EFEKTIFITAS KEBIJAKAN JALUR SEPEDA DI KOTA SURABAYA.

(1)

JALUR SEPEDA DI KOTA SURABAYA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Imu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

DANA LUKY ADI PUTRA

NIM: E04212020

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Efektifitas Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya”. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimanakah kebijakan pemerintah Kota Surabaya tentang jalur sepeda di Kota Surabaya. Kedua, bagaimanakah efektivitas kebijakan pelaksanaan jalur sepeda di Kota Surabaya. Model analisis dalam penelitian ini menggunakan model kualitatif menurut Miles dan Huberman yang didalamnya terdapat proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpuan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah proses dan makna dengan mendeskripsikan sesuatu masalah. Penelitian yang dilakukan bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti atau penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka menganalisis Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Kebijakan pemerintah kota Surabaya tentang jalur sepeda di kota Surabaya merupakan bentuk tindakan penggurangan angka kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, Serta sebagai perwujudan dari kota yang berwawasan lingkungan, Salah satu caranya adalah dengan pemilihan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan, yaitu sepeda. Namun, kebijakan jalur sepeda yang diadakan di kota Surabaya masih belum bisa berjalan dengan efektif. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain tidak sesuainya implementasi kebijakan dengan masalah yang ingin dipecahkan, kurangnya kerja sama antara aktor yang terkait dalam kebijakan jaur sepeda yang mengakibatkan kurang adanya penyesuaian tugas dan kewenangan masing-masing aktor yang terkait, target yang diintervensi dalam kebijakan jalur sepeda kurang sesuai dengan target yang direncanakan, hal ini ditandai dengan masih banyaknya pengguna kendaraan bermotor dan minimnya pengguna sepeda di jalanan kota Surabaya dan dalam realisasi kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya, aktor yang bertugas sebagai perencana geometrik jalan perkotaan (Dinas PU Bina Marga) tidak turut andil dalam kebijakan ini serta minimnya fasilitas dan aspek keamanan yang kurang memadahi.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii

PENGESAHAN……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN……….. iv

MOTTO..……… v

PERSEMBAHAN………. vi

ABSTRAK………. vii

KATA PENGANTAR……….. viii

DAFTAR ISI……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR GAMBAR……… xvi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 8

C. Tujuan Penelitian……… 8

D. Manfaat Penelitian……….. 9

E. Batasan Penelitian………... 10

F. Definisi Operasional……… 11

G. Metode Penelitian………... 13

1. Penedekatan Penelitian……….. 13

2. Fokus Penelitian………. 14

3. Lokasi Penelitian……… 14

4. Jenis dan Sumber Data………... 15

a. Jenis Data……… 15

b. Sumber Data………... 16

5. Penentuan Informan……… 18

6. Instrument Penelitian………... 19

7. Teknik Pengumpulan Data………...….. 21

8. Teknik Analisis Data……….…………. 24

9. Teknik Keabsahan Data………. 27

H. Sistematika Penulisan……….. 28

BAB II LANDASAN TEORI……….. 29

A. Kerangka Teori………. 29


(8)

2. Sistem Transportasi……… 39

3. Efektivitas Kebijakan………. 45

B. Kebijakan Jalur Sepeda……… 52

1. Undang Undang Republik Indonesia……… 52

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia…. 53

3. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia………. 54

4. Peraturan Daerah Kota Surabaya……… 58

C. Penelitian Terdahulu………. 60

BAB III GAMBARAN OBYEK PENELITIAN..………… 64

A. Jalur Sepeda Tahap-1 di Kota Surabaya………… 64

B. Tipe Jalur Sepeda di Kota Surabaya………... 65

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS……… 46

A. Kebijakan Jalur Sepeda di kota Surabaya……… 70

1. Penyusunan Agenda……… 71

2. Formulasi Kebijakan………... 72

3. Adopsi/Legitimasi Kebijakan………. 78

B. Efektivitas Kebijakan Jalur Sepeda di kota Surabaya……….……….. 80

1. Tepat Kebijakan………... 81

2. Tepat Pelaksanaan………... 91

3. Tepat Target………... 97

4. Tepat Lingkungan………..….. 104

5. Tepat Proses……….…... 107

BAB V PENUTUP……….. 119

A. Kesimpulan……… 119

B. Saran……….. 121

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Anggara,Sahya. KebijakanPublik, Bandung: CVPustakaSetia, 2014.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Azwar, Syaifuddin. Metode Penelitian, Yogyakara: Pusaka Pelajar, 2010.

Dunn,William N.Public Policy Analysis; an Introductoin (Analisis Kebijakan Publik), terjemahan, Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2003.

Hariwijawa, Muhammad, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Thesis dan Disertasi, Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2010.

Koenjaraningrat, Metode-metode penelitian masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, 1983.

Kountur, Ronny. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan TesisEdisiRevisi,Jakarta: Penerbit PPM, 2007.

Mifka, Sabda Ali dan Makmur, Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Bandung: Refika Aditama, 2011.

Muhid, Abdul Analisis Statistik 5 Langka Praktis dengan SPSS For Windows, Sidoarjo: Zitama, 2012.

Lexi, J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006

Lexi, J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009.

Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010.

Miro,Fidel. Perencanaan Transportasi: untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, Jakarta: Erlangga,2002.

Nugroho, Riant. Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011.


(10)

Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kulaitatif (bimbingan dan pelatian lengkap serba guna).

Silalahi. Ulber, Metode Penelitian Sosial, PT. Refika Aditama: Bandung, 2009. Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara,

2001.

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2009.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan ; pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung : CV. Alfabeta, 2013.

Suharto, Edi.Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: CV Alfabeta,2008.

Tangkilisan, HesselNogi S. Evaluasi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Balairung & Co, 2003.

Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan: dari formulasi kepenyusunan model-model Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.

Wahab,Solichin Abdul. PengantarAnalisis Kebijakan Publik , Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2008.

Winarno,Budi. Kebijakan Publik - Teori dan Proses, Jakarta: PT. Buku Kita, 2008.

Jurnal :

Subiakto. 2009. Tesis TentangPrefrensi pengguna dan Penyedia Jasa Terhadap Sistem Jaringan Transportasi (JTJ) yang Mendukung Pelabuan di Kabupaten Belitung (Studi Kasus : Pelabuan Tanjungpandan dan Pelabuan Tanjung Ru). Universitas Diponegoro, Semarang. Turi Riono Indrajid. 2013. Tesis TentangFaktor-faktor yang mempengarui

efektifitas Organisasi pada Kantor Kecamatan Tanjung Pinang Barat. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Putut Edy Sasono. 2003. Tesis Tentang Evaluasi Implementasi dan dampak kebijakan penyediaan tanah pembangunan permukiman transmigrasi. Universitas Indonesia.


(11)

RimaWijayanti.2011. Tesis Tentang Evalusi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang. Universitas Diponegoro.

Regulasi :

Direktorat Jendral Bina Marga dan Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan. Maret, 1992.

Keputusan Menteri Perhubungan nomor 48 tahun 1997 tentang kendaraan tidak bermotor dan penggunaannya di jalan.

Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 12 tahun 2014 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Surabaya tahun 2014 -2034.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor PM 34 Tahun 2014 Tentang Marka Jalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Internet :

dispendukcapil.surabaya.go.id (06 april 2016, 11:59)

Direktorat Jenderal Bina Marga dan Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Maret, 1992).

http://bisnis.liputan6.com/read/2323202/10-kota-termacet-di-dunia-jakarta-juaranya (02 Mei 2016, 23:13).

http://id.m.wikipedia.org/wiki/kota_surabaya (06 Mei 2016, 22:10). http://id.m.wikipedia.org/wiki/jalur_sepeda (06 Mei 2016, 00:11).


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai kota metropolitan terbesar ke-2 di Indonesia, Kota Surabaya menjadi pilihan destinasi kaum urban untuk mengadu nasib dan bertempat tinggal. Hingga sampai saat ini penduduk yang bermukim di Kota Surabaya tercatat sebesar 2.936.333 jiwa.1 Selain itu, Kota Surabaya mememiliki begitu banyak kompleksitas dalam mengahadapi permasalahan yang ada. Permasalahan ini muncul karena banyak faktor yang mempengaruhi. Dari penduduk yang heterogen, dinamika penduduk yang berbeda, hingga kapasitas kota mengenai penduduk yang berkaitan langsung dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya yang tidak sesuai dengan perkembangan pembangunan jaman yang ada.

Tuntutan-tuntutan kepada pemerintah sebagai penyedia layanan publik sangat dituntut di era global ini, mengingat pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan jasa yang diperlukan masyarakat.2 Masyarakat dengan intensitas mobilitas yang tingggi menuntut adanya kemudahan akses informasi dan kemudahan mobilisasi dari suatu tempat ketempat yang lain dengan cepat dan aman.

1dispendukcapil.surabaya.go.id(06 april 2016, 11:59)


(13)

Selain tuntutan kemudahan dalam akses informasi dan mobilitas, perkembangan masyarakat yang tinggal di Kota Surabaya sebagai masyarakat metropolitan menuntut pemerintah untuk tanggap dan cepat menghadapi keinginan masyarakat Kota Surabaya yang cepat berubah. Salah satu keinginan dan menjadi tren masyarakat Kota Surabaya yang terbaru adalah gaya hidup sehat.

Salah satu bentuk gaya hidup sehat yang sekarang sedang marak di perbincangkan masyarakat Kota Surabaya adalah “bike to work, surabaya bike city, dan lain sebagainnya” yang menuntut gaya hidup sehat. Dari selogan yang sedang di perbincangkan itu muncul alat transportasi sepeda angin sebagai primadona baru masyarakat Kota Surabaya. Kegemaran masyarakat Kota Surabaya bersepeda ria ini tidak hanya dilakukan pada siang hari saja tetapi juga pada malam hari. Namun, pengendara kendaraan tidak bermotor (sepeda) tidak dapat mengunakan haknya ketika berada dijalan raya, karena harus berebut jalan dengan kendaraan-kendaraan bermotor yang notabennya lebih besar dan lebih cepat, dan pengendara sepeda menjadi takut ketika harus melewati jalan-jalan besar yang ramai dengan kendaraan bermotor.

Dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, pemerintah Kota Surabaya berupaya keras untuk menyediakan pelayanan yang baik kepada masyarakat Kota Surabaya, apalagi tuntutan masyarakat Kota Surabaya itu cenderung kearah positif yang sejalan dengan arah kebijakan pembangunan pemerintahan Kota Surabaya. Karena Orientasi kepentingan masyarakat pada pelayanan yang baik sesuai dengan prinsip yang ada dalam konsepsi sistem transportasi berkelanjutan. Tuntutan masyarakat mengenai “bike to work, surabaya bike city, dan lain


(14)

sebagainnya” sejalan dengan arah kebijakan pembangunan pemerintahan Kota Surabaya yakni pengurangan kemacetan di ruas-ruas jalan kota Surabaya.

Kemacetan selama ini memang menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah Kota Surabaya, Menurut studi pada Perusahaan Castrol menyatakan bahwa Surabaya menduduki posisi ke-4 sebagai kota paling macet di dunia setelah Mexico City dan Istambul. Sedangkan di posisi pertama diduduki oleh Jakarta.3 kemacetan yang terjadi dijalanan kota Surabaya ini disebabkan oleh banyak faktor seperti penduduk di sekitar Kota Surabaya yang melakukan komuter (bolak-balik antar kota satu dengan kota lain), banyaknya imigran dan tidak tersedianya moda transportasi umum yang mampu mengurai masalah kemancetan, serta masalah yang paling serius adalah jumlah kendaraan bermotor yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Berikut data jumlah perkembangan kendaraan bermotor di Kota Surabaya dari Tahun 2004 – 2009 :

3 http://bisnis.liputan6.com/read/2323202/10-kota-termacet-di-dunia-jakarta-juaranya (02 Mei 2016, 23:13).


(15)

Tabel 1.1

Jumlah kendaraan bermotor di kota Surabaya

No Jenis Kendaraan Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1. Sepeda Motor 800.008 883.838 928.686 972.645 1.028.686 3.007.739 2.

Mobil Penumpang 204.313 135.592 228.195 232.888 244.435 526.837 Mobil Penumpang

Umum

11.931 59.684 12.010 9.822 8.752 5.257

3. Mobil Barang 79.725 135.592 84.371 86.671 84.968 206.482

4. 4.

Mobil Bus

Umum

 Kecil - - - - - -

 Sedang - - - - - -

 Besar 1.060 1.353 1.077 804 776 6.690

Bukan Umum 771 853 810 1.011 1.108 -

5. Kendaraan Khusus

92 73 76 90 75 361

Jumlah 1.097.900 1.170.435 1.255.225 1.303.931 1.368.800 3.753.366

Sumber: Diperoleh dari UPTD PKB DISHUB kota Surabaya Tahun 2011

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahun jumlah kendaraan bermotor yang melewati jalanan di Kota Surabaya selalu mengalami kenaikan. Maka dari itu, sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, Pemerintah Kota Surabaya telah menyediakan jalur sepeda di ruas-ruas jalanan Kota Surabaya. Jalur sepeda adalah jalur yang khusus diperuntukan untuk lalu lintas untuk pengguna sepeda, dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pengguna sepeda, jalur sepeda bagian dari bahu kiri jalan yang harus ditandai dengan marka jalan.4

4Direktorat Jenderal Bina Marga dan Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Maret, 1992), 2.


(16)

Hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 116 ayat (4) “ Jalur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan dan ruang bebas gerak individu; dan d. kelancaran lalu lintas.”

Kebijakan ini sebagai tangapan dari tuntutan masyarakat mengenai gaya hidup sehat dan pengentasan kemacetan di jalan-jalan Kota Surabaya dan juga sebagai bentuk implementasi dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, “pemerintah daerah wajib membuat jalur khusus sepeda”. Hal ini sudah sesuai dengan peranan pemerintah dalam transportasi publik sebagai regulator dan penyeimbang kepentingan masyarakat.

Sebelumnya kebijakan jalur sepeda sudah diterapkan di Bandung dan Jakarta, namun kebijakan ini dinilai kurang efektif karena kurang sesuainya pembutan jalur sepeda dengan ketentuan-ketenuan yang ada. Jalur sepeda di Kota Surabaya, sementara hanya ada di pusat kota Surabaya antara lain di di sepanjang Jl. Darmo, Jl. Urip Sumaharjo, Jl. Basuki Rahmat, Jl. Gubenur Suryo, dan Jl. Panglima Sudirman.5 Lebar jalur khusus sepeda yang berdekatan dengan trotoar di sepanjang jalan protokol ini memiliki lebar sekitar 1,5 meter dan di tandai dengan marka timbul yang di cat warna hijau.

