Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

(1)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

FITRI PATMAWATI. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan HERA MAHESHWARI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hematologi anjing pelacak ras Doberman tanpa perlakuan apapun. Penelitian ini menggunakan tujuh ekor Doberman. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak ras Doberman melakukan aktivitas latihan rutinnya, pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali dengan jarak pengambilan tiga minggu. Gambaran hematologis yang diukur yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit (PCV), indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), jumlah leukosit dan differensiasi leukosit meliputi neutrofil, limfosit, eosinofil, monosit dan basofil. Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Dari data yang diperoleh, secara umum anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI memiliki nilai-nilai darah yang masih berada dalam kisaran normal kecuali nilai MCV yang tinggi pada lebih dari 50% Doberman.


(3)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

NAMA : Fitri Patmawati NRP : B04103100

Disetujui,

Dr. Drh. Aryani Sismin S, MSc. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Serang, Banten pada tanggal 8 juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari bapak AKP.Parno dan ibu Ruwati.

Penulis memulai pendidikan di TK PGRI Serang pada tahun 1989 kemudian pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan dasarnya di SD N Unyur Serang dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 07 Serang dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Menengah ditempuh di SMU N 01 Cipocok Jaya-Serang mulai tahun 2000 dan selesai pada tahun 2003.

Tahun 2003 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)-UGM melalui jalur UM-UGM dan di FKH-IPB melalui jalur USMI. Setelah melalui beberapa pertimbangan akhirnya penulis memilih untuk melanjutkan Pendidikan Tingginya sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Aikido pada tahun 2003/2004, Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Liar pada tahun 2004/2005 serta aktif sebagai ketua Veterinary English Club (VEC) pada tahun 2005/2006.


(6)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat kekuatan, ridha serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing I dan Dr. Drh. Hera Maheswari, MSc selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, arahan serta dukungan yang telah diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan baik materi maupun spiritual, I truly love you Mom and Dad.

2. Adik-adik kecilku yang lucu yang dapat membuatku tersenyum saat lelah ataupun membuatku lelah ketika ku tersenyum.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4. Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi, sebagai dosen penguji atas saran yang diberikan.

5. AKP. Drh. Chaindra Prasto Saleh dan Bripda Wahyu atas bantuan, kerja sama dan kesabarannya selama tim penelitian GAGU (Gita, Ame, Galuh) berada di Subdit Satwa POLRI (thank you for the joy and the laugh we shared)

6. Staf Subdit Satwa POLRI-Kelapa Dua Depok dan pelatih/pawang anjing pelacak yang telah bersedia membantu dan bekerja sama.

7. Staf Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas kerja sama bantuannya.

8. Rekan penelitian GAGU (Gita dan Galuh) atas kebersamaan dalam keringat, perjuangan, tertawa dan kekonyolan yang kita lewati.


(7)

10.Teman-teman Cecedugz (Mamie, Galuh, Rani, Achi, Bebeq, Malta), AMKK (Wangs it dan Hani), Kabaret ‘40 (Bone dkk), Nola chan, Uwie, Aziz-kun, Brian dan Ndutz atas kebersamaannya selama ini.

11.Rekan-rekan VEC (Veterinary English Club), be proud for all our efforts to learn English better. Keep struggle and be humble!

12.Teman-teman Gymnolaemata 40, “Gambatte Ne”.

Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan penulis dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA……… i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian... 2

Manfaat penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Definisi dan klasifikasi anjing... 3

Penggolongan anjing... 4

Kemampuan hidung anjing yang luar biasa………... 6

Doberman... 9

1. Sejarah ... 9

2. Tampilan Umum... 10

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik... 11

4. Proporsi Tubuh... 12

5. Karakter... 12

6. Gaya Berjalan/Melangkah... 12

Darah... 13

Komposisi Darah... 14

Eritrosit... 15

1. Asal Eritrosit... 16

2. Komposisi Eritrosit... 16

3. Ukuran dan Isi Eritrosit... 17

4. Jumlah Eritrosit... 18

5. Jangka Hidup Eritrosit... 19

6. Antikoagulan... 20

Packed Cell Volume/Hematokrit... 21

Hemoglobin... 21

Trombosit/Platelet... 22

Leukosit... 24

Neutrofil... 24

Eosinofil... . 25 Basofil... . 26 Limfosit... 26 Monosit... .

27 27


(9)

BAHAN DAN METODE... 29

Waktu dan tempat penelitian... 29

Bahan dan alat... 29

Metode penelitian... 30

Pengambilan Sampel Darah……… 30

Penghitungan Jumlah Eritrosit……… 31

Penghitungan Jumlah Leukosit………... 32

Penghitungan Diferensiasi Leukosit………... 33

Penghitungan Nilai Hematokrit……….. 33

Penghitungan Kadar Hemoglobin………... 34

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)………... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 36

Eritrosit……….. 36

Hemoglobin……… 38

Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)……… 39

Mean Corpusclar Volume (MCV)………. 40

Mean Corpuscular Hemogobin (MCH)………. 41

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)………. 42

Leukosit……….. 43

Differensiasi leukosit... 45

Limfosit... 45

Neutrofil... 46

Monosit... 47

Eosinofil... 47

Basofil... 48

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan... 49

Saran... DAFTAR PUSTAKA... 50


(10)

(11)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

FITRI PATMAWATI. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan HERA MAHESHWARI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hematologi anjing pelacak ras Doberman tanpa perlakuan apapun. Penelitian ini menggunakan tujuh ekor Doberman. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak ras Doberman melakukan aktivitas latihan rutinnya, pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali dengan jarak pengambilan tiga minggu. Gambaran hematologis yang diukur yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit (PCV), indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), jumlah leukosit dan differensiasi leukosit meliputi neutrofil, limfosit, eosinofil, monosit dan basofil. Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Dari data yang diperoleh, secara umum anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI memiliki nilai-nilai darah yang masih berada dalam kisaran normal kecuali nilai MCV yang tinggi pada lebih dari 50% Doberman.


(13)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

NAMA : Fitri Patmawati NRP : B04103100

Disetujui,

Dr. Drh. Aryani Sismin S, MSc. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Serang, Banten pada tanggal 8 juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari bapak AKP.Parno dan ibu Ruwati.

Penulis memulai pendidikan di TK PGRI Serang pada tahun 1989 kemudian pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan dasarnya di SD N Unyur Serang dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 07 Serang dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Menengah ditempuh di SMU N 01 Cipocok Jaya-Serang mulai tahun 2000 dan selesai pada tahun 2003.

Tahun 2003 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)-UGM melalui jalur UM-UGM dan di FKH-IPB melalui jalur USMI. Setelah melalui beberapa pertimbangan akhirnya penulis memilih untuk melanjutkan Pendidikan Tingginya sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Aikido pada tahun 2003/2004, Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Liar pada tahun 2004/2005 serta aktif sebagai ketua Veterinary English Club (VEC) pada tahun 2005/2006.


(16)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat kekuatan, ridha serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing I dan Dr. Drh. Hera Maheswari, MSc selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, arahan serta dukungan yang telah diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan baik materi maupun spiritual, I truly love you Mom and Dad.

2. Adik-adik kecilku yang lucu yang dapat membuatku tersenyum saat lelah ataupun membuatku lelah ketika ku tersenyum.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4. Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi, sebagai dosen penguji atas saran yang diberikan.

5. AKP. Drh. Chaindra Prasto Saleh dan Bripda Wahyu atas bantuan, kerja sama dan kesabarannya selama tim penelitian GAGU (Gita, Ame, Galuh) berada di Subdit Satwa POLRI (thank you for the joy and the laugh we shared)

6. Staf Subdit Satwa POLRI-Kelapa Dua Depok dan pelatih/pawang anjing pelacak yang telah bersedia membantu dan bekerja sama.

7. Staf Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas kerja sama bantuannya.

8. Rekan penelitian GAGU (Gita dan Galuh) atas kebersamaan dalam keringat, perjuangan, tertawa dan kekonyolan yang kita lewati.


(17)

10.Teman-teman Cecedugz (Mamie, Galuh, Rani, Achi, Bebeq, Malta), AMKK (Wangs it dan Hani), Kabaret ‘40 (Bone dkk), Nola chan, Uwie, Aziz-kun, Brian dan Ndutz atas kebersamaannya selama ini.

11.Rekan-rekan VEC (Veterinary English Club), be proud for all our efforts to learn English better. Keep struggle and be humble!

12.Teman-teman Gymnolaemata 40, “Gambatte Ne”.

Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan penulis dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA……… i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian... 2

Manfaat penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Definisi dan klasifikasi anjing... 3

Penggolongan anjing... 4

Kemampuan hidung anjing yang luar biasa………... 6

Doberman... 9

1. Sejarah ... 9

2. Tampilan Umum... 10

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik... 11

4. Proporsi Tubuh... 12

5. Karakter... 12

6. Gaya Berjalan/Melangkah... 12

Darah... 13

Komposisi Darah... 14

Eritrosit... 15

1. Asal Eritrosit... 16

2. Komposisi Eritrosit... 16

3. Ukuran dan Isi Eritrosit... 17

4. Jumlah Eritrosit... 18

5. Jangka Hidup Eritrosit... 19

6. Antikoagulan... 20

Packed Cell Volume/Hematokrit... 21

Hemoglobin... 21

Trombosit/Platelet... 22

Leukosit... 24

Neutrofil... 24

Eosinofil... . 25 Basofil... . 26 Limfosit... 26 Monosit... .

