaksud ayat (1) dikelompokan menurut kawasan;

(9) Penetapan Nama Jalan dan Gang masing-masing kawasan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Lamandau;

(10) Nama Jalan dan Gang mempergunakan nama jalan induk dengan memberi nomor urut angka romawi, misalnya :

Jalan romawi I atau Jalan romawi I Gang I.

(11) Papan Nama Jalan dan Gang dibuat dari bahan yang kuat, dan tahan lama, warna dasar hijau dengan tulisan warna putih, dengan ukuran sebagai berikut :

d. Panjang = 70 Cm

e. Lebar = 10 Cm


(10)

(12) Papan nama jalan dipasang pada kedua ujung jalan dan Gang setinggi = 1,5 meter diatas permukaan tanah dan diberi pondasi beton cor.

BAB III

PEMBERIAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN Pasal 3

(3) Setiap rumah/ bangunan dalam Kota Kabupaten Lamandau harus memiliki Nomor Rumah/ Bangunan sebagai tanda pengenal alamat;

(4) Nomor rumah/ bangunan dimaksud ayat (1) dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau melalui Instansi terkait yang penyalurannya dilaksanakan oleh perangkat Kecamatan, Kelurahan, Desa, RW dan RT.

Pasal 4

(4) Plat Nomor rumah/ bangunan berbentuk persegi panjang terbuat dari bahan seng almunium atau bahan metal anti karat lainnya dengan ukuran :

a. Panjang = 12 Cm

b. Lebar = 15 Cm

c. Tebal = minimal 0,2 melimeter

(5) Plat Nomor rumah/ bangunan terdiri dari 7 kolom dan dibubuhi tulisan/ lambang sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :

a. Kolom 1 Lambang Daerah dan Nama Pemerintah Kabupaten a. Lamandau (9 Cm x 8 Cm);

b. Kolom 2 Nomor Rumah/Bangunan (17 Cm x 7 Cm) c. Kolom 3 dan 4 Nomor RT/RW (17 Cm x 2 Cm)

d. Kolom 5 Nomor Kelurahan, Kecamatan dan Kota/Kabupaten (17 Cm x 6 Cm) e. Kolom 6 dan 7 kode Pos/Nomor kode pos masing-masing (10 Cm x 3 Cm) (6) Warna dasar plat Nomor rumah / bangunan ditetapkan sebagai berikut :

a. Warna dasar = Hitam

b. Tulisan dan garis batas = Putih

BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN Pasal 5

(1) Setiap Rumah/ Bangunan yang berada dalam Kota Nanga Bulik diberikan nomor sepanjang tidak bertentangan dengan master plan kota Nanga Bulik;

(2) Terhadap Rumah/ Bangunan yang hingga pemberian nomor Rumah/ Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan, diwajibkan segera meminta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(3) Pemberian Nomor Rumah/ Bangunan dimulai dari ujung jalan yang merupakan Pusat Kota Nanga Bulik, (bundaran besar) dan diteruskan dengan memulai lagi jalan-jalan lainnya kesegala jurusan dalam Kota Nanga Bulik.

Pasal 6

(1) Nomor Rumah/ Bangunan diberikan berurutan mulai permulaan jalan masuk sebelah kanan dengan nomor genap dan sebelah kiri dengan nomor ganjil;

(2) Rumah yang terletak dibelakang rumah yang menghadap jalan diberikan nomor urut sesudah rumah dihadapnnya;

(3) Rumah / Bangunan yang didirikan setelah pemberian Nomor secara masal diberikan kode A, B, C dan seterusnya setelah nomor urut rumah/ bangunan terdahulu yang terletak disamping, dimuka atau dibelakangnya;

(4) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun nomor rumah yang ada akan diinventarisir kembali dalam rangka penataan sesuai perkembangan dilapangan.


(11)

Pasal 7

(1) Rumah/ Bangunan yang terletak disatu jalan yang melintasi dua atau lebih Kelurahan diberi nomor secara berurutan, sedangkan nomor RW dan RT disesuaikan dengan kelurahan masing-masing;

(2) Rumah kopel/barak diberi hanya satu nomor dengan diberi kode angka romawi untuk masing-masing petak/ ruang;

(3) Terhadap Rumah-Rumah / Bangunan komplek pasar, diberikan nomor tersendiri dengan kode blok A, B, C dan seterusnya dan masing-masing blok diberikan nomor angka 1, 2, 3 dan seterusnya.

