Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mental Accounting : Perilaku Boros Versus Self-Control T2 912010008 BAB V
BAB 5
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari uraian
sebelumnya dan merupakan intisari dari hasil penelitian dan
jawaban dari persoalan penelitian. Kesimpulan yang diperoleh
selanjutnya
akan
menjadi
dasar
penyusunan
implikasi
teoritas.
5.1
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan
dua persoalan
penelitian yaitu kecenderungan mental accounting pada
Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita dan
apakah mental accounting dapat digunakan sebagai perangkat
self-control. Hasil yang diperoleh dari studi ini menjawab
persoalan
penelitian
kecenderungan
mental
yang
pertama
accounting
bahwa
pada
terdapat
Pegawai
Non
Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita. Perilaku mental
accounting muncul ketika seseorang memiliki kecenderungan
untuk mengelompokan dan memberlakukan uang secara
berbeda antara lain tergantung dari mana uang tersebut
berasal. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat kecenderungan mental accounting dalam pengelolaan
keuangan Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya
wanita.
51
Selanjutnya untuk persoalan penelitian yang kedua
adalah aspek mental accounting sebagai perangkat self-control.
Penelitian
ini
menyebutkan
bahwa
responden
yang
merupakan pegawai wanita pada Non Akademik UKSW
Salatiga
tidak
terpengaruh
ketika
dihadapkan
dengan
kebutuhan yang dianggap kurang penting serta tidak akan
mengambil uang yang sudah dialokasikan di pos-pos tertentu
untuk memuaskan keinginan yang tiba-tiba muncul. Maka,
dapat disimpulkan bahwa persoalan penelitian kedua terbukti
terjadi pada objek penelitian, bahwa Pegawai Non Akademik
UKSW
Salatiga
khususnya
wanita
setuju
mental
accounting dapat digunakan sebagai perangkat self-control
karena dapat digunakan untuk mencegah pemanfaatan dana
untuk
kepentingan
konsumtif
dan
dapat
membantu
pengelolaan keuangan.
52
Dari hasil penelitian juga ditemukan perbedaan mental
accounting berdasarkan perbedaan demografi responden yang
terdiri dari marital status, usia dan tingkat pendidikan,
diketahui bahwa kecenderungan mental accounting berpeluang
terjadi pada responden yang belum menikah. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pegawai wanita dengan usia kurang dari
40 tahun cenderung mengalami perilaku mental accounting
dibandingkan dengan usia lebih dari 40 tahun. Hasil dari
penelitian ini juga memberikan informasi bahwa perilaku
mental accounting cenderung dialami oleh pegawai wanita
dengan tingkat pendidikan S1 ke atas daripada tingkat
pendidikan responden lainnya.
5.2
Implikasi
5.2.1 Implikasi Teoritis
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
terdapat
kecenderungan perilaku mental accounting dalam pengelolaan
keuangan.
Dengan
demikian,
hal
tersebut
mendukung
pendapat Thaller dan Shefrin (1981) yang mengungkapkan
bahwa
mental
accounting
terjadi
bilamana
seseorang
menggolongkan masukan dan keluaran berdasarkan pos-pos
seperti
halnya
model
akuntansi
(account
code).
Mental
53
accounting
seseorang
menunjuk
yang
pada
perilaku
memiliki
atau
cara
berpikir
kecenderungan
untuk
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda
antara lain tergantung dari mana uang tersebut berasal.
Selanjutnya,
Hattereje,
Heath
dan
Min
(2009)
mengungkapkan bahwa mental accounting dapat membawa
dampak
tidak
baik
dalam
pengambilan
keputusan.
Namun,menurut Karlsson (1998) dan Hoch dan Loewenstein
(1991)
mengungkapkan
bahwa
mental
accounting
dapat
digunakan sebagai perangkat self-control. Hasil penelitian
menunjukan bahwa mental accounting berdampak positif
dalam pengelolaan keuangan yaitu dapat digunakan sebagai
perangkat
self-control
karena
dapat
digunakan
untuk
mencegah pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif. Hal ini berarti bahwa walaupun seseorang berpikir
tidak rasional namun tidak selamanya berdampak negatif,
sehingga penelitian ini bertolak belakang dengan Chattereje
dkk melainkan mendukung pendapat Karlsson (1998) dan
Hoch dan Loewenstein (1991).
