POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK YANG TERGABUNG DALAM KOMUNITAS ”EMO” DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orangtua Dengan Anak Yang Tergabung Dalam Komunitas Emo di Surabaya).

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK YANG
TERGABUNG DALAM KOMUNITAS ”EMO” DI SURABAYA
(Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orangtua Dengan Anak Yang Tergabung
Dalam Komunitas Emo di Surabaya)

SKRIPSI

Oleh :

RULLY AGUSTINO ALJ ABBAR
NPM. 06 4301 0296

YAYASAN KESEJ AHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


ABSTRAKSI
RULLY AGUSTINO ALJ ABBAR. POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA
DENGAN ANAK YANG TERGABUNG DENGAN KOMUNITAS EMO DI SURABAYA
Komunikasi antara orangtua dengan anak harus dibangun secara harmonis untuk
menanamkan pendidikan yang baik pada anak. Buruknya kualitas komunikasi orangtua dengan
anak berdampak buruk bagi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Seperti contoh, faktor
penyebab anak bergabung dengan komunitas emo yang merupakan akibat dari buruknya
komunikasi interpersonal yang terjalin dalam keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi antara orangtua dengan anak
yang tergabung dalam kominitas emo di Surabaya
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang sistematis melukiskan fakta ataupun
karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama adalah wawancara mendalam (in-debt
interview) yang menghasilkan data berupa kata-kata.
Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan
bahwa terdapat 3 jenis pola komunikasi pada orangtua dengan anak yang tergabung dalam
komunitas emo di Surabaya, yaitu Authoritarian, Authoritative, dan Permissive. Namun secara
garis besar penelitian ini adalah menunjukan bahwa dua orang tua dengan anak yang tergabung

dalam komunitas emo di Surabaya menganut pola komunikasi Autharitarian, sedangkan satu
keluarga menganut pola komunikasi Authoritative dan satu keluarga sisanya menganut pola
komunikasi Premissive.
Sedangkan kesimpulannya adalah Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil
penelitian, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat 3 jenis pola komunikasi pada orangtua
dengan anak yang tergabung dalam komunitas emo di Surabaya, yaitu Authoritarian,
Authoritative, dan Permissive. Sehingga secara garis besar penelitian ini menunjukkan bahwa
ada dua orangtua yang menganut pola komunikasi Authoritarian. Sedangkan satu keluarga
lainnya menganut pola komunikasi Authoritative dan satu keluarga lainnya menganut pola
komunikasi Permissive.

Kata kunci : Pola Komunikasi, Komunitas Emo, Authoritarian

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAKSI
RULLY AGUSTINO ALJ ABBAR. POLA KOMUNIKASI ORANGTUA DENGAN
ANAK YANG TERGABUNG DENGAN KOMUNITAS EMO DI SURABAYA

Communication between parent and child should be built in harmony to instill in children a
good education. The poor quality of parent-child communication is bad for the family unity
and harmony. As an example, the factors causing the child to join the emo community which
is the result of poor interpersonal communication that exists within the family.
The attitude of research used in this study was descriptive study with qualitative data types.
Descriptive research is the systematic study describing the facts or characteristics of certain
populations or certain areas of the factual and accurate. The technique will be used to collect
primary data source is the in-depth interviews (in-debt interviews) that generates data in the
form of words and actions.
Based on data analysis and discussion of research results, it can be argued that there are 3
types of communication patterns on parents with children who are members of the emo
community in Surabaya, the Authoritarian, Authoritative, and Permissive. However, an
outline of this study was shown that two parents with children who are members of the
community in Surabaya embrace emo Autharitarian communication patterns, while singlefamily communication patterns adopted Authoritative and embrace the rest of the family
communication patterns Premissive.
Communication patterns that should be used in children's parents who are members of the
community in Surabaya is emo Authoritative communication patterns or patterns of
democratic communication. So that interpersonal communication between parent and child
can be well established as a communicator and maintain a harmonious relationship of
understanding, and compassion will bring about the development of good behavior.

communication is a form of pattern of relationships between two people or more in the
process of sending and receiving messages messages linking the two components, namely a
picture or a plan that includes measures on a aktitas with components that are an important
part of the communication links between individuals or groups and the organization.
Emo is a form of meaning a decline of the ideology of a subculture (skinhead-punk) that had
been having an anti-establishment ideology as a form of resistance against the luxury, the
laws are always oppress the small.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunianya serta berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul POLA KOMUNIKASI ORANG TUA
DENGAN ANAK

YANG


TERGABUNG

DALAM KOMUNITAS

“EMO” DI SURABAYA.
Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada bapak Ir. Didiek Tranggono, M,Si sebagai dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta
motivasi kepada penulis. Selain itu, penulis juga telah banyak menerima
bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual, maupun materil.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ayah dan Ibu saya tercinta yang selalu mendoakan dan dorongan
semangatnya.
2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Dra. Soemardjati, M.Si Wakil Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa
Timur yang telah memberikan banyak bantuan dan support kepada
penulis.
4. Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas


iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Ilmu sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur
5. Teman – teman komunitas EMO Surabaya dan EMO sidoarjo yang
telah memberikan banyak informasi tentang macam ragam EMO
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian yang berguna untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. My little family tercinta rere titi,gio pratama atas doa serta dorongan
semangat yang tak pernah berhenti dan kasih sayang yang selalu
diberikan.
7. Buat temen-temen penulis, risky kipli, woho mahendra, adit glewou,
anggita, alfina, gepenk, wahyu piloto dkk (thx support-nya, kita bisa
selesai bareng brade). Myband - waiting for Cinderella (pengertian
waktu dalam mengerjakan skripsi), all crew A-lot, dan semua temanteman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu terima kasih banget
buat support nya.
Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik yang membangun nilai positif
sangat dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membutuhkan.
Surabaya, November 2011