27 27


(19)

BAHAN DAN METODE... 29

Waktu dan tempat penelitian... 29

Bahan dan alat... 29

Metode penelitian... 30

Pengambilan Sampel Darah……… 30

Penghitungan Jumlah Eritrosit……… 31

Penghitungan Jumlah Leukosit………... 32

Penghitungan Diferensiasi Leukosit………... 33

Penghitungan Nilai Hematokrit……….. 33

Penghitungan Kadar Hemoglobin………... 34

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)………... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 36

Eritrosit……….. 36

Hemoglobin……… 38

Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)……… 39

Mean Corpusclar Volume (MCV)………. 40

Mean Corpuscular Hemogobin (MCH)………. 41

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)………. 42

Leukosit……….. 43

Differensiasi leukosit... 45

Limfosit... 45

Neutrofil... 46

Monosit... 47

Eosinofil... 47

Basofil... 48

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan... 49

Saran... DAFTAR PUSTAKA... 50


(20)

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal... 13 2. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia... 18

3. Kandungan dari granul trombosit 23

4. Kisaran nilai eritrosit (BDM), Hemoglobin (Hb)

dan hematokrit (PCV) Doberman... 36 5. Kisaran indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) Doberman... 40 6. Kisaran nilai leukosit/Butir Darah Putih(BDP)


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tampilan umum labrador retriever... 5 2. Potongan sagital anatomi hidung anjing... 8 3. Tampilan umum seekor Doberman... 10 4. Pelatihan Doberman... 12 5. Pemisahan darah; serum dan sel darah... 15 6. Eritrosit normal pada anjing... 16 7. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan

pewarnaan giemsa, pembesaran 100x... 26 8. Limfosit pada anjing sehat... 27 9. Basofil, monosit dan dua neutrofil dalam darah anjing

menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran 100x... 28 10. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii... 31 11. Kotak leukosit (empat kotak pinggir; A, B, C, D) ... 32 12. Grafik nilai eritrosit (BDM) anjing pelacak ras Doberman... 36 13. Grafik kadar hemoglobin (Hb) anjing pelacak ras Doberman... 38 14. Grafik nilai hematokrit/PCV anjing pelacak ras Doberman... 39 15. Grafik indeks eritrosit (MCV)

anjing pelacak ras Doberman... 41 16. Grafik indeks eritrosit (MCH)

anjing pelacak ras Doberman... 42 17. Grafik indeks eritrosit (MCHC)

anjing pelacak ras Doberman... 42 18. Grafik kisaran nilai leukosit/Butir Darah Putih(BDP)


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Stambum (akte kelahiran) salah satu anjing pelacak ras Dobermann di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman depan dan belakang)...53 2. Stambum (akte kelahiran) anjing pelacak ras Dobermann di

Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman isi/utama)...54 3. Pengambilan darah pada anjing pelacak ras Doberman di

Subdit Satwa POLRI-Depok...55 4. Aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak ras Doberman di


(24)

Bab I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan kesayangan yang umum dipelihara oleh keluarga pecinta hewan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Selain memiliki tingkat intelegensi yang cukup tinggi di antara mamalia lain, anjing juga memiliki sifat sangat setia pada majikan. Sifat-sifat inilah yang menjadikan anjing merupakan hewan pilihan yang paling disukai untuk dijadikan hewan peliharaan atau bahkan dianggap sebagai anggota keluarga (Anonim 2002).

Namun, selain berfungsi sebagai hewan peliharaan, anjing juga dapat dilatih untuk melacak keberadaan bahan-bahan tertentu seperti bahan peledak dan narkoba. Sehubungan dengan hal ini pihak kepolisian RI (POLRI) mendirikan Subdirektorat Satwa yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing pelacak. Ras-ras anjing yang biasa dilatih sebagai anjing pelacak di Subdit Satwa POLRI adalah Rotweiller, Golden Retriever, Labrador Retriever, German Sepherd dan Doberman. Salah satu alasan Doberman dapat diandalkan sebagai anjing pelacak adalah karena Doberman memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis anjing lain, yaitu dalam hal keberanian, keyakinan diri dan kemampuan bekerja yang baik serta sifat “alert”- nya yang tinggi terhadap lingkungan (Anonima 2006).

Status kesehatan anjing pelacak berhubungan erat dengan kemampuannya dilatih untuk melacak bahan-bahan tertentu dengan baik. Salah satu cara untuk mengetahui status kesehatan anjing tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin yang meliputi jumlah BDM, jumlah trombosit, kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit total dan differensiasi butir darah putih.

Darah terdiri atas bagian cair (plasma darah) dan benda-benda darah. Volume darah total yang beredar pada keadaan normal pada vertebrata sekitar 8% dari berat badan. Bagian plasma darah +55% dan benda darah +45% dari seluruh volume darah. Plasma darah terdiri atas 90% air dan 7-8% protein, dimana terdapat lebih dari 200 protein. Bagian utama pla sma protein adalah albumin (+60%), juga terdapat fibrinogen yang dalam proses pembekuan darah akan


(25)

berubah menjadi fibrin dan bagian plasma yang tidak membeku pada proses pembekuan yang berupa cair an kuning disebut serum (Ganong 1995).

Benda-benda darah terdiri atas keping-keping darah (trombosit), sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Trombosit berfungsi sebagai prekursor dalam proses pembekuan darah (Swenson 1984). Eritrosit berfungsi untuk membawa oksigen secara khusus dari paru-paru menuju jaringan serta membawa CO2 dalam jaringan ke paru-paru. Sedangkan leukosit merupakan unit

aktif dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit yang ikut dalam sirkulasi darah hanya sebagian kecil saja, sebagian besar lagi dijumpai pada organ-organ limfatik dan jaringan ikat. Leukosit dapat meninggalkan darah melalui dinding kapiler (melalui gerakan amoeboid) (Guyton dan Hall 1997).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran darah pada Doberman sebagai anjing pelacak operasional di Subdirektorat Satwa POLRI sehingga dapat dipakai sebagai acuan atau dasar apabila terdapat gangguan pada sistem homeostasis tubuh anjing tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hematologi pada anjing pelacak operasional ras Doberman di Subdit Satwa POLRI yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit total, kadar hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC, serta differensiasi leukosit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut tentang hematologi anjing pelacak ras Doberman.


(26)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Anjing

Anjing adalah hewan sosial yang bersifat karnivor (pemakan daging) dan bila dirunut lebih jauh, anjing termasuk ke dalam keluarga Canidae dan memiliki hubungan saudara dengan serigala, rubah, serta anjing rakun. Ciri-ciri dari keluarga ini antara lain tubuh kecil memanjang, telinga dan moncong runcing. Selain memiliki indera penciuman yang tajam, anjing memiliki kemampuan untuk berlari lebih cepat dibandingkan binatang karnivor lain. Di samping itu, kemampuan berenangnya pun termasuk ciri khas dari semua anggota keluarga Canidae. Berikut adalah klasifikasi anjing:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Famili : Canidae Genus : Canis Spesies : Canis lupus

Subspesies : Canis lupus familiaris (Anonima 2007)

Di antara semua anggota Canidae, anjinglah yang paling dekat hubungannya dengan serigala. Bahkan dapat dipastikan bahwa serigala adalah nenek moyang anjing yang dikenal saat ini. Serigala merupakan mamalia yang bersifat paling sosial: kawin, merawat anak, mencari makan secara bersama-sama. Serigala tua dengan senang hati bermain dan melatih serigala muda. Adanya sifat-sifat seperti ini, maka secara otomatis anjing yang menjadi keturunan mereka pun bersifat sosial. John Mc Loughlin dalam buku The Canine Clan, A New Look at Man’s Best Friend menyatakan: “anjing bisa mencintai pemiliknya bukan karena pemiliknya penuh kasih sayang, tetapi karena serigala yang menjadi nenek moyang mereka bersifat taat dan dapat diajak bekerja sama” (Untung 1999).


(27)

Penggolongan Anjing

Penggolongan anjing adalah hal yang penting karena pada saat ini telah dikenal tidak kurang dari 400 jenis anjing. Standar penggolongan mereka kini sudah dibuat oleh FCI (Federation Cynologique Internationale) yang bermarkas besar di Brussels. Namun pada kali ini klasifikasi yang digunakan adalah sistem Inggris yang sudah dikenal banyak orang. Sistem pembagian berdasarkan tujuan pembiakan ini mengenal enam kelompok yaitu kelompok Hound, kelompok

Terrier, kelompok Gundog, kelompok Utility, kelompok Working, dan kelompok

Toy (Scanziani 1985). 1). Kelompok Hound

Dilihat dari asal-usulnya, kelompok hound berasal dari belahan bumi bagian selatan. Ukuran tubuh anjing-anjing ini umumnya sedang dan banyak yang berbulu pendek. Bentuk kepalanya sempit dan memanjang sehingga tidak banyak hembusan angin yang terhalang dan membuat tubuh tidak cepat panas. Telinga menjuntai, bentuk dan lipatan telinga mirip bentuk X klasik tipe hound saat ini. Hound terkenal sebagai kelompok anjing pemburu dan penjaga berkualitas tinggi. Ada dua jenis hound, yakni yang berburu dengan menggunakan penglihatan (Afghan Hound, Borzoi, Greyhound, Saluki, Scottish Deerhound, Irish Wolfhound) dan yang mencari mangsa dengan penciuman (Basset, Beagle, Bloodhound, Foxhound) (Scanziani 1985).

2). Kelompok Terrier

Bandogge diperkirakan sebagai cikal bakal kelompok Terrier. Disebut

Terrier karena tipe anjing ini mempunyai kebiasaan menggali atau masuk ke lubang setelah melakukan perburuan. Kebiasaan ini cocok dengan namanya karena terrier berasal dari kata terra yang berarti bumi. Sebagai anjing pemburu, Terrier mengkhususkan diri untuk mengejar binatang berukuran kecil. Namun, bukan berarti bahwa sifatnya penakut. Umumnya bentuk kepala ramping dengan kepala lonjong dan berbentuk segi empat. Kepala Bull Terrier misalnya, mirip dengan bentuk kepala babi. Sebagian besar ekornya mencuat ke atas, matanya seolah terbenam di rongga mata. Anjing-anjing yang termasuk kelompok terrier: Soft coated Heaten Terrier, Bull Terrier, Irish Terrier, Scottish Terrier, Airdale Terrier, Staffordshire Bull Terrier (Scanziani 1985).


(28)

3). Kelompok Gundog

Gundog diciptakan untuk dipekerjakan di lapangan. Anjing dari kelompok ini mempunyai stamina, daya tahan, dan kekuatan yang sangat tinggi. Anjing-anjing Gundog sudah menjadi kawan berburu, khusus untuk menangkap burung, jauh sebelum senapan dan pistol digunakan. Namun anjing dari kelompok

Gundog memang bukan anjing pemburu sepenuhnya. Anjing ini tidak begitu cocok untuk dijadikan sebagai anjing penjaga. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar anjing dari kelompok Gundog memiliki hidung yang berwarna cokelat. Jika tidak seluruhnya, paling tidak ada bercak cokelat di alat penciuman tersebut. Ekornya tidak menjuntai ataupun menjungkit ke atas, tapi agak sejajar dengan tubuhnya dan ujung ekor ini agak runcing. Kelompok retriever (seperti Labrador dan Golden retriever) termasuk ke dalam kelompok Gundog. Anjing-anjing lain yang termasuk ke dalam kelompok Gundog: Irish water spaniel, Curly coated retriever, Weirmaraner, Cocker spaniel, Pointer, Gordonsetter, English setter (Scanziani 1985).