5.2.2 Implikasi Terapan
Dari kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada hal yang
harus diperhatikan dan menjadi masukan bagi Pegawai Non
Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita, yaitu sebagian
besar bahkan hampir semua responden memperlakukan gaji
rutin berbeda dari gaji yang berasal dari TTB (tunjangan
54
tengah bulan) atau bonus sehingga gaji yang berasal dari
TTB/bonus lebih cepat habis untuk hal-hal yang bersifat
konsumtif daripada gaji rutin. Oleh karena itu, walaupun
dalam pengalokasian berbeda dengan gaji rutin, diharapkan
penggunaan gaji yang berasal dari TTB/bonus juga untuk halhal yang bersifat produktif.
5.3
Keterbatasan Penelitian
Pada
penelitian
ini,
penulis
menyadari
terdapat
kekurangan-kekurangan pada penulisan penelitian ini antara
lain
bahwa
pengujian
kecenderungan
perilaku
mental
accounting dan mental acconting sebagai perangkat self-control
menggunakan metode survey dengan teknik kuisioner, dimana
instrumennya dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih
belum baku. Kuisioner dalam penelitian ini juga bersifat
pemisalan atau pengandaian sehingga responden diminta
untuk memberikan tanggapan atau gambaran suatu peristiwa
atau kejadian. Hal tersebut dilain sisi kurang mencerminkan
perilaku responden yang sesungguhnya karena hanya bersifar
gambaran. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menguji
ulang instrument tersebut. Penelitian dengan topik mental
accounting masih relatif sedikit, oleh sebab itu perlu lebih
digali hal-hal lain tentang mental accounting.
55
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari uraian
sebelumnya dan merupakan intisari dari hasil penelitian dan
jawaban dari persoalan penelitian. Kesimpulan yang diperoleh
selanjutnya
akan
menjadi
dasar
penyusunan
implikasi
teoritas.
5.1
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan
dua persoalan
penelitian yaitu kecenderungan mental accounting pada
Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita dan
apakah mental accounting dapat digunakan sebagai perangkat
self-control. Hasil yang diperoleh dari studi ini menjawab
persoalan
penelitian
kecenderungan
mental
yang
pertama
accounting
bahwa
pada
terdapat
Pegawai
Non
Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita. Perilaku mental
accounting muncul ketika seseorang memiliki kecenderungan
untuk mengelompokan dan memberlakukan uang secara
berbeda antara lain tergantung dari mana uang tersebut
berasal. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat kecenderungan mental accounting dalam pengelolaan
keuangan Pegawai Non Akademik UKSW Salatiga khususnya
wanita.
51
Selanjutnya untuk persoalan penelitian yang kedua
adalah aspek mental accounting sebagai perangkat self-control.
Penelitian
ini
menyebutkan
bahwa
responden
yang
merupakan pegawai wanita pada Non Akademik UKSW
Salatiga
tidak
terpengaruh
ketika
dihadapkan
dengan
kebutuhan yang dianggap kurang penting serta tidak akan
mengambil uang yang sudah dialokasikan di pos-pos tertentu
untuk memuaskan keinginan yang tiba-tiba muncul. Maka,
dapat disimpulkan bahwa persoalan penelitian kedua terbukti
terjadi pada objek penelitian, bahwa Pegawai Non Akademik
UKSW
Salatiga
khususnya
wanita
setuju
mental
accounting dapat digunakan sebagai perangkat self-control
karena dapat digunakan untuk mencegah pemanfaatan dana
untuk
kepentingan
konsumtif
dan
dapat
membantu
pengelolaan keuangan.
