T PKKH 1302960 Chapter3

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian dalam sebuah penelitian memiliki peran penting, untuk membantu peneliti dalam menjelaskan langkah-langkah yang diambil peneliti dalam mencapai tujuan sebuah penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang fungsional pada anak tunarungu usia sekolah. Penelitian dilaksanakan dalam III tahap yang saling berkaitan antara tahapan yang satu dengan tahap yang lainnya, dimana untuk melakukan tahap selanjutnya maka harus dilakukan terlebih dahulu tahap sebelumnya. Dalam setiap tahapan akan memperoleh hasil yang akan menjadi dasar untuk melanjutkan penelitian pada tahap selanjutnya.

Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dalam setiap tahapannya, yaitu metode kualitatif (tahap I dan tahap II). Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) menyatakan bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan metode kualitatif menurut (Creswell, 2010) adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena social dan masalah manusia. Peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang alami.


(2)

Penelitian pada tahap III menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa pendekatan kuantitatif yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif, yang dilakukan secara bersamaan karena masing-masing metode penelitian dalam setiap tahapannya dapat mewakili data yang ingin peniliti peroleh saat dilapangan. Penggabungan metode kualitatif dan kuantitaif ini dapat dilakukan dengan beberapa alasan tertentu. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Susan Stainback dalam Sugiyono (2011) each methodology can be used to complement the other within the same area of inquiry, since they have different purposes or aims. Dapat digunakan secara bergantian. Pada tahap pertama menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis, Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan metode kuantitatif. penelitian dilakukan dengan melakukan tiga tahap, dengan pola penelitian kualitatif yang dilanjutkan dengan penelitian kuantitatif (Eksploratory Reseach Design).

Pada tahap I yaitu mengenai studi pendahuluan yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi objektif di lapangan, sedangkan pada tahap II yaitu mengenai pengembangan draft instrument asesmen yang akan divalidasi oleh expert judgement atau para ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus yang akan menghasilkan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang telah divalidasi. Adapun pengertian metode kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono; 2011). Untuk tahap III mengenai uji keterlaksanaan asesmen di lapangan, menggunakan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif yang telah divalidasi untuk mengetahui fungsionalitas dari instrumen tersebut yang menggunakan pendekatan kuantitatif.


(3)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Peenelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ini diawali dengan penelitian tahap I sejak 27 April 2015 yang selanjutnya akan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan sampai penelitian dapat dinyatakan selesai. Penelitian ini dilakukan pada beberapa lokasi yaitu lokasi dalam penelitian ini adalah beberapa SLB-B yang berada di kota Bandung.

Yang menjadi informan atau sumber data adalah guru, orang tua dan siswa tunarungu usia sekolah (anak tunarungu tingkat dasar yang dirasa sudah mampu untuk mengikuti pembelajaran di sekolah atau tingkat paling dasar). Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Adapun subjek penelitian ini dibatasi pada siswa tunarungu kelas dasar di SLB-B Bandung, orang tua anak tunarungu yang, dan guru yang mengajar di SLB tersebut. Kriteria pengambilan subjek yaitu siswa yang sudah berusia 6-8 tahun atau siswa sekolah dasar. Di SLB ke 1 anak tunarungu yang duduk di kelas dasar yaitu 3 orang dengan kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 2 jumlah anak tunarungu 3 orang kisaran usia 7-8 tahun, dan di SLB ke 3 yang memiliki 2 anak tunarungu kelas dasar dengan kisaran usia 7-9 tahun.

Pertimbangan atau alasan dalam memilih anak tunarungu usia sekolah adalah di usia sekolah anak tersebut dirasa sudah cukup mampu untuk mulai mengikuti pembelajaran di sekolah sehingga perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif sangat meningkat atau sangat diperlukan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, terutama di sekolah. Sedangkan alasan untuk memilih orang tua anak tunarungu yaitu dikarekan peneliti ingin mengetahui atau menggali lebih dalam mengenai informasi perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada seorang anak


(4)

tunarungu tersebut, dan memilih guru karena dengan adanya guru yang mampu merasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunarungu usia sekolah. Anak tunarungu usia sekolah yang menjadi subjek pnelitian ini ialah 3 orang anak tunarungu yang dipilih salah satu dari setiap sekolahnya, dari 2 sekolah dipilih salah satu anak yang menunjukkan keterlambatan dalam bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya dan dari satu sekolah dipilih satu anak yang dianggap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya lebih baik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya, agar ia dapat dijadikan contoh dan acuan bagi perkembangan anak yang lainnya.