BAB V

PEMBERIAN PLAT NOMOR RUMAH DAN BANGUNAN Pasal 8

(1) Pemberian plat nomor rumah dan bangunan di Kabupaten Lamandau dapat disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau;

(2) Pemberian sebagaimana dimaksud ayat (1) mengacu pada BAB III pasal 3 ayat (2).

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9

Pemberian Nomor Rumah/ Bangunan menurut Peraturan Daerah ini sudah dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini berlaku.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 10

Penataan dan pemberian nama Jalan, Gang dan Penomoran Rumah/Bangunan di Kabupaten Lamandau, dalam pelaksanaannya dikelola dan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamandau.

Pasal 11

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 12

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.

Ditetapkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010


(12)

ttd M A R U K A N

Diundangkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU, ttd

M A S R U N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 54 SERI : E

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR TAHUN 2010

TENTANG


(13)

DAN NOMOR RUMAH/ BANGUNAN

B. PENJELASAN UMUM

Kabupaten Lamandau merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Induk Kotawaringin Barat berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah yang pada saat sekarang terdiri dari 8 Kecamatan, 83 desa dan 3 Kelurahan. Dengan semakin pesatnya pembangunan di Kabupaten Lamandau maka semakin luas pula perkembangan penduduk yang tentunya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi, sosial budaya termasuk proverti perumahan dan kewilayahan sehingga terbentuknya wilayah-wilayah kelompok masyarakat. Dengan mengacu terhadap perkembangan tersebut perlu adanya suatu upaya konkrit dari pemerintah daerah untuk mengatur, menata dan mengelola jalan, gang dan perumahan sehingga teratur rapi sesuai dengan penataan kota. Untuk pengaturan sehingga teraturnya jalan, gang dan tertatanya kawasan perumahan dan bangunan lainnya perlu adanya pengaturan tentang pemberian nama-nama jalan, gang dan penomoran rumah/ bangunan di Kabupaten Lamandau.

C. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5 s/d 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Seluruh plat nomor rumah di sediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau dan diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh masyarakat Kabupaten Lamandau mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kelurahan yang nantinya dikoordinasikan melalui Dinas PU Kab. Lamandau dan diserahkan ke Kecamatan, Kelurahan dan Desa untuk membagikan nomor plat tersebut sesuai dengan jumlah KK masing-masing wilayah.

Pasal 9 s/d 10

Cukup Jelas

Pasal 11 s/d 12

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 47 SERI : E


(14)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2010

T E N T A N G


(15)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMANDAU,

Menimbang : a.

b.

c.

bahwa salah satu kewenganan daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah memungut pajak dan retribusi daerah;

bahwa Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan jenis Retribusi Daerah dan merupakan Sumber Pendapatan Daerah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu dibentuk dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


(16)

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

19.

5049);

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1980 tentang Pedoman Pengelolaan Perparkiran di Daerah;

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Jo Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum;

Peraturan Daerah kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR.

BAB I


(17)

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau;

d. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi perseroan, perkumpulan, yayasan dan sejenisnya;

e. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara;

f. Tempat Khusus Parkir adalah tempat yang secara khusus disediakan dan atau dikelola oleh

Pemerintah Daerah yang meliputi pelataran/ lingkungan parkir, taman parkir dan gedung parkir; g. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada

kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor;

h. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah yang menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;

i. Retribusi Tempat Khusus Parkir yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan atas

pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;

j. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan

Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi;

k. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi memanfaatkan tempat khusus parkir;

l. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data

dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;

m. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat jelas tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan Tempat Khusus Parkir yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 3

Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan Tempat Khusus Parkir yang meliputi : a. Palataran/ Lingkungan Parkir;

b. Taman Parkir ; c. Gedung Parkir.

Pasal 4

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Tempat khusus Parkir.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5


(18)

Retribusi Tempat Khusus Parkir digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 6

Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis kendaraan dan jangka waktu pemakaian Tempat Khusus Parkir.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 7

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk mengendalikan permintaan dan Penggunaan jasa Pelayanan dalam rangka memperlancar pelaksanaan layanan,dengan tetap memperhatikan biaya penyelenggaraan Pelayanan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 8

(1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis tempat parkir khusus yang disediakan dan jenis kendaraan bermotor. Jenis kendaraan bermotor wajib retribusi adalah sebagai berikut :

a. Sepeda motor; b. Mobil Penumpang; c. Mobil Bus;

d. Mobil Barang; e. Kendaraan Khusus.