Penulis

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI :

Halaman
HALAMAN J UDUL

i


HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

ii

HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI

iii

KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

vi

ABSTRAKSI

viii


BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1

Latar Belakang Masalah

1

1.2

Perumusan Masalah

11

1.3


Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

11

BAB II

1.3.1 Tujuan Penelitian

11

1.3.2 Manfaat Penelitian

11

KAJ IAN PUSTAKA

13

2.1


Komunikasi Interpersonal

13

2.2

Pengertian Pola Komunikasi

14

2.3

Pengertian Orang Tua

14

2.4

Pengertian Keluarga

15

2.4.1 Fungsi Keluarga

16

2.4.2 Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga

17

2.4.3 Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal
Dalam Keluarga
2.4.4 Pola Komunikasi Dalam Keluarga
2.5

2.6

20
25

Pengertian Remaja

28

2.5.1 Perilaku Remaja

32

Pengertian Kelompok

33

2.6.1 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Kelompok
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

2.6.2 Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi
2.7

BAB III

Pengertian Emo

METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian

37
38

41
41

3.1.1 Pola Komunikasi Keluarga

46

Subyek dan Informan Penelitian

49

3.2

3.2.1 Subyek Penelitian

49

3.2.2 Informan Penelitian

49

3.3

Lokasi Penelitian

49

3.4

Teknik Pengumpulan Data

50

3.5

Teknik Analisis Data

50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data
4.1.1 Gambaran Umum Penelitian

52

4.1.2 Penyajian Data

53

4.1.3 Identitas Informan

53

4.2

Analisis Data
4.2.1 Pola Komunikasi Orangtua Dan Anak

4.3

BAB V

52

Pembahasan

56
57
67

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

70

5.2

Saran

70

DAFTAR PUSTAKA

72

LAMPIRAN

74

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan, manusia sudah
melakukan proses komunikasi dan sampai matipun manusia akan tetap
melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya
manusia itu hidup dengan manusia lainnya yang satu sama lain saling
membutuhkan, untuk tetap melangsungkan kehidupannya manusia perlu
berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antar mantar manusia
akan tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal (bahasa)
maupun nonverbal (symbol, gambar, atau media komunikasi lainnya).
Komunikasi berasal dari bahasa latin Communicatio, dan asal kata
ini bersumber pada kata Communis yang artinya sama makna, yaitu sama
makna mengenai satu hal (Effendy, 2002:3). Banyak makna tentang arti
kata komunikasi namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan
oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang
hakiki, yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk member tahu, atau untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, baik langsung (secara lisan), maupun tidak
langsung melalui media (Effendy, 2005:5).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

2

Dalam lingkungan keluarga pun komunikasi juga merupakan suatu
hal yang sangat penting, komunikasi sebagai alat atau sebagai media
penjembatan dalam hubungan antar sesama anggota keluarga. Buruknya
kualitas komunikasi dalam keluarga akan berdampak buruk bagi keutuhan
dan keharmonisan dalam keluarga itu sendiri. Konflik dalam keluarga
yang menyebabkan munculnya ketegangan antara anak dan orang tua akan
menyebabkan terciptanya jarak emosional antara anak dan orang tua.
Dalam kondisi demikan, anak akan mencari kepuasan di luar rumah,
misalnya dengan mempertinggi keterlibatan ramaja tersebut dengan
kelompok teman sebaya. Bergabungnya remaja dalam kelompok teman
sebaya merupakan salah satu bentuk kompensasi peredam konflik yang
banyak dilakukan oleh remaja dalam menghadapi masalah dengan orang
tua maupun dari masalah kehidupan lainnya. Dalam perkembangan sosial
remaja, dapat dilihat adanya dua macam gerak perilaku yaitu gerak
memisahkan diri dari orang tua dan gerak menuju teman sebaya. Apabila
gerak pertama tidak diikuti oleh gerak yang kedua maka akan
menyebabkan rasa kesepian pada remaja. Oleh karena itu bergabungnya
remaja dengan kelompok teman sebaya sangat diperlukan untuk
mempelajari pola-pola interaksi sosial yang dibutuhkan pada masa dewasa
nantinya (Monks dkk, 2001:63).
Pada sisi lain karena kelompok remaja biasanya memiliki aturanaturan khusus yang tidak jarang pula bertentangan dengan aturan
masyarakat, maka disinilah letak pengaruh negatif teman sebaya terhadap

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

remaja. Tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang, hal ini terjadi
dikarenakan pengaruh negatif teman sebayanya (Healy dan Browner
dalam Yusuf, 2001:61).
Selain faktor dari orang tua, remaja juga mempengaruhi hubungan
komunikasi antara orang tua dengan anak. Remaja merupakan masa “Stom
and

Drag”

yaitu

sebagai

periode

yang

ditandai

dengan

rasa

pemberontakan otoritas orang tua (Pikunas dalam Yusuf, 2001:184). Pada
fase pertumbuhan remaja

sering mengalami frustasi dan penderitaan,

konflik dan perasaan teralinealisasi (yang sangat mendalam) dari
kehidupan sosial budaya orang dewasa (Yusuf, 2001:184), sehingga
mengakibatkan keadaan yang ekstrem dalam pola hubungannya dengan
orang tua dan pada akhirnya timbul konflik pada keluarga. Salah satu
penyebabnya adalah bahwa remaja memiliki sifat yang ideal dan orang tua
bersifat

pragmatis

(Yusuf,

2001:184).

