Komunikasi sosial Yayasan Gerakan Melukis Harapan dalam pemberdayaan masyarakat di kelurahan Putat Jaya Surabaya.

(1)

KOMUNIKASI SOSIAL YAYASAN GERAKAN MELUKIS HARAPAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PUTAT JAYA

SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh :

Achmad Chabib Syaiful Basri NIM. B36213048

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Achmad Chabib Syaiful Basri, B36213048, 2017. Komunikasi Sosial Yayasan Gerakan Melukis Harapan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kelurahan Putat Jaya Surabaya. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci: Komunikasi Sosial, Pemberdayaan Masyarakat, Gerakan Melukis Harapan

Dahulunya Putat Jaya merupakan letak dari kawasan prostitusi terbesar se-Asia Tenggara, dimana banyak masyarakat dengan segala macam profesi yang ada didalamnya menggantungkan hidup menjadikan kawasan tersebut sebagai ladang penghasilan mereka. Namun setelah Pemerintah Kota Surabaya menutup kawasan tersebut, berbagai permasalahan yang menyangkut ekonomi, kesehatan, sosial dan pendidikan muncul jika tidak ditangani dengan serius. Gerakan Melukis Harapan hadir mengawal rehabilitasi dan mencoba untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pasca penutupan lokalisasi.

Peneliti terinspirasi dengan gerakan perubahan ini dan ingin mengetahui bagaimana komunikasi sosial antara anggota Gerakan Melukis Harapan dengan anggota binaan dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Putat Jaya Surabaya.

Untuk mengungkap persoalan secara menyeluruh dan mendalam, teori interaksi simbolik digunakan pada jenis penelitian kualitatif-deskriptif ini. Dimana teknik pengumpulan data dilaksanakan melalui observasi, wawancara secara mendalam dan dokumentasi. Sementara untuk menegaskan keabsahan data maka dilakukan triangulasi dan penggalian data melalui referensi yang memadai.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa: Komunikasi sosial antara anggota Gerakan Melukis Harapan dengan anggota binaan antara lain seperti musyawarah, pelatihan dan pendampingan maupun kegiatan-kegiatan penunjang kebutuhan. Sehingga hubungan sosial diciptakan melalui serangkaian upaya pendekatan dan pendampingan lebih lanjut guna mengetahui apa yang warga butuhkan dan permasalahan yang terjadi diantara warga kelurahan Putat Jaya, serta integrasi sosial diwujudkan secara keseluruhan melalui pemberdayaan wanita harapan, peningkatan pendapatan ekonomi, bimbingan dibidang pendidikan, hingga kepedulian GMH tentang kesehatan anggota binaan.

Temuan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kefahaman masyarakat mengenai peranan komunikasi sosial dalam ranah pemberdayaan yang dilakukan Gerakan Melukis Harapan. Serta penulis juga memberikan sedikit motivasi agar masyarakat kelurahan Putat Jaya yang belum terberdayakan agar ikut program pembinaan untuk mewujudkan integrasi secara keseluruhan dan mewujudkan Indonesia sejahtera dan bebas dari belenggu kemiskinan.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v

KATA PENGANTAR ...vi

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR BAGAN ...x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 7

F. Definisi Konsep ... 9

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 14

H. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian ... 19

3. Jenis dan Sumber Data ... 19

4. Tahap-tahap Penelitian ... 21

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25

BAB II : KAJIAN TEORETIS MENGENAI KOMUNIKASI GERAKAN MELUKIS HARAPAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PUTAT JAYA SURABAYA ... 27

A. Kajian Pustaka ... 27

1. Komunikasi Sosial Sebagai Salah Satu Fungsi Komunikasi ... 27

2. Peran Komunikasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 30

3. Agen Perubahan Dan Komunikator Pembangunan ... 33

4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 37


(8)

B. Kajian Teori ... 48

1. Teori Sosial Fenomenologi ... 48

2. Teori interaksi Simbolik ... 53

BAB III : PENYAJIAN DATA MENGENAI KOMUNIKASI GERAKAN MELUKIS HARAPAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PUTAT JAYA SURABAYA ... 60

A. Profil Gerakan Melukis Harapan ... 60

B. Profil Informan... 64

C. Deskripsi Data Penelitian ... 65

1. Proses Komunikasi Sosial dan Penyaluran Nilai-Nilai Perubahan ... 66

a. Sikap Warga Terdampak di Awal Perjalanan GMH... 68

b. Transformasi Pesan dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 71

c. Pelatihan dan Pendampingan Sebagai Salah Satu Media Sosialisasi ... 75

d. Rebranding Dolly Menuju Kampung Madani ... 78

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN MENGENAI KOMUNIKASI GERAKAN MELUKIS HARAPAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PUTAT JAYA SURABAYA ... 82

A. Temuan Penelitian ... 82

B. Konfirmasi Temuan Dengan Teori ... 90

BAB V : PENUTUP ... 97

A. Simpulan ... 97

B. Rekomendasi ...100 Daftar Pustaka

Lampiran – Lampiran

A. Kartu Bimbingan Skripsi

B. Surat Rekomendasi Dari Bakesbangpol Surabaya


(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 15 Bagan 3.1 Struktur Yayasan Gerakan Melukis Harapan ... 62


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk yang tinggi disebabkan oleh urbanisasi dimana kota besar seperti Surabaya yang menjadi salah satu wilayah tujuan urbanisasi. Sebagian besar masyarakat yang melakukan urbanisasi memiliki tujuan bisa mendapat kehidupan yang layak dengan mencari pekerjaan. Namun terbatasnya lapangan pekerjaan yang tidak diimbangi dengan kemampuan dan kualitas diri menjadi pemicu meningkatnya angka pengangguran. Urbanisasi (secara demografi, dalam arti perpindahan penduduk dari desa ke kota) mereka lakukan dengan maksud untuk mempertahankan hidup dan mempercepat proses pengembangan kehidupan.

Lokalisasi Dolly di Kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan Surabaya merupakan salah satu kawasan yang ramai oleh para perantau atau urbanisan yang mencari pekerjaan. Tidak sedikit dari mereka yang merantau dan tidak mendapat pekerjaan beralih ke lokalisasi sebagai ladang untuk memperoleh penghasilan meskipun lokalisasi jelas dipandang tidak bermartabat untuk dijadikan sebagai tempat mata pencaharian.

Selain itu, indikasi terjadinya eksploitasi dan kekerasan seksual serta

perdagangan terhadap perempuan merupakan sebuah embrio bagi munculnya

pelacuran. Dalam konteks sejarah mengenai pelacuran di Indonesia memiliki kisah yang panjang dan beraneka ragam. Dimulai jaman kolonial, melalui masa-masa penjajahan Belanda yang bermaksud mengendalikan kegiatan pelacuran


(11)

2

maupun masa pendudukan Jepang dan selama Orde Baru. Barpuluhan tahun lamanya bisnis pelacuran berkembang diberbagai wilayah. Bahkan banyak pendapat menyebutkan bahwa prostitusi ada sejak manusia ada dan terus berkembang hingga saat ini. Proses perkembangan ini didukung pula oleh mekanisme pasar yang menjadikan pelacuran sebagai bisnis seks yang menguntungkan sehingga seolah-olah sangat dibutuhkan.1 Bahkan konon katanya perputaran uang dalam satu hari bisa mencapai 1,2 Miliar Rupiah yang didapat dari bisnis prostitusi, narkoba, miras, judi, karaoke ataupun bisnis umum, seperti menjual makanan minuman, parkir, laundry dan sebagainya.

Tentu tidak mudah bagi Pemkot Surabaya untuk bisa menutup Dolly yang dipandang sebagai sentra kegiatan prostitusi terbesar se Asia Tenggara ini. Kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat dilakukan, pembangunan kesadaran masyarakat pentingnya menutup lokalisasi Dolly juga dilakukan untuk mengumpulkan dukungan dari berbagai pihak. Termasuk mengangkat suara pekerja seks komersial yang sudah dibina selama ini. Sebab banyak dari mereka yang sebenarnya menjadi pekerja seks komersial karena keterpaksaan. Penutupan

Dolly ini didasarkan pada Surat Edaran Gubernur Jatim Nomor

460/16474/031/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Prostitusi serta Perdagangan Perempuan dijelaskan bahwa menutup lokalisasi harus dilakukan dengan bertahap.

Dan akhirnya pada tanggal 18 Juni 2014, Lokalisasi “Dolly” yang terletak dikelurahan Putat Jaya dideklarasikan untuk ditutup oleh Bu Risma selaku

1

Agoes Moh. Moefad, “Komunikasi Masyarakat Eks Lokalisasi Pasca Penutupan Dolly”, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 05, No. 01, Juni 2015


(12)

3

Walikota Surabaya. Namun pada saat itu banyak polemik yang terjadi, terutama permasalahan lapangan pekerjaan untuk warga yang terkena dampak penutupan tersebut. Banyak warga yang dulunya punya usaha, menutup usahanya, dan pada akhirnya angka pengangguran kembali meningkat. Dalam beberapa bulan, sebagian warga menjual harta pribadinya sampai hampir habis. Angka anak putus sekolahpun bertambah, lantaran orangtua mereka tidak sanggup lagi membayar. Kalangan masyarakat sekitarnya menganggap mereka merupakan sampah masyarakat yang akan membawa dampak buruk. Keresahan inilah yang menyebabkan elemen pemuda dan mahasiswa Surabaya yang tergabung dalam Gerakan Melukis Harapan hadir membantu mereka untuk berkembang dan membuka lapangan pekerjaan sendiri.