1) SLB I

Nama Siswa : YF

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Karakteristik : Anak terlihat lebih aktif jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang lain. Ketika diajak berkomunikasi, anak cepat mengerti dengan yang disampaikan oleh rang lain, terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung, anak dapat mengerti dengan penjelasan yang disampaikan oleh guru.

2) SLB II

Nama Siswa : AL

Usia : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : Anak terlihat mencari perhatian kepada siapapun, baik guru atau teman-temannya, diperkirakan karena kondisi orang tua yang berada dinegara lain dan jauh dari anak sehingga anak merasa kurang diperhatikan.

3) SLB III

Nama Siswa : KK


(5)

Jenis Kelamin : Perempuan

Karakteristik : KK sering terlihat tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh orang lain ketika mengajaknya berkomunikasi, ia hanya mengangguk-anggukan ketika ada orang yang bertanya pada dirinya, kemudian ia terlihat kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu, seperti ketika menginginkan sebuah benda, ia tidak mampu mengungkapkan. C. Prosedur Penelitian

TAHAP I : STUDI PENDAHULUAN

STUDI LAPANGAN 1. Observasi

2. Wawancara Guru

3. Wawancara Orang Tua

STUDI LITERATUR 1. Jurnal

2. Buku

3. Karya Tulis Ilmiah lainnya

Analisis Hasil Temuan Dan

Kondisi Objektif

TAHAP II : PERENCANAAN

Draft Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif Dan Bahasa

Ekspresif Validasi Ahli Revisi Intrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif No Draft Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif Setelah Divalidasi Yes

TAHAP III : PELAKSANAAN

Uji Coba Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif (SLB A, B, C)

Produk Instrumen Asesmen Bahasa Reseptif dan Bahasa

Ekspresif Anak Tunarungu Usia Sekolah Analisis


(6)

Bagan 3.1

Alur Penelitian Pengembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Bahsa Reseptif dan Bahasa Ekspresif usia Sekolah

Adapun penjelasan dari setiap tahapan-tahapan prosedur penelitian sebagai berikut :

1. Tahap I : Studi Pendahuluan

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi lapangan tentang pelaksanaan asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah. Studi lapangan ini terdiri dari wawancara guru, wawancara orang tua, dan observasi. Tahap ini penting karena akan dijadikan sebagai latar belakang pentingnya pengembangan instrumen asesmen bahasa, serta dijadikan acuan dalam penyusunan instrumen asesmen bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.

Setelah mendapatkan informasi mengenai kondisi objektif di lapangan, maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah studi literatur. Studi literature ini bertujuan untuk mendapatkan konsep dasar mengenai asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta teori yang berhubungan dengan perkembangan bahasa anak.

2. Tahap II : Perencanaan

Tahap kedua pada penelitian ini adalah pengembangan instrumen asesmen perkembangan bahasa. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I yang berupa kondisi objektif di lapangan serta konsep dasar mengenai perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah, maka disusunlah draft instrument asesmen yang berlandaskan pada konsep dasar tersebut.


(7)

Kemudian, draf instrumen tersebut dilakukan validitas isi dan validitas konstruk melaui expert judgement. Hasil akhir pada tahap ini berupa draft instrumen yang sudah divalidasi.