52
Dari hasil penelitian juga ditemukan perbedaan mental
accounting berdasarkan perbedaan demografi responden yang
terdiri dari marital status, usia dan tingkat pendidikan,
diketahui bahwa kecenderungan mental accounting berpeluang
terjadi pada responden yang belum menikah. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pegawai wanita dengan usia kurang dari
40 tahun cenderung mengalami perilaku mental accounting
dibandingkan dengan usia lebih dari 40 tahun. Hasil dari
penelitian ini juga memberikan informasi bahwa perilaku
mental accounting cenderung dialami oleh pegawai wanita
dengan tingkat pendidikan S1 ke atas daripada tingkat
pendidikan responden lainnya.
5.2
Implikasi
5.2.1 Implikasi Teoritis
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
terdapat
kecenderungan perilaku mental accounting dalam pengelolaan
keuangan.
Dengan
demikian,
hal
tersebut
mendukung
pendapat Thaller dan Shefrin (1981) yang mengungkapkan
bahwa
mental
accounting
terjadi
bilamana
seseorang
menggolongkan masukan dan keluaran berdasarkan pos-pos
seperti
halnya
model
akuntansi
(account
code).
Mental
53
accounting
seseorang
menunjuk
yang
pada
perilaku
memiliki
atau
cara
berpikir
kecenderungan
untuk
mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda
antara lain tergantung dari mana uang tersebut berasal.
Selanjutnya,
Hattereje,
Heath
dan
Min
(2009)
mengungkapkan bahwa mental accounting dapat membawa
dampak
tidak
baik
dalam
pengambilan
keputusan.
Namun,menurut Karlsson (1998) dan Hoch dan Loewenstein
(1991)
mengungkapkan
bahwa
mental
accounting
dapat
digunakan sebagai perangkat self-control. Hasil penelitian
menunjukan bahwa mental accounting berdampak positif
dalam pengelolaan keuangan yaitu dapat digunakan sebagai
perangkat
self-control
karena
dapat
digunakan
untuk
mencegah pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif. Hal ini berarti bahwa walaupun seseorang berpikir
tidak rasional namun tidak selamanya berdampak negatif,
sehingga penelitian ini bertolak belakang dengan Chattereje
dkk melainkan mendukung pendapat Karlsson (1998) dan
Hoch dan Loewenstein (1991).
5.2.2 Implikasi Terapan
Dari kesimpulan penelitian yang diperoleh, ada hal yang
harus diperhatikan dan menjadi masukan bagi Pegawai Non
Akademik UKSW Salatiga khususnya wanita, yaitu sebagian
besar bahkan hampir semua responden memperlakukan gaji
rutin berbeda dari gaji yang berasal dari TTB (tunjangan
54
tengah bulan) atau bonus sehingga gaji yang berasal dari
TTB/bonus lebih cepat habis untuk hal-hal yang bersifat
konsumtif daripada gaji rutin. Oleh karena itu, walaupun
dalam pengalokasian berbeda dengan gaji rutin, diharapkan
penggunaan gaji yang berasal dari TTB/bonus juga untuk halhal yang bersifat produktif.
5.3
Keterbatasan Penelitian
Pada
penelitian
ini,
penulis
menyadari
terdapat
kekurangan-kekurangan pada penulisan penelitian ini antara
lain
bahwa
pengujian
kecenderungan
perilaku
mental
accounting dan mental acconting sebagai perangkat self-control
menggunakan metode survey dengan teknik kuisioner, dimana
instrumennya dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih
belum baku. Kuisioner dalam penelitian ini juga bersifat
pemisalan atau pengandaian sehingga responden diminta
untuk memberikan tanggapan atau gambaran suatu peristiwa
atau kejadian. Hal tersebut dilain sisi kurang mencerminkan
perilaku responden yang sesungguhnya karena hanya bersifar
gambaran. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menguji
ulang instrument tersebut. Penelitian dengan topik mental
accounting masih relatif sedikit, oleh sebab itu perlu lebih
digali hal-hal lain tentang mental accounting.
55