Pasca penutupan Dolly, Gerakan Melukis Harapan memiliki peran yang luar biasa pentingnya untuk membantu eks pekerja seks komersial dan warga terdampak memulihkan perekonomian dengan cara yang halal. Sehingga bisa dikatakan bahwa Gerakan Melukis Harapan (GMH) yang merupakan salah satu

Non-Govermental Organizatin (NGO) terlibat langsung dalam merancang,

mencetak dan membangun ulang peradaban Dolly yang lebih bermartabat pasca penutupan simbolis lokalisasi di kelurahan Putat Jaya. Sehingga kelurahan ini tidak lagi menjadi wilayah lokalisasi yang seperti sebelumnya. Kehidupan dan juga individunya juga melalui proses perubahan menjadi masyarakat yang sudah tidak dapat menggantungkan diri dan juga hidup mereka di bisnis kegelapan tersebut.


(13)

4

Berbagai upaya telah dilakukan termasuk pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang menempati suatu wilayah tersebut. Selain itu suatu wilayah dapat dikatakan berkembang jika wilayah tersebut mampu mengembangkan potensi masyarakat yang tinggal dan menempati wilayah tersebut. Selain itu jika mereka mampu mengepakkan sayap bisnis atau usaha yang berkembang di wilayah tersebut, secara tak langsung nama atau keberadaan wilayah tersebut pun akan dikenal oleh khalayak luas.

Tentu tidak mudah untuk meyakinkan eks pekerja seks komersial dan warga yang terdampak di kelurahan Putat Jaya, bahwa mereka akan tetap mendapatkan penghidupan yang layak walaupun sekarang usaha mereka berubah dan harus merintis dari bawah dengan penghasilan yang jauh di bawah penghasilan mereka dahulu. Salah satu gagasan besarnya adalah membentuk

Dolly menjadi kawasan wisata yang dinamakan dengan “Kampung Eduwisata

Harapan Dolly”. Mereka meyakini bahwa terwujudnya wisata positif di daerah Dolly insyaAllah bisa menghidupkan kondisi perekonomian warga disana.

Namun semua itu tak akan berhasil tanpa adanya komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting untuk mendukung efektifitas operasional organisasi. Aspek penting dari komunikasi adalah potensi dari komunikasi itu sendiri sebagai alat (tool) yang dapat dirancang manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi. Terlebih bagi sebuah organisasi yang terjun di masyarakat komunikasi sosial diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial. Karena itu kegiatan komunikasi sosial adalah lebih intensif daripada komunikasi massa. Titik pangkal


(14)

5

dari suatu komunikasi sosial karenanya adalah bahwa komunikator dan komunikan perlu sependapat tentang bahan atau materi yang akan dibahas dalam kegiatan komunikasi yang akan dilangsungkan. Ditinjau dari segi ini, suatu komunikasi sosial akan berhasil bila kedua belah pihak yang terlibat dalam proses komunikasi ini menganggap ada manfaatnya untuk mengadakan kegiatan komunikasi tersebut. Segala proses ini yang akan peneliti kaji menurut tinjauan teori interaksi simbolik, bagaimana GMH melakukan proses komunikasi yang terintegrasi dalam pemberdayaan dengan masyarakat kelurahan Putat Jaya yang menjadi binaan agar terwujudlah integrasi sosial secara keseluruhan dengan mewujudkan masyarakat mandiri sejahtera dan bangkit dari keterpurukan sekaligus menyukseskan misi Gerakan Melukis Harapan untuk merebranding citra Dolly yang dulu dikenal sebagai kampung prostitusi menjadi Kampung Eduwisata Harapan Dolly.

B. FOKUS PENELITIAN

Tujuan perumusan masalah adalah untuk memberikan batasan pada lingkup pembahasan masalah yang akan diteliti, sehingga diharapkan output pemecahan masalah tidak menyimpang dari lingkup permasalahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: Bagaimana komunikasi sosial antara anggota Gerakan Melukis Harapan dengan masyarakat kelurahan Putat Jaya yang menjadi anggota binaan?


(15)

6

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan: Mengetahui komunikasi sosial antara anggota Gerakan Melukis Harapan dengan masyarakat kelurahan Putat Jaya yang menjadi anggota binaan

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik dari segi teoritis maupun segi praktis, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

1. Secara teoritis

a. Bagi peneliti ini merupakan wadah untuk mempertajam daya kitis dan nalar untuk mengasah pengetahuan komunikasi antara GMH dengan masyarakat yang menjadi anggota binaan di Kelurahan Putat Jaya.

b. Secara akademik, penelitian ini akan disumbangkan pada Fakultas

Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya khususnya Prodi Ilmu Komunikasi guna memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk

referensi penelitian di masyarakat kelurahan Putat Jaya yang bermutu dan berkualitas baik secara keseluruhan.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan refrensi dan evaluasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih mendalam


(16)

7

lagi mengenai kamunikasi antara Gerakan Melukis Harapan dengan masyarakat yang menjadi anggota binaan di kelurahan Putat Jaya.

E. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian pertama dan kedua menjelaskan tentang fenomena komunikasi sosial masyarakat. Penelitian ketiga menjelaskan tentang proses pemberdayaan masyarakat. Penelitian keempat mengkaji tentang Komunikasi Pemasaran Terpadu IDIAL (Ikatan Da’i Area Lokalisasi). Penelitian kelima mengkaji tentang Pendekatan Dakwah Kiai Mohammad Khoiron Syuaeb.

Pertama, Meirita Muktiana melakukan penelitian tentang Komunikasi

sosial dalam pemberdayaan masyarakat eks. Lokalisasi ‘Dolly’ pasca penutupan. Penelitian tahun 2014 menghasilkan sebuah temuan bahwa Pemerintah

memberikan pelatihan sebagai salah satu wujud sosialisasi program untuk

mengembalikan stabilitas perekonomian warga, namun kurangnya pendekatan dan pendampingan terhadap warga sempat memunculkan adanya penolakan untuk mengikuti pelatihan karena anggapan mereka tentang pelatihan tersebut hanya sekilas saja, tanpa tidak lanjut dari pemerintah lebih maksimal.2

Kedua, Agoes Moh. Moefad, UIN Sunan Ampel Surabaya, melakukan

penelitian dengan tujuan menggambarkan fenomena komunikasi masyarakat eks lokalisasi Dolly Surabaya sebagai pengalaman dari kesadaran diri atas aktifitas kesehariannya. Masyarakat eks lokalisasi secara sadar menghasilkan pengalaman

2

Meirita Muktiana, Komunikasi sosial dalam pemberdayaan masyarakat ex. Lokalisasi ‘Dolly’ pasca penutupan, (Skripsi-UINSA Surabaya 2014), hlm. 101-102


(17)

8

yang kemudian pengalaman itu dikonstruksi menjadi tindakan yang bermakna dalam kehidupan sosialnya.3

Ketiga, pemberdayaan bagi warga terdampak penutupan lokalisasi Dolly

ini akan dipaparkan bagaimana hasil dan pembahasannya melalui tujuh tahap

proses pemberdayaan antara lain: tahap persiapan (engangement), tahap

pengkajian (assessment), tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan

(designing), tahap memformulasikan rencana aksi, tahap pelaksanaan program

atau kegiatan, tahap evaluasi dan tahap terminasi (disanggagement).4

Keempat, Rina Duwi Jayanti melakukan penelitian tahun 2015 yang

bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan komunikasi pemasaran yang dilakukan IDIAL (Ikatan Da’i Area Lokalisasi) pada konteks pasca penutupan Dolly menurut tinjauan teori komunikasi pemasaran terpadu. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif.

