Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran Yang Mewujudkan Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat.

REKONSTRUKSI KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA
DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN YANG MEWUJUDKAN
PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum

Oleh:
ROBERT PASARIBU
NIM. T311308013

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

iii


iv

v

Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.
(1 Timotius 6:10a)

Untuk segala sesuatu ada masanya,
untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal,
ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa;
ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi;
ada waktu untuk untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.
(Pengkhotbah 3: 1, 2, 4a, 6, 7b, 8b, 11a)


vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini yang berjudul
“Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran
yang Mewujudkan Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat”.
Hukum ketenaganukliran merupakan pertumbuhan ilmu hukum dan menjadi bagian
dari cabang pohon hukum. Carlton Stoiber, dkk, dalam bukunya “Handbook on Nuclear
Law”, mengatakan bahwa “nuclear law” dapat didefinisikan sebagai “the body of special
legal norms created to regulate the conduct of legal or natural persons engaged in
activities related to fissionable materials, ionizing radiation and exposure to natural
sources of radiation ”. Hukum ketenaganukliran tampaknya masih belum menarik

perhatian para ahli hukum maupun akademisi di Indonesia. Sependek pengetahuan penulis
selama 20 (dua puluh) tahun lebih pernah berkecimpung di bidang nuklir, kepustakaan
hukum Indonesia mengenai (hukum) nuklir sangatlah langka. Oleh karena itu, semoga
disertasi ini dapat menambah karya ilmiah di bidang hukum ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang, baik

orang perseorangan maupun institusi/lembaga, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
satu demi satu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan
kepada penulis dalam usaha menyelesaikan disertasi ini. Walau demikian, perkenankanlah
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, dan
Wakil Rektor I, II, III, IV beserta seluruh jajarannya;
2. Direktur Program Pascasarjana UNS, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, MS beserta
seluruh jajarannya;
3. Dekan Fakulas Hukum (FH) UNS, Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum, yang juga sebagai
Promotor, dan Kepala Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) FH UNS, Prof. Dr.
Hartiwiningsih, SH, M.Hum, yang juga sebagai Co Promotor, yang telah mendorong
semangat dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;
4. Bpk. Dr. Taswanda Taryo, M.Sc. Eng, Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir, Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), sebagai Dosen Mata Kuliah Penunjang Disertasi
dan juga sebagai Penguji Eksternal, atas kesabaran dan kearifannya yang telah
memotivasi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;
vii

5. Para guru besar dan dosen pada PDIH FH UNS, yang telah membagikan ilmunya dan
pencerahan kepada penulis, di antaranya: Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS, Prof. Dr. Adi

Sulistiyono, SH, MH, Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum, Prof. Dr. RB. Soemanto,
MA, Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum, Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum, Prof. Liek
Wilardjo, Ph.D, D.Sc, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL, Prof. Dr. Hikmahanto
Juwono, SH, LLM, Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, SIP, M.Hum, Prof. Dr. Dra.
Sulistyowati Irianto Soewarno, MA, Prof. Dr. Esmi Warassih, SH, MS, Prof. Dr. Eman
Suparman, SH, MH, Prof. Dr. Insan Budi Maulana, SH, LLM, Dr. Widyo Pramono,
SH, MH, Dr. Bernard L. Tanya, SH, MH, Dr. Djoko Wahyu Winarno, SH, MS dan Dr.
Hari Purwadi, SH, M.Hum;
6. Tim Penguji disertasi, yang beberapa orang di antaranya telah penulis sebutkan
namanya di muka, namun beberapa belum penulis sebutkan namanya, di antaranya: Dr.
Widodo Tresno Novianto, SH, M.Hum dan Dr. I Gusti Ayu KRH, SH, MM, yang telah
memberikan masukan dalam upaya penyempurnaan disertasi ini;
7. Kawan-kawan peserta PDIH FH UNS, khususnya angkatan Agustus 2013, beserta
seluruh staf dan pegawai di lingkungan PDIH FH UNS.
Akhirnya, disertasi ini penulis persembahkan untuk almarhum Bapak dan
almarhumah Ibunda tercinta, Ds. M. Pasaribu, BA dan P. Togatorop, serta keenam adikadik penulis beserta keluarga. Disertasi ini juga penulis persembahkan untuk almarhum
Bapak Mertua dan almarhumah Ibu Mertua penulis, A. Sibarani dan T. Siregar, serta
kesepuluh kakak-adik ipar penulis beserta keluarga. Teristimewa disertasi ini penulis
persembahkan untuk istri penulis tercinta Rosma Kardina Sibarani, SE dan anak-anak
kami tercinta Yoshua Pasaribu, SH dan Yohana Octavia Pasaribu.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, hal ini antara lain
disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan penulis, baik mengenai hukum maupun (apalagi)
mengenai nuklir secara teknis. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala
kekurangan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat membawa manfaat dalam upaya
meningkatkan pemanfaatan tenaga nuklir untuk kesejahteraan masyarakat.
Surakarta,

Juli 2016.