3. Tahap III

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah uji coba draft instrumen yang sudah divalidasi. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui fungsionalitas dari instrument asesmen.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Kualitatif

a. Teknik pengumpulan data pada tahap pendahuluan adalah studi lapangan dengan cara observasi dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini dikonstruksi untuk memperoleh data tentang pelaksanaan asesmen bahasa di lapangan. Konstruksi wawancara ini didasarkan pada proses pelaksanaan asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, proses pembelajaran di kelas, serta proses komunikasi dengan orang tua, sehingga wawncaea ini dilakukan pada guru kelas dan orang tua anak tunarungu.

b. Studi literature dilakukan dengan mengkaji pustaka dari beberapa ahli yang membahas tentang asesmen dan teori mengenai perkembangan bahasa, serta hakikat anak tunarungu. Tujuan utama dilakukannya studi literature adalah mendapatkan konsep dasar dari perkembangan bahasa pada anak tunarungu usia sekolah.

c. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahap perencanaan yaitu teknik delphie. Menurut Bombana (2010) mengemukakan bahwa teknik delphie adalah suatu proses kelompok yang digunakan untuk memperoleh tanggapan tertulis dari beberapa


(8)

individu. Ini dimaksudkan untuk mengumpulkan pendapat dari sejumlah individu dalam rangka meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Delphi tidak memerlukan pertemuan langsung (Face to face), bagaimanapun juga, ini bermanfaat untuk melibatkan para ahli, pengguna-pengguna, pengontrol sumber daya, atau pengurus yang tidak bisa datang bersama-sama.

Kuisioner kelayakan instrumen asesmen disusun dalam rangka memperoleh data dari ahli pendidikan kebutuhan khusus dan dari para praktisi sekolah baik untuk kelayakan isi maupun praktis instrumen asesmen. Data ini diperlukan dalam rangka pengembangan draft instrumen awal menjadi draft instrumen asesmen operasional yang layak uji. Kuisioner ini dikonstruksikan berdasarkan komponen isi, praktis, dan rasional instrumen asesmen yang dikembangkan. Kuisioner ini dirancang dalam bentuk skala bertingkat menurut tingkat kalayakannya, yaitu: tidak layak, layak, sangat layak. Masing-masing aspek diberi kolom tanggapan sebagai saran dan kritik untuk perbaikan instrumen.

1) Pemilihan Kelompok Delphi

Dalam studi Delphi, peneliti memilih individu-individu yang memiliki pengetahuan luas dan berpengalaman yang sesuai dengan pengetahuan yang diperlukan (para ahli) untuk menganalisis masalah tertentu. Peneliti menggunakan tehnik purposive sampling untuk memilih kelompok Delphi. Peneliti memiliki beberapa pertimbangan dalam pemilihan kelompok Delphi untuk penelitian berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a) Memiliki pemahaman yang luas dan pengalaman terhadap teori

perkembangan anak tunarungu

b) Memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap cara-cara


(9)

2) Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen

Untuk mengumpulkan data kualitatif, peneliti menurunkan konsep teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah Myklebust kedalam draf kisi-kisi instrumen asesmen. Selanjutnya, melakukan studi Delphi dengan membagikan kuesioner/angket tentang draf rancangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif kepada para ahli. Langkah – langkah yang dilakukan dalam teknik ini adalah (Dermawan,2004):

a) Para pembuat keputusan melalui proses Delphi dengan

identifikasi isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan. b) Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi,

para ahli, mulai dipilih.

c) Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli, baik didalam maupun luar organisasi, yang di anggap mengetahui dan menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi.

d) Para ahli diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim, menghasilkan ide dan alternatif solusi penyelesaian masalah, serta mengirimkan kembali kuesioner kepada pemimpin kelompok, para pembuat keputusan akhir.

e) Sebuah tim khusus dibentuk merangkum seluruh respon yang muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada partisipasi teknik ini.

f) Pada tahap ini, partisipan diminta untuk menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala prioritas atau memperingkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan seluruh hasil rangkuman beserta masukan terakhir dalam periode waktu tertentu.