IDIAL (Ikatan Da’i Area Lokalisasi) yang berkomitmen untuk melakukan alih fungsi dan alih profesi bagi eks mucikari dan pekerja seks komersial menerapkan bauran pemasaran terintegrasi untuk mencapai tujuan dakwahnya. proses komunikasi yang terintegrasi itu terlihat dalam penggunaan pemasaran langsung, promosi penjualan, penjualan personal, periklanan dan menjalin

3

Agoes Moh. Moefad, “Komunikasi Masyarakat Eks Lokalisasi Pasca Penutupan Dolly”, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 05, No. 01, Juni 2015

4

Dita Fatika Sari, Proses Pemberdayaan Bagi Warga Terdampak Penutupan Lokalisasi Dolly Di Kelurahan Putat Jaya Kecamatan Sawahan Surabaya, Journal PublikaUNESA,Vol. 04, No. 03. 2015


(18)

9

hubungan masyarakat yang tertuang dalam perencanaan komunikasi dakwah IDIAL ( Ikatan Da’i Area Lokalisasi).5

Kelima, Sunarto pada tahun 2012 melakukan penelitian tentang

Pendekatan Dakwah Kiai Mohammad Khoiron Syuaeb di Lokalisasi Surabaya. Penelitian ini juga menganalisis tentang faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan dakwah yang dilakukan oleh Kiai Mohammad Khoiron Syu’aeb di Lokalisasi Kota Surabaya.6

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan

pada lembaga nonprofit, yaitu Gerakan Melukis Harapan. Di sinilah letak

kemenarikan penelitian ini bagi peneliti. Sebab gagasan besarnya adalah komunikasi sosial yang dilakukakan untuk memberdayakan masyarakat di kelurahan Putat Jaya, sehingga, masyarakat yang menjadi anggota binaan mampu sejahtera dan mandiri untuk mewujudkan integrasi sosial yang positif dan bersama sama membangun ulang Dolly menjadi kawasan wisata yang dinamakan dengan “Kampung Eduwisata Harapan Dolly”. GMH meyakini bahwa terwujudnya wisata positif di daerah Dolly insyaAllah bisa menghidupkan kondisi perekonomian warga disana. Dengan menciptakan wahana edukasi berupa bangunan atau kampung tematik dan membentuk beberapa sentra oleh-oleh. Kemudian mendatangkan sebanyak-banyaknya masyarakat dalam negeri maupun luar negeri untuk berkunjung kesana.

5

Rina Duwi Jayanti, Komunikasi Pemasaran Terpadu: Studi Eksplorasi Perencanaan Strategi Komunikasi pada Ikatan Da’I Area Lokalisasi, (Tesis-UINSA Surabaya) Lihat Abstrak.

6

Sunarto AS, Kiai Prostitusi: Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu’aib di Lokalisasi Kota Surabaya, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hlm. 38


(19)

10

F. DEFINISI KONSEP

Peneliti bekerja dari tahap konsepsional ketahap operasional konsep adalah abtraksi yang di bentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Namun setelah pengertianya dibatasi secara khusus, sehingga dapat diamati konsep tersebut berubah menjadi konstruk. Dengan kata lain konstruk adalah konsep yang dapat diamati dan diukur. Mengukur konsep yang abstrak menjadi konstruk yang diamati dan diukur disebut operasional.7 Agar tidak terjadi kerancuan dalam memahami judul skripsi “Komunikasi Sosial Yayasan Gerakan Melukis Harapan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kelurahan Putat Jaya, maka perlu dijelaskan beberapa istilah (konsep) yang terdapat dalam judul.

Beberapa Istilah yang dimaksud antara lain:

1. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain daripada proses sosial. Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Menurut Soerjono Soekanto, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan di satu pihak orang atau sekelompok orang lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian

7


(20)

11

tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi dapat terjadi banyak sekali penafsiran terhadap perilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat ditafsirkan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain. 8

2. Gerakan Melukis Harapan

Gerakan Melukis Harapan adalah komunitas yang terbentuk karena kesadaran generasi muda Surabaya, atas kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tentang penutupan lokalisasi Dolly.

Pemberian nama “Melukis Harapan” bukan hanya sekedar nama, namun memiliki arti yang sangat mendalam. Sesuai dengan namanya gerakan “Melukis Harapan” dapat diibaratkan seperi sebuah lukisan yang terdiri atas berbagai warna harapan masyarakat. Aktifitas melukis harapan memiliki tiga unsur utama yakni kanvas, kuas dan pelukis.

Kanvas adalah masyarakat yang mengalami permasalahan sosial, baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan atau lainnya. Permasalahan masyarakat dalam setiap daerah berbeda-beda, begitu pula kondisi budaya masyarakatnya. Masyarakat pertama yang ingin dilukis oleh Gerakan Melukis Harapan adalah area eks lokalisasi Dolly atau warga terdampakpenutupan lokalisasi di kelurahan Putat Jaya.

Kuas adalah analogi dari nilai-nilai yang kami masukkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama dan budaya Indonesia. Dalam menyelesaikan permasalahan sosial,

8

Abdul Syani. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. (Jakarta: PT Bumi Aksara 2012), hlm. 155


(21)

12

tidak selalu berfokus pada bidang permasalahannya. Justru yang paling penting adalah memasukkan nilai kesadaran kepada masyarakatnya untuk mau berubah.

Pelukis yang dimaksud dalam gerakan ini adalah para pemuda daerah yang mengambil langkah konkrit untuk melukis harapan masyarakat daerahnya. Kami menyebut mereka pelukis harapan. Pelukis harapan adalah pemuda-pemudi yang tercerahkan, yakni mereka yang sadar akan keadaan kemanusiaan, budaya dan permasalahan di masyarakatnya. Kesadaran itu membuat hatinya tergerak untuk menciptakan perubahan masyarakat kearah yang lebih baik.

Oleh karena itu, “Melukis Harapan” memiliki filosofi melukiskan harapan masyarakat yang sedang putus asa atau berada dalam budaya gelap. Mereka kemudian menghimpun harapan-harapan itu menjadi sebuah mahakarya indah. Komunitas yang berdiri sejak 10 September 2014 silam itu bergerak mengedukasi, membangun ekonomi, dan memberikan semangat bagi masyarakat di Kelurahan Putat Jaya. Mereka mengajak setiap masyarakat yang mau dan ingin adanya perubahan bagi kehidupan mereka, yang dulunya kelam.

3. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan

paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred,


(22)

13

semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman disebut sebagai alternative development, yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty”9

Sehingga pemberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.10 Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat atau bisa disebut dengan bagaimana menolong masyarakat untuk mampu menolong dirinya sendiri

4. Anggota Binaan

Anggota binaan adalah masyarakat yang bukan hanya menjadi obyek dari pemberdayaan, akan tetapi berperan penting sebagai subyek pemberdayaan itu sendiri. Artinya proses pemberdayaan harus melibatkan peran aktif masyarakat. Dengan perspektif ini, pemberdayaan pada saat yang yang bersamaan harus diarahkan guna memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Menempatkan manusia sebagai

9

Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan

(Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo, 2003), hlm. 63

10


(23)

14

subyek pemberdayaan, berarti mengarahkan pembangunan untuk memenuhi tujuannya yang paling utama yaitu pemberdayaan.

Model pemberdayaan berimplikasi pada kreasi program kesejahteraan yang tidak reaktif, tidak karikatif, dan tidak parsial. Program tersebut menempatkan anggota binaan sebagai motor perubahan dan kemajuan dan dipersiapkan secara terencana, sistematis, dan komprehensif. Masyarakat secara agregat memberikan kontribusi dalam pembangunan sehingga pemberdayaan merupakan pekerjaan kolektif yang manfaatnya harus bisa dirasakan bersama secara merata dan berkeadilan.11

G. KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Kerangka pikir penelitian adalah suatu model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penelitian. Dalam Penelitian ini, Kerangka pikir penulis dimulai dari pengamatan fenomenologi komunikasi Gerakan Melukis Harapan dalam memberdayakan masyarakat di kelurahan Putat Jaya. Kemudian pola komunikasi tersebut dianalisa dengan teori Interaksi Simbolik. Sehingga penelitian ini mengetahui Komunkasi sosial antara anggota Gerakan Melukis Harapan dengan anggota binaaan dalam pemberdayaan masyarakat di kelurahan Putat Jaya Surabaya.

11

Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi (Bandung: Imtima, 2009), hlm. 52


(24)

15

Bermula dari pengamatan fenomenologi secara langsung di lapanganyaitu di wilayah kelurahan Putat Jaya yang dahulunya merupakan bekas tempat Lokalisasi “Dolly” penulis meneliti komunikasi sosial antara anggota GMH dengan anggota binaan dalam pemberdayaan masyarakat di kelurahan Putat Jaya untuk menghasilkan beberapa hal yang berkaitan seperti integritas sosial yang terjadi pada masyarakat kelurahan tersebut. Selain itu dari integrasisosial melalui

komunikasi yang mereka lakukan juga diamati pula beberapa kegiatan yang

dilakukan mulai dari pemberdayaan wanita harapan, peningkatan pendapatan ekonomi, bimbingan dibidang pendidikan, hingga kepedulian GMH tentang kesehatan masyarakat kelurahan Putat Jaya. Agar mendapatkan hasil yang

diinginkan maka peneliti menggunakan teori yang berkaitan erat dengan

penelitian tersebut, yaitu teori interaksi simbolik dengan subyek pengurus dan masyarakat yang menjadi anggota binaan GMH.

GMH

Warga Putat Jaya yang menjadi anggota

binaan

Pemberdayaan

Teori Interaksi Simbolik

Komunikasi Pengamatan


(25)

16

H. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara-cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian sangat penting karena berhasil atau tidaknya tergantung ketelitian dalam menentukan metode yang digunakan.