Penulis,

Robert Pasaribu
viii

DAFTAR ISI
Sampul Luar ............................................................................................................

i

Sampul Dalam .........................................................................................................


ii

Pengesahan Pembimbing ........................................................................................

iii

Pengesahan Penguji Disertasi .................................................................................

iv

Pernyataan ...............................................................................................................

v

Halaman Khusus .....................................................................................................

vi

Kata Pengantar ........................................................................................................


vii

Daftar Isi .................................................................................................................

ix

Daftar Bagan/Tabel/Lampiran ................................................................................

xii

Daftar Singkatan .....................................................................................................

xiii

Glosarium ................................................................................................................

xv

Abstrak ....................................................................................................................


xviii

Abstract ...................................................................................................................

xix

BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

1

B. Perumusan Masalah ...........................................................................

16


C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

16

D. Manfaat Penelitian .............................................................................

16

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA .................................

18

A. Landasan Teori ..................................................................................

18

1. Teori Negara Kesejahteraan ..........................................................

18


2. Teori Perlindungan Kepentingan Hukum .....................................

30

3. Teori Perundang-undangan ...........................................................

42

BAB II

4. Kebijakan

Formulasi

Hukum

Pidana

di


Bidang

Ketenaganukliran ..........................................................................

49

a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ......................................

49

b. Pengertian dan Ruang Lingkup Kebijakan Formulasi .............

57

c. Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran ............................

69

B. Penelitian yang Relevan dan Kebaruan Penelitian ............................

74

C. Kerangka Pemikiran ..........................................................................

76

ix

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................

79

A. Jenis Penelitian ..................................................................................

79

B. Pendekatan Penelitian ........................................................................

80

C. Jenis dan Sumber Data ......................................................................

81

D. Tehnik Pengumpulan Data ................................................................

82

E. Analisis Data ......................................................................................

82

BAB IV KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DI BIDANG
KETENAGANUKLIRAN DALAM PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN

SAAT

INI

DITINJAU

DARI

PERSPEKTIF

PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT .......
A. Tolok

Ukur

Kriminalisasi

Tindak

Pidana

di

84

Bidang

Ketenaganukliran ...............................................................................

84

B. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran ...

90

1. Di dalam KUHP ............................................................................

90

2. Di luar KUHP ...............................................................................

98

a. Di dalam UU Ketenaganukliran ...............................................

98

b. Di luar UU Ketenaganukliran ..................................................

111

1) UU Nomor 10 Tahun 2005 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun
2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2005
tentang Kepabeanan ............................................................

111

2) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang .........

114

3) UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ....................

118

4) UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan .................

122

5) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara ........................................................................

125

6) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan ....................................................................

129

7) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ........

132

8) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ..........................................

135

9) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ...................

143

10) UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ..............

145

x

C. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana di Bidang
Ketenaganukliran ...............................................................................

152

D. Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana di Bidang Ketenaganukliran ....

160

E. Kelemahan-kelemahan Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di
Bidang Ketenaganukliran Saat Ini .....................................................

178

1. Ditinjau dari Perspektif Perlindungan Masyarakat .......................

178

2. Ditinjau dari Perspektif Kesejahteraan Masyarakat ......................

187

F. Perumusan Ketentuan Pidana di dalam UU Ketenaganukliran di

BAB V

Beberapa Negara Sebagai Bahan Perbandingan ................................

194

1. Amerika Serikat ............................................................................

194

2. Jepang ...........................................................................................

200

3. India ..............................................................................................

217

REKONSTRUKSI KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA
DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN YANG MEWUJUDKAN
PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ......

221

A. Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang
Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan Masyarakat ......

221

B. Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang
Ketenaganukliran yang Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat .....

230

BAB VI PENUTUP ..............................................................................................

239

A. Simpulan ............................................................................................

239

B. Implikasi ............................................................................................

242

C. Rekomendasi .....................................................................................

244

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

248

LAMPIRAN ............................................................................................................

258

RIWAYAT HIDUP PENULIS ...............................................................................

283

xi

DAFTAR BAGAN
Halaman
1. Skema tentang Pentingnya Kebijakan Hukum Pidana di Bidang
Ketenaganukliran .................................................................................

12

2. Skema tentang Kebijakan Kriminal ......................................................

50

3. Skema tentang Hubungan antara Kebijakan Hukum Pidana,
Kebijakan Kriminal dan Kebijakan Sosial ............................................

51

4. Kerangka Pemikiran Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum
Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan
dan Kesejahteraan Masyarakat ..............................................................