Gambar 1. Tampilan umum Labrador Retriever (Anonima 2007)

4). Kelompok Utility

Kelompok utility atau non-sporting dog, di Amerika termasuk anjing yang dikembangbiakkan untuk berbagai tujuan seperti dimanfaatkan sebagai anjing penarik kereta (Dalmatian), anjing penjaga (Bulldog), atau dijadikan teman bermain (chow-chow). Di tempat asalnya, Cina, chow-chowdimanfaatkan untuk berburu dan menjaga, bahkan tidak jarang dijadikan sebagai menu makanan. Umumnya anjing dari kelompok ini dapat dipelihara di tempat yang tidak terlalu luas karena memang ukurannya yang relatif kecil. Anjing-anjing yang termasuk


(29)

kelompok utility antara lain: Bulldog, Toy pools, Boston terrier, miniaturepoodle, Standar poodle, Shih tzu, keeshound (Scanziani 1985).

5). Kelompok working and herding

Anggota kelompok working cocok untuk dipakai sebagai anjing penjaga. Jenis anjing dari kelompok working ini bersifat ganas, berani, cerdas, setia, serta taat melaksanakan tugas. Mereka juga terkenal dengan ketajaman penglihatannya, kecepatan, ketahanan dan stamina yang tinggi. Anjing yang termasuk kelompok ini memiliki kemampuan bertanggung jawab tinggi saat diberi tugas menjaga sesuatu dan hanya menyerang apabila diganggu. Pada zaman dahulu, kelompok

working atau anjing pekerja ini memiliki multifungsi, sebagai anjing penjaga, anjing penyerang dan anjing pemburu. Contoh paling tepat adalah Mastiff. Di zaman babilonia. Mastiff bahkan dimanfaatkan untuk berburu singa. Selain Mastiff dan turunannya, yang termasuk kelompok ini adalah German Sepherd, jenis Sheepdogs (seperti Belgian Sheepdogs, Bearded Colie, Shetland Sheepdog), kelompok Spitz (seperti Alaskan, Malamute, Samoyed, Boxer, Doberman) dan Rotweiler(Scanziani 1985).

6). Kelompok Toy

Umumnya bentuk fisik kelompok Toy kecil, seperti Chihuahua, Affenpinscher, Miniature Pinscher, Pekingese dan Pomeranian. Anjing-anjing pada kelompok toy sangat cocok dipelihara sebagai teman bermain karena sosoknya yang cantik dan unik, patuh serta dapat bergaul bersama anak kecil. Hal ini tidak aneh karena selain sebagai teman bermain mereka juga dapat berfungsi sebagai anjing penjaga. Anjing-anjing lain yang termasuk ke dalam kelompok

Toy adalah: Pug, Pappilon, English Toy Terrier, Japanese Chin, Maltese, Yorkshire Terrier (Scanziani 1985).

Kemampuan Hidung Anjing yang Luar Biasa

Dengan bantuan 6 juta reseptor sel, hidung manusia dapat membedakan sekitar 10.000 jenis bau. Namun, hidung yang dimiliki oleh seekor anjing lauh lebih peka karena ia mampu membedakan 200.000 jenis bau. Daya penciuman anjing dapat digunakan untuk melacak keberadaan obat-obatan terlarang, pelaku kriminal yang melarikan diri, korban musibah, dan lain- lain. Oleh karena itu,


(30)

anjing merupakan binatang yang paling banyak dimanfaatkan oleh kepolisian untuk melacak sesuatu, dengan sebutan anjing pelacak(Anonimb 2006).

Hidung pada anjing memiliki rongga yang kaya akan pembuluh darah dan ujung- ujung syaraf yang berhubungan dengan pusat olfaktori yang paling berkembang di otak. Oleh sebab itu, hidung anjing jauh lebih sensitif dibandingkan dengan hidung manusia, bahkan mungkin jutaan kali lebih sensitif. Dengan daya penciuman yang luar biasa seperti ini, anjing tidak mudah ditipu. Hidung anjing tidak memiliki kelenjar keringat dan pada keadaan normal bersifat dingin, lembab tetapi tidak berkeringat (Yahya 2004).

Seekor anjing dapat membedakan jenis kelamin hewan, jenis diet, kesehatan, keadaan emosi, atau bahkan membedakan kawan dan lawan dari setetes urin, hanya dengan mengendusnya. Anjing pelacak mengikuti “jejak biokimia” dari runtuhan sel kulit mati, keringat, molekul bau dan gas. Bagi seekor anjing, partikel bau sama saja seperti “gambaran bau” dalam bentuk tiga dimensi (jauh lebih detail daripada sebuah fotografi bagi seorang manusia). Seperti yang telah dijelaskan Robert Burton dalam bukunya yang berjudul The Language of Smell, anjing memproses molekul bau lebih cepat karena ia memiliki satu set membran pencium bau yang jauh lebih besar dalam hidungnya. Anjing dapat melacak jenis bau dari salju, lumpur, air atau bahkan abu. Ahli biologi Debra Ann Fadool dari Florida State University juga telah menemukan rahasia dari daya cium anjing tersebut; anjing memiliki banyak zat di otaknya yang dinamakan Kvi.3. Zat ini sebenarnya dimiliki juga oleh manusia, tetapi tidak sebanyak seperti yang dimiliki oleh anjing (Woolf 2006).

Menurut laporan yang dipersiapkan oleh Insitute for Biological Detection System (IBDS)of Auburn University (Auburn, AL), anjing memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

- Sensitivitas: batas simpan dari deteksi nervus olfaktori seekor anjing berkisar dari 10 bagian permilyar hingga 500 bagian pertrilyun.

- Diskriminasi: anjing memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membedakan target bau dari non-target bau yang ada, meskipun non-target bau berada dalam konsenterasi yang relatif tinggi.


(31)

- Menandai bau: ketika anjing dilatih untuk mendeteksi suatu substansi, anjing belajar siaga terhadap satu ataupun dua campuran/senya wa yang paling banyak terkandung dalam substansi tersebut (Anonimb 2006).

Gambar 2. Potongan sagital anatomi hidung anjing (Evans 1993)

Dengan membran olfaktori yang lebih besar yang dimiliki oleh seekor anjing, ia dapat melakukan hal- hal luar biasa. Seorang peneliti dari Duke University menemukan bahwa fox terrier yang telah diseleksi secara acak, mampu mendeteksi bau dari sidik jari pada sebuah permukaan gelas setelah tiga minggu saat dibandingkan dengan empat permukaan gelas lain yang bersih. Ketika peneliti menempatkan permukaan gelas di lingkungan luar terkena hujan dan debu selama 24 jam, anjing tersebut masih mampu mengenali permukaan gelas yang memiliki sidik jari (Rimmer 2006).

Anjing memiliki kemamp uan melacak yang luar biasa karena manusia meninggalkan jejak bau yang cukup baik. Kebanyakan dari peneliti berpikir bahwa jejak bau terdiri dari “rakit”, runtuhan kecil sel kulit yang memiliki aroma/bau saat bercampur dengan keringat dan bakteri. Tubuh manusia memproduksi sekitar 50 juta sel per menit sehingga runtuhan kulit jatuh dari tubuh layaknya siraman benda mikroskopik dan anjing sangat cepat mendeteksi runtuhan ini. Setiap manusia memiliki bau yang unik dan anjing memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membedakan jejak satu manusia dari manusia lainnya, meskipun salah satunya adalah pasangan kembar (Rimmer 2006).


(32)

Doberman

1. Sejarah

Sejarah Doberman dimulai lebih dari seratus tahun lalu di desa Apolda, wilayah Thuringen, selatan Jerman oleh seseorang bernama Karl Frederic Louis Doberman (1823-1894). Banyak versi yang ditulis mengenai K.F.L Doberman, seperti tentang pekerjaan sehari- harinya yang dimulai sebagai penangkap anjing, penagih pajak, penjaga malam, hingga pengawas di rumah jagal setempat. Pada masa itu belum dikenal standarisasi dan pengklasifikasian anjing ras sehingga dalam membiakkan anjingnya K.F.L. Doberman lebih mementingkan karakter daripada bentuk fisik. Anjing biakkan K.F.L. Doberman memiliki banyak nama lain yaitu Gendarmen Hunden, Thurigian Pinschers, Bellings, dan lainnya. Namun karena K.F.L Doberman sering menyebut anjing manapun yang berwarna black & tan sebagai "anjingnya", maka orang-orang, terutama dari luar Apolda, sering menggunakan namanya (Doberman) untuk menyebut anjing-anjing tersebut (Anonima 2006).

Sebagai trah "buatan" manusia, telah banyak usaha yang dilakukan untuk meneliti asal-usul Doberman. Dari sanalah lahir berbagai teori mengenai jenis-jenis anjing yang berperan dalam pembentukan Doberman. Banyak jenis-jenis anjing yang dianggap sebagai nenek moyang Doberman seperti Old German Shepherd dog, Shorthaired Gundog (nenek moyang weimaraner), Great Dane, Old German Pinscher, Butcher's dog (nenek moyang rottweiler), Manchester Terrier, Greyhound, dan Beauceronsering disebut-sebut sebagai trah yang berperan dalam pembentukan ras Doberman. Meskipun pada tahun 1933 klub Doberman pinscher Jerman telah menyatakan bahwa nenek moyang Doberman adalah Short-haired Old German Pinscher, namun teori tersebut tetap memiliki kelemahan dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Di Eropa, hal ini berlanjut pada penghilangan kata pinscher di belakang nama Doberman, sehingga nama resmi trah ini ialah hanya Doberman dan bukan lagi Doberman pinscher (Anonima 2006).

Doberman merupakan hewan peliharaan dan teman yang sangat baik, cocok untuk keluarga yang memiliki anak kecil bahkan mungkin bila memelihara anjing ras lain maupun kucing. Doberman biasa digunakan sebagai anjing penjaga karena intelegensi, loyalitas dan kemampuannya yang tinggi untuk dilatih.


(33)

Bahkan sekarang, secara lebih ekstensif Doberman digunakan dalam kesatuan polisi dan kemiliteran. Dalam peran ini, penampilan Doberman harus dapat menimbulkan rasa takut. Masalah yang berhubungan dengan hal tersebut adalah kesalahpahaman masyarakat umum terhadap peran mereka—karena anjing penjaga dilatih untuk menetralkan pengganggu yang tidak diinginkan, banyak orang salah sangka dan mempercaya i bahwa doberman adalah anjing ganas. Secara umum Doberman adalah anjing yang loyal, penyayang dan pintar. Meskipun temperamen Doberman bervariasi pada setiap individunya, biasanya Doberman hanya akan menyerang jika ia merasa terancam ataupun merasa bahwa keluarga (pemiliknya) berada dalam bahaya (Anonima 2006).