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoretis yang digunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoretis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.12

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa perkataan atau lisan yang diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistik. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini bersifat subyektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan. Dengan riset ini dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset.13

12

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2004), hlm. 145

13

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 56-57


(26)

17

Jenis riset deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau obyek tertentu. Periset sudah memiliki konsep dan kerangka konseptual, periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Riset ini menggambarkan realitas yang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel.14

Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif karena mengingat penelitian komunikasi GMH dalam memberdayakan masyarakat di Kelurahan Putat Jaya membutuhkan pendalaman secara personal dan lebih depth interviews mendalam dengan berbagai wawancara untuk mengetahui situasi sebenarnya, yakni dengan metode wawancara mendalam (Depth Interviews). Metode riset ini peneliti melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu kali) untuk menggali informasi dari responden.

Selain depth interviews peneliti juga menggunakan wawancara semi

struktur (Semistructure Interview) yakni dengan menyediakan daftar

pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan. Atau wawancara ini biasa disebut dengan wawancara terarah atau wawancara bebas terpimpin. Artinya wawancara akan dilakukan secara bebas, tapi terarah dengan tetap

14


(27)

18

berada pada jalur pokok permasalahan yang akan ditanyakan dan telah disiapkan terlebih dahulu.15

Interaksionisme simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah alih-alih lingkungan yang artifisial seperti eksperimen. Lindlof dan Meyer memasukkan semua penelitian naturalistic ke dalam paradigma interpretif. Varian-variannya mencakup teori dan prosedur yang dikenal sebagai etnografi, fenomenologi, etnometodolgi, interaksionisme simbolik, psikologi lingkungan, analisis semiotik, dan studi kasus. Senada dengan itu, Muhadjir menyebutkan, sejumlah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif atau

fenomenologis adalah grounded research, etnometodologi, paradigma

naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau

holistik.16 Fenomenologi merupakan salah satu teori yang menentang

paradigma yang menjadi mainstream dalam sosiologi, yakni struktural fungsional. Pada dekade 1970-an, terdapat beberapa orientasi teori sosiologi. Fenomenologi menjadi salah satu diantaranya bersama dengan argumentasi Marxis, analisis Althuser (ahli strukturalis Prancis), aliran Frankfurt, Habermas, dan Gramsci.17

Fenomenologi merupakan teori sosiologi yang mempunyai pengaruh luas. Dalam sosiologi kontemporer, pengaruhnya dapat dilihat dari

15

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 99-100

16

Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006), hlm. 148-149

17


(28)

19

meningkatnya humanisasi, baik dalam kerangka teori, metodologi riset, serta prosedur penilaian, dan model-model instruksional dalam pendidikan. Pemikiran fenomenologi juga mempunyai pengaruh terhadap teori postmodern, poststrukturalisme, teori kritis, dan juga neofungsional.18

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah koordinator GMH, Pengurus dan relawan GMH, dan beberapa masyarakat yang menjadi anggota binaan GMH di Kelurahan Putat Jaya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling karena peneliti hanya memilih orang-orang tertentu yang dianggap mampu berdasarkan penilaian, hal itu dilakukan berdasarkan dari pengalaman.dan indikator pengalaman ini dapat diukur dari:

a. Lamanya menjadi Pengurus dan anggota binaan Gerakan Melukis

Harapan

b. Lamanya berdomisili di Kelurahan Putat Jaya

c. Sering berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan Pemberdayaan GMH Sedangkan Obyek penelitian ini adalah komunikasi sosial yang terjadi antara Gerakan Melukis Harapan dengan masyarakat Kelurahan Puta Jaya yang menjadi anggota binaan. Dan lokasi penelitian tentunya berada di kelurahan Putat Jaya Surabaya

18


(29)

20

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data yang digunakan ada dua macam data primer dan data sekunder. Data primer yaitu sebuah data tentang fokus dari penelitian ini, data fokus tentang “Komunikasi Gerakan Melukis Harapan dalam Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Putat Jaya”. Data yang di peroleh dari hasil wawancara semistruktur yang dilakukan pada pengurus GMH dan Anggota binaan GMH dilanjutkan dengan wawancara yang dilakukan secara mendalam dengan mengunakan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya terbuka dan berkembang, serta adanya observasi sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh berdasarkan dari bahan bacaan atau disebut data penunjang berupa bukti dan catatan data yang telah disusun, dan adanya studi keperpustakaan yaitu kumpulan data, buku, karya ilmiah dan lain-lain.

b. Sumber data yang digunakan ada dua macam data primer dan data

skunder. Data primer sendiri merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumber asli, dan tidak melalui media perantara. Data primer dapat berupa opini subyek secara individu dan kelompok, kejadian, kegiatan, hasil penguji dan hasil observasi. Sedangkan sumber data skunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara. Sehingga penelitian dapat menyelesaikan suatu penelitian dengan baik, karena didukung oleh data-data yang mendukung dari buku-buku yang sudah dipublikasikan.


(30)

21

4. Tahap-tahap Penelitian a. Tahapan Pra Lapangan

Dalam tahapan ini peneliti berusaha menyusun rencana penulisan dengan memilih lokasi penelitian, fenomena yang ada dilapangan dan memilih informasi yang terlihat langsung dilapangan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti:

1) Rencana Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan dalam lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya penelitian. Peristiwa-peristiwa yang diamati dalam konteks kegiatan orang-orang/organisasi. Peneliti merencanakan tema atau topik yang akan diteliti. Kemudian menyusun outline penelitian guna memudahkan kegiatan selanjutnya.

2) Menelusuri Latar Belakang

Peneliti melakukan observasi tentang tema atau topik yang akan diteliti di lokasi yang ditentukan. Kemudian melihat fenomena yang ada yang akan dijadikan fokus penelitian.

3) Meneliti Informasi Yang Akan Membantu Kegiatan

Peneliti mencari informasi sebanyak-sebanyaknya baik itu dari buku-buku, jurnal penelitian terdahulu yang akan membantu dalam tahap pekerjaan lapangan.


(31)

22

b. Tahapan Pekerjaan Lapangan 1) Memahami Latar Penelitian

Peneliti memahami lokasi penelitian dengan mengidentifikasi khalayak yang akan dijadikan penelitian. Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka dipilih lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data. Selain didasarkan pada rekomendasi-rekomendasi dari pihak yang terkait juga melihat dari keragaman masyarakat yang berada di sekitar tempat yang menempatkan perbedaan dan kemampuan potensi yang dimilikinya.

2) Memasuki Lapangan

Peneliti terlebih dulu akan mengurus perizinan dari pihak yang bersangkutan. Dengan perizinan yang dikeluarkan akan mengurangi sedikitnya ketertutupan lapangan atas kehadiran sebagai peneliti, dan ketika mensosialisasikan diri di lapangan, ada hal penting lainnya yang yaitu menentukan patner kerja yang dapat memberikan informasi banyak tentang keadaan lapangan.

3) Mengumpulkan Data

Peneliti terjun secara langsung ke lapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi dan data-data yang dibutuhkan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan beberapa teknik antara lain:


(32)

23

a. Observasi

Teknik pengumpulan data yang satu ini dilakukan dengan cara mencatat secara cermat dan sistematik dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang lebih luas tentang obyek penelitian yang mempunyai dasar teori dan sikap obyektif. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan dengan cara mencatat informasi yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara yang telah disiapkan sesuai dengan fokus penelitian. c. Dokumentasi

Teknik ini dilakukan oleh peneliti dengan cara mencari dan mendokumentasikan segala informasi yang dapat mendukung focus penelitian, dapat berupa gambar atau foto, dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model alir Miles dan Huberman, sebagaimana dikutip oleh Imam Suprayogo, tahap analisis data dimulai dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.19

19

Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung: PT Remadja Rosdakarya, 2001), hlm. 193-195


(33)

24

a. Reduksi Data

Reduksi diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data juga dilakukan dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo dan sebagainya. Reduksi ini terus berlanjut sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir tersusun.

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, maka akan dimulai dengan mencari arti, pola-pola, penjelasan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, bergantung besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan.

Kesimpulan juga diverivikasi selama kegiatan berlangsung. Verifikasi juga dilakukan dengan meninjau ulang pada catatan-catatan lapangan.


(34)

25

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk membuktikan bahwasannya penelitian dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi maka diperlukan teknik keabsahan data. Adapun teknik keabsahan data yang digunakan oleh penulis adalah:

a. MetodeTriangulasi,yakniusahamengecekkeabsahandataatau mengecek

keabsahan temuan riset. Metode triangulasi dapat dilakukan dengan

menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan datauntukmendapatkan yang sama. Dalam hal ini peneliti melakukan kroscek dari data yang

dipilih baik itu melaui wawancara atau dokumen yang ada. Teknik

pemeriksaan ini merupakan triangulasi dengan sumber data yakni

membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan.20

Peneliti melakukan validitas dengan membandingkan data wawancara

dengan pengamatan dan dokumen-dokumen yang terkait. Selain itu

membandingkan apa yang dikatakan secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

b. Ketekunan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicaridankemudianmemusatkandiripada hal-haltersebutsecararinci.21

20

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Putra Grafika, 2007), hlm. 256-257

21

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), hlm. 329


(35)

26

Penulis mengadakan pengamatan dengan teliti dan secara

berkesinambungan. Kemudian menelaah secara rinci dan berulang-ulang dalam tiap kali melakukan penelitian sehingga ditemui seluruh data penelitian,sertaakhirnya hasilnya sudah mampu dipahami dengan baik.

c. Diskusi dengan teman sejawat, peneliti mendiskusikan hasil penelitian dengan teman sejawat yang mengetahui tentang obyek yang diteliti dan

permasalahannya. Peneliti berdiskusi tentang segala hal mengenai

penelitianyangpeneliti lakukan.Denganberdiskusi dengantemansejawat makaakan memberikan masukan-masukan kepada peneliti sehingga pada akhirnya peneliti merasa mantap dengan hasil penelitiannya. Teknik ini dilakakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

d. Kecukupan Referensi, kecukupan referensi tersebut berupa bahan bahan yang tercatat yang digunakan sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis penafsiran data. Jika alat elektronik tidak tersedia cara lain sebagai pembanding kritik masih dapat digunakan. Misal: adanya

informasi yang tidak direncanakan, kemudian disimpan sewaktu

mengadakan pengujian, informasi demikian dapat dimanfaatkan sebagai penunjangnya.