(10)

g) Proses ini kembali diulang sampai para pembuat keputusan telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai kesepakatan untuk menentukan satu alternatif solusi atau tindakan terbaik

2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Data kuantitatif ini disusun berdasarkan hasil studi Delphi yang telah disusun sebelumnya, sehingga memperoleh hasil sebuah instrumen asesmen perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Untuk mengetahui sejauh mana fungsionalitas instrmen asesmen ini atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur reliabilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah ini diperlukan data kuantitatif hasil uji coba, Uji coba ini dilakukan pada 3 SLB tunarungu di Kota Bandung.

a. Pemilihan Sampel

Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. . Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Penarikan sampel bertujuan ini peneliti pilih berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan peneliti. Adapun sampel dalam penelitian yaitu anak tunarungu usia sekolah yang bersekolah di SLB tunarungu kota Bandung.

b. Teknik dan Instrumen

Teknik pengumpulan data pada tahap ini menggunakan angket. Angket yang tercantum didalam instrumen asesmen dan disusun dalam rangka memperoleh data dari guru akan instrumen asesmen dalam mengukur bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang telah diujicobakan sebelumnya. Agar


(11)

peneliti dapat menilai ketergunaan atau fungsionalitas dari instrumen asesmen bahasa resptif dan bahasa ekspresif yang telah disusun, maka peneliti memerlukan validitas yang sebelumnya telah diperoleh dari kelompok delphie. Kemudian peneliti memerlukan taraf kepercayaan atau reliabilitas yang tinggi, maka untuk mengukur realibilitas instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah tersebut diperlukan data kuantitatif hasil penilaian guru kelas melalui angket yang menunjukkan kelayakan terhadap instrumen asesmen tersebut atau dapat terlihat dari hasil uji coba instrumen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada saat di lapangan.

Adapan bagan instrumen pengumpulan data, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini :

N

o Sumber Data Jenis Data

Teknik

Pengumpulan Instrumen

1.

Anak tunarungu usia sekolah

Proses pembelajaran dan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif

Observasi Pedoman

Observasi

2. Guru Proses pembelajaran dan

hasil asesmen

Observasi dan wawancara

Pedoman observasi dan


(12)

3. Orang tua

Kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

menurut orang tua

Observasi Pedoman

wawancara

4. Guru Kelas

Ketergunaan instrumen asesmen bahasa reseptif dan

bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah

Tes Angket

Tabel 3.1

Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka hasil pengisian instrumen tersebut dikuantifikasikan dengan menggunakan Ms. Excel yang kriteria penilaiannya seperti ; mandiri, dengan bantuan, dan belum mampu. Dari hasil ujicoba tersebut maka akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah pada yang dapat dilihat dari sebuah grafik.

E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Pada tingkat yang paling sederhana, analisis data kualitatif dapat dikatakan sebagai upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan guna mengetahui bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, data yang sudah di peroleh atau terkumpul kemudian diolah, dianalisis dan dideskripsikan agar sesuai dengan pertanyaan penelitian yang di angkat. Di dalam penelitian kualitatif, analisis dan interpretasi data adalah upaya untuk memahami apa


(13)

yang telah dikatakan orang, mencari pola-pola, mengaitkan apa yang dikatakan orang di satu tempat dengan apa yang dikatakannya di tempat lain, dan memadukan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang berbeda-beda (Patton, 1990 dalam Donna 2011). Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan menafsirkan pola-pola atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam data penelitian (Frechtling & Sharp, 1997 dalam Donna, 2011).

Teknik analisis data yang digunakan menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman baik untuk studi literature maupun validasi instrumen asesmen. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Brannen, 2008) yang terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Penyajian (display) data adalah menentukan bagaimana data itu akan disajikan. penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif

2. Analisis Data Kuantitatif

Teknik analisis data pada tahap ini menggunakan teknik kuantitatif. Data hasil ujicoba instrumen akan diolah untuk mengetahui apakah instrumen asesmen yang telah dikembangkan dapat mengukur kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Scoring data artinya peneliti menetapkan nilai numerik pada masing-masing kategori respon untuk setiap pertanyaan pada instrumen yang


(14)

digunakan dalam pengumpulan data (Creswell, 2010). Scoring pada penelitian ini menggunakan Ms. Excel dengan format yang telah peneliti sediakan, sehingga ketika hasil ujicoba instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif diinputkan, maka secara otomatis hasilnya akan tergambarkan secara jelas pada sebuah diagram.

