ISLAM BERKEMBANG DI NEGARA

ISLAM BERKEMBANG DI NEGARA
PENENTANGNYA
Setelah tragedi WTC, 11 September 2001, terjadi perubahan dalam sikap
orang Amerika terhadap Islam. Ada semacam keingintahuan yang besar dari warga
Amerika terhadap Islam. Mereka ingin tahu apa itu Al-Qur’an. Di Amerika
terjemahan Al-Qur’an habis terjual di banyak toko-toko buku. Mereka memborong
Al-Qur’an untuk mengetahui Islam yang sebenarnya. Namun demikian, sikap yang
kurang bersahabat juga muncul dari oknum-oknum orang Amerika terhadap Islam.
Ada yang bersikap sinis bahkan ada yang melakukan serangan ke dua masjid, yakni di
Ohio dan Oklahoma. Untung hakim di Amerika yang menangani kasus-kasus itu
bersikap adil. Mereka yang melakukan perusakan masjid dijatuhi hukuman penjara.
Pada akhir abad kedua puluh ada fenomena yang cukup menarik di Amerika
Serikat tentang Islam, yakni kebangkitan Islam Nasional yang dipelopori oleh para
Negro. Mereka mengonsolidasikan diri dalam Islam Nasional untuk membangun
kebanggaan atas ras mereka yang hitam, yang selama ini dipertentangkan oleh para
kulit putih. Tapi belakangan mereka mengoreksi pandangannya karena dalam doktrin
Islam tidak ada kemuliaan ras antara yang satu dengan yang lain. Universalitas Islam
mengatasi kebanggan atas ras tertentu, termasuk ras hitam. Salah seorang tokoh hitam
yang terkenal dari Amerika adalah Muhammad Ali. Dia berasal dari warga Negro
keturunan Afrika yang beragama Islam.
Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan etnis Hispanic beragama Islam di AS

sangat cepat. Dari hanya segelintir, jumlah mereka kini mencapai 60 ribu atau sepuluh
persen dari total Muslim Amerika yang jumlahnya sekitar 4-7 juta orang. Mereka
seolah antri masuk masjid. Mereka memenuhi sebagian ruang shalat dan tekun
mendengarkan ceramah. Sepanjang tahun silam, Islamic Center of Southern
California menggelar pengajian berbahasa Spanyol. Acara berlangsung tiap pekan
dengan durasi sekitar 90 menit. Pengikutnya tentu saja keseluruhan keturunan
Spanyol atau Amerika Latin karena sedikit yang mengerti bahasanya. Kajian ini,
untuk negeri yang sekular, sangat digemari dengan jumlah pendengar rata-rata 50
orang setiap pekan.
Kebanggaan sebagai Hispanic adalah kebanggaan yang satu. Mereka datang
dari beberapa negara Amerika Latin seperti Meksiko, El-Salvador, Peru, Nikaragua,
Costa Rica, dan negara selatan lainnya. Namun ada satu identitas pengikat, Latino
Muslim Amerika. Pengajian adalah ajang silaturahmi mereka. Dengan mengunjungi
pengajian Latino Muslim Amerika itu merasa memiliki saudara. Mereka tak lagi
sendirian di negeri impian. Kisah berbondong-bondongnya keturunan Hispanic masuk
Islam itu segera disusul dengan munculnya organisasi Muslim Hispanic. Semula
hanya di kota-kota besar seperti New York, dan Los Angeles. Tapi kemudian
menyeruak di kota-kota kecil di mana banyak keturunan Hispanic seperti Fla, Fresno,
Calif dan sebagainya.
Tak ada data pasti yang menyebut jumlah Hispanic Muslim Amerika.

American Muslim Council menyebut angka 25 ribu. Sedangkan menurut data lain,
jumlah mereka mencapai 60 ribu dan akan bertambah terus. Sebagian besar tinggal di
New York City, Chicago, dan California, kota besar dengan penduduk Hispanic cukup
banyak. Latino Dacwah Organization, organisasi Muslim Hispanic yang dibentuk
pada 1997 bahkan mengklaim telah memiliki cabang di sepuluh negara bagian. Ada
banyak alasan mengapa para Hispanic itu masuk Islam. Untuk perempuan tentu ada
kaitannya pernikahan perempuan dan lelaki Muslim. Namun bagi yang lain, Islam