(2) Atas pemberian jasa tempat parkir khusus oleh pelayan jasa parkir dikenakan retribusi sebagai berikut :

a. Sepeda Motor, sebesar Rp. 2.000,- (Dua Ribu Rupiah) per sekali parkir; b. Mobil Penumpang, sebesar Rp. 3.000,- (Tiga Ribu Rupiah) per sekali parkir; c. Mobil Bus, sebesar Rp. 4.000,- (Empat Ribu Rupiah) per sekali parkir; d. Mobil Barang, sebesar Rp. 4.000,- (Empat Ribu Rupiah) per sekali parkir; e. Kendaraan Khusus, sebesar Rp. 5.000,- (Lima Ribu Rupiah) per sekali parkir.

Pasal 9

(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali;

(2) Peninjauan tarif retrbusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian;

(3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindak lanjut peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 10

(1)

Retribusi dipungut di Wilayah Daerah Pelayanan Tempat Khusus Parkir diberikan;


(19)

BAB VIII

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pasal 11

(1)

Pemungutan Retribusi dilakukan pada saat wajib retribusi memanfaatkan jasa pelayanan tempat

parkir dilakukan;

(2)

Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3)

Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis,

kupon ayau kartu berlangganan;

(4)

Tata cara pemungutan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 12

(1)

Hasil pungutan retribusi seluruhnya disetor ke Kas Daerah dan merupakan Penerimaan Daerah.

(2)

Tata cara penyetoran ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

SANKSI ADMINSTRASI Pasal 13

(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang bayar, dikenakan sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD;

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran.

BAB X

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14

(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus;

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XI

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 15

(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sampai saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas rdetribusi yang terutang tersebut dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis;

(2) Pengeluaran STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi di keluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo;

(3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

BAB XII

PEMBERIAN KERINGANAN PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Bupati dapat memberikan keringanan pembayaran retribusi berupa angsuran atau penundaan pembayaran;

(2) Tata cara pemberian keringanan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.


(20)

BAB XIII

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA Pasal 17

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi;

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. Diterbitkan surat teguran; atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung; (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huru a, kedaluwarsa

penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut;

(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah;

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.

Pasal 18

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan;

(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 19

(1)

Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah

diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang harus dibayar;

(2)

Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XV P E N Y I D I K A N

Pasal 20

(1)

Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak

pidana sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat (1) dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah yang pegangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(2)

Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;


(21)

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah;

i. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hokum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3)

Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulai penyidikan dan

menyampaikan kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.

BAB XVII P E N U T U P

Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundang.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.

Ditetapkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010

BUPATI LAMANDAU, ttd

M A R U K A N Diundangkan di : Nanga Bulik

pada tanggal : 4 Oktober 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU, ttd

M A S R U N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 55 SERI : C

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2010

TENTANG


(22)

A. PENJELASAN UMUM

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang penting dan sangat strategis guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah termasuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemendirian daerah untuk itu perlu adanya perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Hal ini tentunya dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat serta akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Salah satu potensi tersebut adalah dengan pembentukan Peraturan Daerah Retribusi Tempat Khusus Parkir. Objek Retribusi Tempat Khusus Parkir yaitu pemberian pelayanan penyediaan tempat parkir khusus yang meliputi palataran/ lingkungan parkir, taman parkir dan gedung parkir yang nanti pengaturannya diatur oleh pemerintah daerah.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5 s/d 10

Cukup Jelas Pasal 11 s/d 15

Cukup Jelas

Pasal 16 s/d 20

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 48 SERI : C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 03 TAHUN 2010

TENTANG RETRIBUSI TERMINAL


(23)

BUPATI LAMANDAU, Menimbang

Mengingat :

: a.

b.

c.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);.

bahwa Retribusi Terminal merupakan Retribusi Daerah Kabupaten Lamandau yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD); bahwa untuk maksud tersebut huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik


(24)

9.

10.

Indonesia Tahun 2000 Nomor 202);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2004 tentang Rincian Kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota;

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis Penyusutan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 70).