Setelah uji keterlaksanaan dilaksanakan, maka peneliti akan melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas. Yang dimana validitas dan reliabilitas menurut Susetyo (2011) validitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cerminan sasaran ukur yang berupa kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui alat ukur yang tepat. Sedangkan reliabilitas adalah alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulang-ulang. Tolak ukur hasil pengembangan instrumen asesmen ini dilihat dari tingkat fungsional kegunaannya instrumen dalam mengungkap kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang diukur melalui validitas dan reliabilitas instrumen.

Menurut Sugiyono (2011) menyebutkan bahwa uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Sedangkat reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

a. Validitas

Instrumen penelitian dapat dikatakan baik jika instrumen tersebut valid. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan susatu instrumen karena suatu instrumen yang valid/sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2010).


(15)

Berdasarkan hasil data, informasi serta tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk yang dapat mengukur setiap item atau butir-butir dalam instrumen. Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.

Proses validasi sebuah instrumen harus dilakukan melalui penelaahan atau justifikasi pakar atau melalui penilaian sekelompok panel yang terdiri dari orang-orang yang menguasai substansi atau konten dari variabel yang hendak diukur.

Validitas ini akan menghasilkan sebuah instrumen yang telah dikembangkan. Untuk mengetahui kriteria tingkat validitas dari sebuah instrumen asesmen ini menggunakan studi Delphie yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memberi penilaian terhadap butir-butir instrumen yang peneliti kembangkan, kemudian direvisi kembali sampai butir-butir instrumen dalam asesmen disetujui oleh seluruh ahli pada bidang pendidikan kebutuhan khusus.

Setelah instrumen di judgement, kemudian validitasnya dihitung dengan menggunakan rumus:

P = F x 100% keterangan: P = persentase (%)

N F = Jumlah cocok

N = Jumlah penilai (Hasil perhitungan validitas terlampir)

b. Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui hasil konsistensi dari sebuah instrumen yang telah dikembangkan. Pengujian reliabilitas


(16)

instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (sugiyono, 2011).

Setelah instrumen divaliditas, maka langkah selanjutnya ialah menghitung reliabilitas. Instrumen tidak hanya memerlukan kevalidan tetapi harus teruji juga kereliabilitasannya. Arikunto (2010; 221) mengemukakan bahwa dapat dikatakan reliabilitas jika suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal consistency, yang dilakukan dengan mencobakan instrumen sekali. Instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahsa ekspresif dihitung dan dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Perhitungan reliabilitas dengan rumus alpha cronbach menganggap semua butir tes dalam suatu perangkat ukur adalah setara satu sama lainnya. Perhitungan alpha Cronbach menggunakan variansi, yaitu variansi skor responden dan variansi skor butir (Susetyo, 2011). Rumus yang digunakan pada pengujian reliabilitas ini adalah:

ρ

α

=

�−

(1 −

∑�� 2

2

)

Keterangan :

∑�

=

jumlah seluruh variansi butir

= variansi skor responden

= Jumlah butir yang setara

ρ

α = koefisien reliabilitas

A = skor responden


(17)

Untuk menghitung koefisien reliabilitas menggunakan rumus alpha Cronbach, maka terlebih dahulu memerlukan perhitungan variansi total skor responden (A), dengan rumus:

=

�∑ 2 − ∑ 2

�2

Sedangkan rumus untuk varian butir ialah:

Σ

σB2

=

∑ � 2

2 �²

Keterangan :

� = jumlah kuadrat seluruh butir

= jumlah total skor butir kuadrat

N = jumlah seluruh responden

Dengan klasifikasi reliabilitas

Derajat Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ ᵣ₁₁≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,90 Tinggi 0,40 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,70 Sedang 0,20 ≤ ᵣ₁₁≤ 0,40 Rendah

≤ ᵣ₁₁≤ 0,20 Sangat rendah


(18)

F. Penjelasan Istilah Penelitian 1. Definisi Konsep Variabel

a. Variabel Independen (Bebas)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pengembangan instrumen asesmen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menyebutkan bahwa pengembangan yaitu proses, cara, perbuatan mengembangkan, atau suatu upaya untuk meningkatkan mutu, dan instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling, trompet); 4 ki orang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi. Sedangkan asesmen berasal dari bahasa Inggris to assess (kk.menaksir); Assessment (kb:taksiran).