dianut sebagai perjalanan pencarian terhadap kebenaran atau kekecewaan terhadap
dogma agama yang kaku.
Umumnya keturunan Spanyol beragama Katolik atau Kristen. Mereka tak puas
dengan hierarki gereja dan modernisasi yang dilakukan terhadap gaya hidup
lingkungan paroki. Tradisi ibadah Islam, dipandang lebih cocok dibanding Katolik
yang dimodernisasi. Dakwah Muslim Latin ini juga lain dari yang lain. Selain
menggelar pertemuan rutin, mereka juga gencar berdakwah lewat dunia maya. Ada
ceramah dan kajian Islam berbahasa Spanyol lewat internet dan pengajian umum. Ini
rupanya cukup menarik minat pemuda Hispanic.
Demikian pula dibeberapa belahan dunia yang lain, perkembangan Islam
cukup menggembirakan. Seperti yang digambarkan oleh mantan Menteri Agama,
Tarmizi Taher bahwa, di Kutub Utara (Norwegia) dan Kutub Selatan (Selandia Baru),

perkembangan Islam cukup menggembirakan. Dalam bukunya “Mosques in Norway”
tahun 2001, Prof. Saphinaz Amal Naguib (seorang intelektual wanita Mesir kawin
dengan pria Norwegia dan masuk Islam) mendapatkan banyak “masjid” di Norwegia
khususnya ibukota Oslo. Kaum Muslimin telah menjadi umat beragama nomor dua di
Norwegia sesudah Protestant (Luther). Umat beragama Katolik hanya menempati
urutan ketiga daru 4,5 juta penduduk Norwegia. Diantara kaum Muslimin tersebut ada
sejumlah 400 orang yang berpindah dari agama lain menjadi Muslim.
Dalam penelitiannya, Cherryl M. Hill, mengatakan bahwa orang-orang
Selandia Baru yang masuk Islam, mempunyai karakteristik umur sekitar 30-an, lebih
terdidik, sebelumnya Kristen dan sedang belajar studi agama. Islam mempunyai daya
tarik intelektual yang sangat kuat. Monotheisme yang jelas dan kuat perlu untuk
banyak orang yang mungkin tidak begitu “sreg” dengan konsep ke-Tuhanan dan
Trinitas dari Yesus. Sedangkan konsep nabi Muhammad S.A.W hanya manusia biasa
seperti nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya, dapat lebih menarik untuk banyak
orang. Demikian juga kepercayaan dan ibadah yang mudah, tanpa perantara makhluk
dan Al-Khalik seringkali ditekankan mereka. Muslim baru itu menurut Cherryl H. Hill
juga memberi kesimpulan tambahan, pentingnya nilai-nilai keluarga, menolak segala
bentuk “narkoba” dan judi, katanya “struktur dan tujuan hidup yang sangat jelas.
Di Australia sendiri sebenarnya perkembangan umat Islam cukup
membanggakan. Terutama di wilayah Tasmania. Sekarang komunitas Islam Tasmania

punya pusat kegiatan agama yang berlokasi di ibu kota Hobart. Sebagian besaar
muslim Tasmania adalah pendatang. Mereka berasal dari Asia Selatan, Barat, Timur
Tengah, Afrika, dan negeri Eropa Timur yang datang untuk mencari hidup. Muslim
Tasmania, kecuali mahasiswa, adalah pengungsi. Sejarah Islam di Tasmania pun tak
lepas dari kehidupan pengungsi.
Komunitas Muslim Tasmania pertama tercatat pada tahun 1800. Selain
penduduk Muslim dari keluarga Jacob Sultan, hadir pula pendatang beragama Yahudi,
Bernard Walford. Mereka hijrah ke Tasmania sekitar 795-1800 dari Pulau Norfolk.
Mereka murni orang India dan bekerja di Norfolk sebagai pedagang atau petani
setelah insiden kapal karam. Keberadaan Norfolk tak bisa dilepaskan dari sejarah
kapal karam. Sebab itu, boleh juga dibilang keberadaan Muslim di Tasmania adalah
berkah kapal karam.
Penduduk Norfolk sesungguhnya berasal dari India. Mereka dibawa
pemerintah Inggris ke Sidney sebagai pekerja. Namun, kehidupan mereka tak terlalu
baik sehingga mendesak untuk dikembalikan ke negeri asal. Pemerintah Inggris
menurut kemauan mereka dan mengirimnya pulang dengan menggunakan kapal
Endeavor. Endeavor berlayar menuju India melalui Selandia Baru dengan logistik
minim. Di tengah jalan, badai menghantam kapal ini hingga karam.

Tasmania masih identik dengan negeri induknya, Australia. Penduduknya pun

diyakini menganut Kristen Anglican atau Kristen Protestan sebagaimana negeri
Inggris. Namun, saat ini di sana ada dua kekuatan agama di luar Kristen, yakni Islam
dan Yahudi. Mereka mulai berani menampilkan identitas diri. Pemerintah setempat
pada akhirnya mengakomodasi kebutuhan penduduk untuk mengamalkan kehidupan
spirirtual menurut agama yang diyakini.***
Sumber: SM-06-2002