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI TERMINAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

a. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah Kesatuan Masyarakat yang mempunyai batas daerah hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau;

d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku;

e. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya BUMN/BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dan pension, Bentuk usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya;

f. Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah

dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;

g. Retribusi Terminal yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir kendaraan penumpang dan Bis Umum, tempat kegiatan usaha, fasilitas lainnya dilingkungan terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, serta yang dikelola oleh pihak swasta tidak termasuk pelayanan peron;

h. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan perundang-undangan Retribusi untuk melakukan pembayaran Retribusi;

i. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib

retribusi untuk memanfaatkan tempat parkir khusus;

j. Surat Keputusan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat yang

menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang;

k. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan STRD adalah untuk melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;


(25)

l. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah;

m. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Terminal dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan Terminal oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 3

(1) Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas terminal yang meliputi : a. Penyediaan tempat parkir kendaraan penumpang dan bis umum,

b. Penyediaan tempat kegiatan usaha, c. Fasilitas lainnya dilingkungan terminal.

(2) Tidak termasuk obyek retribusi adalah Terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh Perusahaan Daerah dan pihak swasta.

Pasal 4

Subjek Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan fasilitas terminal.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5

Retribusi terminal digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6

Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan dan jangka waktu pemakaian.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 7

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 8

(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan dan jangka waktu pemakaian;

(2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan tarif pasar yang berlaku di wilayah;

(3) Dalam hal tarif pasar yang berlaku sulit ditemukan, maka tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran persatuan unit pelayanan/ jasa, yang merupakan jumlah unsur tarif yang meliputi : a. Unsur biaya persatuan penyediaan jasa;


(26)

b. Unsur keuntungan yang dikehendaki persatuan jasa.

(4) Biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi :

a. Biaya Operasional Langsung yang meliputi biaya belanja Pegawai termasuk Pegawai tidak tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan, sewa tanah dan bangunan, biaya listrik dan semua biaya rutin/ periodik lainnya yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa;

b. Biaya Langsung yang meliputi biaya administrasi umum dan jasa lainnya yang mendukung penyediaan jasa;

c. Biaya Modal yang berkaitan dengan tersedianya aktiva lainnya yang berjangka menengah dan penunjang yang meliputi angsuran dan biaya pengaman, mulai sewa tanah dan bangunan dan penyusutan aset.

(5) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, ditetapkan dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari modal;

(6) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), (3) ditetapkan sebagaimana berikut :

a. Penyediaan tempat parkir kendaraan dan Bus Umum dengan tarif : 1. Angkutan Dalam Kota :

- Otolet : Rp. 2.000,-/sekali masuk

- Bus Kecil : Rp. 2.000,-/sekali masuk

- Bus Kota : Rp. 3.000,-/sekali masuk

- Sepeda Motor : Rp. 1.000,-/sekali masuk

2. Angkutan Antar Kota :

- Bus kecil : Rp. 5.000,-/sekali masuk

- Bus sedang : Rp. 7.500,-/sekali masuk

- Bus besar : Rp. 10.000,-/sekali masuk

b. Pemakaian fasilitas tempat usaha :

- Ruko ukuran 3x5 meter : Rp. 75.000,-/bulan

- Toko ukuran 4x5 meter : Rp. 45.000,-/bulan

- Kios ukuran 3x4 meter : Rp. 40.000,-/bulan

- Los ukuran 3x4 meter : Rp. 45.000,-/bulan

(7) Hasil penerimaan retribusi seluruhnya disetor ke Kas Daerah dalam waktu 1 x 24 jam. Pasal 9

(1) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali;

(2) Peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian;

(3) Perubahan tarif retribusi sebagai tindak lanjut peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 10

Retribusi dipungut di Wilayah Daerah tempat pelayanan parkir terminal diberikan.

BAB VIII

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 11

Masa Retribusi pelayanan fasilitas Terminal adalah jangka waktu lamanya 1 (satu) bulan atau ditetapkan lain dengan Keputusan Bupati.

Pasal 12


(27)

BAB IX

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pasal 13 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan;

(4) Tata cara pemungutan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB X

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 14

(1) Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD;

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran.

BAB XI

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15

(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus;

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sampai saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang tersebut dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis;

(2) Pengeluaran STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo;

(3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yng sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

BAB XIII

KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 17

(1) Bupati dapat memberikan keringanan pembayaran retribusi berupa angsuran atau penundaan pembayaran;

(2) Tata cara pemberian keringanan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.