2.Tampilan Umum

Gambar 3. Tampilan umum seekor Doberman (Anonima 2006)

Doberman adalah anjing trah berukuran sedang, bertubuh kuat dan kekar. Karena tampilannya yang elegan, anggun, dan pembawaannya yang bersemangat, serta ekspresinya yang penuh keyakinan, anjing ini memenuhi kriteria anjing ideal.


(34)

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik Tinggi &Berat

Tinggi pada puncak pundak (withers):

Jantan = tinggi: 68 - 72 cm (26.77 - 28.35 inchi), berat: sekitar 40 - 45 kg. Betina = tinggi: 63 - 68 cm (24.80 - 26.77 inchi), berat: sekitar 32 - 34 kg. Warna

Warna kulit Doberman adalah hitam dan coklat, dengan marking

berwarna "merah karat" yang tegas, jelas batas-batasnya, dan bersih. Marking

tersebut terletak pada muzzle, sebagai titik pada kedua pipi dan di atas alis mata, pada leher, sebagai dua titik pada dada, pada pastern, hock, dan paw, pada paha bagian dalam, pada anus, dan sekitar pinggang

Kepala & Tengkorak

Kepala & tengkorak Doberman proporsional dengan tubuhnya. Bentuknya dapat terlihat dari atas ataupun dari samping yang menyerupai baji tumpul. Bagian atas kepala harus sedatar mungkin dan bebas dari kerutan.

Mata

Mata Doberman berbentuk seperti kacang almond (tidak bulat), iris yang berwarna seragam, berkisar dari coklat sedang hingga coklat tua pada anjing yang berkulit hitam.

Telinga

Telinga pada Doberman biasanya berada pada posisi tinggi dan memiliki ukuran sekecil mungkin, baik dalam keadaan berdiri ataupun jatuh/lunglai.

Mulut

Gigi Doberman tumbuh baik dengan ketajaman gigitan menyerupai ketajaman pisau. Taring pada rahang bawah menyentuh permukaan dalam dari taring rahang atas.

Leher

Leher pada Doberman langsing dan panjang, sedikit cembung dan proporsional dengan seluruh bentuk tubuh anjing. Dan daerah tengkuk adalah daerah yang sangat berotot (Miller 1971).


(35)

Kaki

Kaki pada Doberman berbentuk melengkung, padat dan menyerupai kaki kucing, tidak memutar baik ke dalam maupun ke luar (Miller 1971).

4.Proporsi

Tubuh Doberman terlihat hampir seperti bujur sangkar, terutama pada jantan. Panjang badan (dari tulang dada depan sampai os ischium) tidak melebihi tinggi badan pada pundak lebih dari 5% (jantan) dan 10% (betina) (Anonima 2006).

5. Karakter

Seekor Doberman memiliki sifat dasar bersahabat dan damai, sangat mengabdi pada keluarga dan menyukai anak-anak. Memiliki temperamen dan ketajaman tingkat sedang. Meskipun Doberman memiliki sifat penurut (Fuhrigkeit) dan gemar beraktivitas (Arbertsfreude) yang baik, kemampuannya untuk bekerja, keberanian, serta kekerasannya perlu pengawasan tersendiri (Ruben 2006).

6.Gaya Berjalan / Langkah

Gaya berjalan/ langkah Doberman sangat penting bagi kemampuan bekerja dan tampilan fisik nya. Gerakannya elastis, elegan, gesit, bebas, dan menguasai ruang dengan kaki depan berayun jauh ke depan. Bagian kaki belakang menjejak dan menekan, memberikan dorongan yang diperlukan. Kaki depan dan kaki belakang yang berlawanan bergerak sebagai pasangan. Gaya berjalan juga memperlihatkan kekokohan punggung, pertulangan dan sendi-sendi (Anonima 2006).

Gambar 4. Pelatihan Doberman (Anonima 2006)


(36)

Darah

Darah berfungsi sebagai media transportasi, yaitu membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, produk akhir metabolisme dari sel menuju organ ekskresi, oksigen dari paru-paru menuju jaringan, karbon dioksida dari jaringan menuju paru-paru, dan sekresi dari kelenjar endokrin ke seluruh tubuh. Darah juga berperan dalam mengatur suhu tubuh, menjaga konsentrasi konstan dari air dan elektrolit dalam sel, regulasi konsentrasi ion hidrogen tubuh dan pertahanan terhadap serangan mikroorganisme. Sel-sel darah dan bagian cairan dalam tubuh berperan dalam fungsi- fungsi tersebut. Leukosit berperan dalam pertahanan tubuh, sedangkan eritrosit mengandung hemoglobin yang mentransportasikan oksigen dan karbon dioksida. Unsur ekstraseluler darah termasuk air, elektrolit, protein, glukosa, enzim dan hormon terdapat dalam plasma. Pemeliharaan keseragaman dan stabilitas cairan ekstraseluler disebut homeostasis. Homeostasis dijaga oleh proses-proses fisiologis, seperti difusi, tekanan gradient, konsentrasi gradient dan transport aktif dan oleh mekanisme regulatori yang dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin (Swenson 1984). Kandungan benda-benda darah pada anjing normal ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal

No Benda darah Kandungan dalam darah

1. Eritrosit 6.2 juta/mm3

2. Trombosit 150-300 ribu/mm3

3. Leukosit: 8-18 ribu/mm3

Neutrofil 65-70% dari jumlah total leukosit Eosinofil 2-5 % dari jumlah total leukosit

Basofil 0-1 % dari jumlah total leukosit Limfosit 20-25 % dari jumlah total leukosit Monosit 0-5 % dari jumlah total leukosit (Sumber: Swenson 1984)


(37)

Jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologis maupun patologis maka gambaran darah dapat mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh. Sedangkan faktor eksternal adalah infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan, dan fraktura terbuka (Guyton dan Hall 1997).

Komposisi Darah

Darah terdiri dari bagian cair dan bagian padat. Bagian padatnya terdiri dari: eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet). Warna merah darah disebabkan oleh hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit. Semua sel-sel ini bercampur dalam sebuah cairan yang disebut plasma (Swenson 1984).

Plasma berwarna kuning hingga tidak berwarna sama sekali, tergantung pada kuantitas, jenis hewan (spesies), dan diet hewan. Saat diperiksa dalam jumlah sedikit, plasma tidak memiliki warna. Pada sejumlah hewan seperti kucing, anjing, domba dan kambing plasma tidak berwarna dan hanya sedikit kekuningan pada jumlah besar; hanya pada bangsa sapi dan khususnya kuda, plasma berwarna lebih ge lap. Warna plasma yang berbeda terutama disebabkan oleh konsentrasi yang bermacam- macam dari pigmen yang disebut bilirubin, walaupun karoten dan pigmen yang lain juga merupakan faktor pendukung dari warna plasma (Swenson 1984).

Serum serupa dengan plasma kecuali bahwa fibrinogen dan faktor pembekuan lain telah dipisahkan. Serum didapatkan dengan tidak menambahkan antikoagulan ke dalam darah dan darah dibiarkan (atau didinginkan) hingga diperoleh cairan, cairan inilah yang disebut dengan serum. Sedangkan plasma diperoleh dengan menambahkan sebuah antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan dan memungkinkan sel-sel darah turun dengan sendirinya karena sel darah lebih berat dari plasma (Swenson 1984).


(38)

Gambar 5. Pemisahan darah; serum dan sel darah (Dunn 2007)

Pada hewan dewasa, plasma mengandung 91-92% air dan 8-9% padatan. Lebih dari 7% plasma terdiri dari protein seperti albumin, globulin dan fibrinogen, sedangkan protein lain dalam jumlah sangat kecil adalah antibodi, enzim-enzim dan beberapa hormon. Kandungan unsur organik plasma meliputi campuran nitrogen nonprotein (urea, asam urea, kreatin, kreatinin, asam amino, glutationin, xanthin, hipoxanthin), glucosa, lemak netral, fosfolipid, colesterol dan lain- lain. Unsur inorganic meliputi 1% dari plasma yang berupa mineral Ca, P, Mg, K, Na, Cl, S, I, Fe, Cu, Co, Mn, Zn, Se, Mo. Beberapa mineral tersebut berperan dalam pembentukan tulang dan beberapa mineral lainnya merupakan unsur dari protein dan lemak dalam otot, organ, sel darah, dan jaringan lainnya serta beberapa enzim (Swenson 1984).

Eritrosit

Eritrosit yang bersirkulasi pada mamalia adalah tidak berinti dan bersifat non motil. Produksi eritrosit diregulasi oleh eritropoietin, hormon yang disekresi oleh ginjal (Meyer et al. 1992). Sel darah merah biasanya berbentuk bikonkaf, bulat dengan bagian tengah yang pucat. Bikonkafitas meningkatkan area permukaan, hal ini memfasilitasi pertukaran oksigen dan carbon dioksida yang dibawa oleh sel darah merah. Untuk memfasilitasi transportasi karbon dioksida, sel darah merah mengandung enzim carbonic anhydras yang mengkatalisis reaksi reversible dari karbon dioksida untuk membentuk ion bikarbonat, dengan demikian karbon dioksida siap untuk dikeluarkan dari tubuh oleh paru-paru (Swenson 1984).


(39)

Gambar 6. Eritrosit normal pada anjing (Anonime2007)

Eritrosit bervariasi dalam diameter dan ketebalan, tergantung pada spesies dan status nutrisi hewan, tetapi mampu berubah bentuk saat menembus dinding kapiler. Eritrosit anjing terlihat jelas berbentuk bikonkaf sedangkan pada kucing dan kuda hampir konkaf. Kambing memiliki jumlah terbesar dari unit sel darah merah per volume dan sel terkecil dalam diameter dan volume kubik. Hewan-hewan yang termasuk dalam famili ruminan Camillidae, seperti alpaka, unta,

llama, dan vicuna memiliki eritrosit elips tanpa inti. Sel darah merah pada hewan berdarah dingin berbentuk elips dan memiliki inti (Swenson 1984).