Kondisi

ini

cenderung

mengutarakan masalahnya secara terbuka kepada teman sebayanya
(Gunarsa, 2000:77).
Kecenderungan remaja mengutarakan masalahnya kepada teman
sebaya ini menimbulkan efek negatif bagi remaja. Hal ini dikarenakan
teman sebayanya tidak dapat memberikan solusi dari masalah yang
dihadapi (Sigelman & Shaffer dalam Yusuf, 2001:60). Dan solusi atas
masalah yang terjadi pada remaja adalah hubungan yang sehat antara
orang tua dengan remaja itu sendiri akan dapat melindungi remaja dari
pengaruh teman sebaya yang tidak sehat. Seperti contoh bahwa keluarnya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

anak dari keluarga dan menjadi anggota komunitas “Emo” adalah salah
satu bukti buruknya kualitas komunikasi dalam keluarga dan juga sebagai
pengaruh negatif dari teman sebaya mereka.
Beberapa orang Indonesia memang belum tahu apa asal usul emo
itu sendiri dikarenakan kelahiran komunitas ini tidak memiliki sejarah
yang panjang seperti di Negara asalnya (Amerika) sehingga sangat wajar
jika hanya fashion dan musiknya saja banyak diadaptasi. Karena kelahiran
Emo di Indonesia bukan sebagai bentuk tanggapan atau perlawanan
terhadap suatu kondisi tertentu, tetapi lebih sebagai bentuk imitasi
(peniruan) (George Marshal 2005). Kalau di Indonesia Emo muncul
sebagai imitasi. Keberadaan mereka tampak menonjol di pusat-pusat
pertokoan dan pusat interaksi lainnya. Media massa juga memberikan
definisi awal begitu umum dan memberikan deskripsi popular terhadap
anak

emo,

sedangkan

definisi

terahir

mungkin

lebih

mampu

menggambarkan emo sesungguhnya terasa berat jika disandang oleh
komunitasnya. di Indonesia sebagian besar memahami emo sebagai
sensasi bukan sabagai esensi.
Emo sendiri sebetulnya merupakan gaya musik rock dengan ciri
khas musik yang melodius, disertai lirik yang ekspresif dan berisi
pengakuan. Pada pertengahan 1980-an terdapat subbudaya hardcore punk
di Washington, D.C. Musik mereka disebut emotional hardcore atau
emocore, perintisnya adalah Rites of Spring dan Embrace. Punk gaya baru
yang dipelopori Rites of Spring juga disebut emotive hardcore. Sebagian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

dari lirik lagu-lagu Rites of Spring telah menjadi metafora bagi pemusik
emo dari generasi berikutnya, termasuk di antaranya tema-tema seperti
nostalgia, kepahitan yang romantis, dan putus asa yang puitis.
Konser-konser Rites of Spring menjadi arena luapan emosi publik,
para penonton sering kali menangis tersedu-sedu. Asal usul dari istilah
emo tidaklah begitu pasti, namun paling tidak sudah dikenal sejak tahun
1985. Menurut Andy Greenwald penulis buku Nothing Feels Good: Punk
Rock, Teenagers, and Emo. Asal usul istilah emo diselubungi misteri tapi
pertama

kali

muncul

sebagai

kebiasaan

umum

pada

1985.

(http://www.wikipedia.com/Emo-wikipedia.htm)
Sedangkan di kalangan anak muda saat ini, istilah emo makin lama
makin tambah populer. Emo merupakan jenis musik yang masih serumpun
dengan Punk. Uniknya, emo tidak cuma mempengaruhi dunia musik saja,
sedangkan Punk sendiri merupakan gaya hidup yang tidak lepas dari unsur
pemberontakan terhadap nilai-nilai kemapanan atau tatanan hidup maupun
aturan-aturan yang dirasa mengekang proses kreatif maupun ekspresi diri
dalam berbagai hal yang kemudian gaya hidup ini menjadi sebuah genre
atau aliran musik keras. Sama seperti punk, emo bukan hanya
mempengaruhi dunia musik saja melainkan emo juga merupakan gaya
dalam berpakaian, gaya potongan rambut, dan bahkan gaya hidup.
Sedangkan gaya hidup emo sendiri cenderung melankolis, sensitif,
mengandung banyak kemarahan dan kesedihan tentang kematian,
keinginan untuk bunuh diri, ditinggal kekasih, hidup yang susah atau

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

tentang keluarga broken home. Bisa dibilang emo adalah punk yang
melankolis.
Kini Emo sudah jauh melangkah melewati dunia musik. Emo lebih
sering dikaitkan dengan fashion daripada musik. Terkadang fashion ala
emo langsung dirujuk celana jeans belel,sedikit ketat,dan agak melorot,
yang biasa dipakai cowok/cewek. Ditambah aksesoris sabuk(non-kulit)
bergesper metal dengan kepala besar yang dipadu dengan kaos
membentuk body. Biasanya

kaos yang dipakai berwarna polos

(hitam,putih,abu-abu,dan merah darah) berdesain simple dengan gambar
symbol instrument musik (seperti gitar atau drum). Sepatu yang dipakai
juga relative simple, hanya sepatu kanvas atau hitam yang seringkali
terlihat tua dan lusuh. Tak jarang pula dilengkapi dengan kaca mata
berbingkai hitam tebal. Gaya berpakaian ini disebut dengan fad.
Potongan rambut pendek berponi yang disisir rapi kesamping
menutupi mata adalah ciri khas Emo-style. Rambut yang berwarna gelap di
tambah sedikit highlight di bagian poni juga termasuk kategori emo. Untuk
make-up, selalu ada penegasan pada daerah mata dengan menggunakan
eyeliner atau smokey eyes berwarna gelap di sekeliling mata. Banyak juga
yang di tanbah eyeshadow colorful di bagian bawah mata, sedikit mirip
dengan konsep gothic.
Menurut hasil pengamatan (pra penelitian) penulis selama ini,
dalam kehidupan anak emo yang ada di Sidoarjo (komunitas emo Sidoarjo
yang berada di Gelanggang Olahraga Sidoarjo) rata-rata ketika mereka