Pembangunan jalur sepeda ini akan terus dikembangkan sampai dengan tahap pembangunan ke-5 mengingat jalur khusus sepeda kini telah ada regulasi yang mengatur yaitu pada Peraturan Daerah kota Surabaya Nomor 12 tahun 2014


(17)

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pasal 32 huruf e, “pengembangan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan bagi pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor.”

Terkait dengan ketentuan-ketentuan jalur sepeda diatur pada pasal 37 ayat 3 yang berbunyi “Upaya penyediaan dan pemanfaaan sarana dan prasarana jaringan jalan kendaraan tidak bermotor dilakukan dengan: a. membangun dan menyediakan jalur kendaraan tidak bermotor yang terintegrasi dengan system jaringan jalan untuk kendaraan bermotor dan; b. menyediakan fasilitas pelengkap anatara lain berupa rambu lalu lintas kendaraan tidak bermotor dan fasilitas pelengkap lainnya. Adapun rencana pengembangan jalur khusus sepeda di Kota Surabaya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2

Rencana Pembangunan Jalur Sepeda di Kota Surabaya

No. Rencana

Pembangunan Rute

Panjang Segmen 1. Jalur Sepeda

Tahap I

Jl. Raya Darmo - Jl. Urip Sumoharjo – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Gubenur Suryo – Jl. Panglima Sudirman

8.789 km

2. Jalur Sepeda Tahap II

Jl. Yos Sudarso – Jl. Walikota Mustajab – Jl. Gubeng Pojok – Jl. Sumatera – Jl. Biliton – Jl. Sulawesi – Jl. Gubeng – Jl. Pemuda

4.140 km

3. Jalur Sepeda Tahap III

Jl. Kutai – Jl. Bengawan – Jl. Adityawarman – Jl. Mayjen Sungkono – Jl. HR. Muhammad – Jl. Bukit Darmo Boulevard

13.239 km

4. Jalur Sepeda Tahap IV

Jl. Kertajaya – Jl. Kertajaya Indah – Jl. Soekarno – Jl. Kenjeran – Jl. Mulyosari – Jl. Raya ITS

15.593 km

5. Jalur Sepeda Tahap V

Jl. Ahmad Yani – Jl. Wonokromo – Jl. Jemur Handayani – Jl. Jemursari – Jl. Prapen

19.079 km

Total 60.849 km

Sumber: Diolah dari data arsip Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bagian Lalu Lintas Tahun 2016.


(18)

Diharapkan seiring berjalannya waktu jalur sepeda ini mampu mengurai kemacetan yang ada di jalanan Kota Surabaya. Selain itu dengan dibuatnya jalur sepeda di harapkan akan menimbulkan perilaku positif saling menghormati diantara penguna jalan lainnya karena semakin banyak hak penguna jalan yang di berikan fasilitas yang merupakan bentuk dukungan oleh pemerintah Kota Surabaya. Dampak panjang dari adanya kebijakan jalur sepeda ini adalah menjadikan Kota Surabaya semakin sehat dengan pengurangan intensitas polusi udara yang semakin berkurang. Pasti dari Jalur Sepeda ini sangat diharapkan adanya dampak-dampak positif lain yang akan muncul dan juga penting bagi pemerintah untuk setiap masyarakat mendukung dari adanya jalur sepeda ini dengan menjaga fasilitas yang pembangunan ada.

Seiring dengan berjalannya waktu efektivitas kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya seharusnya telah dapat dilihat dan dinilai, apasajakah faktor-faktor yang mempengarui efektivitas kebijakan ini. dan apakah kebijakan ini telah mencapai target yang diharapkan oleh pemerintah. Melihat situasi ini maka penulis ingin mencoba untuk meneliti bagaimana efektivitas implementasi kebijakan jalur sepeda yang dibuat oleh pemerintah untuk menanggapi tuntutan masyarakat mengenai gaya hidup sehat dan pengentasan kemacetan di jalan-jalan Kota Surabaya.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka penulis ingin mengangkat tema skripsi “Efektivitas Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya” yang akan menjelaskan mengenai efektivitas dari implementasi kebijakan pemerintah kota Surabaya terkait jalur sepeda.


(19)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai kebijakan jalur sepeda yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah kebijakan pemerintah Kota Surabaya tentang jalur sepeda di Kota Surabaya ?

2. Bagaimanakah efektifitas kebijakan pelaksanaan jalur sepeda di Kota Surabaya ?

C.TujuanPenelitian

Dalam setiap penelitian atau pembahasan suatu ilmu pengetahuan pasti di dasarkan pada suatu tujuan dan maksud tertentu. Maka dalam penulisan skripsi ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah Kota Surabaya tentang jalur sepeda di Kota Surabaya.

2. Untuk memberi gambaran efektifitas kebijakan pelaksanaan jalur sepeda di Kota Surabaya.


(20)

D.Manfaat Penelitian

Berhubungan dengan tujuan penulisan diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dan manfaat bagi pemerintah Kota Surabaya serta dapat memberi stimulan bagi penelitian sejenis.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan untuk selanjutnya menjadi acuan bagi pemerintah Kota Surabaya yang akan membuat kebijakan publik khususnya dalam bidang infrastruktur yang tentunya berdasarkan dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yang bersangkutan.

c. Bagi peneliti, penelitian merupakan aplikasi dari pengetahuan yang telah diperoleh selama dalam perkuliahan ke kehidupan nyata.

2. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap kajian Ilmu Politik khususnya dalam bidang kebijakan publik, serta dapat memberikan penjelasan secara komprehensif tentang fenomena yang ada dengan teori-teori yang relevan dalam studi efektifitas kebijakan publik, sehingga dapat melengkapi dan menambah khasana pengetahuan ilmiah bagi


(21)

Ilmu Politik serta dapat digunakan sebagai bahan informan bagi penelitian selanjutnya.

E.Batasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memberi batasan penelitian yang berfungsi untuk memudahkan dalam pencarian data, pembatasan tersebut antara lain :

1. Penelitian hanya dilakukan pada jalur sepeda tahap-1 di Kota Surabaya yaitu pada Jl. Raya Darmo - Jl. Urip Sumoharjo – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Gubenur Suryo – Jl. Panglima Sudirman.

2. Penelitian hanya membahas efektivitas kebijakan jalur sepeda dari sisi ketetapan efektivitas kebijakan.

3. Peneliti akan meneliti efektivitas implementasi kebijakan dengan melihat dari dua sisi, yaitu pelaksana kebijakan (Komisi C DPRD dan Dinas Perhubungan dan sasaran kebijakan (komunitas sepeda dan masyarakat pengguna sepeda).

4. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, program jalur sepeda merupakan program nasional bentuk dari amanat Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. namun demikian peneliti tidak akan membahas pelaksanaan jalur sepeda secara nasional. Peneliti membatasinya dengan membahas efektivitas kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya sesuai dengan data yang diperoleh oleh peneliti.


