Status Praesen Anjing Pelacak Polri Subdit Satwa Polda Bali.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Diajukan oleh

Ingrid Vania Maspaitella

NIM. 1009005095

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sangat ramah, pintar, dan sangat disukai oleh manusia. Anjing digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk menjaga pertanian, berburu, menggembalakan domba, dan sebagai hewan kesayangan. Selain itu, anjing juga digunakan sebagai hewan pelacak untuk membantu aparat keamanan (polisi) dalam memecahkan berbagai kasus kriminal. Anjing-anjing tersebut dilatih oleh kepolisian dengan beberapa tujuan, antara lain melacak bahan peledak, melacak narkotik, melacak kasus pencurian, pembunuhan, dan mencari orang hilang (Siagian, 2010).

Jenis anjing yang sering digunakan sebagai anjing pelacak di Indonesia diantaranya yaitu anjing Labrador Retriever, German Sherperd, Rottweiler,

Golden Retriever, Dobermen Pincher, Belgian Melanois, dan Beagle (Larkin dan

Stockman, 2001). Anjing-anjing tersebut dipilih sebagai anjing pelacak karena memiliki penampilan yang sangat baik, fisik yang sehat, mental yang baik, dan daya intelegensia yang tinggi dibandingkan anjing lain serta memiliki daya penciuman yang sangat tajam, namun faktor yang paling mendukung sebagai anjing pelacak yaitu diutamakan anjing yang sehat secara fisiologis (Saleh, 2009) dan dalam penanganan kesehatannya sangat diperlukan nilai fisiologis (normal) yang akurat (Suprayogi et al., 2009).

Kesehatan anjing secara fisiologis dapat dilihat dari hasil pemeriksaan status praesen. Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan


(3)

umum normal dari hewan saat dilakukan pemeriksaan. Yang termasuk status praesen antara lain adalah temperatur tubuh, frekuensi denyut nadi (pulsus), frekuensi nafas, membran mukosa dan Capillary Refill Time (CRT). Penelitian ini dilakukan karena hingga saat ini belum terdapat laporan atau publikasi mengenai status praesen pada anjing pelacak.

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana status praesen (temperatur tubuh, pulsus, frekuensi nafas, membran mukosa dan CRT) dari anjing pelacak Polri Subdit Satwa Polda Bali?”

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan status praesen (temperatur tubuh, pulsus, frekuensi nafas, membran mukosa dan CRT) dari anjing pelacak Polri Subdit Satwa Polda Bali?

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status praesen (temperatur tubuh, pulsus, frekuensi nafas, membran mukosa dan CRT) dari anjing pelacak Polri yang merupakan faktor pendukung yang penting dalam memaksimalkan kinerja anjing pelacak dan dapat digunakan sebagai suatu acuan dan langkah awal dalam pengembangan ilmu kedokteran hewan yang erat kaitannya dengan status praesen pada anjing pelacak Polri.


(4)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Temperatur Tubuh

Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme basal dan aktifitas otot tubuh dengan panas yang dikeluarkan oleh tubuh (Pieterson dan Foulkes, 1988).

Temperatur tubuh internal diukur dengan mengukur suhu rektal menggunakan termometer. Menurut Cunningham (2002), temperatur tubuh dipengaruhi oleh lingkungan, jenis hewan, dan kondisi hewan.Hewan-hewan betina, hewan-hewan bunting, dan hewan-hewan muda mempunyai temperatur tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan hewan jantan, hewan tidak bunting, dan hewan tua (Widodo

et al., 2011). Panas tubuh yang hilang lewat kulit kira-kira sejumlah 85% sisanya

dikeluarkan melalui respirasi dan urinasi. Regulasi dari panas tubuh terletak pada pusat termoregulator yang terletak di otak. Jika temperatur lingkungan naik maka tubuh akan beradaptasi dengan meningkatkan frekuensi denyut nadi dan frekuensi respirasi sehingga panas tubuh akan dialirkan oleh darah lebih cepat dan dikeluarkan oleh tubuh melalui konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi (McDowell, 1972).

Pada hewan sehat yang mengalami latihan berat, temperatur yang meningkat akan segera kembali lagi kebatasan normal dalam waktu 10-20 menit, sedangkan pada hewan yang sakit, latihan akan mengakibatkan peningkatan temperatur tubuh yang lebih besar dan diikuti penurunan temperatur yang lambat (Widiono, 2001).