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

diberi pertanyaan tentang hubungan mereka dengan keluarga khususnya
orang tua kandungnya, sebagian besar dari mereka menjawab “saya jarang
ngomong dengan orang tua saya”. Hal ini terjadi karena mereka terkadang
jarang berada di rumah atau karena komunikasi antara anak dengan orang
tua tidak terjalin dengan baik dan juga pola komunikasi yang dilakukan
oleh orang tua kandung mereka tidak sesuai dengan keinginan mereka,
sehingga mereka memutuskan untuk mencari teman bicara yang dirasa
sesuai dengan keinginan mereka. Hampir seluruh anak emo yang berada di
komunitas ini tidak menggantungkan diri kepada keluarganya untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Jalaludin

Rakhmat,

mengatakan

dalam

Komunikasinya bahwa pembentukan konsep

buku

Psikologi

diri seseorang juga

bergantung pada affective others (orang lain yang dengan mereka kita
memiliki ikatan secara emosional), Richard Dewey dan W.J.Humber
(1966 : 105). Dalam hal ini affective others mereka adalah teman-teman
dari komunitas mereka dan orang lain yang dianggap sebagai orang tua
(orang tua angkat) bagi mereka.
Seperti yang terlihat dari kasus yang terjadi dalam komunitas emo
Surabaya, ini merupakan suatu bentuk perwujudan yang terjadi dari suatu
bentuk pola komunikasi yang salah diterapkan oleh orang tua para anak
emo dalam komunitas ini. Jika pola komunikasi yang digunakan oleh
orang tua tepat, maka dengan sendirinya anak tidak melakukan hal-hal
negatif. Sehingga seorang anak dapat merasa saling memiliki dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

keluarga mereka dan juga mereka dapat terhindar dari pengaruh buruk
teman sebayanya.

Komunikasi

yang efektif

dapat

menimbulkan

pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik
dan tindakan, sehingga setiap nasehat yang diberikan oleh seorang Ibu
tersebut tidak dianggap angin lalu, Effendy (2002 : 8).
Maka dalam hal ini peneliti tertarik dan mencoba ingin tahu seperti
apakah pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua kandung tersebut
dalam mengutarakan nasehat kepada anaknya yang tergabung dalam
komunitas emo sehingga anak dalam komunitas ini menjadi patuh.
Menurut

Yusuf

(2001

:

51-52)

terdapat

tiga

pola

komunikasi hubungan orangtua dan anak (pola asuh), ketiga pola
tersebut yaitu :
1. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)
Dalam pola asuh ini orang tua bersifat membatasi dan
menghukum. Orang tua yang otoriter mendesak anak-anak untuk
mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka. Mereka
menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak mereka
dan mengizinkan sedikit komunikasi verbal.
Sebagai contoh, orang tua yang otoriter mungkin berkata,
“lakukanlah menurut caraku. Tidak ada diskusi!”. Anak-anak dari
orang tua yang otoriter sering berperilaku dalam cara yang kurang
kompeten secara

sosial.

Mereka cenderung

khawatir

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

tentang

9

perbandingan sosial, gagal untuk memulai aktivitas dan mempunyai
komunikasi yang buruk.
2. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting)
Sikap orang tua yang otoritatif lebih mendorong anak-anak
untuk

mandiri

tetapi

masih

menempatkan

batas-batas

dan

mengendalikan tindakan mereka. Pemberian dan penerimaan verbal
yang ekstensif dimungkinkan dan orang tua bersikap mengasuh dan
mendukung.
Orang tua otoritatif mungkin memeluk anaknya dengan cara
yang menyenangkan dan berkata,”Kamu tahu kamu seharusnya tidak
boleh melakukan hal itu. Mari kita bicarakan tentang bagaimana kamu
bisa menangani situasi itu secara berbeda di kemudian hari”. Anakanak yang memiliki orang tua otoritatif sering berperilaku dalam cara
yang kompeten secara sosial. Mereka cenderung percaya diri, dapat
menunda keinginan, akrab dengan dengan teman-teman sebayanya,
dan menunjukkan harga diri yang tinggi.
3. Pola asuh permissive (Permissive parenting)
Dalam hal ini sikap acceptance (penerimaan) orang tua tinggi,
namun controlnya rendah, memberi