(36)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG KOMUNIKASI SOSIAL YAYASAN GERAKAN MELUKIS HARAPAN DALAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT DI KELURAHAN PUTAT JAYA SURABAYA A. KAJIAN PUSTAKA

1. Komunikasi Sosial sebagai Salah Satu Fungsi Komunikasi

Sudah menjadi pendapat umum bahwa komunikasi sosial merupakan suatu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana komunikasi terjadi secara langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial, melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari berbagai masalah yang dibahas. Komunikasi sosial sekaligus sebagai suatu proses sosialisasi dan untuk pencapaian stabilitas sosial, tertib sosial, penerusan nilai-nilai lama dan baru yang diagungkan oleh suatu masyarakat melalui komunikasi sosial kesadaran masyarakat dipupuk, dibina dan diperluas. Melalui komunikasi sosial, masalah-masalah sosial dipecahkan melalui konsensus.22

Sedangkan menurut Muzafer Sherif komunikasi sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu.23

Pendapat diatas menunjukkan bahwa tidak berlebihan apabila Profesor Deddy Mulyana mengatakan bahwa salah satu fungsi komunikasi adalah sebagai komunikasi sosial yang setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi membantu

22

Burhan Bungin, Sosiolgi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 32

23


(37)

28

masing-masing individu dalam membentuk konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan dan memupuk hubungan dengan orang lain.24

Jika seseorang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan tersesat, karena ia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu untuk membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang ia masuki. Prinsipnya adalah bagaimana komunikasi dapat membantu individu dalam bekerja sama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

Sehingga dalam buku sosiologi karya Sutaryo dijelaskan bahwa ada beberapa fungsi komunikasi sosial yaitu:25

a. Memberi Informasi

Informasi perlu disampaikan kepada warga masyarakat karena kenyataan menunjukkan bahwa:

1) Manusia hanya dapat maju dan berkembang apabila dia

mengetahui nilai-nilai yang perlu dicapai.

2) Tidak semua orang memiliki pengetahuan yang sama mengenai

nilai-nilai yang sudah berhasil dicapai, mengenai sarana-sarana yang harus dipakai, dan bahaya-bahaya yang harus disingkirkan.

24

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 05

25


(38)

29

3) Setiap orang mempunyai hak asasi untuk mendapat informasi

yang berguna bagi hidupnya.

b. Memberi Bimbingan

Baik secara langsung maupun tidak langsung, komunikasi berfungsi memberikan bimbingan bimbingan bagi warga masyarakat, Bimbingan yang bernilai tinggi akan menumbuhkan gairah kerja, selain itu jika ada masyarakat yang menyimpang dari pola-pola kelakuan yang benar dapat dikembalikan kejalan yang benar.

Bimbingan disampaikan lewat pesan (amanat) yang sifatnya menuntun, menyetujui, menolak, mencela, menegur, mendukung atau menentang, mengajak atau menganjurkan, memberi petunjuk mengenai prioritas tertentu diantara tindakan yang harus dilaksanakan. Selain itu komunikasi sosial juga berfungsi untuk menyatukan komponen-komponen sosial yang bervariasi dan mempunyai perilaku yang berbeda-beda.26 Didalam masyarakat terdapat suatu komponen-komponen sosial yang bervariasi dan mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Hal tersebut menuntut adanya suatu penyesuaian diri dengan komponen didalam masyarakat itu sendiri. Dengan kegiatan penyesuaian diri melalui kehidupan yang dimiliki antar anggota dalam membentuk masyarakat akan memunculkan hal baru yang salah satunya adalah komunikasi sosial sebagai wujud sebuah kebutuhan dari setiap individu yang telah terkumpul menjadi satu bagian dengan sebutan masyarakat.

26


(39)

30

Komunikasi sosial memiliki beberapa elemen-elemen penting seperti aktivitas komunikasi, masyarakat, konsensus dalam masyarakat, kegiatan pertukaran pengalaman antar anggota masyarakat atau interaksi.27 Dari sedikit penjabaran diatas dapat diambil suatu pemahaman bahwa interaksi sosial terjadi dalam komunikasi sosial namun dengan interaksi sosial lah maka komunikasi sosial dapat terbentuk.

1. Peran Komunikasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat seyogyanya dilaksanakan dengan pendekatan holistik yang melihat karakteristik dan kebutuhan masyarakat sehingga tidak terjadi dampak yang merugikan masyarakat sasaran. Isu-isu penting terkini dalam pembangunan masyarakat adalah penguatan kelembagaan guna meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui saluran komunikasi yang tepat.

Makna peran komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat sejatinya masuk dalam ranah komunikasi pembangunan. Komunikasi pembangunan adalah sebuah desain dan penggunaan yang sistematik dari aktifitas partisipatif, pendekatan komunikasi, metode dan media untuk berbagi informasi dan pengetahuan diantara para pihak dalam sebuah proses pembangunan untuk memastikan saling pengertian dan konsensus yang mengarah pada pelaksanaan kegiatan.28 Komunikasi menjadi penting karena keberhasilan dalam setiap tahap pemberdayaan masyarakat bergantung pada pengelolaan metode dan teknik

27

Ibid. Hlm 71 28

Chike Anyaegbunam, Paolo Mefalopulos & Titus Moetsabi, Participatory Rural Communication AppraisalStarting with the people, (Rome: SADC Centre of Communication for Development, 2004), hlm. 10


(40)

31

komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Melkote, komunikasi dikenal kaya sebagai tradisi penelitian dan diadaptasikan kepada Dunia Ketiga untuk mengembangkan kebutuhan, bagaimana mengembangkan penelitian komunikasi untuk memecahkan permasalahan tersendiri, dan menghasilkan produk penemuan, sehingga penelitian komunikasi memiliki kontribusi dalam pengembangan komunikasi pembangunan.29

Dalam pengembangan komunikasi pembangunan selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Orang-orang itu dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal dengan sebutan “agen perubahan”.

Orang-orang yang melaksanakan tugasnya mewujudkan usaha perubahan sosial tersebut dinamakan agen perubahan, yang menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antar dua (atau lebih) sistem sosial, yaitu menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut.30 Jadi semua orang yang bekerja untuk mempelopori, merencanakan, dan melaksanakan perubahan sosial adalah termasuk agen-agen perubahan.

29

Srinivas R. Melkote, Communication for Development in Third World. (New Delhi: Sage Publications Ltd. 1991), hlm. 19

30

Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hlm. 129.


(41)

32

Sedangkan dalam hubungan antar pribadi dan kelompok peranan komunikasi dalam komunikasi pembangunan khususnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi dialogis atau dialektis. Komunikasi antarpribadi untuk mengembangkan hubungan antarmanusia, sementara komunikasi kelompok untuk meningkatkan kohesivitas kelompok yang ada di dalam masyarakat, sedangkan komunikasi dialogis untuk mengatasi kekuatan yang bertentangan secara alami yang menimpa hubungan mereka setiap saat. Tentunya hasil yang diinginkan oleh masyarakat adalah tindakan konkret yaitu bagaimana implementasi program atau kebijakan itu dapat memberdayakan masyarakat dan menjadikan masyarakat hidup dalam kesejahteraan.

Dan secara garis besar peran komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat merupakan inovasi yang harus diusahakan agar diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan. Untuk itu sebagai sebuah inovasi yang harus diketahui oleh orang banyak membutuhkan suatu terobosan yang dapat mempromosikan dan menginformasikan kepada khalayak banyak bagaimana program-program dapat dijalankan dengan baik. Solusi yang terbaik adalah dengan mengoptimalkan pendekatan komunikasi.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk mendorong masyarakat agar lebih mampu untuk mengkaji masalah/kebutuhannya sendiri, memikirkan jalan keluar untuk memperbaiki keadaannya serta mengembangkan potensi-potensi dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Prinsip partisipasi sangatlah penting dibutuhkan disini.


(42)

33

2. Agen Perubahan Dan Komunikator Pembangunan

Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat biasanya selalu ditandai oleh sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang.