Moh. Amin (1995) mengemukakan tentang perlunya asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Menurut Lerner (1988) dalam Abdurrahman (2003: 46) mengemukakan asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut. Asesmen adalah proses sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan (Rochyadi, 2005).

Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan instrumen asesmen merupakan


(19)

butir-butir instrumen yang dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek

perkembangan tertentu yang mengacu pada sebuah teori

perkembangan beserta dengan tugas perkembangannya. Setiap aspek perkembangan pada individu, terutama anak tunarungu terdapat teori-teori khusus yang membahas perkembangan tersebut. Maka instrumen asesmen ini disesuaikan dengan teori-teori para ahli dalam setiap aspek perkembangan tersebut.

b. Variabel Dependen (Terikat)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah. Menurut Tilton (dalam Yuwono, 2009, hlm. 61) mengemukakan “bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia untuk mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran, dimana dipahami dan digunakan oleh penerima”. Dapat disimpulkan bahwa bahasa reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap tingkah laku seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata yang diucapkan seseorang. Fungsi reseptif dapat terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara. Dalam gangguan bahasa reseptif, anak tidak memahami apa yang dibicarakan atau makna kata yang disampaikan.

Yuwono (2009, hlm. 66), mengungkapkan “bahasa ekspresif diartikan sebagai kemampuan anak dalam menggunakan bahasa baik secara verbal, tulisan, symbol, isyarat ataupun gesture. Dapat disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Fungsi bahasa ekspresif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum


(20)

anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekpresi wajah, gerakan tubuh, isyarat, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal. Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan keinginannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi. 2. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel bebas

Variabel independen atau bebas ini sering disebut variabel stimulus atau input yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2011).

Pengembangan instrumen dilakukan berdasarkan teori

perkembangan pada salah satu aspek perkembangan sehingga instrumen asesmen yang dibuat akan lebih fokus atau khusus untuk memperoleh informasi mengenai salah satu aspek perkembangan tersebut. Setelah instrumen asesmen dirumuskan sesuai dengan teori perkembangan yang menjadi acuan, maka instrumen asesmen yang telah divalidasi tersebut akan diserahkan kepada guru, untuk dilakukan uji coba disetiap sekolahnya. Instrumen asesmen dapat dikatakan fungsional jika menurut guru butir-butir instrumen yang terdapat dalam asesmen tersebut dapat menggali kemampuan, kebutuhan dan perkembangan anak tersebut.

Intrumen asesmen yang peneliti susun ditujukan pada anak tunarungu usia sekolah yang usianya berkisar 7-9 tahun. Instrumen asesmen ini disusun sebagai alat untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Butir instrumen yang menjadi tugas perkembangangan di setiap tahapan perkembangan diadopsi atau dikembangkan dari teori Myklebust


(21)

mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta dikembangkan dari teori Lewis mengenai teori perkembangan bahasa pada anak tunarungu. Adapun pelaksanaan penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah sebagai berikut:

1. Melihat proses pembelajaraan yang sedang berlangsung di sekolah untuk memperoleh kondisi objektif mengenai bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu saat di kelas

2. Melakukan wawancara guru dan orang tua untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah pada saat diluar pembelajaran

3. Melakukan studi literatur mengenai teori-teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, yaitu teori Myklebust dan teori Lewis

4. Melakukan analisis kondisi objektif anak tunarungu usia sekolah di lapangan dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif menurut para ahli

5. Membuat kisi-kisi instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berdasarkan analisis hasil temuan

6. Merumuskan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif b. Variabel Terikat

Variabel independen atau terikat ini disebut juga sebagai output, hasil, atau konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dalam penelitian ini lebih menekankan pada