78

DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Perumusan Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran di
luar KUHP dan UU Ketenaganukliran ..................................................
2. Tabel

2 Perumusan

Pertanggungjawaban Pidana

di

147

Bidang

Ketenaganukliran di luar KUHP dan UU Ketenaganukliran ................

156

3. Tabel 3 Perumusan Sanksi Pidana yang berkaitan dengan
Ketenaganukliran di dalam KUHP .......................................................

161

4. Tabel 4 Perumusan Sanksi Pidana di dalam UU Ketenaganukliran .....

164

5. Tabel 5 Perumusan Sanksi Pidana dan Pemidanaan di dalam UU
yang berkaitan dengan Ketenaganukliran (di luar KUHP dan UU
Ketenaganukliran) .................................................................................

166

DAFTAR LAMPIRAN
1. UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran ........................

xii

255

DAFTAR SINGKATAN

BAPETEN

: Badan Pengawas Tenaga Nuklir.

BATAN

: Badan Tenaga Nuklir Nasional (dahulu Badan Tenaga
Atom Nasional).

BUMN

: Badan Usaha Milik Negara.

B3

: Bahan Berbahaya dan Beracun.

DPR

: Dewan Perwakilan Rakyat.

FRZR

: Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif.

HAM

: Hak Asasi Manusia.

IAEA

: International Atomic Energy Agency (Badan Tenaga Atom
Internasional).

Iptek

: Ilmu pengetahuan dan teknologi.

IPR

: Izin Pertambangan Rakyat.

IUP

: Izin Usaha Pertambangan.

IUPK

: Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Keppres

: Keputusan Presiden.

KBBI

: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

KUHP

: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Litbang

: Penelitian dan pengembangan.

LPNK

: Lembaga Pemerintah Non Kementerian.

MPTN

: Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir.

Perda

: Peraturan Daerah.

Perka

: Peraturan Kepala.

Perpres

: Peraturan Presiden.

Perpu

: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

PIN

: Pengusaha Instalasi Nuklir.

PLTN

: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.

PP

: Peraturan Pemerintah.

PPNS

: Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

RUU

: Rancangan Undang-Undang.

UDHR

: Universal Declaration of Human Rights.

UU

: Undang-Undang.

xiii

UUD NRI 1945

: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

UULLAJ

: UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

UUPPLH

: UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UUPTA

: UU Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Tenaga Atom/UU Pokok Tenaga Atom.

UUP3

: UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

UU Ketenaganukliran

: UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

UU Pertambangan Minerba : UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.

xiv

GLOSARIUM
Bahan bakar nuklir

: bahan yang dapat menghasilkan proses transformasi inti
berantai.

Bahan galian nuklir

: bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir.

Bahan nuklir

: bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan
berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan
yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai.

Dekomisioning

: suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor
nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan
bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran
komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir.

Instalasi nuklir

: a. reaktor nuklir;
b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi,
pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir
dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas;
dan/atau
c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar
nuklir dan bahan bakar nuklir bekas.

Keamanan sumber radioaktif : tindakan yang dilakukan untuk mencegah akses tidak sah
atau perusakan, dan kehilangan, pencurian, dan/atau
pemindahan tidak sah sumber radioaktif.
Kecelakaan radiasi

: kejadian yang tidak direncanakan, termasuk kesalahan
operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat yang
menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan
radiasi dan/atau kontaminasi yang melampaui batas
keselamatan.

Kecelakaan nuklir

: setiap kejadian atau rangkaian
menimbulkan kerugian nuklir.

Kerugian nuklir

: setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera
atau sakit, kerusakan harta benda, pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh
radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat
mudah meledak, atau sifat bahaya lainnya sebagai akibat
kekritisan bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir atau
selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat
atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup.

Keselamatan radiasi

: tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja,
anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya
radiasi.

Ketenaganukliran

: hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan,
dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga
nuklir.

xv

kejadian

yang

Komisioning

: kegiatan pengujian untuk membuktikan bahwa struktur,
sistem, dan komponen instalasi nuklir terpasang yang
dioperasikan dengan bahan nuklir memenuhi persyaratan
dan kriteria desain.

Limbah radioaktif

: zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan
lagi.

Paparan radiasi

: penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau
materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi
interna maupun eksterna.

Pekerja radiasi

: setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi
radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis
tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum.

Pengangkutan zat radioaktif

: pemindahan zat radioaktif dari suatu tempat ke tempat
lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan
menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara.

Pengusaha Instalasi Nuklir

: orang perseorangan atau badan hukum yang
bertanggungjawab dalam pengoperasian instalasi nuklir.