1. Asal Eritrosit

Pada awal tahap pertumbuhan fetus, sel darah merah berinti diproduksi di dalam kuning telur dan pada tahap akhir pertumbuhan embrionik, hati, limpa dan limfonodus juga terlibat. Selama masa akhir kehamilan dan pasca lahir pembentukan sel darah merah (ertiropoeiesis) dalam sumsum tulang. Pada umur dewasa sumsum tulang panjang yang aktif dalam hematopoiesis pada hewan muda, digantikan dengan lemak. Sumsum dari tulang membranous (badan vertebarae, pelvis, rusuk dan sternum) mulai aktif pada hewan tua dan secara bertahap aktivitas sumsum menurun seiring dengan bertambahnya umur hewan (Swenson 1984).

2. Komposisi Eritrosit

Eritrosit pada hewan dewasa terdiri dari 62-72% air; sisanya hampir 35% adalah padatan. Hemoglobin merupakan 95% dari padatan dan 5% sisanya adalah protein yang terdapat pada stroma dan membran sel; lipid seperti fosfolipid (lecitin, cephalin, sphingomyelin), kolesterol bebas, kolesterol ester, dan lemak


(40)

netral; vitamin yang berfungsi sebagai enzim, glukosa sebagai energi; enzim seperti cholinesterase, fosfatase, karbonik anhydrase, peptidase, dan lain- lainnya yang berhubungan dengan glikolisis, klorin (principal intracelular anion), magnesium, potasium, dan sodium. Sodium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler sedangkan potasium adalah kation utama pada eritrosit dari kebanyakan spesies kecuali anjing dan kucing serta sapi, kambing dan domba (Swenson 1984).

3. Ukuran dan Isi Eritrosit

Diameter eritrosit telah diukur secara frekuen. Untuk mamalia domestik diameter eritrosit pada olesan kering bervariasi dari 4 µm pada kambing sampai 7 µm pada anjing. Anjing memiliki eritrosit dengan diameter terbesar (Reece 2006). Namun terdapat kekurangan pada pengukuran diameter eritrosit ini: (1) sel dalam olesan kering (atau pada keadaan lembab tetapi kehilangan cairan) lebih kecil (2) Sangat sedikit sel yang diukur dari sampel darah yang diambil, dan (3) kedalaman sel atau keadaan 3 dimensi tidak bisa dimasukkan dalam pengukuran. Karena semua alasan tersebut diameter eritrosit kurang penting dibandingkan volume kubik, yang sebaiknya digunakan untuk mengukur sel (Swenson 1984). Ada beberapa formula yang dapat digunakan untuk mendapatkan MCV (Mean Corpuscular Volume), hemoglobin, dan konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit (Swenson 1984):

MCV dalam µ m3 atau fl (femtoliter)

= PCV X 10

Jumlah eritrosit per µ l darah (106) MCH dalam µµg atau pg (pikogram)

= hemoglobin dalam g/dl X 10 Jumlah eritrosit per µ l darah (106) MCHC dalam g/dl atau g %

= hemoglobin dalam g/dl X 100 PCV (%)


(41)

Formula- formula tersebut bisa dijadikan bantuan untuk mendiagnosa berbagai keadaan anemia. Kekurangan zat besi pada semua jenis mamalia termasuk manusia menyebabkan anemia tipe mikrositik (sel yang sangat kecil). MCV memperlihatkan ukuran sel rata-rata dalam mikrometer kubik. Kebanyakan mamalia dilahirkan dengan eritrosit berukuran besar. MCH menyatakan berat rata-rata dari hemoglobin yang ada di dalam eritrosit, sedangkan MCHC memperlihatkan persentase rata-rata dari MCV dimana hemoglobin bekerja. Nilai tersebut bervariasi pada setiap spesies (Meyer et al. 1992).

4. Jumlah eritrosit

Jumlah eritrosit sangat bervariasi pada berbagai spesies, juga bervariasi di antara individu sesama spesies (karena sel tidak secara seragam didistribusikan dalam sistem vaskular darah). Karena plasma secara konstan berpindah menyeberangi dinding kapiler, jumlah sel darah (eritrosit) bervariasi antara sampel yang diambil dari vena dan sampel yang diambil dari arteri. Tabel 2 memperlihatkan kisaran eritrosit dalam darah pada hewan dan manusia.

Tabel 2. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia Hewan Juta per mm3 atau µl

Kucing 6-8

Sapi 6-8

Ayam 2.5-3.2

Anjing 6-8

Kambing 13-14

Kuda ( kecil atau berdarah panas) 9-12 Kuda (besar atau berdarah dingin) 7-10

Babi 6-8

Merpati 3.5-4.5

Kelinci 5.5-6.5

Domba 10-13

Manusia; Lelaki Perempuan

5-6 4-5


(42)

Faktor lain yang mempengaruhi unit eritrosit per volume darah tidak hanya jumlah eritrosit tetapi juga konsenterasi hemoglobin, PCV, dan konsentrasi dari unsur darah yang lain; terutama umur, jenis kelamin, olah raga, status nutrisi, laktasi, kebuntingan, produksi telur, emosi (gembira), volume darah, tahap siklus estrus, ras, suhu lingkungan, ketinggian, dan faktor klimatik yang lain. Darah pada kuda kecil seperti Thoroughbreds biasanya memiliki unit eritrosit per volume lebih banyak dibandingkan kuda-kuda besar, tetapi ia memiliki eritrosit dalam ukuran yang lebih kecil (Swenson 1984).

5. Jangka Hidup eritrosit

Jangka hidup eritrosit pada manusia adalah dari 90 sampai 140 hari. Untuk beberapa hewan laboratoris kecil, jangka hidup eritrosit ditemukan jauh lebih pendek; berturut-turut sekitar 45-50, 45-50, dan 20-30 hari pada kelinci, tikus, dan mencit dengan menggunakan eritrosit 59Fe-tagged. Jangka hidup eritrosit pada anjing sehat, dan rata-ratanya adalah 124 hari. Sedangkan jangka hidup eritrosit pada ayam betina, dimana sel darahnya merupakan sel berinti adalah 28 hari. Hal tersebut diduga karena tingginya suhu tubuh dan metabolisme yang cepat pada ayam. Eritrosit mati pada jumlah yang besar tiap harinya. Jumlah total eritrosit dalam tubuh dari seekor hewan berbobot 450 kg dengan volume darah 8% dari berat badannya adalah 300 trilyun. Jika jangka hidup rata-rata erirosit adalah 100 hari, maka 3 trilyun sel pasti mati (dan dibentuk) pada tiap harinya, atau sekitar 35 juta setiap detik (Swenson 1984).

Pada keadaan anemia defisiensi- zat besi, dimana eritrosit menjadi berukuran kecil, mungkin dapat diperkirakan bahwa jangka hidupnya diperpanjang karena sel yang lebih muda memiliki ukuran lebih besar dibandingkan sel tua. Sebaliknya, anemia tipe mikrositik adalah akibat dari sel-sel darah muda yang tidak dilepaskan ke dalam darah yang bersirkulasi dalam jumlah yang cukup untuk menggantikan sel-sel yang telah mati (Swenson 1984).


(43)

Antikoagulan

Banyak antikoagulan yang dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah yang bebas dari gumpalan dan untuk digunakan dalam analisis darah. Salah satu contohnya adalah heparin, polisakarida terkonjugasi yang merupakan antikoagulan alami yang diproduksi oleh basofil dalam darah dan oleh sel mast di seluruh tubuh. Sel mast merupakan bagian dari jaringan ikat yang melingkupi kapiler paru-paru dan organ lain. Dari jaringan ini, heparin dilepaskan dan lewat ke dalam kapiler-kapiler. Dengan konsentasi 0,2 mg heparin per mililiter darah sudah dapat digunakan sebagai antikoagulan. Walau bagaimanapun, 1 mg heparin dapat mencegah koagulasi dari 100-500 ml darah pada suhu 0o C dan 10-20 ml darah pada suhu ruang. Satu unit heparin adalah (mendekati) 0,01 mg sodium heparin (Swenson 1984).

Antikoagulan yang biasa digunakan dalam transfusi darah pada hewan adalah sodium sitrat. Sitrat berkombinasi dengan ion kalsium dari plasma, membentuk suatu garam kalsium yang tidak dapat larut (insoluble). Satu hal yang harus diperhatikan dalam transfusi darah adalah tidak memberikan terlalu banyak sitrat karena sitrat dapat berkombinasi dengan sejumlah ion kalsium yang dapat menyebabkan hipokalsemia yang mungkin dapat mengganggu fungsi saraf dan otot kerangka serta otot jantung yang berakibat tetani. Sodium sitrat dan garam sejenisnya digunakan pada konsentrasi 0.2-0.4% dari darah untuk mencegah koagulasi. Garam potasium tidak digunakan pada transfusi karena adanya kemungkinan menyebabkan hambatan jantung. Antikoagulan lain yang dapat digunakan adalah sodium, potasium dan garam ammonium dari oxalat dan fluoride serta suatu senyawa seperti ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA). Heparin dan EDTA biasanya digunakan untuk menjaga ukuran eritrosit tetap stabil. Garam amonium memperbesar ukuran sel dan garam potasium menyebabkan sebaliknya (Swenson 1984).


(44)

Packed Cell Volume/Hematokrit

Volume sel yang berada dalam darah yang bersirkulasi biasanya lebih sedikit dibandingkan volume plasma. Tabung dan sentrifuse hematokrit digunakan untuk mendapatkan nilai PCV dengan cepat (dalam 5 menit). Lapisan yang dipenuhi leukosit berada di atas lapisan yang berisi eritrosit. Lapisan ini disebut juga dengan buffy coat. PCV menyatakan persen volume dari sel dalam darah setelah disentrifuge. Pada hewan normal PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986).

Kebanyakan spesies dari hewan domestik memiliki nilai PCV dari 38 hingga 45% dengan rata-rata 40%. Kuda berdarah dingin biasanya memiliki nilai PCV dari 35 sampai 45 persen; sapi yang sedang menyusui 32-35%; dan ayam 30-38. ayam jantan dewasa dapat mencapai nilai 35-40%. Hemokonsenterasi berhubungan dengan dehidrasi, asfixia, atau rasa gembira yang menyebabkan dilepaskannya eritrosit yang berpusat di limpa yang mengakibatkan tingginya nilai PCV yang abnormal. Reece dan Walthstrom menemukan bahwa kegembiraan pada anjing menyebabkan 9-13 persen kenaikan PCV dengan nilai yang berubah dari 42 sampai 53 persen. Dalam keadaan gembira, epinefrin mengakibatkan limpa mengalami kontraksi. PCV mendekati 3 kali lipat konsentrasi hemoglobin dalam g/dl (Swenson 1984).