kebebasan kepada anak

untuk menyatakan dorongan atas keinginannya. Sedangkan anak
bersifat inflasi secara agresif kurang memiliki rasa percaya diri suka
mendominasi tidak jelas arah hidupannya, prestasinya rendah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Faktor ekonomi keluarga menyebabkan orang tua sibuk untuk
mencari nafkah demi memnuhi tuntutan kebutuhan dalam rumah tangga,
sehingga orang tua terhadap anak berkurang (Yusuf, 2001: 45). Sikap
orang tua yang cenderung dominan dan hak orang tua atas diri anak adalah
mutlak. Hal ini dibenarkan oleh masyarakat sehingga tidak ada orang tua
yang bertindak melebihi batas atas diri anaknya.
Tidak semua orang tua dapat memahami pilihan anak remajanya.
Bagi orang tua yang dapat memahami keinginan anaknya yang telah
menginjak remaja, maka biasanya orang tua sejak awal telah membekali
pendidikan, bimbingan dan arah yang baik agar anaknya berhati-hati
dalam pergaulan dengan kelompok teman sebayanya. Akan tetapi ternyata
banyak orang tua yang tidak memahami. Ketidak pahaman ini akan
menyebabkan kesalah perlakuan orang tua terhadap anaknya, misalnya
terlalu protektif (melindungi) dengan cara melarang bergaul dengan lawan
jenisnya. Hal ini akan berdampak buruk bagi anak, misalnya remaja
mencari kesempatan untuk bergaul atau berpacaran secara bersembunyisembunyi tanpa diketahui oleh orang tuanya. (Dariyo, 2002 : 96)
Remaja dalam kelompok teman sebaya merupakan salah satu
bentuk kompensasi peredam konflik yang banyak dilakukan oleh remaja
dalam menghadapi masalah dengan orang tua maupun masalah-masalah
kehidupan. Kehidupan sosial dengan teman sebaya, pengaruh-pengaruh
mereka bertambah pula. Bila terdapat perbedaan antara standar moral

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

dirumah dan standar kelompok teman sebaya, anak-anak menerima
standar sebaya dan menolak standar keluarga. (Hurlock, 1996: 213)

1.2

Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan diatas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut. Bagaimanakah pola komunikasi antara orang tua
dengan anak yang tergabung dalam komunitas emo di Surabaya?

1.3

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola

komunikasi orang tua dengan anak yang tergabung dalam komunitas emo
di Surabaya.
1.3.2

Manfaat Penelitian

1. Secara Teor itis
-

Bagi ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Komunikasi, penelitian
ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan
dengan pola komunikasi Interpersonal dalam keluarga.

-

Bagi orang tua dapat memberikan gambaran pengaruh internal
keluarga terhadap perilaku

remaja dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

berkelompok

12

sehingga orang tua dapat memberikan upaya penanggulangan
dan lebih memperhatikan perilaku anaknya dalam berteman.
2. Secara Pr aktis
-

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada
orang tua tentang cara berkomunikasi kepada anak, sehingga
komunikasi dapat berjalan dengan baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti tidak membicarakan hubungan antara
variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel x dan y. Penelitian ini
fokus pada pola komunikasi orang tua dengan anak, yang anaknya
tergabung dalam komunitas emo Surabaya. Sehingga tipe penelitian yang
digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis
kualitatif.
Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran atau
deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah memiliki konsep
atau kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori),
peneliti melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan
variabel beserta indikatornya (Rachmat, 2006:69).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yang artinya yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan
statistic atau angka-angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak
dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang bersifat umum) atau
bersifat universal, jadi hanya berlaku pada situasi dan keadaan yang sesuai
dengan situasi serta keadaan dimana penelitian serupa dilakukan.
(Kountur, 2003:29)

41
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

42

Menurut Rachmat dalam bukunya Riset Komunikasi (2006:29),
secara umum penelitian menggunakan metodologi kualitatif mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan,
periset adalah instrumen pokok penelitian.
2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan
catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti
dokumenter.
3. Analisis data lapangan.
4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan)
dan komentar.
5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas
sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai
dinamis dan produk konstruksi sosial.
6. Subjektif dan beranda hanya referensi peneliti. Periset sebagai sarana
penggalian interpretasi data.
7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.
8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan
individu-individunya.
9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).
10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak berstrukstur.
11. Hubungan antara teori-teori, konsep, dan data-data memunculkan atau
membentuk suatu teori baru.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

43

Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah
studi deskriptif untuk menggambarkan pola komunikasi yang diterapkan
oleh keluarga dengan remaja yang tergabung dalam komunitas emo di
wilayah Surabaya.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung
hakekat hubungan antara peneliti dengan informan, lebih peka dan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bias
peneliti.

Metode

kualitatif

yang

digunakan

adalah

pendekatan

fenomenologis, yang artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orangorang biasa dalam situasi tertentu dengan menekankan pada aspek
subyektif dari perilaku orang. Pendekatan interaksi simbolik, yang
berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran dimana
menjadi menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam,
sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial
ekonomi, kewajiban peranan, kebudayaan, mekanisme pengawasan
masyarakat atau lingkungan fisik lainnya.
Dalam meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala sosial yang
ada peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis. Peneliti berupaya
mengungkap proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut
pandang orang yang diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subyek”
dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

44

yang diteliti sehingga dapat dimengerti apadan bagaimana suatu
pengertian dikembangkan pada peneliti mengetahui arti sesuatu bagi
orang-orang yang diteliti. (Moeleong, 1996:4-13)
Pada penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian
dan

sebagai

instrumen

harus

mencakup

segi

responsif,

dapat

menyesuaikan diri, menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas
pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkan kesempatan
untuk mengklarifikasi, mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan
mencari respon yang tidak lazim. (Moeleong, 2002:121)
Penelitian kualitatif mempunyai karakteristik pokok yang lebih
mementingkan makna dan konteks, dimana proses penelitiannya lebih
bersifat siklus daripada linier. Dengan demikian pengumpulan data dan
analisa berlangsung secara simultan, lebih mementingkan kedalam
dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti sendiri merupakan
instrumen kunci. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menggunakan pengamatan berperan (participant observation) yang
didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat
sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara
mendalam atau in-depth interview. (Bondan dalam buku Moeleong,
2002:117)
Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti
peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi
tertentu, realitas sosial, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

45

sosial.