Sejalan dengan pemikiran Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa, pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.31

Dalam rumusan Havelock, agen perubahan adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi berencana.32 Pengenalan dan kemudian penerapan hal-hal, gagasan-gagasan, dan ide-ide baru tersebut yang dikenal dengan sebagai inovasi, dilakukan dengan harapan agar kehidupan masyarakat yang bersangkutan akan mengalami kemajuan. Agen perubahan juga selalu menanamkan sikap optimis demi terciptanya perubahan yang diharapkan tadi. Segala sesuatu tidak akan dengan mudahnya dirubah tanpa adanya sikap optimis dan kepercayaan terhadap diri sendiri bahwa dapat melakukan perubahan tersebut.

Agen perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Dalam melaksanakannya, agen perubahan langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan pula

31

Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1992), hlm. 273

32

Zulkarimein Nasution, Prinsip-Prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), hlm. 37


(43)

34

perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih

dahulu dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau sering pula

dinamakan perencanaan sosial (social planning).33

Suatu usaha perubahan sosial yang berencana tentu ada yang memprakarsainya. Prakarsa itu dimulai sejak menyusun rencana, hingga mempelopori pelaksanaannya. Oleh karena itu Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antardua (atau lebih) sisitem sosial. Menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut. Hal itu tercermin dalam peranan utama seorang agen perubahan yaitu:34

a. Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan

perubahan.

b. Sebagai pemberi pemecahan persoalan.

c. Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta memberi petunjuk mengenai bagaimana

1) Mengenali dan merumuskan kebutuhan

2) Mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan 3) Mendapatkan sumber-sumber yang relevan

4) Memilih atau menciptakan pemecahan masalah

33

Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1992), hlm. 273

34

Zulkarimein Nasution, Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya Edisi Revisi. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 129


(44)

35

5) Menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah.

d. Sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan

untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Inti dari peranan agen perubahan dalam proses pemberdayaan masyarakat, menurut O’Gorman adalah:35

a. Mengidentifikasi tujuan, isu, dan permasalahan.

b. Melakukan identifikasi dan pemanfaatan dari sumber-sumber,

kepemimpinan dan organisasi.

c. Menetapkan dan menegakkan prioritas, rencana dan pelaksanaan, serta evaluasi yang dilakukan menurut urutan yang teratur agar alternatif yang telah dipilih dapat membawa hasil yang diharapkan.

Keseluruhan peran agen perubahan dapat dikelompokkan menjadi peran yang laten dan peran yang manifes. Peran yang manifes adalah yang kelihatan “di permukaan” dalam hubungan antara agen perubahan dengan masyarakatnya, dan merupakan peran yang dengan sadar dipersiapkan sebelumnya. Peran yang manifes ini kelak merupakan bukti yang nyata baik bagi si agen maupun masyarakat. Sedangkan peran yang laten merupakan peran yang timbul dari “arus bawah” yang memberi petunjuk bagi si agen dalam mengambil tindakan-tindakan yang dilakukannya.36

Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah

35 Ibid.

36


(45)

36

proses, yaitu proses penyampaian pesan komunikator kepada komunikan untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada

dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan,

bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.37

Peran mereka sangat menentukan, Komunikator yang berparan sebagai pemrakarsa dari terwujudnya sebuah perubahan. Diyakini menjadi central untuk merubah dari kondisi lemah menjadi kuat. Hal ini dikarenakan komunikator pembangunan sebagai agen perubahan juga harus mengetahui kondisi riil dari komunikan, sehingga pesan yang hendak disampaikan bisa diterima dengan mudah oleh pihak komunikan. Masyarakat sebagai pihak yang akan menerima sebuah program pembangunan tentu saja tidak semerta-merta menerima begitu saja program tersebut, program tersebut akan melewati beberapa tahapan yaitu pengenalan (awarnes), tertarik (interest), mempertimbangkan (desire), menentukan (decision), dan melaksanakan (action).

Proses perubahan sebagai efek komunikasi melalui tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian. Apabila perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat untuk melakukan

37

Ali Nurdin, “Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Pembangunan Jembatan Selat Sunda Di Propinsi Banten Dan Lampung”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 3, No 01, 2013


(46)

37

suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan dengan datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan tindakan.38

3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Dalam proses pembangunan berkelanjutan tidak ada satu pun pihak yang boleh puas hanya berperan selaku "penonton" yang pasif dan pasrah terhadap keadaan, akan tetapi seyogyanya dalam batas-batas tertentu turut aktif sebagai "pemain" yang bertanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan proporsinya. Konsekuensi logis dari pernyataan bahwa pelaksanaan pembangunan berkelanjutan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat ialah bahwa seluruh masyarakat, baik secara sendiri-sendiri maupun secara formal melalui berbagai jenis organisasi yang terdapat dalam masyarakat, memungkinkan dan berkesempatan untuk aktif dalam proses pembangunan.

Keterlibatan masyarakat dalam urusan-urusan publik yang merupakan pencerminan dari hak demokrasi inilah yang lazim dikenal dengan istilah peran serta atau biasa dipadankan dengan istilah “partisipasi” dan merupakan unsur yang sering digunakan oleh kalangan pembangunan serta banyak ditulis dalam berbagai panduan atau acuan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, dan ketika melaksanakan pembangunan penting adanya partisipasi masyarakat dalam setiap program atau kegiatan yang diadakan oleh pemerintah, lembaga swadaya ataupun komunitas dan organisasi. Karena partisipasi

38 Ibid.


(47)

38

merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka, artinya melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan berkelanjutan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah sendiri tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki mutu hidup mereka.39

Dan dalam pembangunan berkelanjutan tidak harus diartikan sebagai pembangunan yang berlangsung secara lancar, mantap tanpa hambatan. Tetapi Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia, termasuk menyerasikan keduanya. Namun pemberdayaan masyarakat selalu berjalan bergelombang dan pasang surut. Disebut berkelanjutan apabila mampu mematahkan atau mampu menghindari hambatan-hambatannya dan bergerak lebih lanjut ketingkat keseimbangan yang lebih tinggi. Akan tetapi keistimewaan prinsip keberlanjutan adalah dapat membangun struktur, organisasi, bisnis, dan industri yang dapat tumbuh dan berkembang dalam berbagai tantangan. Sebab, akan tercipta masyarakat yang kuat, seimbang, dan harmonis. Kuat karena tidak tergantung pada pihak lain, seimbang dan harmonis karena dilakukan secara proporsional dan bersama-sama. Bahkan, program yang berkelanjutan dan

39

Santoso Sastropoetro. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional (Bandung: PT Alumni, 1986), hlm. 51


(48)

39

mengutamakan partisipasi masyarakat akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan perbaikan.40

Terlebih dalam pelaksanaan pemberdayaan tersebut, masyarakat merupakan subyek yang melakukan perubahan sekaligus sebagai obyek yang terkena dampak langsung dari perubahan. Sebagai mana yang telah disampaikan oleh Iswandi, partisipasi masyarakat merupakan proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, serta keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.41

Dan dalam hal ini salah satu strategi untuk membangkitkan partisipasi aktif anggota masyarakat adalah melalui pendekatan kelompok. Melalui partisipasi terutama menggunakan media kelompok dalam masyarakat maka pada gilirannya dapat memberdayakan masyarakat. Terlebih lagi jika pemberdayaan dalam rangka partisipasi masyarakat didasari oleh kekuatan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang dinamis dan aktif berpartisipasi dalam membangun diri mereka sendiri.

Oleh karena itu Conyers memberikan 3 alasan utama sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:42

40

Suetomo, Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 354-355

41

Isbandi Rukminto Adi. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. (Depok: FISIP UI Press. 2007), hlm. 27

42

Diana Conyers. Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. (Yogyakarta: UGM Press. 1991), hlm. 154-155


(49)

40

a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal.

b. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

c. Partisipasi merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.

Selain itu yang patut juga diketahui ialah terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam dua kategori, yakni Faktor-faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan berupa kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, dan faktor eksternal, yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada.

Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan hendaknya bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh


(50)

41

determinasi dan kesadaran. Singkatnya, dalam proses pembangunan berkelanjutan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai obyek, tetapi lebih sebagai subyek dan aktor atau pelaku. Lebih lanjut, partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal itu mengakibatkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut, sehingga kemudian juga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Dengan demikian keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya, bukan karena dimobilisasi oleh pihak eksternal.

Partisipasi masyarakat dalam suatu proses dapat dilakukan dalam berbagai momen atau disebut oleh Aprelia Theresia tahap partisipasi. Tahap partisispasi dimaksud adalah:43

a. Tahap perencanaan (pengambilan keputusan), diwujudkan dengan bentuk keikutsertaan dan keaktifan masyarakat dalam rapat. Partisipasi masyarakat pada tahap ini sangat mendasar sekali, terutama karena yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan yang menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi dalam hal pengambilan keputusan ini dilihat dari kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

b. Tahap pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pembangunan

berkelanjutan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya.