(22)

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahami judul dalam karya ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi/pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan skripsi yang berjudul “Efektivitas Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya” Maka akan dijelaskan istilah-istilah terkait judul dan konteks pembahasannya:

1. Efektivitas

Menurut Dunn (1991) efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan .6

Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaiman cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya.7

6Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: dari formulasi kepenyusunan model-model Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015) 4.

7 Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) 24.


(23)

2. Kebijakan Jalur Sepeda

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti Government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolahan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolahan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik.8

Sedangkan, jalur sepeda adalah jalur khusus diperuntukan untuk lalu lintas untuk pengguna sepeda dan kendaraan tidak bermesin yang memerlukan tenaga manusia, dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pengguna sepeda.9

Jadi dapat disimpukan bahwa, kebijakan jalur sepeda adalah keputusan atau pilihan tindakan yang secara langsung yang dibuat oleh instrument pemerintah (Dinas Perhubungan) untuk mengatur lalu lintas untuk pengguna sepeda dan kendaraan tidak bermesin yang memerlukan tenaga manusia, dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pengguna sepeda.

8 Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: CV Alfabeta,2008), 3.

9 Direktorat Jenderal Bina Marga dan Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Maret, 1992), 2.


(24)

3. Kota Surabaya

Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi JawaTimur, Indonesia sekaligus menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut, Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga merupakan pusat bisnis, perdagangan, industry, dan pendidikan di Jawa Timur serta wilayah Indonesia bagian timur.10

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah proses dan makna dengan mendeskripsikan sesuatu masalah. Penelitian yang dilakukan bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti atau penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.11 Sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka menganalisis Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya.

10http://id.m.wikipedia.org/wiki/kota_surabaya (06 Mei 2016, 22:10).

11Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan ; pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, (Bandung : CV. Alfabeta, 2013) 14.


(25)

2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan batasan masalah yang akan diteliti, adapun fokus penelitian ini adalah untuk Menganalisis keefektifitasan Kebijakan Jalur Sepeda di Kota Surabaya.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu wilayah atau tempat dimana penelitian akan dilakukan. Adapun tempat penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berlokasi pada jalur sepeda tahap-1 di Kota Surabaya yang berada di Jl. Raya Darmo - Jl. Urip Sumoharjo – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Gubenur Suryo – Jl. Panglima Sudirman. Penentuan lokasi penelitian di kota Surabaya didasarkan beberapa pertimbangan:

a. Menurut pengamatan peneliti, realisasi implementasi kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya baru rampung pada tahap-1 dan langsung banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak.

b. Belum ada evaluasi yang berkaitan dengan efektifias kebijakan semenjak kebijakan jalur sepeda pada tahap-1 diimpementasikan di Kota Surabaya

c. Merupakan kota terbesar di Jawa Timur.

d. Jarak lokasi penelitian yang relatif mudah dijangkau oleh peneliti. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan yang ada di kota Surabaya dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan untuk kota-kota lain disekitanya dalam merumuskan suatu kebijakan.


(26)

4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Berangkat dari judul penelitian ini, maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Data Kualitatif

Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. Dan lagi, data kualitatif lebih condong dapat membimbing kita untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak diduga sebelumnya dan untuk membentuk kerangka teoritis baru, data tersebut membantu para peneliti untuk melangkah lebih jauh dari praduga dan kerangka kerja awal.12

Berdasarkan pendapat pakar di atas penulis menggunakan jenis data kualitatif dengan sumber data responden yang dibagi menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Dengan demikian peneliti menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan data. Sumber primer merupakan sumber data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika peristiwa terjadi, yaitu hasil wawancara, sedangkan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber lain yang tersedia, yaitu hasil dari data dokumentasi.


(27)

2) Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka.13 Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan bermotor baik pribadi maupun komersil serta rekapitulasi jumlah Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) kendaraan pribadi baik bermotor maupun non-motor yang melewati jalanan Kota Surabaya. Data tersebut didapat oleh peneliti dari arsip Dinas Perhubungan Kota Surabaya.

b. Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif ini, yang substansial bukan jumlah sampel sumber datanya, tetapi informasi yang diberikan akurat dan berkualitas, meskipun dari sedikit sampel sumber data. Jumlah sampel sumber data yang banyak tetapi tidak memberi informasi yang akurat dan berkualitas perlu dihindari. Jadi, sampel sumber data dalam penelitian ini tidak ditentukan pada saat awal penelitian, melainkan ditentukan pada pengumpulan data sampai informasi yang diperoleh akurat, valid dan berkualitas.

1) Sumber Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan catatan tertulis yang berasal dari wawancara, antara lain:

13 Abdul Muhid, Analisis Statistik 5 Langka Praktis dengan SPSS For Windows, (Sidoarjo: Zitama, 2012), 2.


(28)

a) Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya yaitu: Dinas Perhubungan bagian LLAJ, Komisi C DPRD, Komunias sepeda SENOPATI dan Masyarakat pengguna jalur sepeda di Kota Surabaya yang dipilih secara purposive, yaitu didasarkan pada alasan atau pertimbangan tertentu.

b) Informan

Informan adalah individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi, yaitu orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan atau data yang diperlukan oleh peneliti.14 Informan ini dipilih dari orang yang dapat dipercaya dan mengetahui obyek yang diteliti. Informan yang dapat memberikan informasi tentang obyek kajian yang diteliti peneliti adalah LLAJ, Komisi C DPRD, Komunias sepeda SENOPATI dan Masyarakat pengguna jalur sepeda di Kota Surabaya yang dipilih secara purposive, yaitu didasarkan pada alasan atau pertimbangan tertentu.

2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang

14 Koenjaraningrat, Metode-metode penelitian masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), 163.


(29)

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.15 Peneliti akan menggunakan dokumen sebagai berikut.

a) Arsip, yaitu data-data yang disimpan yang menunjang atau berkaitan dengan kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya.

b) Foto, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri saat observasi dan wawancara berlangsung, foto–foto yang digunakan untuk penelitian ini adalah foto yang menggambarkan kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya.

5. Penentuan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ditetapkan secara purposive, yaitu mereka yang dianggap mempunyai kompetensi dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya. Penetapan yang seperti ini didasarkan pada penilaian dari ahli (atau peneliti sendiri) untuk tujuan tertentu atau situasi tertentu (Neuman, 1997).16

Adapun yang dianggap mempunyai kompetensi dalam kaitannya dengan penelitian ini dan akan dipilih menjadi informan adalah:

a. Dinas Perhubungan Kota Surabaya bagian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sebanyak 2 orang;

b. Ketua Dinas PU Bina Marga Kota Surabaya;

15 Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kulaitatif (bimbingan dan pelatian lengkap serba guna), 157.

16 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan ; pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, 300.


(30)

c. Komisi C DPRD Kota Surabaya sebanyak 2 orang;

d. Komunitas sepeda SENOPATI Kota Surabaya sebanyak 1 orang; e. Masyarakat Kota Surabaya pengguna jalur sepeda sebanyak 4 orang.

Untuk mengetahui secara cermat dan menyeluruh tentang kebijakan pelaksanaan jalur sepeda di Kota Surabaya, subyek informan lainnya didasarkan kebutuhan pada saat pengumpulan data di lapangan. Kebutuhan yang dimaksud adalah ketika pengumpulan data dilakukan secara lebih mendalam dan hanya subyek penelitian tertentulah yang dapat memberikan datanya, karena penelitian ini ingin menggali informasi sebanyak-banyaknya.