Hemoglobin

Hemoglobin, pigmen pada eritrosit, adalah protein terkonjugasi yang kompleks dan mengandung zat besi terdiri dari sebuah pigmen dan sebuah protein sederhana. Proteinnya adalah globin, histon. Warna merah dari hemoglobin disebabkan oleh heme, sebuah campuran metalik yang mengandung sebuah atom besi. Biosintesis dari hemoglobin dimulai dalam rubrisit (polikromatofil eritroblast) dan dilanjutkan dalam tahap subsequen dari perkembangan sel. Selama material nuklear masih ada dalam sel, baik sel berada dalam sumsum tulang ataupun dalam darah yang bersirkulasi, pembentukan hemoglobin terus berlangsung hingga materi nuklear tersebut hilang. Retikulosit yang mengandung RNA dan bagian dari nukleus memiliki kemampuan untuk mensintesis hemoglobin (Swenson 1984).


(45)

Dalam sintesis hemoglobin, asam amino glisin dari kolam asam amino dan suksinil koenzim A dari siklus asam sitric membentuk asam d-aminolevulinic (ALA) dengan bantuan dari ALA sinthetase. Dengan adanya ALA dehydrase maka prophobilinogen dibentuk. Struktur pyrole terdapat dalam molekul porphyrin. Empat unit porphobilinogen bersatu membentuk urophyrinogen. Enzim uroporphyrinogen III cosyntetase dan uroporphyrinogen I syntetase membentuk isomer tipe III yang dibutuhkan dalam sintesis heme. Protoporphyrin IX bersama Fe dengan bantuan Cu dan ferrochelatase (synthetase) memproduksi struktur heme. Empat molekul heme bersatu bersama empat globin membentuk molekul hemoglobin. Heme berkombinasi dengan protein-protein spesifik untuk membentuk beberapa protein lain seperti myoglobin dan bermacam enzim lainnya (Swenson 1984).

Trombosit/Platelet

Trombosit merupakan komponen sel darah tidak berinti dengan ukuran sel yang paling kecil diantara benda darah. Trombosit berbentuk bulat ataupun lonjong dengan ukuran diameter 2-3µ m dan diproduksi oleh fragmentasi dari megakaryosit di sumsum tulang merah. Tiap megakaryosit dapat memproduksi sekitar lebih dari 2000 trombosit dengan mengambil sebagian kecil dari sitoplasmanya. Secara umum hewan domestik memiliki jumlah trombosit dalam darah sekitar 450.000 + 150.000 permikroliter darah. Terdapat perbedaan jumlah trombosit pada hewan muda dan hewan tua. Anak domba dan anak sapi memiliki jumlah trombosit lebih banyak daripada domba dan sapi dewasa. Sedangkan sebaliknya, anjing muda memiliki trombosit yang lebih sedikit dibandingkan dengan anjing dewasa. Jangka hidup trombosit relatif pendek yaitu 8-11 hari dalam darah yang bersirkulasi. Organel trombosit terdiri dari granul padat, a-granul, lisosom, peroksisom dan mitokondria (Swenson 1984).


(46)

Tabel 3. Kandungan dari granul trombosit

Granul padat a-granul Lisosom Peroksisom

ADP Trombosit faktor 4 Acid hydrolases Katalase ATP ? -tromboglobulin Cathespins D. E

Kalsium Platelet-derived growth factor

Serotonin

Pyrophosphate Faktor permeabilitas Antiplasmin Faktor kemotaksis

Faktor bakterisidal Trombospondin (TSP)

Fibrinogen Faktor V

Faktor VIII R:Ag Fibrinectin Albumin (Sumber: Williams 1987)

Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah. Ketika meninggalkan pembuluh darah, trombosit dengan cepat hancur dan membebaskan tromboplastin, faktor penting dalam koagulasi darah (Tuttle and Schottelius 1965). Trombosit dengan mudah melekat pada kolagen yang terbuka di tempat luka dan bersama-sama dengan rusaknya sel endotel trombosit mengeluarkan tromboplastin (Guyton dan Hall 1997). Trombosit mengubah protrombin plasma menjadi trombin, yang selanjutnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin kemudian berprolimerasi menjadi matriks fiber yang menangkap trombosit-trombosit dan sel-sel darah menjadi trombus (Janquiera dan Carneiro 1980).


(47)

Leukosit

Leukosit atau sel darah putih memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit yang bersirkulasi dalam tubuh. Terdapat enam jenis sel darah putih yang normal terdapat dalam darah; neutrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, monosit, limfosit, dan sel plasma. Limfosit dan monosit dibentuk di jaringan limfatik dan limfonodus, tonsil, limpa, timus, dan mukosa usus. Granulosit dibentuk di sumsum tulang merah. Jangka hidup dari leukosit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 3-12 hari untuk leukosit granular dan sedikit lebih lama untuk limfosit (Williams DF 1987). Leukemia adalah produksi leukosit berlebihan (atau kurangnya pembuangan/penghancuran) dari leukosit yang dapat mengganggu produksi eritrosit dan platelet (Tuttle and Schottelius 1965). Selain itu terdapat trombosit dalam jumlah besar yang merupakan fragmen jenis ke-7 dari sel darah putih yang ditemukan dalam sumsum tulang, megakariosit. Tiga jenis sel polimorfonuklear memiliki penampilan granular, oleh sebab itu mereka dinamakan granulosit, atau dalam terminologi klinik mereka sering dinamakan “polys” (Lichtman 1980).

Jumlah jenis sel darah putih tertentu dapat meningkat oleh beberapa sebab seperti pada infeksi bakterial, jumlah leukosit khususnya neutrofil meningkat tajam, sebaliknya pada infeksi viral jumlah neutrofil menurun tajam (leukopenia) leukopenia dapat juga ditemui bersama dengan endotoksin bakteri, septicemia dan toxemia. Sedangkan pada kasus tumor (neoplasma) yang melibatkan sistem limpatik, jumlah limfosit dalam aliran darah meningkat dengan perubahan rasio dari eritrosit dengan leukosit (Swenson 1984).

Neutrofil

Neutrofil merupakan jenis leukosit yang memiliki jumlah terbanyak pada kebanyakan hewan, hampir 55% dari jumlah total leukosit (Tuttle and Schottelius 1965). Neutrofil dibentuk di sumsum tulang dari neutrophilic myelocytes

ekstravaskular. Inti/nukleus dari tiap sel matang terbagi ke dalam lobus- lobus atau segmen yang saling berhubungan melalui filamen-filamen,dan lobus ini bervariasi tergantung dengan umur neutrofil. Neutrofil mempunyai aktivitas amuboid dan aktif dalam proses fagositosis untuk melindungi tubuh dari infeksi


(48)

atau benda asing seperti bakteri, virus dan partikel kecil lainnya. Neutrofil muncul dalam jumlah besar pada daerah inflamasi. Granul pada neutrofil mengandung lisosom yang mensuplai enzim untuk mencerna materi yang masuk seperti bakteri, virus dan sisa-sisa selular. Namun enzim proteolitik yang sangat kuat dan radikal superoksida yang menghancurkan organisme yang telah difagosit dapat juga lepas dan mengakibatkan kerusakan jaringan (Meyer et al. 1992).

Pada saat “onset” infeksi, neutrosil memproduksi pyrogen yang mengakibatkan pusat regulasi suhu di otak menaikkan suhu tubuh (demam). Kenaikan suhu ini membantu sel darah putih melawan infeksi dan memperlambat reproduksi bakteri dan virus (Swenson 1984).

Eosinofil

Eosinofil adalah sel berukuran besar yang mengandung sejumlah besar granul sitoplasmik yang terwarnai dengan pewarna asam. Pada keadaan normal eosinofil hanya berjumlah sedikit dalam darah, yaitu sekitar 2-5% dari jumlah total leukosit. Eosinofil memiliki kecenderungan khusus untuk mengumpul di daerah reaksi antigen-antibodi dalam jaringan serta mempunyai kemampuan untuk memfagositosis dan mencerna kompleks antigen-antibodi setelah proses kekebalan selesai melakukan “tugasnya” (Cadebush 1979). Eosinofil terdiri dari substansi yang menginaktivasi faktor yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil seperti histamin, leukotriens dan platelet-activating factor (Meyer et al. 1992). Eosinofil muncul dalam jumlah banyak dalam keadaan alergi, shock anafilaktik dan parasitisme tertentu seperti Trichinosis sp. Eosinofil juga turut berperan dalam detoksifikasi protein, khususnya dari parasit. Eosinopenia mengikuti kondisi stress dimana respon hypothalamicadenohypophyseal-adrenocortical terjadi atau saat diberikan hormon adrenocortitropic eksogenus (ACTH). Epinefrin juga dapat mengakibatkan keadaan eosinopenia dengan melepaskan ACTH (Swenson 1984).


(49)

Gambar 7. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran 100x.

(Anonimc 2006)

Basofil

Basofil dalam darah berjumlah sangat sedikit dan memiliki granul sitoplasmik yang larut air dan terwarnai dengan pewarna alkalin. Basofil hanya sedikit mempunyai kekuatan fagositik atau bahkan tidak punya sama sekali. Diproduksi di sumsum tulang dan memiliki hubungan erat dengan sel mast jaringan. Secara histologi penampakan basofil menyerupai sel mast. Di daerah inflamasi baik basofil maupun sel mast memproduksi heparin, histamin bradykinin, serotonin, and enzim-enzim lysosomal (Allison et al.1978). Swenson (1984) mengungkapkan bahwa basofil dan sel mast memiliki reseptor untuk immunoglobulin E (IgE) yang diproduksi pada reaksi alergi. Pada saat terstimulasi, basofil akan mensintesis dan melepaskan leukotriens dan mungkin

platelet-activating factor. Meyer et al. (1992) menjelaskan bahwa mediator-mediator tersebut mengaktivasi trombosit, mengundang datangnya eosinofil, mengakibatkan kontraksi otot halus, menginisiasi pembentukan oedema dan dapat menyebabkan koagulasi.

Limfosit

Limfosit merupakan jenis leukosit yang berjumlah banyak pada hewan-hewan domestik—jenis leukosit yang memiliki jumlah paling banyak pada kucing, kambing, domba, dan babi (umur 6 minggu & lebih), dan ayam. Nukleus/inti pada limfosit berbentuk bulat dan memp unyai sitoplasma sedikit pada selnya. Interferon adalah senyawa antiviral yang diproduksi oleh limfosit.


