MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU KIMIA MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JINGSAW MELALUI SUPERVISI KLINIS.

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia
ISSN 1979-6684
Penanggung Jawab
Abdul Muin Sibuea
Ketua Penyunting
Darwin
Wakil ketua penyunting
Arif Rahman
Penyunting Pelaksana
Ibnu Hajar
Biner Ambarita
Sukarman Purba
Arwildayanto
Ahmad Sabandi
Khairil Ansari
Sri Kartikowati
Sekretaris Penyunting
Paningkat Siburian
Pelaksana tata Usaha
Munzir Phonna
Vivi Emilawati

Fitria Ramadani
Pembantu Pelaksana Tata Usaha
Amir Husin Sitompul
Desain Grafis
Gamal Kartono
Jerry S. Pauned
Alamat Redaksi
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Jln. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate 20221
Telp. (061) 6636730 fax 061 6632183
1. Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia terbit sejak Oktober 2008 oleh Program Studi
Administrasi Pendidikan Pascasarjana Unimed
2. Sejak 1 April 2010 Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia ini diterbitkan oleh Program Studi
Administrasi Pendidikan Pascasarjana Unimed kerjasama dengan Ikatan Sajana
Pendidikan Indonesia (ISPI) Sumut
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain, naskah diketik di atas
kertas HVS kuarto spasi ganda sepanjang lebih kurang 20 halaman (” Petunjuk bagi penulis jurnal MPI “)
Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format,istilah,dan tata cara lainnya.

PENGANTAR REDAKSI

jurusan IPA dan 82,5% (33 soal) untuk
jurusan IPS di SMA Negeri 1 Merlung. Soal
yang diterima untuk jurusan IPA di SMA
Negeri 4 Merlung sebanyak 82,5% (33 soal)
untuk jurusan IPS dan 80% (32 soal) untuk
jurusan IPS. Keterampilan guru pada kedua
sekolah dalam menganalisis tes pilihan
ganda melalui supervisi kolaboratif
meningkat dari nilai 77,8 pada siklus I
menjadi 90 pada siklus II (analisis
kualitatif). Pada analisis kuantitatif juga
terjadi peningkatan dari nilai 33,3 menjadi
86,7. Berdasarkan hasil penelitian di atas
dapat disimpulkan bahwa
supervisi
kolaboratif
dapat
meningkatkan
keterampilan guru menganalisis tes pilihan
ganda di SMA Negeri 1 Merlung dan SMA

Negeri 4 Merlung.
Martinus Telaumbanua, melaporkan hasil penelitiannya tentang pengaruh
supervisi akademik teknik workshop
(lokakarya)
terhadap
peningkatan
kemampuan guru mata pelajaran ekonomi
menyusun silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran
pada SMA di Kabupaten
Nias Selatan. Penelitian ini menemukan
bahwa melalui supervisi akademik teknik
workshop dapat meningkatkan kemampuan
guru menyusun silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara
lengkap sesuai standar proses pendidikan.
Rosmawati N, menyoroti upaya
peningkatan kemampuan mengajar guru
kimia melalui supervisi akademik model
ilmiah di SMA Negeri si Kota Takengon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
melalui supervisi akademik model ilmiah
mampu
meningkatkan
kemampuan
mengajar guru kimia. Diharapkan agar
supervisi akademik model ilmiah dapat
diimplementasikan oleh supervisor dalam
membina guru khususnya guru kimia.
Parlinus Gulo, mengembangkan
suatu pola pelatihan berbasis simulasi untuk
meningkatkan
keterampilan
guru

Jurnal Manajemen Pendidikan
Indonesia edisi April 2014 berisi 8 artikel
yang secara keseluruhan tentang upaya dan
strategi peningkatan kompetensi sumber
daya sekolah, terutama berkaitan peran dan

fungsi pengawas sekolah dalam peningkatan
mutu penyelenggaraan sekolah. Artikel yang
pertama
disajikan
oleh
Haholongan
Simanjuntak, yang membahas tentang upaya
peningkatan kemampuan guru kimia dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw melalui supervisi klinis. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa supervisi
klinis dapat meningkatkan kemampuan guru
kimia
dalam
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Sukarman Purba, menyoroti tentang
karakter kehormatan merupakan hal penting
untuk melihat serta mengetahui nilai di

dalam diri kita dan orang lain. Upaya yang
dapat dilakukan untuk menanamkan nilai
kehormatan dilakukan melalui pendidikan
dalam keluarga, pengintegrasialan dalam
proses belajar mengajar dan penididikan
multikultural. Upaya yang dilakukan
orangtua untuk menanmkan rasa hormat
pada anaknya adalah dengan memberikan
contoh, tidak berbohong, menunjukkan
kasih sayang, berterus terang, memberikan
hak anak dan mau minta maaf. Untuk
meningkatkan kualitas kepemimpinan dapat
dilakukan
dengan
menghormati,
menghargai dan melihat segala sesuatu
dengan cara yang positif. Dalam
merepresentasikan keunggulan seorang
pemimpin yang baik dan kuat dapat dilihat
dari keseluruhan proses kepemimpinan,

yaitu memiliki rasa hormat dan berkarakter.
Marta G.S Siagian, membahas
tentang upaya membantu guru matematika
dalam
meningkatkan
keterampilan
menganalisis tes pilihan ganda. Hasil
analisis kuantitatif menunjukkan adanya
peningkatan keterampilan menganalisis tes
pilihan ganda, yaitu 87,5% (35 soal) untuk
i

matematika dengan menerapkan model
cooperative learning tipe two stay two
stray. Jadi tindakan dikatakan berhasil
setelah dilaksanakan siklus II. Kesimpulan
penelitian yaitu pelatihan berbasis simulasi
dapat meningkatkan keterampilan guru
matematika menerapkan model cooperative
learning tipe two stay two stray.