43

Aprillia Theresia, dkk., Pembangunan Berbasis Masyarakat: Acuan bagi Praktisi, Akademisi, dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat. (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 198-199


(51)

42

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini Uphoff menegaskan bahwa partisipasi dalam pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan masyarakat dalam memberikan konstribusi yang berwujud tenaga, uang, barang, material, maupun informasi.

c. Tahap evaluasi/pengawasan, partisipasi masyarakat pada tahap ini

dianggap penting sebab merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi dalam evaluasi berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan yang ditetapkan atau ada penyimpangan.

d. Tahap menikmati hasil, dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat dari tiga segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya, manfaat sosialnya dan manfaat pribadi.

Peran serta masyarakat adalah sebagai bagian sentral dalam strategi pembangunan bagi segala bidang, dan apabila masyarakat mulai berperan serta dalam seluruh aspek pembangunan, yang meliputi 5 proses tersebut yang dimulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, hingga


(52)

43

penerimaan manfaat, maka tujuan-tujuan pembangunan akan tercapai pula dengan sendirinya.

Walaupun demikian. Dalam terminologi ekonomi, pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak akan pernah punah.44 Tujuan pembangunan berkelanjutan dalam konteks hubungan antara tujuan ekonomi dan tujuan sosial dapat direalisasikan jika didukung oleh empat kebijakan ekonomi:

a. Intervensi pemerintah secara terarah b. Pemerataan pendapatan

c. Penciptaan kesempatan kerja

d. Pemberian subsidi bagi kegiatan pembangunan yang diperlukan.45

Sementara itu, tujuan pembangunan berkelanjutan dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi dapat direalisasikan jika didukung oleh dua kebijakan, yakni kebijakan yang menumbuhkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam memelihara keselamatan lingkungan serta kebijakan yang menumbuhkan pelayanan konsultasi tentang kesadaran lingkungan.

Dari beberapa uraian di atas, maka secara ringkas dapat disimpulkan, bahwa hakikat partisipasi masyarakat itu dapat terwujud dalam bentuk:

a. Turut memikirkan dan memperjuangkan nasib sendiri dengan

memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat sebagai alternatif saluran aspirasinya

b. Menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasibnya kepada orang lain, seperti

44

Zubaiedi, Pengembangan Masyarakat Wacana dan Praktik. (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), hlm. 148

45


(53)

44

kepada pemimpin dan tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal.

c. Senantiasa merespon dan menyikapi secara kritis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi sebagai buah dari suatu kebijakan publik dengan berbagai konsekuensinya

d. Keberhasilan peran serta itu sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas informasi yang diperoleh, memanfaatkan informasi itu sebagai dasar bagi penguatan posisi daya tawar, dan menjadikannya sebagai pedoman dan arah bagi penentuan peran strategis dalam proses pembangunan

e. Bagi pemerintah, peran serta masyarakat itu merupakan sumber dan dasar motivasi dan inspirasi yang menjadi energi kekuatan bagi pelaksanaan tugas dan kewajibannya.

4. Modal Sosial dan Integrasi Masyarakat

Konsep modal sosial pertama kali diperkenalkan oleh L.J. Hanifan pada awal abad ke-20. Hanifan menyatakan bahwa modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan asset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Di dalamnya terkandung kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial

Selanjutnya konsep tersebut dikembangkan oleh Piere Bourdieu, Robert Putman, James Colemen, dan Francis Fukuyama, dan Coleman mendefenisikan sebagai aspek-aspek dari struktur hubungan antar individu yang memungkinkan


(54)

45

mereka menciptakan nilai-nilai baru. Modal sosial tersebut mengacu pada aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma, dan jaringan-jaringan yang dapat meningkatkan efesiensi dalam masyarakat melalui fasilitas bagi tindakan tindakan yang terkoordinasi. Elemen pokok modal sosial meliputi: (1) saling percaya, (2) kejujuran, (3) pranata yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi. Elemen-elemen tersebut dalam dinamikanya harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, negara dan sebagainya.46

Hal-hal tersebut juga akan terwadahi dalam beberapa modal sosial yang bersifat horizontal, seperti paguyuban, asosiasi, organisasi lokal, jaringan sosial, dan dilandasi dengan norma dan nilai yang mengacu pada solidaritas, toleransi, kepercayaan, dan kerjasama. Fukuyama menyatakan bahwa modal sosial merupakan seperangkat nilai atau norma informal yang dimiliki bersama oleh anggota suatu kelompok yang memungkinkan kerja sama diantara mereka.47

Konsep-konsep tersebut menunjukkan pengakuan peran penting organisasi-organisasi informal, nilai-nilai budaya, dan keyakinan agama masyarakat setempat. Modal sosial sangat penting untuk mewujudkan integrasi, kemakmuran dan kesejahtraan suatu masyarakat.

Dalam pandangan Uphoff, setiap modal sosial akan selalu terkandung adanya dua dimensi yang saling terkait yaitu dimensi kognitif atau kultural yang

46

I Wayan Mudana, Modal Sosial Dalam Pengintegrasian Etnis Tionghoa Pada Masyarakat Desa Pakraman Di Bali. JISH Vol. 01 No. 01 (Singaraja: UPG, 2012), hlm. 32

47

Francis Fukuyama. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. (Yogyakarta: Qalam. 2002), hlm. 12


(55)

46

berkaitan dengan nilai-nilai, sikap dan keyakinan yang mempengaruhi kepercayaan, solidaritas, dan resiprositas yang mendorong ke arah terciptanya kerjasama dalam masyarakat guna mencapai tujuan bersama. Dimensi kedua adalah dimensi struktural yang berupa susunan ruang lingkup organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat pada tingkat lokal, yang mewadahi dan mendorong terjadinya kegiatan-kegiatan kolektif yang bermanfaat bagi seluruh warga masyarakat. Kedua dimensi ini dalam masyarakat selalu berdinamika. Dinamika dari kedua dimensi ini akan memungkinkan terjadinya keharmonisan, dan juga dominasi, hegemoni, jaringan kuasa.48

Serta kedua dimensi modal sosial tersebut menjelaskan, pada level nilai, kultur, kepercayaan dan persepsi modal sosial bisa berbentuk simpati, rasa kewajiban, rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik, dan pada level institusi bisa berbentuk keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, jaringan. Pada level mekanisme, modal sosial berbentuk kerjasama, tingkah laku, sinergi antara kelompok. Tampak jelas bahwa modal sosial bisa memberikan kontrobusi tersendiri bagi terjadinya integrasi sosial.

Hal inilah yang menjadikan berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain merujuk pada kemajemukan sosial yang telah pula mencapai suatu kehidupan bermasyarakat, sehingga proses ini dinamai integrasi sosial. Dalam sosiologi, integrasi sosial berarti proses penyesuaian unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Dengan demikian, ada dua unsur

48

Soetomo. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006), hlm. 90


(56)

47

pokok integrasi sosial. Unsur pertama adalah pembauran atau penyesuaian, sedangkan unsur kedua adalah unsur fungsional. Jika kemajemukan sosial gagal mencapai pembauran atau penyesuaian satu sama lain, maka kemajemukan sosial berarti disentegrasi sosial. Dengan kata lain, kemajemukan gagal membentuk (disfungsional) masyarakat.

Integrasi sosial memang persoalan menarik dan penting secara akademik. Sehingga studi-studi sosial di Indonesia umumnya membentuk pemberdayaan masyarakat dalam dua tipologi tegas, yaitu masyarakat pedesaan dan perkotaan. Desa dibayangkan dan diperkenalkan sebagai wilayah sosial dengan karakteristik khas masyarakatnya, seperti mengutamakan harmonisasi ketimbang konflik, mematuhi nilai tradisional, memiliki semangat kolektivitas, kekeluargaan, dan berbagai karakteristik sopan-santun atau ramah-tamah lainnya. Kota digambarkan sebagai wilayah yang dihuni oleh masyarakat berkarakteristik individualis, egois, kompetitif, produktif, dan berbagai karakteristik manusia modern lainnya.

Oleh karena itu kehidupan kelompok pada masyarakat perkotaan lebih didasarkan atas kemauan yang diatur oleh cara berpikir yang rasional, dan segala sesuatunya dinilai atas dasar untung dan rugi. Mengenai hubungan antara orang perorangan dalam suatu kelompok dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Sebaliknya dalam kehidupan kelompok pada masyarakat pedesaan biasanya didasarkan atas ikatan hubungan batin dan perasaan yang tumbuh secara alami. Segala sesuatunya dinilai atas dasar rasa cinta dan kepuasan batin. Hal ini berarti tujuan hidup baru dapat dicapai apabila orang perorangan sebagai anggota kelompok dan masyarakat telah mendapatkan kepuasan batin. Sedangkan harta


(57)

48

kekayaan bukanlah suatu ukuran yang dapat menjamin bagi seseorang untuk dapat hidup senang, puas dan bahagia.