(5)

Temperatur tubuh yang meningkat dari normal (1o C di atas normal) disebut dengan fever (demam) sedangkan temperatur dibawah normal disebut dengan hipotermia. Temperatur normal anjing 37,6 – 39,4 0C (Widodo et al., 2011).

2.2. Frekuensi Denyut Nadi (Pulsus)

Pulsus didefinisikan sebagai denyutan yang dirasakan saat penekanan secara perlahan di atas pembuluh arteri. Ritme denyut ini merupakan refleksi dari detak jantung. Faktor penting yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan pulsus adalah frekuensi, ritme dan kualitas. Frekuensi pulsus ditentukan dengan menghitung detak jantung selama satu menit. Ritme dari pulsus yang normal dapat dilihat dari urutan ritme setiap denyut secara teratur dalam interval tertentu. Kualitas yang baik dideskripsikan dari tekanan dinding arteri, hal ini sebagai indikasi aliran darah pada pembuluh darah. Arteri yang dapat digunakan untuk memeriksa pulsus anjing adalah arteri yang terletak di bawah kulit. Anjing dan kucing, pulsus dapat diraba pada arteria femoralis pada paha bagian dalam.

Frekuensi normal dari pulsus bervariasi dari masing-masing spesies dan individu. Variasi dari pulsus dipengaruhi oleh faktor umur, ukuran tubuh, jenis kelamin, ras, kondisi atmosfer, waktu pengukuran dan aktifitas (Upadhyay dan Madan, 1985; Pieterson dan Foulkes, 1988; Dwamadji et al., 2000). Hewan bertubuh kecil memiliki frekuensi pulsus yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan berbadan besar pada spesies yang sama. Hewan yang lebih muda memiliki frekuensi pulsus yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan yang lebih tua. Hewan betina memiliki frekuensi pulsus yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan jantan. Hewan yang sedang bunting tua juga memiliki frekuensi pulsus


(6)

yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dalam keadaan tidak bunting (Widodo et al., 2011).

Pada keadaan patologis, pulsus meningkat dapat ditemukan pada kasus demam, keracunan, anemia serta penyakit jantung. Frekuensi pulsus yang menurun dapat terjadi pada kasus penurunan aktivitas jantung (Widiono, 2001). Frekuensi pulsus normal anjing 76-148 kali/menit (Subronto, 2008).

2.3. Frekuensi Nafas

Frekuensi nafas adalah aktifitas bernafas atau yang lebih spesifik adalah proses pengambilan oksigen untuk digunakan oleh jaringan dan melepaskan karbondioksida. Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur hewan, aktivitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan dan posisi hewan (Widodo

et al., 2011). Bila terjadi hecheln yakni bernafas pendek, dangkal dengan lidah terjulur maka frekuensi nafas tidak dapat dihitung dan dievaluasi. Frekuensi nafas yang meningkat terjadi pada keadaan stres, kerja, demam dan adanya rasa sakit. Sebaliknya juga dapat terjadi penurunan frekuensi nafas pada depresi kepekaan pusat nafas pada kasus seperti peningkatan tekanan dalam otak, hilang kesadaran, uremia dan tekanan oksigen yang meningkat (Widiono, 2001). Pengamatan frekuensi nafas dapat dilakukan dengan cara visual dengan cara memperhatikan gerakan inspirasi dan ekspirasi pada tulang iga di bagian dada (Cunningham, 2002; Nelson, 2003). Frekuensi nafas normal anjing 24-42 kali/menit (Surono et al., 2003).


(7)

2.4. Membran Mukosa

Pemeriksaan kesehatan anjing dapat dilihat dari warna membran mukosa pada konjungtiva bawah, hidung, gusi dan penis/vulva. Sewaktu memeriksa membran mukosa, yang harus diperhatikan adalah warna, kebasahan, dan kondisi permukaan seperti ada/tidaknya ulkus, vesikula, papula, dan pustula (Widodo et al., 2011). Pada konjungtiva, tekan kelopak mata bawah dengan ibu jari maka konjungtiva palpebrarum bawah akan tampak pula. Pada anjing normalnya berwarna merah muda. Pada hidung, gusi dan penis pada keadaan normalnya selalu basah dan berwarna merah muda (Widodo et al., 2011).