Darwin,
menyajikan
analisis
eksisting Sekolah menengah kejuruan
(SMK)
berkaitan dengan keberadaan
bidang keahlian dan program studi dan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan SMK di Kota Medan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) Di Kota
Medan terdapat sebanyak 150 SMK, 14
(9,33%) diantaranya negeri dan 136
(90,67%) SMK swasta. Sedangkan proporsi
ditingkat nasional 25,87% negeri dan
74,13% swasta. (2) Dari keseluruhan SMK
di Kota Medan, terdapat 5 bidang keahlian,
22 program studi keahlian dan 45
kompetensi keahlian. (3) Konstribusi positif
masyarakat terhadap penyelenggaraan SMK
swasta sangat tinggi. Hal ini terlihat dari
90,67% SMK di Kota Medan merupakan

swasta bentukan masyarakat.
Rivai M Simanjuntak, melaporkan
tentang upaya peningkatan kinerja guru.
Kinerja guru merupakan pekerjaan yang
relevan dengan keterampilannya dalam
bidang pengajaran meliputi: (1) quality of
work atau kualitas hasil kerja; (2) capability
atau kemampuan; (3) initiative atau
prakarsa/inisiatif;
(4)
communication.
Kepuasan kerja guru adalah sikap guru
terhadap pekerjaan yang menimbulkan

perasaan senang terhadap pekerjaannya
yang meliputi: (1) Need fulfillment
(pemenuhan kebutuhan); (2) discreppancies
(perbedaan);
(3)
value

attainment
(pencapaian nilai); (4) equity (keadilan);
dan (5) dispositional/genetic components
(komponen genetik). Budaya organisasi
dapat diartikan sebagai pola dasar yang
telah diciptakan dan dikembangkan dalam
proses memecahkan masalah dalam
pengambilan keputusan ketika mengelola
integrasi internal beradabtasi dengan
lingkungan eksternal yang meliputi : (1)
mekanisme primer/utama berupa, a)
perhatian, b) reaksi terhadap krisis, c)
pembuatan model peran, d) alokasi
penghargaan, e) kriteria untuk seleksi dan
pemberhatian; dan (2) mekanisme sekunder,
yaitu : a) rancangan sistem dan prosedur, b)
rancangan struktur organisasi, c) rancangan
fasilitas, d) cerita, legenda dan mitos, dan e)
pernyataan formal. Kecerdasan emosional
dapat diartikan sebagai kemampuan

penilaian untuk mengenali diri sendiri dan
orang lain serta mengintegrasikannya
sehingga dapat mengelola emosi terhadap
diri sendiri dan emosi terhadap orang lain
meliputi: (1) kemampuan penilaian untuk
mengenali diri terdiri dari : a) kesadaran
diri, b) manajemen diri, dan c) motivasi diri;
dan (2) kemampuan penilaian untuk
mengenali diri orang lain terdiri dari : a)
empaty, dan b) keterampilan sosial.

Terima kasih,

Redaksi

ii

DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI

...............................................................................................

i

.................................................................................................................

iii

Meningkatkan Kemampuan Guru Kimia Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Melalui Supervisi Klinis
.........................................................................
Haholongan Simanjuntak

1

Implementasi Dan Penanaman Nilai Karakter Kehormatan Dalam Meningkatan
Kualitas Kepemimpinan
........................................................................................
Sukarman Purba

11

Peningkatan Keterampilan Guru Menganalis Tes Pilihan Ganda Melalui Supervisi
Kolaboratif Di SMA Negeri 1 Merlung Dan Sma Negeri 4 Merlung ...........................
Marta G.S Siagian

17

DAFTAR ISI

Peningkatan Kemampuan Guru Menyusun Silabus Dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Melalui Supervisi Akademik Teknik Workshop (Lokakarya)
Pada SMA Di Kabupaten Nias Selatan.
.................................................................
Martinus Telaumbanua

24

Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Kimia Melalui Supervisi Akademik
Model Ilmiah Di SMA Negeri Kota Takengon
......................................................
Rosmawati N

43

Pelatihan Berbasis Simulasi Dalam Meningkatkan Keterampilan Guru Menerapkan
Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray
......................................................
Parlinus Gulo

54

Analisis Eksisting Sekolah Memengah Kejuruan di Kota Medan
Darwin

..................................

65

.................................................................................

74

.............................................................................................

89

Upaya Peningkatan Kinerja Guru
Rivai M Simanjuntak
Petunjuk Penulisan

iii

ISSN : 1979-6684

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU KIMIA MENERAPKAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MELALUI
SUPERVISI KLINIS
Haholongan Simanjuntak
SMA Negeri 1 Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, SUMUT
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru kimia dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui supervisi klinis. Metode penelitian ini adalah
kualitatif atau penelitian tindakan sekolah. Subyek penelitian adalah guru kimia SMA sebanyak empat
orang. Obyek penelitian adalah penerapan supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan guru
kimia dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah instrumen telaah RPP dan lembar observasi kemampuan guru menerapkan
model kooperatif tipe jigsaw. Hasil penelitian menunjukkan: (1) siklus pertama rata-rata nilai
kemampuan guru kimia dalam merencanakan pembelajaran adalah 79,86 dalam kategori cukup dan
menerapkan model pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah 78,98 dalam kategori cukup; (2) siklus
kedua rata-rata nilai kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran adalah 96,30 dalam kategori
amat baik dan menerapkan model pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah 94,31 dalam kategori
amat baik. Hasil temuan peneliti menemukan bahwa supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan
guru kimia dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Kata Kunci. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Supervisi Klinis