A. KAJIAN TEORI

1. Teori Sosial Fenomenologi

Fenomenologi sebagai suatu bentuk dari idealisme yang semata-mata tertarik dengan struktur-struktur dan cara-cara bekerjanya kesadaran manusia serta dasar-dasarnya, kendati kerap merupakan perkiraan implisit, bahwa dunia yang didiami diciptakan oleh kesadaran-kesadaran yang ada di kepala masing-masing. Tentu saja tidak masuk akal untuk menolak bahwa dunia yang eksternal itu ada, tetapi alasannya adalah, bahwa dunia luar hanya dapat dimengerti melalui kesadaran tentang dunia itu.49

Fenomenologi adalah studi tentang bagaimana seorang manusia mencari pengalaman di dunia. Ia melihat obyek dan even dalam perspektif komunikator. Pendekatan ini berangkat dari metode-metode kaum obyektivis yang mengansumsikan bahwa kenyataan itu terlepas dari kesadaran prestasi manusia, seperti diutarakan oleh ahli fenomenologi; Maurice MerleauPonty. Dengan kata lain, fenomenologi membuat pengalaman hidup yang aktual sebagai data dasar pengetahuan.

Stanley Deetz merumuskan tiga dasar: 1) Pengetahuan perlu disadari. Pengetahuan tidak ditemukan dari pengalaman semata, tetapi berasal dari pengalaman yang disadari; 2) Arti bisa berarti penjelasan atas suatu tindakan.

49

Ian Craib. Teori Teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai Habermas. (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm. 127


(1)

96

dengan sendirinya. Keberhasilan inovasi daerah di kampung harapan yang ditorehkan, bukanlah hasil kerja sehari semalam. Akan tetapi langkah–langkah konkret Gerakan Melukis Harapan adalah bukti bahwa perubahan menuntut pengorbanan, perjuangan, komitmen, totalitas serta kreatifitas dari mereka yang merindukan perbaikan. Kolaborasi dalam berbagi harapan, menjadi faktor yang sangat determinan bagi Gerakan Melukis Harapan untuk menjalankan program– program yang solutif, progresif dan inovatif bagi Kampung Harapan. Sehingga masyarakat mandiri dan hidup dalam kesejahteraan karena perjuangan, pengorbanan dan kebersamaan, itulah harga sebuah harapan.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi sosial yang terjadi antara GMH dengan masyarakat Kelurahan Putat Jaya yang menjadi anggota binaan menjadikan mereka lebih berinteraksi, saling menciptakan suasana yang nyaman dan saling bertukar pendapat, fikiran, hingga terjadinya integrasi sosial baik itu dalam kegiatan penyuluhan maupun dengan adanya kegiatan-kegiatan penunjang kebutuhan. GMH menggunakan komunikasi secara langsung, melalui lisan, tatap muka dalam pelatihan dan pendampingan yang telah disiapkan dan difasilitasi oleh GMH sesuai dengan aspirasi yang disampaikan anggota binaan, Dalam pelatihan, pesan yang ditransformasikan melalui kemampuan baik berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan. Sedangkan pendampingan diberikan kepada warga binaan untuk dimanfaatkan sebagai media sosialisasi untuk menumbuhkan kedekatan secara holistik yang melihat karakteristik dan kebutuhan masyarakat. Serta kesadaran masyarakat dipupuk, dibina dan diperluas untuk bersama sama turun tangan menghimpun segala kemampuan mulai dari ide, keringat, jaringan hingga finansial untuk membangun ulang citra Dolly menuju peradapan mulia, mandiri dan sejahtera dan merubah pola pikir dan perilaku bahwa Dolly bisa hidup tanpa prostitusi. Atas keberhasilan inilah, konsistensi kerja keras dan inovatif dalam melakukan pendekatan komunikasi menjadikan GMH sebagai lembaga swadaya yang cukup dipercaya kinerjanya oleh pemerintah dan masyarakat.


(3)

98

B. Rekomendasi

Dalam perjalanan selama hampir 3 tahun ini GMH sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi gerakan perubahan yang mampu merancang dan membangun ulang peradapan Dolly, yang semula dikenal sebagai kampung prostitusi kini berevolusi menjadi kampung inpirasi, dan yang dahulunya dikenal sebagia kampung maksiat justru kini berubah menjadi kampung manfaat, dan peneliti menyadari bahwa, permasalahan di Dolly hanyalah permasalahan hilir.

Hulu permasalahannya adalah kesejahteraan daerah atau perdesaan yang kurang terjamin. Sehingga GMH juga harus mampu menularkan kesadaran dan menanamkan semangat perubahan tersebut kepada lingkungan dan masyarakat sekitar khususnya kepada pemuda daerah yang tersebar di seluruh Indonesia, untuk tetap berpartisipasi dan bersama-sama melakukan perubahan daerahnya ke arah lebih baik. Karena kesenjangan kesejahteraan antar daerah masih menganga lebar sehingga para pemuda harus berani bermimpi menggapai cita-cita Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan secara umum.

Dan untuk Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah agar memperkaya riset khalayak dengan menggunakan metode teori interaksi simbolik dengan pendekatan sosial fenomenologi yang berguna bagi riset selanjutnya agar tidak sebatas mengetahui komunikasi sosial melainkan, psikologi sosial masyarakat. Dalam hal ini penulis juga memberikan sedikit motivasi agar masyarakat Putat Jaya yang belum terberdayakan mau mengikuti program pemberdayaan yang diadakan, supaya bersama sama dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemandiriaan secara keseluruhan.


(4)

99

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset

Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press

Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju

Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung:

Imtima

Anyaegbunam, Chike. Mefalopulos, Paolo & Moetsabi, Titus. 2004, Participatory

Rural Communication Appraisal Starting with the people. Rome: SADC

Centre of Communication for Development

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Putra Grafika.

___________________. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana

Craib, Ian. 1992. Teori Teori Sosial Modern:dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali Pers

Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta: UGM Press

Dimyati Dan Mudjiono. 2000. Belajar dan Pembelajaran Jakarta: Rineka Cipta.

Effendy, Onong Uchyono. 2014 Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Fukuyama, Francis. 2002. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Qalam. 2002

Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Jayanti, Rina Duwi. 2015. Komunikasi Pemasaran Terpadu: Studi Eksplorasi

Perencanaan Strategi Komunikasi pada Ikatan Da’I Area Lokalisasi.

Surabaya: Tesis-UINSA

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Melkote, Srinivas R. 1991. Communication for Development in Third World. New Delhi: Sage Publications Ltd.

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Muktiana, Meirita. 2014. Komunikasi sosial dalam pemberdayaan masyarakat ex. Lokalisasi ‘Dolly’ pasca penutupan. Surabaya: Skripsi UINSA

Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

______________. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(5)

100

Nasution, 2004. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Nasution, Zulkarimein. 2004. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Rahmat, Jalaludin. 2004. Metode penelitian komunikasi Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sastropoetro, Santoso. 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin

dalam Pembangunan Nasional. Bandung: PT Alumni

Santoso, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara

Sigman, Stuart. 1987. Sosial Communication. New York: Lexinton Books.

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudarto, 1995. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada Suetomo, 2012. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sunarto. AS, 2012. Kiai Prostitusi: Pendekatan Dakwah KH. Muhammad

Khoiron Syu’aib di Lokalisasi Kota Surabaya. Surabaya: Jaudar Press Suprayogo, Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung: PT

Remadja Rosdakarya

Sutaryo, 2005. Sosiologi Komunikasi. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran

Syani, Abdul. 2012. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Theresia, Aprillia. Dkk. 2014 Pembangunan Berbasis Masyarakat: Acuan bagi

Praktisi, Akademisi, dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat.

Bandung: Alfabeta.

W. Nina, 2009. Sosiologi Komunikasi. Bandung: Humaniora.

Wirawan, I. B. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana

Zubaiedi, 2013. Pengembangan Masyarakat Wacana dan Praktik, Jakarta:

Kencana Prenada Group

Zulkarimein, 1990. Prinsip-Prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


(6)

101

Sumber dari Non-Buku

Moefad, Agoes Moh. 2015. Komunikasi Masyarakat Eks Lokalisasi Pasca

Penutupan Dolly, Surabaya: Jurnal Komunikasi Islam Vol. 05, No. 01 Mudana, I Wayan. 2012. Modal Sosial Dalam Pengintegrasian Etnis Tionghoa

Pada Masyarakat Desa Pakraman Di Bali. JISH Vol. 01 No. 01 Singaraja: UPG

Nurdin, Ali. 2013 Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Pembangunan

Jembatan Selat Sunda Di Propinsi Banten Dan Lampung. Jurnal Ilmu

Komunikasi, Vol 3, No 01

Sari, Dita Fatika. 2015. Proses Pemberdayaan Bagi Warga Terdampak

Penutupan Lokalisasi Dolly Di Kelurahan Putat Jaya Kecamatan

Sawahan Surabaya Surabaya: Journal Publika-UNESA Vol. 04, No. 03

Wawancara dengan Anggota binaan GMH selaku Pengusaha Orumi pada Kamis, 17 Juni 2017

Wawancara dengan Anggota binaan GMH selaku Pengusaha Samijali pada Kamis, 17 Juni 2017

Wawancara dengan Mas Dalu Nazlul Qirom selaku Founder Gerakan Melukis Harapan pada Minggu, 18 Juni 2017

Wawancara dengan Mas Musthofa Sam selaku Koordinator bidang Pendidikan GMH pada Minggu, 18 Juni 2017

Wawancara dengan Pak Slamet selaku Asisten Pak Rw. 03 Kelurahan Putat Jaya pada Minggu, 18 Juni 2017