6. Instrument Penelitian

Semua penelitian memerlukan instrumen untuk pengumpulan sebuah data. Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.17 Sesuai dengan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu alat-alat seperti alat perekam suara, tape Recorder, kamera, alat tulis dan pedoman wawancara.

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini di susun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

17 Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit PPM, 2007), 159.


(31)

Selain itu pedoman wawancara sebagai bahan dalam menulis hasil penelitian karena jika peneliti hanya mengandalkan kemampuan ingatan yang sangat terbatas peneliti khawatir data yang sudah diperoleh ada yang lupa. Penggunaan model wawancara tentu saja disesuaikan dengan keberadaan data-data di lapangan yang diperlukan peneliti. Dengan demikian untuk wawancara yang terstruktur, seperangkat pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengklasifikasikan bentuk-bentuk pertanyaan.

Guba dan Lincoln mengklasifikasikan bentuk-bentuk pertanyaan yang perlu dipersiapkan dalam wawancara penelitian.18 Di kalangan ahli etnografi menganjurkan betapa pentingnya pengklasifikasian bentuk-bentuk pertanyaan sebelum berlangsungnya wawancara dengan informan. Penelitian kualitatif bersifat mendiskripsikan keadaan atau fenomena yang sedang terjadi, sehingga instrumen diperlukan karena peneliti di tuntut dapat menentukan data yang diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu, peneliti dalam melaksanakan wawancara sifatnya tidak terstruktur, tapi minimal peneliti menggunakan ancang-ancang yang akan ditanyakan sebagai pedoman wawancara (interview guide)19.

Wawancara tidak terstruktur identik dengan wawancara bebas, sifatnya hanya membimbing dan membantu dalam proses wawancara. Peneliti hanya mengajukan sejumlah pertanyaan yang mengandung jawaban informan secara

18 J. Moleong Lexi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006), 142.

19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 137.


(32)

bebas. Pandangan atau pendapat, sikap, dan keyakinan informan tidak banyak dipengaruhi pewawancara dan biasanya berlangsung secara formal.

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data.20 Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi, Ketiga tehnik tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang saling menunjang atau melengkapi tentang efektifitas kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya. Adapun instrumen penelitiannya adalah diri peneliti sendiri (human instrument).

a. Observasi

Menurut Marshall (1995) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. (melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut).21 Observasi dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian langsung yaitu dengan mengamati Efektifitas Jalur Sepeda di Kota Surabaya.

20

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan ; pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, 308.


(33)

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas yang sistematis terhadap gejala-gejala baik yang bersifat fisikal maupun mental. Pengamatan terhadap tindakan-tindakan yang mencerminkan efektifitas kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya, diperlukan observasi atau pengamatan secara langsung. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya.

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi mulai dari kegiatan sebagai pengamat sampai sewaktu-waktu turut larut dalam situasi atau kegiatan yang sedang berlangsung. Sesuai dengan masalah yang diteliti maka data yang akan dikumpulkan melalui observasi meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Pengguna jalur sepeda di Kota Surabaya

2) Rambu-rambu lalu-lintas pelengkap jalur sepeda di Kota Surabaya 3) Konstruksi bangunan jalur sepeda di Kota Surabaya

4) Pengawasan terhadap jalur sepeda di Kota Surabaya

b. Wawancara

Wawancara/interview menurut Nasution adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi. Sedangkan Mulyana mengatakan bahwa wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan


(34)

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.22 Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa, wawancara adalah pertemuan antara dua orang atau lebih untuk bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Adapaun teknik wawancara dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara mendaam (in-depth interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan peneitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara dimana pewawancara dan informan teribat dalam kehidupan sosial yang cukup lama. Keunggulannya ialah memungkinkan peneiliti mendapat jumlah informasi data yang banyak.23

c. Dokumentasi

Dokumentasi yakni upaya pengambilan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan data yang diperlukan.

22 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan ; pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, 317.

23 Muhammad Hariwijawa, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Thesis dan Disertasi (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2010), 73-74.


(35)

8. Teknik Analilis Data

Menurut Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.24 Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Metode analisis ini juga digunakan untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti, yaitu efektifitas kebijakan jalur sepeda di Kota Surabaya.

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah model interaktif yang dikemukakan Miles and Huberman. Model interaktif ini sendiri terdiri atas empat tahapan yakni terdiri dari:25

24 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), 332.

25 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), 169.


(36)

1. Pengumpulan data

Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian di mulai, pada saat penelitian sedang berlangsung dan sesudah penelitian selesai dilakukan. Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis melalui kegiatan wawancara, observasi langsung dan mengumpulkan dokumentasi perusahaan yang dapat mendukung penelitian penulis.

2. Reduksi data

Dalam reduksi data, penulis memilah-milah data itu dan memadukannya kembali. Informasi yang diperoleh penulis akan dipilah mana yang sesuai dan yang tidak sesuai berkaitan dengan fokus permasalahan yang diteliti. Penulis akan menggabungkan semua data yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang membentuk menjadi satu tulisan yang siap untuk dianalisis

3. Display data

Display data adalah tahapan penulis menyajikan informasi yang sudah direduksi menjadi sebuah tulisan atau table informasi yang dipilih dan disajikan dalam bentuk tabel maupun dalam bentuk penjelasan uraian. Data tersebut merupakan pokok yang digunakan penulis untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang diteliti.


(37)

4. Kesimpulan

Tahap terakhir dalam teknik analis data menurut Miles & Huberman adalah menarik kesimpulan. Kesimpulan penelitian kualitatif mengarah kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya dan mengungkapkan “what” dan “how” dari temuan penelitian tersebut. Sistem kerja teknik analisa data model interaktif tersebut dapat disajikan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar 1.3

Metode Interaktif pengolahan data

Sumber : Miles dan heberman Tahun 1992 Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data Penarikan


(38)

9. Teknik Keabsaan Data

Pemeriksaan keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif demi kesasihan dan keandalan serta tingkat kepercayaan data yang telah terkumpul.Teknik keabsahan data adalah dengan menggunakan teknik triangulasi. Hal ini merupakan salah satu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.26

Melalui teknik pemeriksaan ini, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teori, dimana data yang yang telah dikumpulkan kemudian dikaitkan dengan teori-teori kebijakan, diyakini fakta, data, dan informasi yang didapat dapat dipertanggung jawabkan dan memenuhi persyaratan kesahihan dan keandalan. Kemudian pemeriksaan melalui sumber dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dan wawancara dengan informan. Data tersebut dikategorikan berdasarkan pandangan yang sama dan yang berbeda untuk mengetahui mana yang lebih spesifik dari keseluruhan data. Kemudian data tersebut dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan. Penggunaan teknik keabsahan dengan triangulasi dikarenakan teknik pemeriksaan data ini memanfaatkan sesuatu hal lain diluar data dengan tujuan untuk pengecekan data pembandingan dari data yang didapatkan. Sehingga diharapkan hasil dari validitas data yang telah dilakukan dapat mengukur dan menguji kebenaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

26 J. Moleong Lexi, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009) ,330.


(39)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjabarkan latar beakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menjabarkan tinjauan pustaka serta teori dan pemikiran dari literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjabarkan mengenai gambaran umum objek yang diteliti

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini penulis membahas seluruh uraian mengenai informasi dan data yang telah dikumpulkan oleh penulis yaitu tentang kebijakan dan efektifitas kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dikemukakan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan penulis memberikan beberapa saran yang dianggap perlu.