Abstract
The purpose of this study was to determine the chemistry teacher capacity building in implementing
cooperative learning model jigsaw through clinical supervision. This is a qualitative research method
or school action research. Subjects were high school chemistry teacher four people. Object of research
is the application of clinical supervision to increase the ability of chemistry teachers in implementing
cooperative learning model jigsaw. The instrument used to collect the data is the study of instruments
and observation sheets RPP teachers' ability to implement the model jigsaw cooperative. The results
showed: (1) The first cycle of the average value of the ability of teachers to plan learning chemistry is
79.86 in enough categories and implement cooperative learning model type 78.98 in the category
jigsaw is enough; (2) The second cycle of the average value of the ability of teachers to plan learning
are very good 96.30 in the category and apply the type of jigsaw cooperative learning model is 94.31
in the very good category. The findings of researchers found that clinical supervision can improve the
ability of chemistry teachers in implementing cooperative learning model jigsaw.
Keywords. Cooperative Learning Model Jigsaw, Clinical Supervision

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

1

ISSN : 1979-6684
PENDAHULUAN
Pembelajaran
kooperatif
(cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari empat sampai enam orang dengan stuktur
kelompok yang bersifat heterogen. Dalam model
pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan
sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi,
dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya
memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga
harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.
Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide
mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri
(Rusman, 2012).
Salah satu keharusan yang wajib dimiliki guru
dalam melaksanakan pembelajaran yaitu kemampuan
menerapkan model pembelajaran. Kemampuan
seorang guru merencanakan atau memilih dan
menerapkan model pembelajaran yang tepat pada
saat melaksanakan pembelajaran terhadap peserta
didik, memiliki peranan dalam meningkatkan hasil
belajar, terutama pencapaian tujuan pembelajaran
secara terperinci. Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktifitas belajar mengajar. Model pembelajaran
melingkupi strategi, pendekatan, metode, teknik dan
taktik pembelajaran.
Ada enam model pengajaran yang sering dan
praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: (1)
presentasi; (2) pengajaran langsung; (3) pengajaran
konsep; (4) pembelajaran kooperatif; (5) pengajaran
berdasarkan masalah; dan (6) diskusi kelas. Guru
yang hendak melaksanakan pembelajaran pada siswa,
dalam memilih suatu model yang akan diterapkan,
sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, seperti
materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif
siswa dan sarana atau fasilitas yang tersedia,
sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dapat tercapai (Trianto, 2011).
Di antara enam model yang diutarakan diatas,
model
cooperative
learning
(pembelajaran
kooperatif) merupakan model yang sudah diterapkan
dan banyak manfaatnya untuk keberhasilan
pembelajaran.
Cooperative
learning
adalah
mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam
suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki

2

dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok
tersebut. Cooperative learning merupakan kegiatan
belajar siswa yang dilakukan secara berkelompok.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya,
2006). Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas
pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa
berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling
ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan
hadiah (Ibrahim, 2000).
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis”. Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran (Isjoni,
2009).
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif,
yakni: (1) cooperative task atau tugas kerja sama dan
(2) cooperative incentive structure atau struktur
insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan
dengan suatu hal yang menyebabkan anggota
kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas
yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif
kerja sama merupakan sesuatu hal yang
membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan
kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok
tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya
upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student
achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi
dan menghargai pendapat orang lain.
Pembelajaran
kooperatif
akan
efektif
digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya
usaha bersama di samping usaha secara individual;
(2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil
dalam belajar; (3) guru ingin menanamkan tutor
sebaya atau belajar melalui teman sendiri; (4) guru
menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif
siswa; (5) guru menghendaki kemampuan siswa
dalam memecahkan
berbagai permasalahan
(Rusman, 2012).
Pada prinsipnya ada empat unsur penting
dalam cooperative learning yaitu: (1) adanya peserta
yang saling membutuhkan dan saling mengisi dalam
kelompok; (2) adanya aturan dalam kelompok; (3)
adanya upaya belajar setiap anggota kelompok
dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing,
dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai melalui
proses kelompok. Ciri-ciri pembelajaran dengan