2.5. Capillary Refill Time (CRT)

Capillary Refill Time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membran

mukosa setelah dilakukan penekanan yang lembut dengan jari (Sudisma et al., 2011). CRT diamati dengan menekan gusi anjing menggunakan jari hingga gusi dibawah daerah penekanan menjadi pucat, kemudian jari dilepaskan dan hitung kembalinya warna gusi seperti semula (Gorda et al., 2010). Penekanan pada membran mukosa akan menekan pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran darah di daerah tersebut, apabila penekanan dilepaskan kapiler akan terisi kembali oleh darah dengan cepat dan warnanya akan kembali, menandakan bahwa jantung masih mampu untuk menghasilkan tekanan darah yang cukup (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Nilai CRT yang lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Hal ini menandakan terjadi penurunan tekanan darah akibat pemberian obat,


(8)

hipotermia, gangguan jantung atau shock (Cunningham, 2002; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

2.6. Status Praesen

Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan umum normal dari hewan. Hal yang termasuk status praesen adalah temperatur tubuh, frekuensi denyut nadi (pulsus), frekuensi nafas, warna membran mukosa dan

Capillary Refill Time (CRT).

Tabel 1. Data Status Praesen Normal pada Anjing

Variabel Nilai

Temperatur tubuh1 37,8 – 39,5 0C Pulsus2 76-148 kali/menit Frekuensi nafas1 24-42 kali/menit Membran mukosa3:

- Konjungtiva - Gusi

- Hidung - Penis/vulva

Berwarna merah muda Basah dan berwarna merah muda

Basah

Basah dan berwarna merah muda

CRT4 <2 detik

Sumber: 1 Surono et al., 2003; 2 Subronto, 2008; 3 Widodo et al., 2011; 4 Cunningham, 2002

2.7. Anjing Pelacak Polri

Berdasarkan Surat Keputusan KAPOLRI No. Pol: Skep/261/IV/2004, menyatakan bahwa pengertian anjing pelacak Polri adalah satwa anjing dengan ras tertentu yang sudah terseleksi melalui spesifikasi teknis yang telah ditentukan dan lulus dari pelatihan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tugas Kepolisian. Kemampuan atau kualifikasi anjing pelacak yang dimiliki oleh Subdit Satwa Polri meliputi pelacak umum untuk tindakan kriminal, deteksi bahan


(9)

peledak, deteksi narkoba, pelacak SAR, dan anjing Pengendalian Masyarakat (Dalmas)(Saleh, 2009).

Gambar 2. Anjing Pelacak Polri

Anjing operasional adalah anjing yang sehari-sehari bertugas sebagai anjing operasi untuk kegiatan kepolisian seperti mendeteksi bahan peledak, narkotika dan sebagainya. Definisi anjing deteksi bahan peledak menurut Kep/53/X/2002 yaitu anjing ras tertentu yang dilatih untuk mendeteksi atau mencari keberadaan bom, bahan peledak, senjata api dan semua yang berkaitan dengan ancaman teroris. Definisi anjing deteksi narkoba adalah anjing yang dilatih secara khusus untuk mencari atau menemukan narkoba (Saleh, 2009).

Sasaran kegiatan deteksi anjing pelacak yaitu lapangan terbuka, gedung dan bangunan yang dicurigai terdapat bahan peledak, kendaraan bahan peledak, bom, senjata api dan barang atau benda yang berhubungan dengan bahan peledak sedangkan sasaran kegiatan deteksi anjing pelacak narkotika yaitu tempat yang diduga untuk menyembunyikan atau menyimpan bahan narkoba, tempat yang diduga pernah dipakai untuk menyimpan narkoba, orang yang membawa atau


(10)

mengedarkan narkoba dan pemakai narkoba, alat-alat yang digunakan untuk pemakaian narkoba, narkotika, dan obat-obat terlarang (Saleh, 2009).

2.8 Kerangka Konsep

Anjing-anjing pelacak dilatih oleh kepolisian dengan beberapa tujuan, seperti melacak bahan peledak, melacak narkotik, melacak kasus pencurian, pembunuhan, dan mencari orang hilang. Anjing-anjing tersebut dipilih sebagai anjing pelacak karena memiliki penampilan yang sangat baik, fisik yang sehat, mental yang baik, dan daya intelegensia yang tinggi dibandingkan anjing lain serta memiliki daya penciuman yang sangat tajam, namun faktor yang paling mendukung sebagai anjing pelacak yaitu diutamakan anjing yang sehat secara fisiologis (Saleh, 2009) dan dalam penanganan kesehatannya sangat diperlukan nilai fisiologis (normal) yang akurat (Suprayogi et al., 2009).

Kesehatan anjing secara fisiologis dapat dilihat dari hasil pemeriksaan status praesen. Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan umum normal dari hewan saat dilakukan pemeriksaan. Yang termasuk status praesen antara lain adalah temperatur tubuh, frekuensi denyut nadi (pulsus), frekuensi nafas, warna membran mukosa dan Capillary Refill Time (CRT).