(50)

Ketika sel tubuh berkontak dengan virus, interferon diproduksi untuk dapat menghambat reproduksi virus. Replikasi DNA dan RNA virus dihambat, dengan demikian penyebaran dan keganasan virus menjadi berkurang dalam tubuh. Selama virus menimbulkan respon limfosit, interferon diproduksi dan bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk melindungi sel tubuh yang lain dari serangan virus (Swenson 1984). Meyer et al. (1992) mengungkapkan bahwa limfosit diproduksi selama masa fetal di sumsum tulang dan dipengaruhi oleh beberapa fungsi baik oleh kelenjar thymus untuk limfosit T maupun ”bursal equivalent” untuk limfosit B. Pada akhir masa fetal dan postnatal kebanyakan limfosit diproduksi di limpa, limfonodus dan usus yang berhubungan dengan jaringan limfoid. Limfopoiesis pada organ limfoid sekunder bergantung pada stimulasi antigenik.

Gambar 8. Limfosit pada anjing sehat (Anonim 2004)

Monosit

Monosit berasal dari sel reticuloendotelial sistem di limpa dan sumsum tulang. Berukuran relatif besar dengan nukleus single dan sitoplasma granular berlimpah. Monosit bersifat motil dan fagositik (Swenson 1984). Monosit muda mempunyai kemampuan sangat kecil untuk melawan infeksi, tetapi setelah monosit memasuki jaringan, ukuran diameter mereka mulai membesar dan meningkat hingga lima kali lipat sampai berukuran 80 mikron. Juga timbul banyak lisosom dan mitokondria dalam sitoplasma yang memberikan gambaran kantong berisi granula bagi sitoplasma, dan sel monosit menjadi bernama makrofag (bentuk matang monosit). Makrofag memiliki peranan penting dalam inflamasi karena makrofag mengandung dan mensekresi banyak substansi aktif biologis, termasuk enzim proteolitik, interferon, interleukin-1, komponen komplemen, prostaglandin, dan protein carrier. Makrofag bertanggung jawab


(51)

dalam pemprosesan dan pembuangan senescent cell dan debris serta filtrasi

bakteri dan racun dari darah portal (Meyer et al. 1992).

Gambar 8. Basofil (tengah), monosit (bawah kanan) dan dua neutrofil (atas dan bawah kiri) dalam darah anjing, menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran100x.


(52)

Bab III

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 8 minggu di Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan-IPB dan Kennel Subdit Satwa POLRI-Depok.

Bahan dan Alat

Objek Penelitian

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anjing pelacak operasional ras Doberman sebanyak tujuh ekor (empat ekor jantan dan tiga ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) yang ada di Subdit Satwa POLRI sebelum melakukan aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak. Anjing-anjing tersebut merupakan anjing keturunan import yang telah didomestikasi.

Bahan Kimia

Bahan-bahan hematologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Larutan fisiologis NaCl 0.9%, Alkohol 70%, crestoseal, larutan HCl 0.1 N, larutan Pengencer Hayem, larutan pengencer Turk, aquabidest dan pewarna Giemsa.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spoit, kapas, venoject yang telah berisi heparin, tabung reaksi, gelas objek dan cover glass (kaca penutup), mikroskop, pipet eritrosit dan aspirator, pipet leukosit, kamar hitung hemositometer, mikro hematokrit, alat baca hematokrit (Hematocrite reader), kertas atau kain yang lembut, tabung sahli, hemoglobinometer, termos es dan wadah pewarnaan giemsa.


(53)

Metode Penelitian

Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Lama perjalanan dari Kennel Subdit Satwa POLRI sampai Laboratorium Fisiologi FKH IPB adalah 2-3 jam.

Pengambilan Sampel Darah

Untuk pengambilan darah pada anjing umumnya darah dapat diambil melalui beberapa tempat yaitu vena cephalica antibrachii lateralis sebanyak + 2 ml setelah dilakukan pemeriksan klinis terhadap anjing tersebut terlebih dahulu. Pada anjing yang jinak dan mudah di handle biasanya pengambilan darah dilakukan melalui vena cephalica anti brachii lateralis sedangkan pada anjing yang galak pengambilan darah dilakukan melalui vena femoralis karena letaknya di bagian kaudal hewan sehingga operator pengambilan darah dapat menghindar dari resiko gigitan anjing. Darah yang keluar dari vena terlebih dahulu diteteskan ke atas gelas objek untuk membuat preparat ulas darah untuk dilakukan pengamatan differensiasi leukosit, setelah itu darah yang ada dalam spoit segera dimasukkan ke dalam tabung venojact yang telah berisi anti koagulan (heparin) untuk dilakukan pemeriksaan aspek hematologis lainnya (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, trombosit, hematokrit, dan hemoglobin). Jadwal pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak melakukan aktivitas maupun


(54)

Gambar 9. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii

(Dunn 2007)

Penghitungan Jumlah Eritrosit

Darah yang digunakan dalam penghitungan jumlah eritrosit adalah darah yang telah diberi antikoagulan heparin dalam venoject. Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu, lalu pengencer hayem dihisap hingga tanda 101. Dua karakteristik penting dari larutan pengencer RBC/eritrosit adalah larutan bersifat isotonik dengan sel darah merah; jika tidak keseimbangan osmotik eritrosit akan terganggu dan bentuk dari eritrosit menjadi abnormal dan pada kasus yang parah adalah eritrosit hancur/lisis. Larutan pengencer haruslah dapat melindungi eritrosit agar tidak menyusut dan tersuspensi secara sempurna. Larutan pengencer Hayem memenuhi karakteristik-karakteristik tersebut (Haen 1995). Pipet digerakkan memutar dengan membentuk angka 8 selama 3 menit. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dihilangkan dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer, usahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu dibiarkan selama beberapa saat sehingga cairan mengendap, lalu penghitungan dapat dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka sebaiknya menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10. Untuk menghitung eritrosit dalam hemocytometer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak ditengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak


(55)

eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah butir eritrosit didapatkan maka jumlahnya dikalikan dengan 104 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Anonim 2001).

Keterangan : a) Jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemositometer

Penghitungan Jumlah Leukosit

Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu, lalu larutan pengencer Turk yang memiliki kandungan berupa asam asetat glasial dan pewarna Gentian Violet dihisap sampai tanda 11. Kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk, dibiarkan selama beberapa saat hingga cairan mengendap lalu penghitungan dapat dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan yang dobel maka sebaiknya menggunakan alat bantu hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10. Untuk menghitung leukosit dalam hemositometer, digunakan kotak leukosit.

Gambar 10. Kotak leukosit (empat kotak pinggir; A, B, C, D) Kotak eritrosit (empat kotak tengah; 1, 2, 3, 4, 5)

(Haen 1995)


(56)

Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Anonim 2001).

Jumlah Total Leukosit = c x 50/mm3

Keterangan: c) Jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemositometer

Penghitungan Differensiasi Leukosit

Darah yang telah disiapkan diteteskan ke atas object glass/gelas objek, kemudian ditempelkan ujung gelas objek yang lain dengan membentuk sudut kurang lebih 450, setelah itu gelas objek didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Setelah itu, ulasan yang didapat dikeringkan di udara selama beberapa menit, setelah kering dilakukan fiksasi ulasan dalam methanol selama 5-10 menit. Setelah itu ulasan dicelupkan ke dalam pewarna giemsa selama kurang lebih 30 menit. Setelah 30 menit ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna giemsa. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan tissu. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 100x10 dengan minyak emersi, differensiasi leukosit dihitung dari satu lapang pandang ke lapang pandang yang lain hingga diperoleh 100 sel differensiasi. Untuk menghindari kesalahan dalam me nghitung dapat digunakan alat Bantu hitung differensiasi leukosit (Anonim 2001).

Penghitungan Nilai Hematokrit

Pengisian pipa mikrokapiler dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 2/3 bagian kemudian ujung pipa disumbat dengan crestoseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut ditempatkan dalam alat pemusing (mikrosentifuse) dan bagian yang tersumbat ditempatkan menjauhi alat pemusing kemudian disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan putaran 2500 rpm. Setelah selesai dipusing, akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas


(57)

plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (trombosit dan leukosit) dan lapisan merah yang terdiri atas eritrosit. Nilai hematokrit atau yang disebut juga dengan Packed Cell Volume (PCV) dapat dibaca menggunakan

hematokrit reader (Anonim 2001).

Penghitungan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan untuk uji kadar hemoglobin dalam penelitian ini adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera 1.0 atau garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli sehingga mencapai tanda tera atas (2.0 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan aquadest, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambahkan hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram% yang tertera pada tabung hemoglobin (Anonim 2001).

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan MCHC)

Menurut Meyer et al (1992), MCV menunjukkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit dalam femtoliter (fL), fL = 10-15/L. Dihitung dengan membagi volume eritrosit per liter oleh jumlah butir eritrosit per liter, menggunakan rumus (Swenson 1984):

MCV dalam µ m3 atau fl (femtoliter)

= PCV X 10

Jumlah eritrosit per µ l darah (106)

dimana faktor 10 adalah untuk mengkonversi pembacaan hematokrit (dalam %) dari volume PCV per desiliter ke volume per liter (= 1000 mL).

MCH didasarkan pada perkiraan kuantitas/berat hemoglobin dalam rata-rata eritrosit. MCH dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

MCH dalam µµg atau pg (pikoliter)

= hemoglobin dalam g/dl X 10 Jumlah eritrosit per µ l darah X (106)


(58)

Sedangkan MCHC menunjukkan rata-rata konsenterasi hemoglobin per unit volume PCV, dengan satuan gram per desiliter. Dapat dihitung dari hemoglobin dan nilai hematokrit dengan menggunakan rumus berikut:

MCHC dalam g/dl atau g %

= hemoglobin dalam g/dl X 100 PCV (%)


(59)

Bab IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum keberadaan benda darah dalam tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu 1) faktor eksogen yang terdiri dari agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan dan 2) faktor endogen yang terdiri dari pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh (Guyton dan Hall 1997). Hasil pengamatan gambaran darah anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4. Data kisaran jumlah eritrosit (BDM), Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (PCV) anjing pelacak ras Doberman

No Nama BDM (juta/mm3) Hb (g%) PCV (%)

1. Helena (D1) 5.2 ± 0.99 11.8 ± 1.13 37.9 ± 5.09 2. Floid (D2) 5.6 ± 0.14 12.6 ± 1.69 47.8 ± 14.49 3. Baron (D3) 7.7 ± 0.5 15.9 ± 0.14 49.4 ± 0.57 4. Artis (D4) 7.8 ± 0.29 14.9 ± 13.7 50.4 ± 2.26 5. Askobar (D5) 6.1 ± 2.90 13.7 ± 1.84 45.9 ± 0.57 6. Dessy (D6) 6.1 ± 0.57 11.5 ± 0.71 35.8 ± 4.95 7. Sergap (D7) 6.3 ± 1.63 12.5 ± 1.27 44.2 ± 5.16 X 6.4 ± 0.09 11.7 ± 2.29 44.5 ± 5.64 Kisaran normal

pada anjing secara umum

5.6-8.7 juta/mm3 (a)

12.0-18.0 g% (b)

37.0-55.0% (c)

Keterangan: X = rata-rata ± standar deviasi ; D1-7 = Doberman 1-7

Sumber : (a) = Foster et al. 2007, (b) dan (c) = Swenson 1984.