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

ISSN : 1979-6684
model cooperative learning yaitu: (1) siswa bekerja
dalam
kelompok
secara
kooperatif
untuk
menuntaskan materi belajarnya; (2) kelompok
dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi, sedang dan rendah; (3) anggota kelompok
sebaiknya berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang beragam; dan (4) penghargaan lebih
berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Dengan demikian, model coopertive learning
memerlukan kerja sama antar siswa dan saling
ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas,
tujuan dan penghargaan.
Adapun
asumsi
yang
mendasari
pengembangan model cooperative learning yaitu: (1)
sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerja sama
akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar
daripada dalam bentuk lingkungan kompetitif
individual; (2) anggota-anggota kelompok kooperatif
dapat saling belajar satu sama lain; (3) interaksi antar
anggota akan menghasilkan aspek kognitif seperti
kompleksitas sosial dan menciptakan aktifitas
intelektual untuk mengembangkan pembelajaran; (4)
kerja sama dapat meningkatkan perasaan positif satu
sama lain, menghilangkan pengasingan dan
penyendirian, membangun sebuah hubungan dan
memberikan penilaian positif terhadap orang lain; (5)
kerja sama dapat meningkatkan penghargaan diri,
tidak hanya melalui pembelajaran yang terus
berkembang tetapi juga melalui perasaan dihormati
dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah
lingkungan; (6) peserta didik yang mengalami dan
menjalani tugas serta merasa harus bekerjasama
dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerjasama
secara produktif; dan (7) peserta didik bisa belajar
sambil melatih diri untuk meningkatkan kemampuan
dalam bekerjasama (Joyce dkk, 2011).
Ada beberapa variasi atau tipe dalam model
cooperative learning antara lain: (1) Jigsaw; (2)
Student Team Achievement Division (STAD; (3)
Group Investigation (GI); (4), Teams Games
Tournament (TGT); (5) Number Head Togather
(NHT); dan (6) Two Stay Two Stray (TSTS).
Keragaman tipe dalam cooperative learning
ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk
tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran
sehingga rasa bosan tersingkirkan. Masing-masing
tipe memiliki tahap-tahap tertentu dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, alangkah baiknya bila
guru menguasai model cooperative learning ini.
Menguasai model cooperative learning dalam artian
guru memahami, mampu menjelaskan dan mampu
menerapkannya dalam pembelajaran terhadap peserta
didik.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, salah
satu model kooperatif adalah tipe jigsaw. Model
pembelajaran jigsaw merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif
dan saling membantu dalam menguasai pelajaran
untuk mencapai prestasi yang maksimal. Mengajar
serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian
penting dalam proses pembelajaran. Pemilihan
anggota dalam setiap kelompok juga harus
diperhatikan
agar
pembelajaran
maksimal.
Keanggotaan kelompok sebaiknya bersifat heterogen,
baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik
lainnya. Beberapa alasan lain yang menyebabkan
model jigsaw perlu diterapkan sebagai model
pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar
siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara pikiran
yang berbeda.
Setiap pelajar dalam kelompok Jigsaw
dianggap sebagai ahli dalam aspek tertentu dari
topik-topik yang diteliti, dan diharapkan untuk
berkontribusi dalam memberikan pengetahuan yang
tidak dimengerti anggota kelompok lainnya (Huang,
2008). Jigsaw dikatakan dapat meningkatkan belajar
siswa karena: a) siswa tidak tertekan dalam belajar,
b) meningkatkan jumlah partisipasi siswa dalam
kelas, c) mengurangi kebutuhan daya saing, dan d)
mengurangi dominasi guru dalam kelas (Mengduo,
2010).
Dalam penerapan model Jigsaw, antara lain
anak diberi kesempatan untuk bertanggung jawab
secara penuh, bertanggung jawab terhadap
kelompoknya, maupun bertanggung jawab dalam
penguasaan dan penyampaian informasi kepada
anggota kelompok. Karena pemikiran dasar dari
teknik Jigsaw ini adalah memberi kesempatan siswa
untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar
oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam
proses belajar mengajar. Mula-mula siswa dibagi
dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima
orang siswa. Masing-masing anggota mengerjakan
salah satu bagian yang berbeda dengan yang
dikerjakan oleh anggota lainnya. Kemudian mereka
memencar ke kelompok-kelompok lain, tiap anggota
membentuk kelompok baru yang memilki tugas yang
sama, dan saling berdiskusi dalam kelompok
tersebut. Cara ini membuat masing-masing anggota
menjadi ahli sebelum kembali ke kelompok asalnya
untuk mengerjakan tugas utama. Sehingga strategi ini
memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk
bertindak sebagai seorang pengajar terhadap siswa
lainnya. Setelah proses ini, guru bisa mengevaluasi
pemahaman siswa mengenai keseluruhan tugas. Jadi
siswa akan bergantung kepada rekan-rekan dalam
kelompoknya. Jika model ini diaplikasikan secara
teratur dan berkelanjutan dapat menumbuhkan
kreativitas siswa yang sudah cukup lama terpasung.
Melalui
model
pembelajaran
jigsaw
diharapkan dapat memberikan solusi dn suasana baru

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

3

ISSN : 1979-6684
yang menarik dalam pengajaran sehingga
memberikan pengalaman belajar dengan konsep
baru. Pembelajaran jigsaw membawa konsep
inovatif, dan menekankan keaktifan siswa diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa
bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan memiliki banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
kelas yang dilakukan oleh peneliti terhadap 4 orang
guru kimia di SMA Negeri 1 Pangururan Kabupaten
Samosir pada tanggal 11 Oktober sampai dengan 19
Oktober 2013 bahwa ke empat guru kimia sudah
memahami dan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw. Selanjutnya pada observasi
awal di kelas pada proses pembelajaran ternyata guru
belum mampu menerapkannya dengan baik. Dari ke
empat guru yang diobservasi, didapatkan bahwa hasil
rata-rata kemampuan guru kimia dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah
sebesar 51,14 yang berarti kemampuan guru masih
rendah. Data ini juga didukung dengan uraian
kegiatan pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru-guru
kimia SMA Negeri 1 Pangururan, proses
pembelajaran yang direncanakan masih bersifat
klasikal. RPP yang disusun belum memuat langkahlangkah pembelajaran dengan model cooperative
learning. Memang pada RPP yang disusun guru,
umumnya dituliskan model pembelajaran kooperatif,
tetapi langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
tidak memuat tentang tahapan pembelajaran
berdasarkan
fase-fase
pembelajaran
model
cooperative learning.
Masalah lainnya adalah frekuensi kunjungan
pengawas sekolah ke SMA Negeri 1 Pangururan
masih jarang. Pengawas sekolah hanya datang
berkunjung dan bertemu dengan kepala sekolah.
Pengawas sekolah jarang mengadakan observasi ke
kelas apalagi memberikan umpan balik terhadap
kinerja guru. Metode supervisi yang dilakukan
pengawas sekolah hanya terbatas pada supervisi
umum dan menyampaikan informasi melalui rapat
guru.
Berdasarkan permasalahan yang telah
dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan
pelaksanaan pendampingan dan pembinaan berupa
supervisi pengajaran yang memberikan guru peluang
untuk
mengembangkan
kemampuan
pembelajarannya yang lebih bersifat kolaboratif,
reflektif, dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
Dalam hal ini terutama dalam membina guru dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif.
Munculnya
permasalahan
pembelajaran
tersebut tentu saja disebabkan berbagai hal misalnya