(40)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

1. Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti Government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolahan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolahan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik.1

Banyak sekali definisi mengenai kebijakn publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak baik baik kehidupan warganya. Seperti kata Thomas R. Dye (1992), “public policy is whatever governments choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu).2Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

1Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: CV Alfabeta,2008)3.


(41)

Sementara itu James Anderson (1970) “Public policy are those policies devoleped by governmental bodies and officials” (Kebijakan Publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah).3 Sedangkan menurut Chiff J.O Udaji, seorang pakar dari Nigeria (1981), telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai “An sanctioned course of action addressed to particular problem or group of related problems that affect society at large” (Suatu tindakan bersangsi yang mengarah pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan mempengaruhi sebagian besar masyarakat).4

Sedangkan menurut David Easton, “Public policy is the authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat).5 Serta William N. Dunn mengatakan bahwa kebijakan publik (public policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektifyang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.6 Implikasi dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas adalah:

a. bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.

3 Anggara, Kebijakan Publik, 35.

4 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: dari formulasi ke penyusunan model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta: Bumi Aksara, 2015) 5.

5 Anggara,Kebijakan Publik, 36.

6William N. Dunn, Public Policy Analysis; an Introductoin (Analisis Kebijakan Publik), terjemahan (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2003) 132.


(42)

b. bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabatpejabat pemerintah.

c. bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. d. bahwa kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa

bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

e. bahwa kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa (otoritatif).

Pada hakikatnya kebijakan publik di buat oleh pemerintah berupa tindakan-tindakan pemerintah.Kebijakan publik, baik untuk melakukan maupun tidak melakukan sesuatu mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Amara Raksasataya mengemukakan bahwa “kebijaksanaan publik sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan”. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 elemen yaitu:7

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

7 Hessel Nogi S. Tangkilisan,Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Balairung & Co, 2003), 149.


(43)

Tujuan kebijakan Publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai konstituen pemerintah. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal dan sah karena kebijakan publik dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan. Kemudian, kebijakan publik sebagai hipotesis adalah kebijakan yang dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai perilaku.8

Dengan demikian, pengertian-pengertian kebijakan publik di atas menegaskan bahwa pemerintah yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilainilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk kedalam apa yang oleh David Easton sebut sebagai “authorities in apolitical system” yaitu penguasa dalam suatu system politik yang terlibat dalam masalah-masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawab atau perannya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat dirumuskan makna kebijakan publik adalah:

a. segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh Pemerintah. b. kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau

kehidupan publik, bukan kehidupan perorangan atau golongan. Kebijakan publik mengatur semua yang ada di domain lembaga administrator publik.

8Anggara,Kebijakan Publik, 36.


(44)

c. kebijakan publik merupakan kebijakan yang nilai manfaatnya harus senantiasa ditujukan untuk kepentingan masyarakat.

Mengacu pada pandangan dan pengertian-pengertian dari beberapa pakar kebijakan, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Surabaya merupakan langkah kebijakan publik dengan dasar Peraturan Daerah kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pasal 32 huruf e, pengembangan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan bagi pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor. Kemudian Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:9

a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Penyusunan agenda (Agenda Setting) adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.

Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

9 William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), 24.


(45)

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.

Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya: telah mencapai titik kritis tertentu yang apabila diabaikan menjadi ancaman yang serius, telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang berdampak dramatis, menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak, mendapat dukungan media massa, menjangkau dampak yang amat luas, mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat serta menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Penyusunan agenda kebijakan seharusnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.


(46)

b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulating)

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c. Adopsi/Legitimasi Kebijakan (Policy Adoption)

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.


(47)

d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.10

Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat.

10 Riant Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, ( Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 618.


(48)

Van Meter dan Van Horm mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.11

Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979), mengatakan bahwa Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.12

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai

11 Budi Winarno, Kebijakan Publik - Teori dan Proses, (Jakarta: PT. Buku Kita, 2008), 146-147.

12 Solichin Abdul Wahab, PengantarAnalisis Kebijakan Publik (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2008) , 65.


(49)

aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri.

e. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.


(50)

2. Sistem Transportasi Jalur Sepeda

Transportasi merupakan suatu kata yang mengandung arti sebagai sebuah usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebihbermanfaat atau dapat lebih berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.13

Transportasi terjadi karena tidak semua lokasi sumber bahan baku, lokasi proses produksi dan lokasi konsumen berada pada suatu tempat tertentu, sehingga kesenjangan jarak antara lokasi-lokasi tersebut akan melahirkan perangkutan/ transportasi.

Adanya perbedaan letak antara lokasi- lokasi tersebut, maka akan ada jarak yang akhirnya menimbulkan biaya, sehingga dengan adanya transportasi akan mempengaruhi nilai suatu barang yang diangkut.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, berarti transportasi mempunyai lima unsur pokok yaitu: (1) manusia, yang membutuhkan; (2) barang, yang dibutuhkan; (3) kendaraan, sebagai sarana alat angkut; (4) jalan, sebagai prasarana angkutan, dan (5) organisasi, sebagai pengelola angkutan.

Menuru Tamin, Sistem transportasi merupakan gabungan dua kata yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yaitu kata sistem dan kata transportasi. Pengertian system adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dimana perubahan pada satu komponen sistem akan

13Fidel Miro, Perencanaan Transportasi: untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, (Jakarta: Erlangga,2002), 14.


(51)

memberikan perubahan pada komponen lainnya.14 Sistem juga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan, suatu unit, suatu integritas yang bersifat komprehensif yang terdiri dari komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerja sama sehingga menimbulkan integritas dan sistem. Sedangkan transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.

Menurut Kusbianto sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem yaitu:15 1. Sistem kegiatan, yaitu penduduk dengan kegiatannya, misalnya kawasan

perumahan, kawasan pertokoan, wilayah perkotaan dan sebagainya (demand system), dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin tinggi pula pergerakan yang dihasilkan baik dari segi jumlah (volume), frekuensi, jarak, moda maupun tingkat pemusatan temporal dan spasial.

2. Sistem jaringan, yaitu jaringan infrastruktur dan pelayanan transportasi yang menunjang pergerakan penduduk dengan kegiatannya, misalnya jaringan jalan, kereta api, angkutan kota, terminal udara dan lain-lain (supply system), dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas jaringan infrastruktur serta pelayanan transportasi, makin tinggi pula kuantitas dan kualitas pergerakan yang dihasilkan.

14Subiako, Prefrensi pengguna dan Penyedia Jasa Terhadap Sistem Jaringan Transportasi (JTJ) yang Mendukung Pelabuan di Kabupaten Belitung (Studi Kasus : Pelabuan Tanjungpandan dan Pelabuan Tanjung Ru. (Tesis ,P aska Sarjana Fakulas Teknik, Program Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro. Semarang, 2009)46.