Eritrosit

Eritrosit (butir darah merah/BDM) adalah sel darah yang memiliki fungsi untuk mengikat oksigen dan mengedarkannya ke seluruh jaringan tubuh (Ganong 1995). Eritrosit dalam darah yang bersirkulasi pada mamalia adalah tidak berinti dan bersifat non motil. Produksi eritrosit diregulasi oleh erithropoietin, hormon yang disekresi oleh ginjal (Meyer et al. 1992). Jumlah eritrosit/mm3 memberikan pengukuran/estimasi tak langsung dari kandungan hemoglobin darah (Nordenson 2006).

Berdasarkan pada Tabel 4 dan Grafik 1 didapatkan sebanyak 85% Doberman memiliki jumlah eritrosit dalam kisaran normal (nilai normal eritrosit pada anjing: 5.6-8.7 jt/mm3, Foster et al. 2007). Hanya terdapat satu ekor


(60)

0 2 4 6 8 10

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7

(juta/mm3)

BDM Doberman yang memiliki kisaran nilai eritrosit yang rendah yaitu Helena/D1 (5.2 ± 0.99 jt/mm3). Rendahnya jumlah eritrosit pada anjing dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara berlebihan (hemorhagi) atau penghancuran eritrosit (hemolisis) ataupun rendahnya produksi eritrosit, dimana semua kondisi ini digolongkan ke dalam gejala yang disebut dengan anemia (Meyer et al. 1992). Anemia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami defisiensi jumlah sel darah merah dan atau jumlah hemoglobin (Tuttle dan Schottelius 1965). Anemia selain disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, juga dapat diakibatkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik antara lain gizi dalam diet yang tidak mencukupi (defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan eritropoiesis karena vitamin B12 dan asam folat berperan dalam pematangan eritrosit, hal ini mengakibatkan jumlah eritrosit dalam darah rendah (Guyton dan Hall 1997) dan kelelahan akibat terlalu banyak aktivitas serta kurang istirahat.

Selain adanya beberapa Doberman yang memiliki jumlah eritrosit sangat rendah, tidak ada satup un Doberman yang memiliki jumlah eritrosit sangat tinggi. Tingginya jumlah eritrosit pada anjing dapat disebabkan karena excitement atau rasa senang yang menyebabkan dilepaskannya epinefrin dari medula adrenal sehingga limpa berkontraksi dan meningkatkan jumlah eritrosit per unit dari volume dan ukuran eritrosit yang dihasilkan menjadi lebih kecil (Swenson 1984). Peningkatan absolut dari sel darah merah yang beredar dalam aliran darah umumnya merupakan fenomena yang jarang terjadi pada hewan domestika (Coles 1980).


(61)

Hemoglobin

Karasteristik dan komponen yang paling penting dari sel darah adalah protein berwarna yang disebut dengan hemoglobin. Hemoglobin membentuk sekitar sepertiga dari sel darah. Hemoglobin dibawa dalam sebuah membran sel darah merah untuk mencegah material ini (hemoglobin) dari kerusakan ataupun hancurnya hemoglobin di dalam plasma. Fungsi hemoglobin adalah mentransportasikan O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh dan sebaliknya membawa

CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk kemudian dieliminasi. Transport dan

penghantaran O2 ke jaringan-jaringan tergantung pada pelepasan, kombinasi

reversibel dari Hb dengan oksigen. Oleh karena fungsi ini, Hb disebut juga sebagai protein respirasi (Tuttle dan Schottelius 1965). Hemoglobin dapat ditemukan dalam darah pada semua mamalia dan hewan yang lain. Selain adanya variasi hemoglobin antara individual (tipe fetus dan tipe dewasa) juga terdapat variasi di antara spesies.

Tabel 4 dan Grafik 2 menunjukkan bahwa sebanyak 30% Doberman memiliki nilai hemoglobin yang berada sedikit dibawah normal (tidak signifikan) yaitu Helena/D1 (11.8 ± 1.13) dan Dessy/D6 (11.5 ± 0.71). Kisaran normal nilai hemoglobin pada anjing: 12.0-18.0 g/mm3 (Swenson 1984). Nilai hemoglobin yang rendah/berada di bawah kisaran normal dapat menandakan bahwa tubuh mengalami gejala anemia. Selain dapat ditentukan dari gambaran darah (jumlah eritrosit dan atau nilai hemoglobin rendah), gejala anemia pada anjing dapat didiagnosa melalui pemeriksaan fisik seperti warna pink pucat pada ginggiva dan konjungtiva serta anjing memiliki stamina yang kurang baik atau lethargi/lemah (Lienden 2007). Rasa senang atau excitement pada anjing dapat meningkatkan tidak hanya konsentrasi hemoglobin tetapi juga PCV atau jumlah eritrosit per unit volume. Perubahan-perubahan ini terjadi akibat dilepaskannya kotekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dari medula adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kontraksi limpa yang memobilisasi eritrosit ke dalam sistem sirkulasi. Perubahan ini dapat dengan mudah diamati pada anjing teranastesi (Reece 2006).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Allison AC, et al. 1978. Inflammation. Springer-verlag. New York.

Anonim. 2001. Penuntun Praktikum Fisiologi Eksperimental. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor

Anonim. 2002. The Dog Book. Nexx Media Inc. Jakarta.

Anonim. 2004. Canine Hematology: Blood Cell Identification. Http//bocesactivity.com [27 juli 2007]

Anonima. 2006. Doberman. Http// doberman.co.id. [14 Juli 2006]

Anonimb. 2006. Dog nose-dog sensory organ. Http//seefido.com [28 November 2006]

Anonimc. 2006. The Merck Veterinary Manual. Http//merck.co.inc [17 Juli 2007] Anonima. 2007. Doberman. Http//ms.wikipedia.org/wiki/Anjing [13 April 2007] Anonimb 2007. Mean Corpusclar Hemoglobin. Http//wikipedia.org [27 Juli 2007] Anonimc. 2007. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration.

Http//wikipedia.org [27 Juli 2007]

Anonimd. 2007. Complete Blood Count. Http//en.wikipedia.org [27 Juli 2007] Anonime. 2007. Canine Hematology. Http//diaglab.vet.cornell.edu.com/…/

rbcmorph/nk9.htm [28 Juli 2007]

Anonimf. 2007. Cardiomyopathy in Doberman. Http//pdgsforum.org [28 Juli 2007]

Cadebush HJ. 1979. Phagocytosis and Cellular Immunity. CRC Press. West Palm Beach, Fla USA.

Coles EH. 1980. Veterinary Clinical Pathology 3rd Ed. W.B Saunders Company. Philadelphia USA.

Dunn TJ. 2007. The Blood Chemistry Panel, an Art and a Science. Http//www.petcenter.com [14 Juli 2007]

Evans Howard E. 1993. Miller’s Anatomy of the Dog. 3rd edition. WB Saunders Company. Ithaca, New York USA.


(2)

Foster, Smith, and Nash. 2007. Complete Blood Count. Http//peteducation.com [28 Juli 2007]

Ganong WF. 1995. Review of Medical Physiology (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran). Edisi ke-4. Diterjemahkan oleh P. Andianto. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Guyton AC and Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran). Edisi ke-7. Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Ken Ariata Tengadi dan Alex Sentoso. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Edited by Linda Harris and Young. Loyola Marymont University. Wm. C. Brown Publishers. Chicago USA.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia USA: Lea & Febiger.

Janquiera MD and Carneiro MD. 1980. Histologi Dasar. Edisi ke-3. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Lichtman, M. 1980. Hematology and Oncology. Grune & Stratton. New York USA.

Lienden RV. 2007. Anemia in Dogs. Http//www.sniksnak.com/doghealthy/anemia [28 Juli 2007]

Meyer DJ, Coles EH and Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. W. B Saunders Company. Philadelphia.

Miller H1971. The Complete Book of Dog and Puppy Care. Barrie and Jenkins Ltd. London.

Nordenson NJ. 2006. Red Blood Cell Indices. Http//healthatoz.com [28 Juli 2007] Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals.

Third edition. Blackwell Publishing. Australia.

Rimmer T. 2006. Sniffing Out the Crime. Http//petplace.com [30 November 2006]

Ruben D. 2006. Choosing a Doberman. Http//petplace.com [19 November 2006] Scanziani P. 1985. The World Encyclopedia of Dogs. Orbis Publishing Limited.

London.


(3)

Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Ed 10. Publishing Associattes a Division of Cornell University. Ithaca and London. Tuttle WW and Schottelius Byron A. 1965. Textbook of Physiology. Edisi

ke-15. The C.V Mosby Company. Saint Louis USA.

Untung O. 1999. Merawat dan Melatih Anjing. Penebar Swadaya. Jakarta. Williams DF. 1987. Blood Compatibility. Vol 1. CRC Press. Florida USA.

Widjajakusuma R dan Sikar H. 1986. Fisiologi Hewan Laboratorium. Fisiologi dan Farmakologi. FKH-IPB. Bogor.

Woolf NB. 2006. The Nose Knows; Canine Scents and Sensibilities. Http/www.canismajor.com/dog [ 30 November 2006]

Yahya H. 2004. Binatang Yang Setia: Anjing. Http// www.harunyahya.com/indo. [10 Juli 2006]


(4)

(5)

(6)

Lampiran 3

Pengambilan darah pada anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

Keterangan: Pengambilan sampel darah dilakukan oleh dokter hewan yang berwenang di Subdit Satwa POLRI dengan didampingi oleh masing- masing pawang anjing pelacak

Lampiran 4

Aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

Keterangan:

• Gambar kiri: anjing pelacak dilatih untuk mengidentifikasi bau dari pelaku kriminal untuk dapat melacak jejak pelaku kriminal tersebut.

• Gambar tengah: anjing pelacak dalam proses melacak jejak pelaku kriminal.

• Gambar kanan: anjing pelacak berhasil menemukan pelaku kriminal namun anjing pelacak tetap dalam sikap waspada (posisi telinga anjing pelacak tegak).