Penelitian ini dilakukan karena hingga saat ini, data mengenai status praesen pada anjing pelacak belum pernah dipublikasi dan belum diketahui. Hasil data pemeriksaan status praesen dari anjing pelacak Polri akan dianalisis secara deskriptif dan dapat digunakan sebagai suatu acuan dan langkah awal dalam pengembangan ilmu kedokteran hewan yang erat kaitannya dengan status praesen pada anjing pelacak Polri.


(11)

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Anjing pelacak Polri

Pemeriksaan status praesen

(temperatur tubuh, pulsus, frekuensi nafas, membran mukosa dan CRT)

Faktor yang berpengaruh:

Kondisi hewan, jenis kelamin, jenis anjing, waktu pemeriksaan Syarat utama menjadi anjing pelacak Polri


(1)

yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dalam keadaan tidak bunting (Widodo et al., 2011).

Pada keadaan patologis, pulsus meningkat dapat ditemukan pada kasus demam, keracunan, anemia serta penyakit jantung. Frekuensi pulsus yang menurun dapat terjadi pada kasus penurunan aktivitas jantung (Widiono, 2001). Frekuensi pulsus normal anjing 76-148 kali/menit (Subronto, 2008).

2.3. Frekuensi Nafas

Frekuensi nafas adalah aktifitas bernafas atau yang lebih spesifik adalah proses pengambilan oksigen untuk digunakan oleh jaringan dan melepaskan karbondioksida. Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur hewan, aktivitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi kesehatan dan posisi hewan (Widodo et al., 2011). Bila terjadi hecheln yakni bernafas pendek, dangkal dengan lidah terjulur maka frekuensi nafas tidak dapat dihitung dan dievaluasi. Frekuensi nafas yang meningkat terjadi pada keadaan stres, kerja, demam dan adanya rasa sakit. Sebaliknya juga dapat terjadi penurunan frekuensi nafas pada depresi kepekaan pusat nafas pada kasus seperti peningkatan tekanan dalam otak, hilang kesadaran, uremia dan tekanan oksigen yang meningkat (Widiono, 2001). Pengamatan frekuensi nafas dapat dilakukan dengan cara visual dengan cara memperhatikan gerakan inspirasi dan ekspirasi pada tulang iga di bagian dada (Cunningham, 2002; Nelson, 2003). Frekuensi nafas normal anjing 24-42 kali/menit (Surono et al., 2003).


(2)

2.4. Membran Mukosa

Pemeriksaan kesehatan anjing dapat dilihat dari warna membran mukosa pada konjungtiva bawah, hidung, gusi dan penis/vulva. Sewaktu memeriksa membran mukosa, yang harus diperhatikan adalah warna, kebasahan, dan kondisi permukaan seperti ada/tidaknya ulkus, vesikula, papula, dan pustula (Widodo et al., 2011). Pada konjungtiva, tekan kelopak mata bawah dengan ibu jari maka konjungtiva palpebrarum bawah akan tampak pula. Pada anjing normalnya berwarna merah muda. Pada hidung, gusi dan penis pada keadaan normalnya selalu basah dan berwarna merah muda (Widodo et al., 2011).

2.5. Capillary Refill Time (CRT)

Capillary Refill Time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membran mukosa setelah dilakukan penekanan yang lembut dengan jari (Sudisma et al., 2011). CRT diamati dengan menekan gusi anjing menggunakan jari hingga gusi dibawah daerah penekanan menjadi pucat, kemudian jari dilepaskan dan hitung kembalinya warna gusi seperti semula (Gorda et al., 2010). Penekanan pada membran mukosa akan menekan pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran darah di daerah tersebut, apabila penekanan dilepaskan kapiler akan terisi kembali oleh darah dengan cepat dan warnanya akan kembali, menandakan bahwa jantung masih mampu untuk menghasilkan tekanan darah yang cukup (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Nilai CRT yang lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Hal ini menandakan terjadi penurunan tekanan darah akibat pemberian obat,


(3)

hipotermia, gangguan jantung atau shock (Cunningham, 2002; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

2.6. Status Praesen

Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan umum normal dari hewan. Hal yang termasuk status praesen adalah temperatur tubuh, frekuensi denyut nadi (pulsus), frekuensi nafas, warna membran mukosa dan Capillary Refill Time (CRT).