4

pembinaan yang kurang efektif dari supervisor,
rendahnya hubungan kolegial guru melakukan tukar
pengalaman
mengenai
pembelajaran,
terlalu
sedikitnya informasi baru mengenai pembelajaran
yang bisa diakses oleh guru-guru. Semua
permasalahan tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi,
jika profesionalisme yang tinggi ada pada supervisor
dan juga pendidik. Jika ada kemauan bersama untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
kualitas
pembelajaran,
maka
permasalahan
kesulitan
mengajar bagi guru akan teratasi melalui kegiatan
supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh
pengawas sekolah, kepala sekolah, dan teman
sejawat guru melalui kegiatan supervisi.
Adapun sasaran utama supervisi pembelajaran
adalah guru, yaitu membantu guru dengan cara
melakukan perbaikan situasi belajar mengajar dan
menggunakan keterampilan mengajar dengan tepat.
Bantuan kegiatan supervisi pembelajaran guru akan
mampu untuk mengidentifikasi perilaku yang dapat
diobservasi yang mendasari konsep pembelajaran.
Dalam hal ini supervisor membantu guru antara lain:
(1) menyusun silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) mengacu pada standar isi; (2)
memberikan contoh dan menjelaskan penggunaan
model dan strategi pembelajaran; (3) mengulang
pertanyaan dan penjelasan jika siswa tidak
memahaminya; (4) membiarkan siswa mengajukan
pertanyaan; (5) mengucapkan kata-kata dengan
jelas; (6) hanya berbicara mengenai topik yang
sedang diajarkan; (7) menggunakan kata-kata umum
dan khusus berkaitan dengan mata pelajaran; (8)
menuliskan hal-hal penting di papan tulis; (9)
menghubungkan apa yang diajarkan dengan
kehidupan nyata; dan (10) memberikan pertanyaan
untuk mengetahui apakah siswa telah mengerti atau
belum mengerti apa yang diajarkan pada mereka.
Melalui pelaksanaan supervisi pembelajaran
yang dilakukan oleh supervisor, maka kondisi nyata
di kelas tentang rendahnya mutu layanan belajar
dapat dilihat bersama. Rendahnya mutu layanan
belajar di kelas dapat saja sebagai akibat antara lain
dari tata kelola sekolah yang tidak baik, pengawasan
sekolah yang kurang berkualitas, rendahnya kualitas
guru
dalam
mengajar,
minimnya
fasilitas
pembelajaran, yang kesemuanya itu berdampak
negatif terhadap keberhasilan sekolah.
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka
perlu ada upaya yang sungguh-sungguh membantu
guru menggunakan strategi dan model pembelajaran
serta keterampilan mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan materi pembelajaran. Salah satu caranya
adalah melalui kegiatan supervisi dengan pendekatan
klinis menggunakan fungsi sebagai pendiagnostik.
Pendekatan klinis menggambarkan unsur-unsur dari
sebuah pertemuan antara supervisor dengan guru

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

ISSN : 1979-6684
yang bersepakat berencana untuk melakukan
observasi saat mengajar.
Supervisi klinis merupakan suatu proses
bimbingan
bertujuan
untuk
membantu
pengembangan profesional guru dalam penampilan
mengajar berdasarkan obeservasi dan analisis data
secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk
perubahan tingkah laku tersebut. Dengan supervisi
klinis diharapkan jurang yang tajam antara “perilaku
nyata” dengan “perilaku ideal” para guru dapat
diperkecil terutama dalam peningkatan kualitas dan
kemampuan guru (Sagala, 2009).
Prosedur supervisi klinis berlangsung dalam
suatu proses; berbentuk siklus yang terdiri dari tiga
tahap yaitu: tahap pertemuan pendahuluan, tahap
pengamatan dan tahap pertemuan balikan. Dua dari
tiga tahap tersebut memerlukan pertemuan antara
guru dan supervisor yaitu pertemuan pendahuluan
dan pertemuan balikan. (1) Tahap pertemuan
pendahuluan; Dalam tahap ini supervisor dan guru
bersama-sama membicarakan rencana keterampilan
yang akan diobservasi dan dicatat. Tahap ini
memberikan kesempatan kepada guru dan supervisor
untuk mengidentifikasi perhatian utama guru
kemudian menterjemahkannya ke dalam bentuk
tingkah laku yang dapat diamati. Suatu efektif dan
terbuka diperlukan dalam tahap ini guna menjalin
hubungan baik antara supervisor dan guru sebagai
patner di dalam suasana kerja sama yang harmonis.
Secara teknis diperlukan lima langkah utama bagi
terlaksananya pertemuan pendahuluan dengan baik,
yaitu; (1) menciptakan suasana akrab antara
supervisor dengan guru sebelum langkah-langkah
selanjutnya dibicarakan; (2) mereviu rencana
pelajaran serta tujuan pelajaran; (3) mereviu
komponen ketrampilan yang akan dilatihkan dan
diamati; (4) memilih atau mengembangkan suatu
instrumen observasi yang akan dipakai untuk
merekam tingkah laku guru yang menjadi perhatian
utamanya; (5) instrumen observasi yang dipilih atau
yang dikembangkan dibicarakan bersama antara guru
dan supervisor. (2) Tahap pengamatan mengajar;
Pada tahap ini guru melatih tingkah laku mengajar
berdasarkan komponen keterampilan yang telah
disepakati dalam pertemuan pendahuluan. Di pihak
lain supervisor mengamati dan mencatat atau
merekam secara objektif, lengkap dan apa adanya
dari tingkah laku guru ketika mengajar, berdasarkan
komponen keterampilan yang diminta oleh guru
untuk direkam. Supervisor dapat juga mengadakan
observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas
serta interaksi guru dan siswa. (3) Tahap pertemuan
balikan; Tahapan balikan adalah tahap evaluasi
tingkah laku guru
untuk
dianalisis dan
diinterpretasikan dari supervisor kepada guru.
Kegiatan dimana supervisor berusaha menganalisa