Pemanfaatan

: kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang
meliputi penelitian, pengembangan, penambangan,
pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan,
pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning,
dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

Pembangunan

: kegiatan yang dimulai dari penentuan tapak sampai
dengan penyelesaian konstruksi.

Pengelolaan limbah radioaktif : pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau pembuangan limbah radioaktif.
Penghasil limbah radioaktif

: pemegang izin pemanfaatan sumber radiasi pengion atau
bahan nuklir dan/atau izin pembangunan, pengoperasian
dan dekomisioning instalasi nuklir yang karena
kegiatannya menghasilkan limbah radioaktif.

Petugas Proteksi Radiasi

: petugas yang ditunjuk oleh pemegang izin dan oleh
BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan
yang berhubungan dengan proteksi radiasi.

Proteksi radiasi

: tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.

Radiasi pengion

: gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan dan
partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya
mampu mengionisasi media yang dilaluinya.

Radioisotop

: isotop yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan
radiasi pengion.
xvi

Reaktor nuklir

: alat atau instalasi yang dijalankan dengan bahan bakar
nuklir yang dapat menghasilkan reaksi inti berantai yang
terkendali dan digunakan untuk pembangkitan daya, atau
penelitian, dan/atau produksi radioisotop.

Sumber radiasi pengion

: zat radioaktif terbungkus dan terbuka beserta fasilitasnya,
dan pembangkit radiasi pengion.

Sumber radioaktif

: zat radioaktif berbentuk padat yang terbungkus secara
permanen dalam kapsul yang terikat kuat.

Tenaga nuklir

: tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam
proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari
sumber radiasi pengion.

Zat radioaktif

: setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan
aktivitas jenis lebih besar dari pada 70 kBq/kg (2 nCi/g).

xvii

ABSTRAK

Robert Pasaribu, 2016. Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang
Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat,
disertasi, Surakarta: Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret.
Tujuan penelitian ini untuk merekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di
bidang ketenaganukliran yang mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menganalisis kebijakan formulasi hukum
pidana di bidang ketenaganukliran saat ini (ius constitutum), yang ditetapkan di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana di dalam berbagai
peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan di dalam kebijakan formulasi hukum pidana tersebut dalam
mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder,
dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan
dan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana di
bidang ketenaganukliran saat ini belum memadai dalam memberikan perlindungan dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena kebijakan hukum pidana yang
ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa
kelemahan pada tahap formulasi. Kelemahan-kelemahan tersebut meliputi 3 (tiga)
permasalahan pokok hukum pidana, yaitu: lemahnya perumusan tindak pidana, lemahnya
perumusan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana, dan lemahnya perumusan sanksi
pidana yang dapat diterapkan.
Penelitian ini juga menghasilkan rekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di
bidang ketenaganukliran ke depan (ius constituendum) yang mewujudkan perlindungan
dan kesejahteraan masyarakat serta langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
merekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran yang
mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut diharapkan
dapat memberikan perlindungan yang lebih memadai terhadap masyarakat dan dapat
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kata-kata kunci: kebijakan,
hukum,
pidana,
kesejahteraan, masyarakat.

xviii

ketenaganukliran,

perlindungan,

ABSTRACT

Robert Pasaribu, 2016. The Reconstruction of the Criminal Law Formulation Policy in
the Nuclear Energy Field to Create Social Defence and Welfare, dissertation, Surakarta:
Law Doctoral Programme, Law Faculty of Sebelas Maret University.
The objective of this research is to reconstruct the penal formulation policy in the
nuclear field to create social defence and welfare. For purposes to achieve the objective,
this research analyzed the criminal law formulation enacted in the existing nuclear
energy-related legislation or in positif law (ius constitutum), which set forth in the
Criminal Code (KUHP) and the criminal provisions in the various legislations excluded
KUHP. The aim is to identify the weakness in the criminal law formulation.
This research is normative research and have been used secondary data, with the
research methode based on statute approach, comparative approach and policy oriented
approach.
The result of this research indicated that the criminal law formulation in the
nuclear energy field, inadequate to create social defence and welfare. It is caused the
penal provisions determined in the existing legislation contained some weakness in
formulation. The weakness covered the 3 (three) basic elements in the area of criminal
law, are the weakness in formulation of criminal act, the weakness in formulation of
criminal responsibility, and the weakness in formulation of criminal sanction.
This research also provides the reconstruction of the criminal law formulation
policy in the nuclear energy field in the future (ius constituendum) to create social
defence and welfare and the steps should be taken to reconstruct the criminal law
formulation policy in the nuclear energy field to create social defence and welfare. It is
hoped that the policy could be more adequately to protect people and to create public
welfare.
Keywords:

criminal, law, policy, nuclear, energy, social, defence, welfare.

xix