(22)

tahap-tahap yang anak tunarungu lewati dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya seperti yang dikemukakan pada teri Myklebust. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif selanjutnya ditunrunkan ke aspek-aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ,seperti fungsi simbol, penguasaan kosakat. Kemampuan menyelesaikan tugas, ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan

pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan anak bertanya,

keamampuan anak bercerita, artikulasi, membaca ujaran, berisyarat atau memberi tanda. Teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif yang dijadikan sebagai dasar untuk selanjutnya

dikembangkan ialah teori perkembangan Myklebust dan Lewis. Aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah kemudian dibuat menjadi beberapa indikator yang akan diukur dalam instrumen asesmen dan menjadi butir-butir instrumen asesmen.

Dirumuskannya instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang sezsuai dengan kondisi objektif maka dapat diketahuinya perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah serta dapat terungkapnya kemampuan, kebutuhan serta hambatan bahasa reseptif dan ekspresif pada nak tunarungu usia sekolah.

Penilaian dalam pelaksanaan ujicoba asesmen yang dilakukan oleh guru berdasarkan yang tercantum dalam instrumen asesmen yang telah disediakan. Anak tunarungu diberikan nilai 3 ketika mampu melakukan instruksi secara mandi, diberikan nilai 2 ketika mampu melakukan instruksi dengan bantuan, dan diberikan nilai 1 ketika anak tidak mampu melakukan sesuai dengan yang diinstruksikan walaupun sudah diberikan bantuan oleh asesor.


(23)

(1)

F. Penjelasan Istilah Penelitian

1. Definisi Konsep Variabel

a. Variabel Independen (Bebas)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pengembangan instrumen asesmen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menyebutkan bahwa pengembangan yaitu proses, cara, perbuatan mengembangkan, atau suatu upaya untuk meningkatkan mutu, dan instrumen/in·stru·men/ /instrumén/ n 1 alat yg dipakai untuk me-ngerjakan sesuatu (spt alat yg dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas; 2 sarana penelitian (berupa seperangkat tes dsb) untuk mengumpul-kan data sbg bahan pengolahan; 3 alat-alat musik (spt piano, biola, gitar, suling, trompet); 4 ki orang yg dipakai sbg alat (diperalat) orang lain (pihak lain); 5 dokumen resmi spt akta, surat obligasi. Sedangkan asesmen berasal dari bahasa Inggris to assess (kk.menaksir); Assessment

(kb:taksiran).

Moh. Amin (1995) mengemukakan tentang perlunya asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Menurut Lerner (1988) dalam Abdurrahman (2003: 46) mengemukakan asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut. Asesmen adalah proses sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak. Dalam konteks pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan (Rochyadi, 2005).

Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan instrumen asesmen merupakan


(2)

butir-butir instrumen yang dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek

perkembangan tertentu yang mengacu pada sebuah teori

perkembangan beserta dengan tugas perkembangannya. Setiap aspek perkembangan pada individu, terutama anak tunarungu terdapat teori-teori khusus yang membahas perkembangan tersebut. Maka instrumen asesmen ini disesuaikan dengan teori-teori para ahli dalam setiap aspek perkembangan tersebut.

b. Variabel Dependen (Terikat)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif anak tunarungu usia sekolah. Menurut Tilton (dalam Yuwono, 2009, hlm. 61) mengemukakan “bahasa reseptif adalah kemampuan pikiran manusia untuk mendengarkan bahasa bicara dari orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran, dimana dipahami dan digunakan oleh penerima”. Dapat disimpulkan bahwa bahasa reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap tingkah laku seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata yang diucapkan seseorang. Fungsi reseptif dapat terlihat dengan adanya reaksi terhadap suara. Dalam gangguan bahasa reseptif, anak tidak memahami apa yang dibicarakan atau makna kata yang disampaikan.

Yuwono (2009, hlm. 66), mengungkapkan “bahasa ekspresif diartikan sebagai kemampuan anak dalam menggunakan bahasa baik secara verbal, tulisan, symbol, isyarat ataupun gesture. Dapat disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Fungsi bahasa ekspresif adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum


(3)

anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekpresi wajah, gerakan tubuh, isyarat, dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal. Dalam gangguan berbahasa ekspresif, anak mengalami kesulitan mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan keinginannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel bebas

Variabel independen atau bebas ini sering disebut variabel stimulus atau input yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2011).

