T PKKH 1302960 Chapter1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berkebutuhan khusus merupakan layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan yang
terdapat pada anak kebutuhan khusus tersebut. Upaya dalam memahami
kebutuhan dan masalah yang dialami oleh seorang anak, guru memerlukan
informasi, sumber data yang berkenaan dengan kebutuhan dan masalah pada
peserta didiknya.
Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai kebutuhan
dari masalah yang dihadapi, guru dapat melakukannya melalui kegiatan yang
disebut dengan asesmen. Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang
sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan dan kebutuhannya anak
pada aspek tertentu, data yang diperoleh dari hasil asesmen, selanjutnya dapat
dijadikan bahan dasar dalam penyusunan program pembelajaran, program
intervensi, bahan pertimbangan atau gambaran untuk ahli lainnnya seperti
terapis.
Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dan kemampuan dalam
berbagai aspek perkembangan, salah satunya adalah aspek bahasa. Aspek
perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan aspek perkembangan

kognitif, begitu pula dengan anak tunarungu yang mengalami kesulitan dalam
pemerolehan bahasa sehingga berdampak besar pada kemampuan komunikasi
dan kognitifnya. Kesulitan dalam perkembangan bicara dan bahasa menjadi
salah satu karakteristik dari anak dengan hambatan intelektual, setidaknya ada
sedikit

upaya

yang

dilakukan

untuk

mengidentifikasi

karakteristik

perkembangan bahasa pada anak-anak.
Bahasa diperoleh hasil dari proses diterimanya getaran suara melalui

telinga kemudian disampaikan pada otak lalu suara tersebut memiliki makna
yang dapat dipahami. Anak tunarungu yang memiliki hambatan dalam
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

perkembangan bahasanya sehingga sering ditemui kasus anak tunarungu yang
tidak mampu mengungkapkan apa yang diinginkannya karena keterbatasan
dalam aspek bahasanya itu, baik pada bahasa reseptif maupun bahasa
ekspresif. Adapun definisi yang dikemukakan oleh Santrock (2012) “language
is a form of communication – whether spoken, written, or signed – that is
based on a system of symbols. Language consist of the words used by a

community and the rules for varying and combining them”. Berdasarkan dari
definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa adalah suatu bentuk
komunikasi – entah itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu
sistem dari simbol-simbol.

Anak tunarungu usia sekolah merupakan usia dasar atau awal kesiapan
anak yang dirasa sudah cukup dan mampu untuk memasuki sekolah dasar.
Pada usia sekolah anak mulai bersekolah dan pengalaman anak dalam
berbahasa semakin meningkat, begitu pula dengan anak tunarungu yang
mengharuskan dirinya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
Anak pada umumnya mulai mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh
orang lain kemudian proses selanjutnya yaitu meniru ucapan, karena proses
pertamanya dia mendengar dan menyimak ucapan-ucapan tersebut (reseptif),
kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi (ekspresif), dengan
proses tersebut bahasa terbentuk pada anak. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Sadjaah (2005) “meninjau fungsi pendengaran yang erat
hubungannya dengan berbicara dan bahasa, pertama akan membentuk bahasa
reseptif, kemudian melalui pendengaran pula sesudah bahasa reseptif
berkembang, seseorang mulai belajar mengekspresikan diri dengan kata-kata”.
Secara umum perkembangan bahasa yang digambarkan oleh Myklebust
(1960) meliputi tujuh tahap, yaitu; Experience, Inner Language (auditory
symbol), Auditory Receptive Language (spoken word), Auditory Expresive
Language

(speaking),


Visual

Receptive

Language

(reading),

Visual

Expressive Language (writing), dan Visual Symbolic Behavior . Teori

Myklebust ini lebih menekankan bahasa pada yang terbentuk dari hasil
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3


pengalaman anak itu sendiri. Pada tiap tahapan perkembangan tersebut ada
beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak.
Berdasarkan hasil dari studi lapangan yang telah peneliti lakukan pada
beberapa sekolah di kota Bandung, menunjukkan bahwa instrumen asesmen
pada setiap sekolah berbeda dalam butir-butir instrumennya namun tujuan dari
instrumen-instrumen tersebut tetap sama, yaitu untuk mengetahui kebutuhan
dan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak tunarungu
dalam segala aspek perkembangan. Sedangkan instrumen asesmen untuk
mengungkapkan perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif itu
sendiri belum tersedia pada setiap sekolahnya. Sehingga peneliti merasa
dengan instrument asesmen yang telah disediakan pada setiap sekolah, dapat
dikatakan instrument asesmen tersebut belum dapat menemukan dan
mengungkap kebutuhan dasar dari setiap anak tunarungu khususnya pada
aspek bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sehingga layanan pendidikan yang
diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Instrumen asesmen yang tidak fungsional akan berdampak pada seluruh
aspek perkembangan anak tunarungu karena layanan pendidikan dalam proses
pembelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah tidak dapat memenuhi
kebutuhannya,


sehingga

dapat

mengakibatkan

anak

tunarungu

akan

mengalami ketertinggalan atau kemunduran dalam aspek bahasa yang
berkaitan dengan aspek kognitif, dan aspek perkembangan lainnya.
Berdasarkan kondisi faktual yang muncul apabila anak mengalami
hambatan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, maka sangatlah penting
sebagai pendidik, khususnya di bidang pendidikan kebutuhan khusus,
memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu yang diperoleh dengan cara asesmen.

Asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif adalah
serangkaian instrumen untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Asesmen ini diperlukan untuk
mengetahui kemampuan dan kebutuhan perkembangan bahasa reseptif dan
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

bahasa ekspresif pada anak tunarungu sebagai bahan acuan dasar untuk
memberikan layanan pendidikan dalam proses pembelajaran pada anak
tunarungu. Oleh karena itu, untuk memudahkan mengetahui kebutuhan dan
kemampuan serta gambaran dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif anak tunarungu usia sekolah perlu dikembangankannya instrumen
asesmen yang disesuaikan dengan seluruh aspek perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Instrumen asesmen
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini dapat menggambarkan
kondisi objektif perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada tiap

aspek anak tunarungu usia sekolah secara rinci, terutama kekuatan dan
kelemahan pada tiap-tiap aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif yang dimilikinya, yang selanjutnya dijadikan dasar di dalam
penyusunan program dalam pembelajaran.
Hasil asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif harus secara terus
menerus disampaikan dari guru yang mengajarnya ketika ia mulai bersekolah
dan diteruskan pada guru selanjutnya yang akan mengajarnya agar kemajuan
perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dapat terlihat secara jelas.
Jika sudah dapat memahami perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu, semakin cepat intervensi dapat diberikan,
sehingga dampak yang terjadi dapat segera diminimalisir agar kemampuan
bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berkembang dengan optimal.
Mengingat pentingnya instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif
dan bahasa ekspresif ini, maka peneliti bermaksud untuk mengembangkan
instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak
tunarungu yang didasarkan pada kondisi objektif, teori Myklebust (1960) dan
teori Lewis yang membahas tentang perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif anak tunarungu. Penelitian ini kemudian dirumuskan dalam judul
“PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF
DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA

SEKOLAH”.
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan

bahwa

permasalahan

pokok

dari


penelitian

ini

adalah

“Bagaimanakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang
fungsional bagi anak tunarungu usia sekolah?”
Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian seperti di bawah ini :
1. Bagaimana kondisi objektif instrumen asesmen perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah?
2. Bagaimana hasil analisis kondisi objektif dengan literatur teori Myklebust
dan teori Lewis?
3. Apakah instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif hasil
pengembangan dari teori Myklebust dan teori Lewis fungsional digunakan
oleh guru untuk mengungkapkan perkembangan bahasa anak tunarungu?

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian


ini

bertujuan

untuk

merumuskan

instrumen

asesmen

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional bagi anak
tunarungu usia sekolah.

D. MANFAAT PENELITIAN
1.

Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi hasil
belajar anak tunarungu, serta pemikiran dan informasi ilmiah yang objektif
bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pendidikan

Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

kebutuhan khusus yang berkaitan dengan asesmen bahasa reseptif dan
bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah.

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian tentang pengembangan instrumen asesmen bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif ini diharapkan juga dapat digunakan dan
fungsional untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif pada anak tunarungu usia, yang hasilnya akan dijadikan acuan
dalam penyusunan program intervensi atau program pembelajaran.
a. Manfaat bagi Lembaga
1) Sebagai masukan dalam kelengkapan administrasi sekolah
2) Meningkatkan profesionalisme guru
3) Menumbuhkan motivasi untuk mengawali prosedur pembelajaran
yang benar dengan asesmen
b. Manfaat bagi guru
1) Peningkatan kinerja guru dan kualitas dalam pembelajaran pada
anak tunarungu usia sekolah
2) Memberikan wawasan dan gambaran yang lebih jelas mengenai
asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu
usia sekolah
3) Menjadi bahan acuan dalam menyusun program intervensi atau
program pembelajaran dan rencana pembelajaran selanjutnya
c. Bagi Orang Tua
1) Menambah wawasan orang tua terhadap perkembangan bahasa
reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah
2) Menjalin kerjasama dengan guru dan meyusun program intervensi
atau program pembelajaran bersama guru untuk mengoptimalkan
Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak
tunarungu usia sekolah

Annisa Nugraha Wahidah, 2015
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK
TUNARUNGU USIA SEKOLAH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu