Bahan ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak - Repository UNIKAMA PERUBAHAN DAGING 4D

PERUBAHAN SIFAT
PADA DAGING

SIFAT FISIOLOGI

PRE
PRE RIGOR
RIGOR RIGOR
RIGOR MORTIS
MORTIS POST
POST RIGOR
RIGOR

DAGING LENTUR

KERAS & KAKU

DAG ING LUNAK

.


FASE PRE RIGOR



Setelah
hewan
mati,
metabolisme yang terjadi tidak
lagi
sabagai
metabolisme
aerobik
tapi
menjadi
metabolisme anaerobik karena
tidak terjadi lagi sirkulasi darah
ke jaringan otot.








Pada kondisi ini menyebabkan
terbentuknya asam laktat yang
semakin lama semakin menumpuk.
Akibatnya
pH
jaringan
otot
menjadi turun.
Penurunan pH terjadi perlahanlahan dari keadaan normal (7,27,4) hingga mencapai pH akhir
sekitar 3,5-5,5.
Sementara
jumlah
ATP
dalam
jaringan
daging

masih
relatif
konstan sehingga pada tahap ini
tekstur daging lentur dan lunak.



Jika ditinjau dari kelarutan protein
daging pada larutan garam, daging
pada fase pre rigor ini mempunyai
kualitas
yang
lebih
baik
dibandingkan daging pada fase
post rigor. Hal ini disebabkan
daging pada fase prerigor ini
hampir 50% protein-protein daging
yang larut dalam larutan garam,
dapat

diekstraksi
keluar
dari

LANJUTAN


Karakteristik ini sangat baik apabila
daging pada fase ini digunakan untuk
pembuatan
produk-produk
yang
membutuhkan sistem emulsi pada
tahap
proses
pembuatannya.
Mengingat
pada
sistem
emulsi

dibutuhkan kualitas dan jumlah
protein yang baik untuk berperan
sebagai emulsifier.

RIGOR MORTIS




Rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan
tekstur pada daging dimana jaringan otot
menjadi
keras,
kaku,
dan
tidak
mudah
digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut
sebagai kejang bangkai.
Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui

kaitannya dengan proses pengolahan. Daging
pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan
menghasilkan daging olahan yang keras dan alot.



Kekerasan daging selama rigor mortis
disebabkan
terjadinya
perubahan
struktur serat-serat protein.
Protein
dalam daging yaitu protein aktin dan
miosin
mengalami
”cross-linking”.
Kekakuan yang terjadi juga dipicu
terhentinya respirasi sehingga terjadi
perubahan dalam struktur jaringan otot
hewan, serta menurunnya jumlah

adenosin triphosphat (ATP) dan kreatin
phosphat sebagai penghasil energi.

JIKA PENURUNAN KONSENTRASI ATP DALAM JARINGAN DAGING
MENCAPAI 1 MIKRO MOL/GRAM DAN PH MENCAPAI 5,9 MAKA
KONDISI TERSEBUT SUDAH DAPAT MENYEBABKAN PENURUNAN
KELENTURAN OTOT. PADA TINGKAT ATP DIBAWAH 1 MIKRO
MOL/GRAM,
ENERGI
YANG
DIHASILKAN
TIDAK
MAMPU
MEMPERTAHANKAN FUNGSI RETIKULUM SARKOPLASMA SEBAGAI
POMPA KALSIUM, YAITU MENJAGA KONSENTRASI ION CA DISEKITAR
MIOFILAMEN
SERENDAH
MUNGKIN.
AKIBATNYA
TERJADI

PEMBEBASAN ION-ION CA YANG KEMUDIAN BERIKATAN DENGAN
PROTEIN TROPONIN. KONDISI INI MENYEBABKAN TERJADINYA
IKATAN ELEKTROSTATIK ANTARA FILAMEN AKTIN DAN MIOSIN
(AKTOMIOSIN).



Proses

ini

ditandai

pengekerutan
yang

tidak

atau
dapat


dengan

kontraksi
balik

terjadinya

serabut

otot

(irreversible).

Penurunan kelenturan otot terus berlangsung
seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP.
Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro
mol/gram,

terjadi


proses

rigor

mortis

sempurna. Daging menjadi keras dan kaku.

POST RIGOR


Fase post rigor atau pasca rigor. Melunaknya
kembali tekstur daging bukan diakibatkan
oleh pemecahan ikatan aktin dan miosin,
akan tetapi akibat penurunan pH. Pada
kondisi pH yang rendah (turun) enzim
katepsin akan aktif mendesintegrasi garisgaris
gelap
Z

pada
miofilamen,
menghilangkan daya adhesi antara serabutserabut otot. Enzim katepsin yang bersifat
proteolitik, juga melonggarkan struktur
protein serat otot .

MIKROBA PERUSAK
Daging
Daging

Exogenous Infections

Salmonella sp

C.
botulinu
m

S.
aureus

E. coli

KERUSAKAN DAGING
Sampai saat ini daging masih
merupakan sumber protein hewani
mahal di indonesia. Permintaan
daging terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya, tetapi selalu tidak
diimbangi
dengan
ketersediaan
pasokan yang cukup. Kondisi ini
tentunya akan menimbulkan dampak
buruk
bagi
perekonomian
masyarakat. Harga daging yang
melonjak tinggi secara langsung akan
menurunkan
daya
beli. 

Daging termasuk ke dalam salah satu sumber
pangan penting untuk kebutuhan gizi seimbang.
Disamping karena kandungan proteinnya yang
tinggi, daging juga mengandung komposisi
nutrisi lainnya. Komposisi kimia daging terdiri
dari 66% air, 18,8% protein, 14% lemak, dan
3,5%
substansi
bukan
protein
terlarut
(karbohidrat, garam organik, subtansi nitrogen
terlarut,
mineral,dan
vitamin).

Kerusakan lemak daging umumnya terjadi akibat proses oksidasi
enzimatis dari aktivitas bakteri. Secara spesifik, tanda-tanda
kerusakan daging karena aktivitas mikroba berbeda satu dengan
lainnya. 
Beberapa
tanda
kerusakan
spesifik
tersebut
adalah: 1.   Daging kelihatan kusam dan berlendir, disebabkan
oleh
aktivitas
bakteri
Pseudomonas,
Achromobacter,
Streptococcus,
Leuconostoc,
Bacillus
dan
Micrococcus.
2.   Daging berwarna kehijau-hijauan, disebabkan oleh aktivitas
bakteri Lactobacillus, Pseudomonas, dan Leuconostoc.

   

3. Daging berbau tengik, disebabkan
terjadinya penguraian lemak oleh
bakteri
Pseudomonas
dan
Achromobacter.
4.   Daging
berwarna
kebiru-biruan,
disebabkan oleh aktivitas bakteri
Pseudomonas sincinea.

Kerusakan daging karena aktivitas mikroba juga
dapat menyebabkan penurunan total protein
daging.
Kandungan
protein
daging
akan
dimanfaatkan oleh bakteri untuk tumbuh dan
berkembangbiak. Semakin cepat pertumbuhan
bakteri, maka semakin cepat pula protein
terdenaturasi. Tidak hanya protein, beberapa
bakteri mampu mendegradasi beberapa molekul
organik lainnya, seperti polisakarida, dan lemak
(kolesterol) menjadi unit-unit yang lebih sederhana.