Dalam

konteks

ini

studi

deskriptif

digunakan

untuk

mengidentifikasi pola komunikasi keluarga khususnya orang tua dengan
anaknya yang menginjak usia remaja dan mulai banyak bergaul diluar
rumah dengan teman-teman sebayanya. (Moeleong, 2002:9)
Sikap penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian
deskriptif dengan jenis data kualitatif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang sistematis melukiskan fakta atau karakteristik populasi
tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
Orangtua,

maksudnya

orangtua

ibunya

yang

melakukan

komunikasi secara intensif dengan anaknya. Hal ini didukung pola
komunikasi orangtua dapat berkembang dengan baik sesuai peranannya
yang mengakibatkan komunikasi antara orang tua dengan anaknya secara
baik dan lancar.
Sedangkan, anak remaja yang dimaksud adalah anak remaja yang
tergabung dalam komunitas emo di Surabaya dengan kategori usia 15-20
tahun. Karena pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity,
menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan
psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan
kognitif (Piaget) maksudnya merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan prestasi formal. Pada periode ini, idealnya para
remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan
masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

46

remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah
dapat membayangkan banyak alternative pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Dan moral
(Kohlberg) criteria psikologic, maksudnya masa remaja adalah periode
dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena
yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan
nilai diri mereka.

3.1.1

Pola Komunikasi Keluar ga
Dalam

hal

ini

pola

komunikasi

dalam

keluarga

dapat

dioperasionalkan dengan bentuk atau pola hubungan interpersonal antara
orang tua dan anak dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan baik
secara verbal maupun non verbal.
Yang dimaksud dengan keluarga dalam penelitian ini adalah
keluarga yang tergolong dalam kategori nuclear family yaitu keluarga
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. (Yusuf, 2001:36)
Yang dimaksud dengan pola komunikasi dalam penelitian ini
adalah bentuk hubungan dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan
antara orang tua dengan komunitas emo di Surabaya. Pola komunikasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola komunikasi otoriter
(authoritarian parenting), pola komunikasi otoritatif (authoritative

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

47

parenting), pola komunikasi permissive (permissive parenting) (Yusuf :
51). Penjelasan dari ketiga pola tersebut adalah :
1. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) atau gaya asuh yang
bersifat :
a. Membatasi dan menghukum.
b. Orang tua otoriter, memerintahkan anak untuk mengikuti petunjuk
mereka dan menghormati mereka.
c. Membatasi dan mengontrol anak, tidak mengijinkan anak bertanya.
d. Hanya ada sedikit percakapan antara anak dan orang tua.
Hasilnya:
-

Anak tidak kompeten secara sosial.

-

Anak tidak bisa membuat inisiatif untuk beraktifitas

-

Keahlian komunikasi anak buruk.

2. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting) atau gaya asuh yang
bersifat :
a. Positif, mendorong anak untuk independen tetapi masih membatasi
dan mengontrol tindakan anak.
b. Terjadi percakapan ekstensif.
Hasilnya:
-

Anak berperilaku kompeten secara sosial.

-

Anak mandiri.

-

Anak tidak cepat puas.

-

Anak yang gaul.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

48

-

Anak memperlihatkan harga diri yang tinggi.

3. Pola asuh permissive (permissive parenting) atau gaya asuh yang
bersifat :
a. Tidak peduli atau mengabaikan.
b. Orang tua hanya meluangkan sedikit waktu dengan anak-anaknya.
c. Orang tua menganggap bahwa aspek lain dari kehidupan orang tua
lebih penting dari kehidupan anak dan membiarkan anak untuk
melakukan apa yang diinginkan.
Hasilnya:
-

Tidak kompeten secara sosial.

-

Kurang bisa mengontrol diri.

-

Tidak cukup mandiri.

-

Tidak termotivasi untuk berprestasi.
Setiap penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang sistematis melukiskan fakta atau karakteristik
populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian
deskriptif itu adalah akumulasi data dasar yang disajikan dengan cara
deskriptif semata-mata dan tidak menerangkan saling berhubungan,
mengetes

hipotesis

atau

membuat

ramalan.

Sehingga

dengan

menggunakan penelitian deskriptif kualitatif akan membuka potensi
interpretasi subyektif (Little John, 2001 : 18).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

49

3.2

Subyek dan Infor man Penelitian
3.2.1

Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah orang tua dari anak-anak yang

tergabung dalam komunitas emo di Surabaya dan anak-anak yang
tergabung dalam komunitas emo di Surabaya yang rata-rata masih berusia
sangat muda dan ada beberapa yang masih duduk dibangku SMA di
Surabaya dan
3.2.2

Infor man Penelitian
Informan penelitian tidak ditentukan berapa jumlahnya, tetapi

dipilih beberapa yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan
yang terjadi sesuai sustansi penelitian ini. Hal ini disebabkan karena dalam
penelitian kualitatif tidak mempersoalkan jumlah informan, melainkan
yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh
dalam menjawab permasalahan.