Pengembangan instrumen dilakukan berdasarkan teori

perkembangan pada salah satu aspek perkembangan sehingga instrumen asesmen yang dibuat akan lebih fokus atau khusus untuk memperoleh informasi mengenai salah satu aspek perkembangan tersebut. Setelah instrumen asesmen dirumuskan sesuai dengan teori perkembangan yang menjadi acuan, maka instrumen asesmen yang telah divalidasi tersebut akan diserahkan kepada guru, untuk dilakukan uji coba disetiap sekolahnya. Instrumen asesmen dapat dikatakan fungsional jika menurut guru butir-butir instrumen yang terdapat dalam asesmen tersebut dapat menggali kemampuan, kebutuhan dan perkembangan anak tersebut.

Intrumen asesmen yang peneliti susun ditujukan pada anak tunarungu usia sekolah yang usianya berkisar 7-9 tahun. Instrumen asesmen ini disusun sebagai alat untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu. Butir instrumen yang menjadi tugas perkembangangan di setiap tahapan perkembangan diadopsi atau dikembangkan dari teori Myklebust


(4)

mengenai perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta dikembangkan dari teori Lewis mengenai teori perkembangan bahasa pada anak tunarungu. Adapun pelaksanaan penelitian mengenai pengembangan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah sebagai berikut:

1. Melihat proses pembelajaraan yang sedang berlangsung di sekolah untuk memperoleh kondisi objektif mengenai bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu saat di kelas

2. Melakukan wawancara guru dan orang tua untuk mengetahui perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah pada saat diluar pembelajaran

3. Melakukan studi literatur mengenai teori-teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, yaitu teori Myklebust dan teori Lewis

4. Melakukan analisis kondisi objektif anak tunarungu usia sekolah di lapangan dengan teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif menurut para ahli

5. Membuat kisi-kisi instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif berdasarkan analisis hasil temuan

6. Merumuskan instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif

b. Variabel Terikat

Variabel independen atau terikat ini disebut juga sebagai output, hasil, atau konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah. Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif dalam penelitian ini lebih menekankan pada


(5)

tahap-tahap yang anak tunarungu lewati dalam perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresifnya seperti yang dikemukakan pada teri Myklebust. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif selanjutnya ditunrunkan ke aspek-aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif ,seperti fungsi simbol, penguasaan kosakat. Kemampuan menyelesaikan tugas, ketepatan bentuk, ketepatan tulisan, kesadaran bunyi, ketepatan

pengucapan bunyi, komunikasi, kemampuan anak bertanya,

keamampuan anak bercerita, artikulasi, membaca ujaran, berisyarat atau memberi tanda. Teori perkembangan bahasa reseptif dan bahasa

ekspresif yang dijadikan sebagai dasar untuk selanjutnya

dikembangkan ialah teori perkembangan Myklebust dan Lewis. Aspek perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah kemudian dibuat menjadi beberapa indikator yang akan diukur dalam instrumen asesmen dan menjadi butir-butir instrumen asesmen.

Dirumuskannya instrumen asesmen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah yang sezsuai dengan kondisi objektif maka dapat diketahuinya perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif pada anak tunarungu usia sekolah serta dapat terungkapnya kemampuan, kebutuhan serta hambatan bahasa reseptif dan ekspresif pada nak tunarungu usia sekolah.

Penilaian dalam pelaksanaan ujicoba asesmen yang dilakukan oleh guru berdasarkan yang tercantum dalam instrumen asesmen yang telah disediakan. Anak tunarungu diberikan nilai 3 ketika mampu melakukan instruksi secara mandi, diberikan nilai 2 ketika mampu melakukan instruksi dengan bantuan, dan diberikan nilai 1 ketika anak tidak mampu melakukan sesuai dengan yang diinstruksikan walaupun sudah diberikan bantuan oleh asesor.


(6)