dan menginterpretasikan tentang data hasil rekaman
tingkah laku guru dalam mengajar. Langkah-langkah
utama dalam tahap ini adalah: (1) menanyakan
perasaan guru secara umum atau kesan umum guru
ketika ia mengajar serta member penguatan dalam
mereviu tujuan pelajaran; (2) mereviu target
keterampilan serta perhatian utama guru; (3)
menanyakan perasaan guru tentang jalannya
pengajaran berdasarkan target dan perhatian
utamanya; (4) menunjukkan data hasil rekaman dan
memberikan kesempatan kepada guru menafsirkan
data tersebut; (5) bersama-sama menginterpretasi
data rekaman; (6) menanyakan perasaan guru setelah
melihat rekaman data tersebut; (7) menyimpulkan
hasil dengan melihat apa yang sebenarnya yang
menjadi keinginan atau target guru dan apa yang
sebenarnya telah terjadi atau tercapai; dan (8)
menentukan bersama-sama dan mendorong guru
untuk merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau
diperhatikan pada kesempatan berikutnya (Mukhtar,
2013).
Dengan
demikian
dapat
dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah
melalui supervisi klinis dapat meningkatkan
kemampuan guru kimia SMA Negeri 1 Pangururan
Kabupaten Samosir dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan guru kimia dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui supervisi
klinis di SMA Negeri 1 Pangururan Kabupaten
Samosir.

PELAKSANAAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1
Pangururan
Kabupaten
Samosir.
Penelitian
berlangsung selama tiga bulan, yaitu dari Januari s/d
Maret 2014 yang dilakukan dalam dua siklus.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang
masing-masing siklusnya terdiri atas planning
(perencanaan),
acting
(tindakan),
observing
(pengamatan), dan reflexing (refleksi).
Pada tahap perencanaan siklus I,
(1)
supervisor menyusun rencana pelaksanaan tindakan
sekolah dan mempersiapkan suarat izin pelaksanaan
tindakan sekolah; (2) supervisor berkoordinasi
dengan sekolah yang gurunya dipakai sebagai subyek
penelitian dan pengawas sekolah; (3) superviosr
menyusun format pemamtauan berupa intrumen
penilaian dan observasi; (4) supervisor menyusun
jadwal kegiatan kunjungan kelas untuk setiap guru
bidang studi kimia; (5) supervisor mempersiapkan
perlengkapan seperti buku, pulpen, handycam dan
kamera untuk dokumentasi. Pada tahap pelaksanaan,
(1) terjadi dialog antara guru yang disupervisi klinis
dengan supervisor dengan suasana keterbukaan,

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

5

ISSN : 1979-6684
keakraban, saling percaya, saling memahami dan
saling menghargai; (2) guru menceritakan
kesulitannya dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw kepada supervisor; (3) guru
dan supervisor membahas jenis tindakan yang akan
digunakan oleh guru untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya; (4) guru dan supervisor
menetapkan kriteria keberhasilan tindakan; (5) guru
dan pengawas sekolah menyusun instrumen untuk
mengukur
penerapkan
model
pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw; (6) supervisor juga
mempersiapkan
handycam
untuk
merekam
bagaimana dan perilaku guru mengajar di kelas; (7)
guru dengan supervisor bersama-sama melakukan
revieu dokumen pembelajaran yang dimiliki guru
(RPP), dari hasil revieu tersebut supervisor
menjelaskan hal-hal yang perlu diperbaiki; dan (8)
supervisor dan guru menetapkan jadwal pelaksanaan
kegiatan mengajar guru dan menandatangani kontrak.
Pada tahap observasi, (1) supervisor duduk di
belakang dan mengamati perilaku guru mengajar,
mencatat kelebihan dan kekurangan guru pada saat
mengajar dengan seksama dan objektif; (2)
supervisor merekam perilaku dan bagaimana guru
mengajar dengan menggunakan handycam. Pada
tahap refleksi, (1) supervisor menanyakan perasaan
guru dengan suasana yang santai, akrab, ikhlas dan
objektif; (2) supervisor memberikan penguatan
kepada guru; (3) supervisor mereviu tujuan
pembelajaran; (4) supervisor mengingatkan kembali
kontrak yang telah disepakati dalam pembelajaran;
(5) rekaman mengajar guru diputar kembali dan
dilihat bersama-sama oleh supervisor dengan guru;
(6) supervisor menunjukkan catatan observasi apa
yang menjadi kekurangan guru melaksanakan
pembelajaran dan kelebihan guru melaksanakan
pembelajaran; (7) supervisor juga menunjukkan
catatan observasi guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (8) supervisor
mendiskusikan hal tersebut dengan guru untuk
menemukan tindakan yang tepat sehingga guru dapat
memperbaiki
kekurangannya
dalam
proses
pembelajaran; (9) supervisor memberikan motivasi
dan semangat kepada guru untuk mengajar lebih baik
lagi dan menyatakan bahwa guru pasti bisa
memperbaiki kekurangannya; dan (10) supervisor
membuat kesepakatan kembali dengan guru untuk
melakukan proses pembelajaran di kelas dengan
perbaikan yang telah dibahas dan supervisor akan
mengobservasi kembali pada waktu guru mengajar.
Pada tahap perencanaan siklus II, (1)
supervisor bertemu kembali dengan guru untuk
membahas kekurangan-kekurangan pada siklus I; dan
(2) membahas tentang tata pelaksanaan tindakan
pada siklus II serta menjadwalkan waktu pelaksanaan
kegiatan. Pada tahap pelaksanaan tindakan, (1)

6

terjadi dialog antara guru yang disupervisi klinis
dengan supervisor dengan suasana keterbukaan,
keakraban, saling percaya, saling memahami dan
saling menghargai; (2) guru menceritakan
kesulitannya dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw kepada supervisor; (3) guru
dan supervisor membahas jenis tindakan yang akan
digunakan oleh guru untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya; (4) guru dan supervisor
menetapkan kriteria keberhasilan tindakan; (5) guru
dan pengawas sekolah menyusun instrumen untuk
mengukur
penerapkan
model
pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw; (6) supervisor juga
mempersiapkan
handycam
untuk
merekam
bagaimana dan perilaku guru mengajar di kelas; (7)
guru dengan supervisor bersama-sama melakukan
revieu dokumen pembelajaran yang dimiliki guru
(RPP), dari hasil revieu tersebut supervisor
menjelaskan hal-hal yang perlu diperbaiki; dan (8)
supervisor dan guru menetapkan jadwal pelaksanaan
kegiatan mengajar guru dan menandatangani kontrak.
Pada tahap observasi, (1) supervisor duduk di
belakang dan mengamati perilaku guru mengajar,
mencatat kelebihan dan kekurangan guru pada saat
mengajar dengan seksama dan objektif; (2)
supervisor merekam perilaku dan bagaimana guru
mengajar dengan menggunakan handycam. Pada
tahap refleksi, (1) supervisor menanyakan perasaan
guru dengan suasana yang santai, akrab, ikhlas dan
objektif; (2) supervisor memberikan penguatan
kepada guru; (3) supervisor mereviu tujuan
pembelajaran; (4) supervisor mengingatkan kembali
kontrak yang telah disepakati dalam pembelajaran;
(5) rekaman mengajar guru diputar kembali dan
dilihat bersama-sama oleh supervisor dengan guru;
(6) supervisor menunjukkan catatan observasi apa
yang menjadi kekurangan guru melaksanakan
pembelajaran dan kelebihan guru melaksanakan
pembelajaran; (7) supervisor juga menunjukkan
catatan observasi guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (8) supervisor
memotivasi guru agar terus meningkatkan
kemampuannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIKLUS I
Hasil penilaian kemampuan guru kimia dalam
proses pembelajaran yaitu hasil telaah RPP dan hasil
kemampuan guru menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada siklus I dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini:

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

ISSN : 1979-6684
Tabel 1 Nilai Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran Siklus I

Nilai Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran
Menerapkan Model Pembelajaran
Telaah RPP
Kooperatif Tipe Jigsaw

No

Kode Guru

1

G1

79,63 (Cukup)

77,27 (Cukup)

2

G2

80,56 (Baik)

79,55 (Cukup)

3

G3

80,56 (Baik)

81,82 (Baik)

4

G4

78,70 (Cukup)

77,27 (Cukup)

79,86 (Cukup)

78,98 (Cukup)

Rata-rata

Berdasarkan Tabel 1 di atas, diagram batang
kemampuan guru kimia dalam proses pembelajaran
dan diagram batang rata-rata kemampuan guru dalam
100
N
i
l
a
i

80,56

79,63

80,56

proses pembelajaran akan ditampilkan
Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini:

seperti

78,7

80
Telaah RPP

60
40
20

77,27

79,55

81,82

77,27

G1

G2

G3

G4

0

Menerapkan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw

Kode Guru
Gambar 1. Diagram Batang Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran Siklus I
100
N
i
l
a
i

79,86 78,98

80
60

Telaah RPP

40

Menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

20
0
SIKLUS I

Gambar 2. Diagram Batang Rata-rata Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran Siklus I
Pada
siklus
pertama
rata-rata
nilai
kemampuan guru dalam menyusun RPP adalah 79,86
dalam kategori cukup dan menerapkan model
pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah 78,98
dalam kategori cukup. Berdasarkan temuan peneliti
dapat dikatakan bahwa supervisi klinis dapat

meningkatkan kemampuan guru kimia dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw belum mencapai indikator keberhasilan
tindakan yang telah ditetapkan sehingga dilanjutkan
dengan siklus kedua.

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

7

ISSN : 1979-6684
kemampuan guru menerapkan model pembelajaran
SIKLUS II
Hasil penilaian kemampuan guru kimia dalam
kooperatif tipe jigsaw pada siklus II dapat dilihat
proses pembelajaran yaitu hasil telaah RPP dan hasil
pada Tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2 Nilai Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran Siklus II
Nilai Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran
No

Kode Guru
Telaah RPP

Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw

1

G1

96,30 (Amat Baik)

93,18 (Amat Baik)

2

G2

96,30 (Amat Baik)

95,45 (Amat Baik)

3

G3

96,30 (Amat Baik)

95,45 (Amat Baik)

4

G4

96,30 (Amat Baik)

93,18 (Amat Baik)

96,30 (Amat Baik)

94,31 (Amat Baik)

Rata-rata

Berdasarkan Tabel 2 di atas, diagram batang
kemampuan guru kimia dalam proses pembelajaran
dan diagram batang rata-rata kemampuan guru dalam
100

96,3

96,3

proses pembelajaran akan ditampilkan
Gambar 3 dan Gambar 4 berikut ini:

96,3

seperti

96,3

90
80

Telaah RPP

70
N
i
l
a
i

60
50
40
30
Menerapkan Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

20
10
93,18

95,45

95,45

G1

G2
G3
Kode Guru

93,18

0
G4

Gambar 3 Diagram Batang Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran
Siklus II

8

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

ISSN : 1979-6684

96,3 94,32

100
N
i
l
a
i

80
60

Telaah RPP

40

Menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

20
0
SIKLUS II

Gambar 4 Diagram Batang Rata-rata Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran Siklus II

Pada siklus kedua rata-rata nilai kemampuan
guru dalam menyusun RPP adalah 96,30 dalam
kategori amat baik dan menerapkan model
pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah 94,31
dalam kategori amat baik dan telah mencapai
indikator keberhasilan tindakan. Berdasarkan temuan
penelitian di atas maka dapat dikatakan bahwa
supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan
guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw pada siklus kedua sudah berhasil sebab telah

mencapai indikator keberhasilan tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan
oleh supervisor sebagai peneliti mulai dari pra siklus,
kemudian siklus pertama dan dilanjutkan dengan
siklus kedua mengenai kemampuan empat orang
guru bidang studi kimia dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses
pembelajaran, maka nilai kemampuan guru kimia
dalam proses pembelajaran dapat diuraikan seperti
Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 Nilai Kemampuan Guru Kimia Dalam Proses Pembelajaran

Menerapkan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw

Telaah RPP
No

Kode
Guru

Siklus
I

II

Ratarata

Pra Siklus

Siklus
Pra Siklus
I

II

Ratarata

1

G1

70,37

79,63

96,30

82,10

50,00

77,27

93,18

73,48

2

G2

70,37

80,56

96,30

82,41

52,27

79,55

95,45

75,76

3

G4

70,37

80,56

96,30

82,41

54,55

81,82

95,45

77,27

4

G5

70,37

78,70

96,30

81,79

47,73

77,27

93,18

72,73

Rata-rata

70,37

79,86

96,30

82,18

51,14

78,98

94,32

74,81

Nilai rata-rata kemampuan guru kimia dalam
menyusun RPP melalui telaah RPP mengalami
peningkatan yang ditunjukkan dari hasil penilaian
yaitu pada pra siklus memiliki nilai rata-rata 70,37

dalam kategori cukup, pada siklus pertama memiliki
nilai rata-rata 79,86 dalam kategori cukup dan siklus
kedua memiliki nilai rata-rata 96,30 dalam kategori
amat baik.

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

9

ISSN : 1979-6684
Nilai kemampuan guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui
lembar observasi mengalami peningkatan yang
ditunjukkan dari hasil penilaian yaitu pada pra siklus
memiliki nilai rata-rata 51,14 dalam kategori amat
kurang, pada siklus pertama memiliki nilai rata-rata
78,98 dalam kategori cukup dan siklus kedua
memiliki nilai rata-rata 94,31 dalam kategori amat
baik dan telah memenuhi kriteria keberhasilan
tindakan yang telah ditetapkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan
guru kimia dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw melalui supervisi klinis pada
SMA Negeri 1 Pangururan Kabupaten Samosir.

REKOMENDASI
Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang
telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
diidentifikasi saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada guru agar terus meningkatkan
kemampuanya dalam ilmu pengetahuan dan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw sebagai alternatif dalam proses
pembelajaran karena dapat meningkatkan hasil
belajar siswa serta tetap terbuka dan bersedia
menerima terhadap setiap pembaharuan dan
perkembangan terkait dengan model-model
pembelajaran.
2. Kepada kepala sekolah supaya menghimbau
guru menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam
proses pembelajaran.
3. Kepada pengawas sekolah dalam melaksanakan
tugasnya, supervisi klinis sebagai alternatif
dalam membimbing dan membina guru.
4. Kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupeten
Samosir sebaiknya memberikan pelatihan
kepada pengawas untuk memperluas wawasan
tentang penerapan supervisi klinis dan
melakukan pengawasan yang ketat serta
berkesinambungan kepada pengawas sekolah
dan guru sehingga dalam melaksanakan tugasnya
mampu membuat perubahan peningkatan
pendidikan dengan mengacu kepada peraturan
yang berlaku.
5. Kepada peneliti yang lain, hasil penelitian ini
diharapkan menjadi salah satu rujukan untuk
melakukan penelitian yang lebih mendalam
terutama yang berhubungan dengan model

10

pembelajaran kooperatif
supervisi klinis.

tipe

jigsaw

dan

UCAPAN TERIMA KASIH
1. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Menengah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan
2. Bupati Kabupaten Samosir
3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir
4. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pangururan
5. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sianjur Mulamula
DAFTAR PUSTAKA
Huang, Yueh-Min and Tieng-Chi Huang, (2008),
Using Annotation Services in Ubiquitous
Jigsaw Cooperative Learning Environment.
Taken
from
Journal
fromEducational
Technology and Society, 11(2), 3-15.
Ibrahim, M. (2001),
Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: University Press.
Isjoni, (2009), Cooperative Learning. Bandung:
Alfabeta.
Joyce, Bruce. Dkk, (2011), Models of Teaching
(Model-Model Pengajaran). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mengduo, Qiao and Jing Xiaoling, (2010), Jigsaw
Strategy as a Cooperative Learning
Technique: Focusing on the Language
Learners. Taken from Chinese Journal of
Applied Linguistics (Bimonthly), Vol 33, No.
4. August. P.114
Mukhtar & Iskandar, (2013), Orientasi Baru
Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada
Press Group.
Rusman, (2012), Model-model
Bandung: Rajawali Perss.

pembelajaran.

Sagala, S, (2009), Administrasi Pendidikan
Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya,
W.
(2006), Strategi
Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Bandung: Kencana.
Trianto, (2011), Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Jurnal Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 1 - April 2014

Dokumen yang terkait

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU EKONOMI MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MELALUI SUPERVISI KLINIS DENGAN PENDEKATAN KOLABORATIF DI SMA NEGERI 1 SUMBUL DAN SMA NEGERI 1 SILAHISABUNGAN KABUPATEN DAIRI.

0 3 26

PENERAPAN SUPERVISI KLINIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU KIMIA DALAM MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRI DI SMA NEGERI KOTA TEBING TINGGI.

0 2 36

Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru IPS dalam Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match Melalui Supervisi Klinis di SMP Negeri 4 Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

0 4 29

MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU AKUNTANSI DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MELALUI SUPERVISI KLINIS.

0 3 12

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU SEJARAH DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM-BASED LEARNING) MELALUI SUPERVISI AKADEMIK MODEL KLINIS DI SMA NEGERI 4 BINJAI.

0 4 38

MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU KIMIA DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW MELALUI SUPERVISI KLINIS DI SMA NEGERI 1 PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR.

0 2 35

MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU AKUNTANSI DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MELALUI SUPERVISI KLINIS DI SMK NEGERI 1 KUTACANE.

0 2 42

View of MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW MELALUI SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PENDEKATAN BIMBINGAN TEHNIS DALAM PEMBELAJARAN (BINI-DAMBEL)

0 0 22

View of MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU PKn DALAM MENERAPKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW MELALUI SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PENDEKATAN BINI-DAMBEL

0 1 12