(52)

3. Sistem pergerakan, yaitu pergerakan orang dan/atau barang berdasarkan besaran (volume), tujuan, lokasi asal-tujuan, waktu perjalanan, jarak/lama perjalanan, kecepatan, frekuensi, moda dan sebagainya, dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas sistem pergerakan, makin tinggi pula dampak yang ditimbulkan terhadap sistem kegiatan dan sistem jaringan. Sistem transportasi merupakan gabungan dari beberapa elemen atau komponen yaitu:16

1. Prasarana (Jalan dan Terminal) 2. Sarana (Kendaraan), dan

3. Sistem pengoperasian (yang mengkoordinasikan komponen sarana dan prasarana).

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sistem transportasi merupakan suatu system yang terintegrasi dengan system-sistem yang lain yang ada di dalamnya yaitu system jaringan, system pergerakan dan system kegiatan.

Salah satu upaya untuk merealisasikan ketiga system tersebut ada suatu program yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Surabaya Program tersebut bernama Jalur Khusus Sepeda.

Untuk menjelaskan tentang Jalur Khusus Sepeda berdasarkan Manajemen Lalu lintas Republik Indonesia tahun 2001. Jalur sepeda adalah jalur yang khusus diperuntukkan untuk lalu lintas untuk pengguna sepeda, dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pengguna sepeda.17Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk meningkatkan

16 Fidel Miro, Perencanaan Transportasi: untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, (Jakarta: Erlangga,2002), 15.


(53)

keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan berlalu lintas bagi para pengguna sepeda.

Di samping itu penggunaan sepeda perlu didorong karena hemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara yang signifikan. Sedangkan Dimensi jalur sepeda ada beberapa pendekatan desain jalur sepeda:18

1. Jalur khusus sepeda, adalah jalur dimana lintas untuk sepeda dipisah secara phisik dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor dengan pagar pengaman ataupun ditempatkan secara terpisah dari jalan raya.

2. Jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang hanya dipisah dengan marka jalan atau warna jalan yang berbeda.

3. Lebar lajur sepeda sekurang-kurangnya 1 meter cukup untuk dilewati satu sepeda dengan ruang bebas di kiri dan kanan sepeda yang cukup, dan jalur untuk lalu lintas dua arah sekurang-kurangnya 2 meter.

4. Perkerasan jalur sepeda dapat berupa: Perkerasan kaku dari beton dan Perkerasan fleksibel

5. Aspek keselamatan yang paling rawan untuk jalur sepeda adalah :

a) Dipersimpangan karena di sini terjadi konflik antara kendaraan yang berjalan dijalur lalu lintas dengan sepeda yang berjalan jalur kendaraan bermotor.

b) pada ruas terutama pada akses jalan ke bangunan atau tempat parkir, karena akan terjadi konflik

18Fidel Miro, Perencanaan Transportasi: untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, (Jakarta: Erlangga,2002),


(54)

c) ataupun bila bercampur dengan lalu lintas lainnya, apalagi bila arus lalu lintas kendaraan bermotornya berjalan pada kecepatan yang tinggi. Perbedaan kecepatan yang tinggi merupakan peluang untuk terjadinya kecelakaan yang fatal.

Sedangkan untuk ketentuan pembuatan untuk jalur sepeda telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 34 Tahun 2014, adapun ketentuanya antara lain :

1. Lajur Jalur sepeda dapat berupa:

a. lajur yang terpisah dengan badan jalan; dan b. lajur yang berada pada badan jalan.19

2. Lajur sepeda pada badan jalan sebagaimana dimaksud diatas dipisahkan secara fisik dan/atau marka.20

3. Marka Lambang berupa gambar sepeda berwarna putih dan/atau Marka Jalan berwarna hijau.21

4. Marka jalur sepeda memiliki ukuran panjang paling sedikit 3 (tiga) meter dan ukuran lebar sesuai dengan lebar lajur jalan. Serta Jarak antara marka adalah 6 (enam) meter.22

19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 116.

20 Ibid., Pasal 116.

21 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 34 Tahun 2014 Pasal 45.


(55)

5. Marka jalur sepeda ditetapkan pada sisi kiri arah lalu lintas dan dipasang pada jalur yang dapat digunakan secara bersamaan dengan lalu lintas umum lainnya.23

6. Fasilitas parkir untuk umum di luar ruang milik jalan berupa lokasi yang mudah diakses, aman, dan nyaman.24

7. Marka penyeberangan pesepeda berupa berupa 2 (dua) garis putus-putus berbentuk bujur sangkar atau belah ketupat.25

23 Ibid., Pasal 72

24 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 100.

25 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 34 Tahun 2014 Pasal 40.


(56)

3. Efektivitas Kebijakan

Kegiatan dilakukan secara efektif dimana dalam proses pelaksanaannya senantiasa menampakan ketepatan antara harapan yang kita inginkan dengan hasil yang dicapai.26 Maka dengan demikian efektivitas dapat kita katakan sebagai ketepatan harapan, implementasi dan hasil yang dicapai. Sedangkan kegiatan yang tidak efektif adalah kegiatan yang selalu mengalami kesenjangan antara harapan, implementasi dengan hasil yang dicapai.

Hal efektivitas kebijakan berkaitan dengan teori yang dikembangkan oleh Richard Matland (1995), yang diisebut dengan Matriks Ambiguitas-Konflik yang merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk menentukan keefektifan suatu implementasi kebijakan.27 Implementasi secara administratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan disini mempunyai ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik adalah implementasi yang perlu dilaksanakan secara politik, karena, walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi.

Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfliknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi.Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi.

26 Sabda Ali Mifka dan Makmur, Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan (Bandung: Refika Aditama, 2011), 6.

27 Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, 646.


(57)

Berdasarkan teori implementasi kebijakan menurut Matland, pada dasarnya ada “lima tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan.28 Pertama, “Tepat Kebijakan” (apakah kebijakannya sendiri sudah tepat). Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya adalah how excellentis the policy. Sisi pertama kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan, sisi kedua adalah apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakannya.

“Tepat” kedua adalah “Tepat Pelaksanaannya”. Aktor implemntasi kebijakan tidaklah hanya pemeritah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerja sama antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan (privatization atau contracting out).

Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, seperti kartu identitas penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti pertahanan dan keamanan, sebaiknya dilaksanakan oleh pemerintah. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kemiskinan, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah bersama masyarakat.

28Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, 650.


(58)

Kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan masyarakat, seperti bagaimana perusahaan harus dikelolah, atau dimana pemerintah tidak efektif menyelenggarakannya sendiri, seperti pembangunan industri-industri berskala menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat.

“Tepat” yang ketiga adalah “Tepat Target”. Ketepatan berkerkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain, ataukah tidak. Kedua adalah kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak. Ketiga, apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.

“Tepat” keempat adalah “Tepat Tingkungan”. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan, yaitu interaksi di antara lembaga di antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai lembaga endogen,29 yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas

29 Nugroho, Public Policy : Dinamika Kebijakan - Analisis Kebijakan - Manejemen Kebijakan, 651.


(1)

116

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Bina Marga tidak bisa

berjalan sesuai dengan semestinya.