Tabel 1. Data Status Praesen Normal pada Anjing

Variabel Nilai

Temperatur tubuh1 37,8 – 39,5 0C

Pulsus2 76-148 kali/menit

Frekuensi nafas1 24-42 kali/menit

Membran mukosa3: - Konjungtiva - Gusi

- Hidung - Penis/vulva

Berwarna merah muda Basah dan berwarna merah muda

Basah

Basah dan berwarna merah muda

CRT4 <2 detik

Sumber: 1 Surono et al., 2003; 2 Subronto, 2008; 3 Widodo et al., 2011; 4 Cunningham, 2002

2.7. Anjing Pelacak Polri

Berdasarkan Surat Keputusan KAPOLRI No. Pol: Skep/261/IV/2004, menyatakan bahwa pengertian anjing pelacak Polri adalah satwa anjing dengan ras tertentu yang sudah terseleksi melalui spesifikasi teknis yang telah ditentukan dan lulus dari pelatihan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tugas Kepolisian. Kemampuan atau kualifikasi anjing pelacak yang dimiliki oleh Subdit Satwa Polri meliputi pelacak umum untuk tindakan kriminal, deteksi bahan


(4)

peledak, deteksi narkoba, pelacak SAR, dan anjing Pengendalian Masyarakat (Dalmas) (Saleh, 2009).

Gambar 2. Anjing Pelacak Polri

Anjing operasional adalah anjing yang sehari-sehari bertugas sebagai anjing operasi untuk kegiatan kepolisian seperti mendeteksi bahan peledak, narkotika dan sebagainya. Definisi anjing deteksi bahan peledak menurut Kep/53/X/2002 yaitu anjing ras tertentu yang dilatih untuk mendeteksi atau mencari keberadaan bom, bahan peledak, senjata api dan semua yang berkaitan dengan ancaman teroris. Definisi anjing deteksi narkoba adalah anjing yang dilatih secara khusus untuk mencari atau menemukan narkoba (Saleh, 2009).

Sasaran kegiatan deteksi anjing pelacak yaitu lapangan terbuka, gedung dan bangunan yang dicurigai terdapat bahan peledak, kendaraan bahan peledak, bom, senjata api dan barang atau benda yang berhubungan dengan bahan peledak sedangkan sasaran kegiatan deteksi anjing pelacak narkotika yaitu tempat yang diduga untuk menyembunyikan atau menyimpan bahan narkoba, tempat yang diduga pernah dipakai untuk menyimpan narkoba, orang yang membawa atau


(5)

mengedarkan narkoba dan pemakai narkoba, alat-alat yang digunakan untuk pemakaian narkoba, narkotika, dan obat-obat terlarang (Saleh, 2009).

2.8 Kerangka Konsep

Anjing-anjing pelacak dilatih oleh kepolisian dengan beberapa tujuan, seperti melacak bahan peledak, melacak narkotik, melacak kasus pencurian, pembunuhan, dan mencari orang hilang. Anjing-anjing tersebut dipilih sebagai anjing pelacak karena memiliki penampilan yang sangat baik, fisik yang sehat, mental yang baik, dan daya intelegensia yang tinggi dibandingkan anjing lain serta memiliki daya penciuman yang sangat tajam, namun faktor yang paling mendukung sebagai anjing pelacak yaitu diutamakan anjing yang sehat secara fisiologis (Saleh, 2009) dan dalam penanganan kesehatannya sangat diperlukan nilai fisiologis (normal) yang akurat (Suprayogi et al., 2009).

Kesehatan anjing secara fisiologis dapat dilihat dari hasil pemeriksaan status praesen. Status praesen adalah kondisi fisiologis hewan saat ini, atau keadaan umum normal dari hewan saat dilakukan pemeriksaan. Yang termasuk status praesen antara lain adalah temperatur tubuh, frekuensi denyut nadi (pulsus), frekuensi nafas, warna membran mukosa dan Capillary Refill Time (CRT).

Penelitian ini dilakukan karena hingga saat ini, data mengenai status praesen pada anjing pelacak belum pernah dipublikasi dan belum diketahui. Hasil data pemeriksaan status praesen dari anjing pelacak Polri akan dianalisis secara deskriptif dan dapat digunakan sebagai suatu acuan dan langkah awal dalam pengembangan ilmu kedokteran hewan yang erat kaitannya dengan status praesen


(6)

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Anjing pelacak Polri

Pemeriksaan status praesen

(temperatur tubuh, pulsus, frekuensi nafas, membran mukosa dan CRT)

Faktor yang berpengaruh:

Kondisi hewan, jenis kelamin, jenis anjing, waktu pemeriksaan Syarat utama menjadi anjing pelacak Polri