3.3

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Surabaya yang tepatnya di Taman
Pelangi, jalan A.Yani (bunderan dolog). Dipilihnya lokasi tersebut karena
lokasi tersebut merupakan lokasi yang strategis karena letaknya berada di
pusat kota dan juga sebagai pusat keramaian kota. Selain itu lokasi ini
merupakan lokasi yang menjadi pusat berkumpulnya para anggota
komunitas emo yang ada di Surabaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

50

3.4

Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam (indepth interview) yang menghasilkan data berupa kata-kata dan tindakan
terhadap komunitas emo dan partisipan. Dalam hal ini peneliti ikut serta
terjun langsung dalam komunitas tersebut, sehingga peneliti dapat
langsung memperoleh data yang diinginkan (grounded riset) berupa katakata dan tindakan. Dan data didapat melalui tinjauan pustaka pendukung
lainnya.
Dengan teknik ini diharapkan informan dapat lebih terbuka dan
berani dalam memberikan jawaban dan respon terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti. Kelebihan lainnya adalah,peneliti secara personal
dapat bertanya langsung dan mengamati respon terutama non verbal
mereka lebih detail.
Dari sifat-sifat tersebut sebagai peneliti kualitatif, peneliti haruslah
dapat menampilkan kekayaan dan kerincian data. Sifatnya yang tidak
diketahui oleh objek penelitian juga dapat mendukung keberhasilan dalam
memperoleh data yang cukup pribadi dan juga memungkinkan informan
tersebut dapat mengungkapkan opini secara jujur dan bebas.

3.5

Teknik Analisis Data
Tujuan penelitian

ini

adalah

ingin

mengidentifikasi pola

komunikasi antara orang tua dan anak yang bergabung didalam komunitas
emo dan juga mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

51

yang ada seperti bagaimana berkomunikasi yang baik dengan anak.
Setelah seluruh data diperoleh melalui observasi yang sedang dilakukan
peneliti maka peneliti akan menggunakan teknik analisis data bersifat
deskriptif yang ingin menggambarkan data tersebut secara detail
berdasarkan pola komunikasi yang kemudian dikaji sesuai dengan konsepkonsep pola komunikasi yang ada guna mengetahui bagaimana pola
komunikasi orang tua dengan anak yang tergabung dalam komunitas emo
di Surabaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambar an Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1

Gambar an Umum Penelitian
Penelitian pola komunikasi orangtua dengan anak yang tergabung dalam

komunitas emo mengambil 4 orang informan yang mampu menjadi informan atau
responden serta mampu memberikan semua data yang dibutuhkan. Anak yang
tergabung dalam komunitas emo yang berbeda dan berasal dari keluarga
(orangtua) dengan latar belakang yang berbeda, baik secara ekonomi maupun
kelas sosial dalam masyarakat.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga
mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternative pemecahan
masalah akibat atau hasilnya. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Pola komunikasi yang baik dapat
mengakibatkan kualitas komunikasi interpersonal dan didukung peranan orangtua
yang seharusnya dilakukan pada anaknya.
Secara keseluruhan wawancara berlangsung dengan baik walaupun sempat
mengalami penolakan oleh anak namun dengan penjelasan dari peneliti akhirnya
anak dan orangtua yang bertindak sebagai informan terbuka dalam memberikan
informasi dan juga mengungkapkan secara mendalam masalah dalam komunikasi

52

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

53

yang terjalin antara orangtua dengan anak yang tergabung dalam komunitas emo
di Surabaya.
4.1.2

Penyajian Data
Penelitian ini dilakukan di Surabaya dan sebagaimana yang telah

ditetapkan sebelumnya, subjek yang dijadikan informan penelitian ini tidak dapat
dibatasi atau ditentukan berapa jumlahnya, aka tetapi dipilih beberapa informan
yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai
substansi penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan
pola komunikasi antara orangtua dengan anak remajanya yang berumur 15- 20
tahun.
Data diperoleh dengan menggunakan depth interview (wawancara
mendalam), yaitu dimana orang-orang yang dianggap mengetahui, memahami
permasalahan yang terjadi sesuai penelitian sehingga dapat menghasilkan data
berupa kata-kata dan tindakan, memungkinkan narasumber untuk mendefinisikan
dirinya sendiri dan lingkungannya dengan istilah-istilah mereka sendiri.
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari
informan. Setelah seluruh data diperoleh dari depth interview, maka penelitian
akan disajikan secara deskriptif dan di analisis dengan kualitatif sehingga
diperoleh gambaran, jawaban serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang
diangkat.

4.1.3

Identitas Infor man
Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

54

INFORMAN 1
Informan 1 adalah Stevanus Andik beserta Ibunya yang bernama Christina
Martha 48 tahun yang hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Andik adalah
seorang remaja berumur 19 tahun. Anak kedua dari lima bersaudara ini awalnya
tinggal bersama orangtuanya di kota Sidoarjo. Andik kemudian hidup mandiri di
Surabaya yang kini sedang bekerja sebagai pegawai distro baju. Andik
mengetahui emo sejak 4 tahun yang lalu ketika ia masih duduk di bangku SMA,
dan awalnya mengetahui emo hanya sebatas aliran musik saja. Setelah lulus SMA,
dia kemudian memutuskan untuk kost di Surabaya dan kemudian bergabung
dalam komunitas emo karena ajakan dari seseorang yang baru saja dia kenal
setelah beberapa bulan kos di daerah Surabaya. Andik mengakui bahwa orang
tuanya tidak pernah memberikan kebebasan apalagi dalam pergaulan. Karena
itulah, andik memutuskan untuk hidup mandiri Surabaya. Setelah tergabung
dalam komunitas emo ini, Andik lebih mengetahui bahwa emo bukan hanya
sekedar aliran musik saja melainkan emo juga merupakan gaya hidup yang ia rasa
sesuai dengan kehidupannya saat ini.
INFORMAN 2
Informan kedua adalah Navi Amiga, 20 tahun beserta Ibunya yang
bernama Gita Sularsih 47 tahun. Anak ketiga dari empat bersaudara ini baru saja
menikah dan sedang hamil 8 bulan. Seorang anak dari keluarga yang sederhana,
ayahnya merupakan pensiunan pegawai negeri sipil sedangkan ibunya hanya
sebagai ibu rumah tangga. Navi mengakui awalnya dia mengetahui tentang emo