(28)

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA Pasal 18

(2) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi;

(3) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. Diterbitkan Surat Teguran; atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (4) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluarsa

penagihan dihitung sejak tanggal diterima surat teguran tersebut;

(5) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah;

(6) Pengakuan utang retribusi secara secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.

Pasal 19

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan;

(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XV KETENTUAN PIDANA

Pasal 20

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah, dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang;

(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XVI

P E N Y I D I K A N Pasal 21

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

b. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

c. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

d. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

e. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi;

f. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan

dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

g. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

h. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saaat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orangdan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e;


(29)

i. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak Pidana Retribusi Daerah;

j. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

k. Menghentikan penyidikan;

l. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang

retribusi Daerah menurut hokum yang dapat dipertanggungjawabkan;

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulai penyidikan dan menyampaikan kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.

Ditetapkan di : Nanga Bulik pada tanggal : 4 Oktober 2010

BUPATI LAMANDAU, ttd

M A R U K A N

Diundangkan di : Nanga Bulik

pada tanggal : 4 Oktober 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,

ttd M A S R U N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 56 SERI : C

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 03 TAHUN 2010

TENTANG RETRIBUSI TERMINAL


(30)

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang penting dan sangat strategis guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah termasuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemendirian daerah untuk itu perlu adanya perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Hal ini tentunya dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat serta akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Salah satu potensi tersebut adalah dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang Retribusi Terminal. Objek Retribusi Terminal yaitu pemberian pelayanan penyediaan fasilitas terminal yang meliputi penyediaan tempat parkir kendaraan penumpang dan bis umum, penyediaan tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya dilingkungan terminal yang nanti pengaturannya diatur oleh pemerintah daerah. Sedangkan tidak termasuk objek retribusi adalah terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh perusahaan daerah dan pihak swasta.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5 s/d 10

Cukup Jelas Pasal 11 s/d 15

Cukup Jelas Pasal 16 s/d 21

Cukup Jelas Pasal 22 s/d 23

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 49 SERI : C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 04 TAHUN 2010

T E N T A N G

RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,


(31)

Menimbang

Mengingat :

: a.

b.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

bahwa Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum merupakan jenis Retribusi Daerah Kabupaten Lamandau yang merupakan Sumber Pendapatan Asli Daerah;

bahwa untuk maksud tersebut huruf a diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);


(32)

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1980 tentang Pedoman Pengelolaan Perparkiran di Daerah;

Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Jo Keputusan Mendagri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidikan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum;

Peraturan Daerah Kabupaten Lamandau Nomor 11 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten Lamandau (Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau Tahun 2008 Nomor 27 Seri E);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:


(33)

a. Daerah adalah Kabupaten Lamandau;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Lamandau;

d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku;

e. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya BUMN/BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dan pension, Bentuk usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya;

f. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada

pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor;

g. Parkir, adalah menetapkan kendaraan pada suatu tempat tertentu;

h. Tempat Parkir, adalah tempat tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai tempat parkir;

i. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;

j. Retribusi Parkir dijalan Umum yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah Pembayaran atas

penggunaan tempat Parkir ditepi jalan umum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;

k. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Peraturan perundang-undangan Retribusi untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi;

l. Surat Pembayaran Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SPDORD, adalah Surat

yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan Data Objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah;

m. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat yang menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang;

n. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah;

o. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parkir ditepi jalan umum.

Pasal 3

Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan tempat parkir di tepi jalan umum; Pasal 4

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat parkir ditepi jalan umum.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5


(1)

Pasal 12

Masa berlaku izin Gangguan adalah selama kegiatan usaha masih berlangsung.

BAB X

MASA RETRIBUSI Pasal 13

Masa retribusi adalah jangka waktu yang lama 12 (dua belas) bulan kecuali ditetapkan lain oleh Bupati.

BAB XI

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 14

Retribusi yang terhutang dipungut diwilayah Retribusi Izin Gangguan diberikan.

Pasal 15

Saat retribusi terhutang adalah pada saat diterbitkan Surat Keputusan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XII

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pasal 16

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon atau kartu berlangganan;

(4) Tata cara pemungutan Retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 17

(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD;

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat Teguran.