Adanya

penyesuaian tugas dan kewenangan masing-masing aktor yang terlibat

Belum Tepat

Tugas dan kewenangan masing-masing aktor yang terlibat, kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya berjalan kurang baik. Hal ini dikarenakan ada aktor (Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga) yang tidak dapat menggunakan kewenagan dalam kebijakan tersebut.

3. Tepat Target Kesesuaian antara target yang diintervensi dan yang direncanakan

Belum Tepat

kebijakan jalur sepeda yang diintervensi oleh pemerintah belum sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya pengguna kendaraan pribadi bermotor dan minimnya pengguna sepeda di kota Surabaya. Kesiapan target yang diintervensi untuk mendukung/ menolak kebijakan Belum Tepat

masyarakat sangat siap dengan adanya kebijakan jalur sepeda tersebut. Karena dengan adanya jalur sepeda maka hak masing-masing pengguna jalan akan terpenuhi. Namun aspek keselamatan bagi pengguna sepeda di jalan raya masih sangat kurang diperhatikan. Kondisi

implementasi kebijakan baru atau memperbarui kebijakan sebelumnya

Belum Tepat

kondisi implementasi kebijakan bersifat baru. Namun, kebijakan ini tidak bisa berjalan sesuai dengan yang telah diharapkan karena Baru pada tahun tahun 2014 jalur sepeda memiliki regulasi tingkat daerah. Dan proyek pengerjaan jalur sepeda tahap pertama, dari awal telah mendapat sorotan dari banyak pihak.

4. Tepat lingkungan Lingkungan kebijakan, yaitu interaksi diantara lembaga-lembaga

Belum Tepat

interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dengan lembaga pelaksana kebijakan dengan lembaga


(2)

perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dan lembaga-lembaga lain yang terkait

lain yang terkait belum berjalan dengan baik. Karena dalam realisasinya Dinas PU Bina Marga tidak turut andil dalam kebijakan tersebut. Serta Komisi C (pembangunan) DPRD kurang puas dengan hasil jalur sepeda yang telah dibangun. Lingkungan eksternal kebijakan, yaitu publik opinion yang menjadi objek sasaran suatu kebijakan.

Sudah Tepat

Masyarakat tersebut merasa cukup puas dan senang dengan kebijakan ini, karena dengan kebijakan jalur sepeda yang ada, masyarakat khususnya para pengguna sepeda dapat mendapatkan hak mereka saat berkendara di jalan raya, namun lagi-lagi masalah keamanan yang kurang memadahi yang menjadi nilai minus untuk kebijakan ini

5. Tepat proses Policy accepance. yaitu publik memahami kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang diperlakukan untuk masa depan, disisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

Belum Tepat

Jalur sepeda yang dibangun pada tahun 2012 masyarakat memahami konsep jalur sepeda yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, disisi pemerintah tidak memahami keadaan yang dibutuhkan untuk pembangunan jalur sepeda di kota Surabaya terbukti dengan jalur sepeda yang dibangun saat ini tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperukan oleh masyarakat.

Policy adaption. yaitu publik menerima kebijakan sebagai sebuah “aturan main” yang diperlukan untuk masa depan, disisi lain pemerintah menerima

kebijakan sebagai tugas yang harus

Belum Tepat

masyarakat kota Surabaya susah untuk merasakan hasil dari kebijakan jalur sepeda, karena tidak sesuaianya karakter masyakat dan konsep jalur sepeda yang diterapakan pemerintah.


(3)

118

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dilaksanakan.

Strategic readiness. yaitu publik siap

melaksanakan atau menjadibagian dari kebijakan, di sisi lain birokrat on the street (atau birokrat pelaksana) siap menjadi pelaksana kebijakan.

Belum Tepat

publik belum siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya hal ini disebabkan jalur sepeda yang dibangun pemerintah dirasa masyarakat aspek keamanannya sangat minim. Serta kurangnya fasilitas pendukung untuk jalur sepeda, seperti rambu dan parkir khusus sepeda. di sisi lain birokrat on the street (atau birokrat pelaksana) belum siap menjadi pelaksana kebijakan karena kebijakan jalur sepeda pada saa itu merupakan kebijakan yang dibuat untuk mengisi kekosongan program pemerintah dari Dinas Perhubungan kota Surabaya.


(4)

BAB V

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh analisis yang dilakukan oleh peneliti mengenai

kebijakan jalur sepeda yang ada di kota Surabaya. Dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1.

Kebijakan pemerintah kota Surabaya tentang jalur sepeda di kota

Surabaya merupakan bentuk tindakan penggurangan angka kemacetan

lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, selain itu pola

lalu lintas di Surabaya pada umumnya lalu lintas campuran (

Mixed

Traffic

) dimana seluruh jenis kendaraan bermotor maupun tidak

bermotor bercampur menjadi satu yang mana hal ini dirasa pemerintah

kota Surabaya kurang mengakomodir/ memberikan hak bagi

pengguna sepeda dijalanan kota Surabaya. Serta sebagai perwujudan

dari kota yang berwawasan lingkungan, Salah satu caranya adalah

dengan pemilihan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan,

yaitu sepeda. Dalam kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya,

masyarakat kota Surabaya khusunya para pengguna kendaraan

bermotor menjadi terget sasaran kebijakan ini. diharapkan dengan

adanya kebijakan ini masyarakat yang kesehariannya beraktifitas

dengan menggunakan moda kendaraan bermotor beralih ke moda

kendaraan angin (sepeda).


(5)

120

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2.

Berdasarkan analisis peneliti, kebiajakan jalur sepeda yang diadakan

di kota Surabaya masih belum berjalan dengan efektif. Hal ini

disebabkan beberapa faktor, antara lain :

Tidak sesuainya implementasi kebijakan dengan masalah yang

ingin dipecahkan.

Kurangnya kerja sama antara aktor yang terkait dalam

kebijakan jaur sepeda yang mengakibatkan kurang adanya

penyesuaian tugas dan kewenangan masing-masing aktor yang

terkait.

Target yang diintervensi dalam kebijakan jalur sepeda kurang

sesuai dengan target yang direncanakan, hal ini ditandai

dengan masih banyaknya pengguna kendaraan bermotor dan

minimnya pengguna sepeda di jalanan kota Surabaya.

Dalam realisasi kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya, aktor

yang bertugas sebagai perencana geometrik jalan perkotaan

(Dinas PU Bina Marga) tidak turut andil dalam kebijakan ini.

Masyarakat kota Surabaya, belum bisa sepenuhnya merasakan

manfaat dari kebijakan jalur sepeda, hal ini dikarenakan

minimnya fasilitas serta aspek keamanan yang kurang

memadahi.


(6)

B.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran yang diberikan penulis

untuk pemerintah kota Surabaya dalam meneruskan kebijakan jalur sepeda pada

tahap selanjutnya agar berjalan efektif adalah diperlukan kerja sama antara aktor

yang terkait dalam kebijakan jalur sepeda seperti Dinas PU Bina Marga dan Dinas

perhubungan agar dalam pemetaan konsep jalur sepeda dapat disesuaikan dengan

kondisi lingkungan kota Surabaya, serta jalur sepeda yang akan dibangun di masa

yang akan mendatang dibuat terintegrasi dari jalur umum, agar pengguna jalur

sepeda merasa aman saat berkendara di jalur tersebut dan diperlukan fasilitas

pendukung seperti pakir dan rambu khusus jalur sepeda.