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

55

sejak 3 tahun yang lalu dari pacarnya terdahulu yang kemudian mengajaknya
bergabung dalam komunitas emo Surabaya. Kedua orang tua navi pun awalnya
tidak menyetujui pergaulan anaknya tersebut karena ibu dari Navi menganggap
style dari anak-anak emo ini terlalu fulgar dan sexy. Meskipun sang ayah kini
tidak ada masalah dengan pergaulan anaknya namun ibunda navi sempat
menghukumnya dengan tidak boleh berhubungan lagi dengan pacarnya dan
kemudian menjodohkannya dengan pria lain yang kini menjadi suaminya. Namun
kini Navi berencana ingin mendirikan komunitas emo sendiri yang tentunya seijin
dari suaminya.
INFORMAN 3
Informan ketiga adalah Farizal Aldi, 17 tahun beserta ibunya yang
bernama Tri Endang Setiowati 39 tahun seorang ibu rumah tangga. Farizal Aldi
yang merupakan warga sidoarjo ini adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang
masih duduk di bangku XI IPS di salah satu SMA swasta di sidoarjo. Awalnya
mengenal emo dari musik yang diperdengarkan oleh teman sekolahnya yang
kemudian tertarik untuk mengikuti gaya hidupnya. Farizal sendiri tertarik
bergabung dalam komunitas emo di Surabaya karena ajakan dari seorang
temannya dan agar dia lebih tahu tentang emo. Kedua orang tuanya pun sudah
mengetahui tentang pergaulannya tersebut dan tidak pernah melarangnya asalkan
dampaknya masih positif meskipun masih ada rasa khawatir dengan pergaulannya
di luar rumah. Hubungannya dengan orang tua di rumah pun masih bisa dibilang
baik-baik saja karena sebelumnya Farizal memberikan pengertian pada orang
tuanya bahwa emo hanya sekedar aliran musik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

56

INFORMAN 4
Informan keempat adalah Bima Jaya, 19 tahun beserta ibunya yang
bernama Ida Rahmawati 37 tahun seorang ibu rumah tangga. Bima Jaya adalah
seorang mahasiswa yang sekaligus bekerja paruh waktu ini bisa dibilang jarang
berada dirumah karena kegiatan kuliah dan pekerjaannya yang memaksa dia
jarang berkumpul dengan keluarga dirumah. Sedangkan bila ada waktu senggang,
Bima lebih memilih menghabiskan waktu luangnya dengan teman-teman
sebayanya. Bima awalnya tidak tahu tentang emo hingga dia berkenalan dengan
Andik (informan 1) sekitar 2 tahun yang lalu yang mengajaknya berkumpul
bersama dengan komunitas emo Surabaya. Sejak saat itu Bima mulai tertarik
dengan musik emo dan dia mulai mencari tahu tentang emo yang kemudian dia
bergabung dengan komunitas emo. Dari situ juga Bima mulai terbawa gaya hidup
anak-anak dalam komunitas tersebut. orang tua Bima pun awalnya berpikir negatif
setelah mengetahui anaknya tergabung dalam komunitas tersebut. Namun setelah
Bima menjelaskan kepada orang tuanya, kini ia pun dibebaskan untuk bergaul
dengan teman-temannya di komunitas emo asalkan waktu kuliahnya tidak
terganggu.

4.2

Analisis Data
Komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah

sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Karena komunikasi
antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face). Dan
komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

57

Dengan kata lain komunikasi interpersonal yang efektif barang kali yang paling
efektif. Bila hubungan interpersonal antara orangtua dengan anaknya kurang baik
misalnya ketidak tepatan orangtua dalam memilih pola komunikasi maka akan
muncul sikap atau perilaku si anak yang kurang baik.
4.2.1

Pola Komunikasi Or angtua dan Anak

A. Pola Komunikasi Authoritar ian (otor iter)
Dalam pola asuh ini orang tua bersifat membatasi dan menghukum. Orang
tua yan otoriter mendesak anak-anak untuk mengikuti

Dokumen yang terkait

Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Skinhead (studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Orang TUa Dengan Anak Sebagai Komunitas Skinhead Dalam Berinteraksi Di Kota Bandung)

0 33 98

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak yang Pengemis).

0 1 99

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya ).

0 1 76

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN MAHASISWI YANG KECANDUAN MEROKOK DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok di Surabaya).

0 0 86

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK KOMUNITAS PUNK di KOTA CIREBON (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Yang Mengikuti Komunitas Punk).

2 3 90

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PEROKOK AKTIF DI SURABAYA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Perokok Aktif di Surabaya).

13 35 84

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN MAHASISWI YANG KECANDUAN MEROKOK DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok di Surabaya)

0 0 26

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK YANG TERGABUNG DALAM KOMUNITAS ”EMO” DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orangtua Dengan Anak Yang Tergabung Dalam Komunitas Emo di Surabaya)

0 0 19

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK KOMUNITAS PUNK di KOTA CIREBON (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak Yang Mengikuti Komunitas Punk)

0 1 17

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya )

0 0 15