BAB XIV

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 18

(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka untuk satu kali masa Retribusi;

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(3) Tata Cara Pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XV

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 19

(1) Apabila wajib Retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sampai saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), atau pejabat


(2)

yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang tersebut dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis;

(2) Pengeluaran STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo;

(3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

BAB XVI

CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN Pasal 20

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjukan atas STRD atau dokumen lain yang dipersamakan;

(2) Pengajuan keberatan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dengan disertai alasan-alasan yang jelas;

(3) Dalam hal mengajukan keberatan wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran atas ketetapan retribusi tersebut;

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan, sejak tanggal STRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDLKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila wajib tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keberatan diluar kuasanya;

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) pasal ini tidak dianggap sebagai keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan;

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi yang diajukan maka dianggap dikabulkan.

Pasal 21

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberitahukan Keputusan atas keberatan yang diajukan dan keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruh atau sebagian dan penolakan;

(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu Keputusan, atas Keberatan yang diajukan maka dianggap dikabulkan.

BAB XVII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 22

(1) Atas kelebihan Pembayaran Retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati;

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus memberikan Keputusan;

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini telah dipenuhi dan Bupati tidak memberikan Keputusan, Permohonan Pengembalian Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari;

(4) Apabila wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut;

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang.

Pasal 23

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :

b. Nama dan Alamat wajib Retribusi. c. Masa Retribusi.


(3)

e. Alasan yang jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung kepada Bupati melalui pejabat yang ditunjuk sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya; (3) penerimaan oleh pejabat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 24

(1) Dalam hal pengembalian kelebihan Retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah membayar kelebihan Retribusi;

(2) Apabila kelebihan Pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan yang juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVIII

PENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 25

(1) Pembebasan Retribusi dapat dilakukan sesuai dengan Keputusan Bupati sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat juga diberikan kepada wajib retribusi yang tertimpa musibah bencana dengan tingkat bencana dengan berbagai tingkatan bencana yang menimpa Wajib Retribusi seperti Bencana Alam, Kerusuhan dan lain-lain;

(2) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi harus ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati atau Instansi yang ditunjuk.

BAB XIX

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUARSA Pasal 26

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana bidang retribusi;

(2) Kedaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat teguran; atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluarsa

penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut;

(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah;

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.

Pasal 27

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapus;

(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Pasal 28

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam Pidana Kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi yang terhutang atau usaha/ kegiatan dapat ditutup sementara;


(4)

(2) Tindak Pidana yang dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini adalah pelanggaran dari wajib retribusi.

BAB XXI P E N Y I D I K A N

Pasal 29

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberikan wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tidak pidana dibidang retribusi daerah; (2) Wewenang Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini

adalah :

b. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan agar menjadi lebih lengkap dan jelas.

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau Badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.

d. Memeriksa buku-buku catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tidak pidana dibidang retribusi daerah.

e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatat dan dokumen lain serta penyitaan barang bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah.

g. Melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat ada pemeriksaan sedang berlangsung.

h. Memanggil seseorang (wajib retribusi) untuk mendengarkan keterangannya supaya diperiksa sebagai tersangka atau sanksi.

i. Menghentikan Penyelidikan.

j. Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana bidang retribusi menurut hukum yang dipertanggung jawabkan.

(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XXII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka peraturan yang setingkat mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan yang dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamandau.

Ditetapkan di : Nanga Bulik

pada tanggal : 4 Oktober 2010

BUPATI LAMANDAU, ttd


(5)

M A R U K A N

Diundanglan di : Nanga Bulik

pada tanggal : 4 Oktober 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMANDAU,

ttd M A S R U N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 56 SERI : C

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI IZIN GANGGUAN (HO)


(6)

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang penting dan sangat strategis guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah termasuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemendirian daerah untuk itu perlu adanya perluasan objek retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Hal ini tentunya dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat serta akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Salah satu potensi tersebut adalah dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Ganggan (HO). Objek retrbusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf c Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu pemberian izin tempat usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/ atau gangguan termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan keselamatan kerja. Sedangkan yang tidak termasuk objek retribusi Izin gangguan adalah tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup Jelas Pasal 3

Ayat (1) dan (2) sebagaimana dimaksud dalam pasal 141 huruf c Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5 s/d 20

Cukup Jelas Pasal 21 s/d 32

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2010 NOMOR 51 SERI : C