Perbandingan Efektivitas Model Penemuan Terbimbing dan Model Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Piyungan.

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini zaman terus berkembang dan menuntut seseorang untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Salah satu usaha pemerintah dalam mengembangkan potensi generasi penerus adalah melalui pendidikan, seperti yang termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 yang berbunyi:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Pendidikan dapat diaplikasikan dalam bentuk proses pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang penting untuk diajarkan kepada siswa yaitu matematika karena matematika merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lainnya. Pembelajaran matematika diharapkan dapat memfasilitasi agar siswa mampu mengembangkan keterampilan dan kemampuan dalam menghadapi berbagai permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu kemampuan penting dalam matematika yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Hal ini seperti yang termuat dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;


(2)

2

2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian tersebut, salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan-kemampuan lainnya yang harus dimiliki oleh siswa ditujukan agar siswa dapat menggunakan kemampuan tersebut dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini sejalan dengan apa yang dipaparkan Depdiknas (2006) bahwa fokus utama dalam pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Kementerian Pendidikan Singapura (Clark, 2009: 1) juga mengungkapkan bahwa pemecahan masalah memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika karena melibatkan perolehan serta penerapan konsep dan keterampilan matematika dalam berbagai situasi, seperti masalah non-rutin, open-ended dan masalah kehidupan nyata. Wena (2009: 53) juga berpendapat bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Selain itu, menurut Cooney et.al. (Hudojo, 2005: 126) mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan.


(3)

3

Melihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika untuk dimiliki siswa, maka diperlukan pembenahan dalam proses pembelajaran agar dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud nomor 81 A tahun 2013. Secara individu atau berkelompok, mereka mendapat kesempatan untuk aktif membangun pengetahuan mereka sendiri dari berbagai sumber belajar di sekitarnya dan tidak hanya berasal dari guru, sehingga pengetahuan tersebut akan lebih bermakna bagi dirinya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa standar proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik. Pendekatan saintifik menjadi pilihan untuk penyampaian materi matematika.

Proses pembelajaran di kelas tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: tujuan pembelajaran, motivasi, guru, materi pembelajaran, model yang digunakan, media, evaluasi, dan lingkungan. Dari beberapa faktor tersebut, salah satu yang menjadi perhatian adalah model pembelajaran yang digunakan. Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat tentunya akan berdampak positif pada pembelajaran di kelas.

Sebagaimana tercantum dalam silabus matematika SMP, pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik dapat diperkuat dengan model-model pembelajaran, antara lain: model pembelajaran kooperatif, pembelajaran


(4)

4

kontekstual, model pembelajaran penemuan terbimbing, project based learning dan problem based learning. Guru dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning. Pada model pembelajaran penemuan terbimbing dan model problem based learning, siswa dominan belajar aktif di kelas dan guru sebagai fasilitator.

Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya (Markaban, 2008: 17). Lebih lanjut, hal ini dijelaskan oleh Tran et.al (2014: 51):

“in guided discovery teacher gives problem, provides context, necessary tools and students have opportunities to discover, solve problem. Teacher here plays a role as an encouraging, assistant man to ensure that students do not get troubles or do not perform their surveys, experiments

Sementara itu, Muhsetyo (2007: 26) berpendapat bahwa penemuan terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran yang bersifat konstruktivistik dan bernuansa pemecahan masalah. Di dalam kegiatan ini, guru menyajikan materi dalam bentuk masalah atau pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan ini akan menuntun siswa untuk menemukan teori atau rumus. Melalui pembelajaran penemuan siswa diharapkan menemukan prinsip-prinsip yang dipelajari, sehingga mereka tidak hanya menghafal prinsip-prinsip tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Westwood (2008: 28) yang mengatakan bahwa


(5)

5

by discovering principles, rather than just memorizing them, students learn not just what we know, but how we know it, and why it is important”.

Menurut Marzano (Markaban, 2008: 18) sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, pendekatan penemuan terbimbing mendukung kemampuan pemecahan masalah siswa. Hasil penelitian dari Nugroho (2016) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing pada kompetensi kubus dan balok efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa Kelas VIII SMP. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Effendi (2012) pada kelas VIII di salah satu SMP Bandung juga menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP kelas eksperimen (metode penemuan terbimbing) lebih baik daripada kelas kontrol (metode ekspositori).

Selanjutnya mengenai model problem based learning, Westwood (2008: 31) menjelaskan bahwa dalam model pembelajaran ini siswa disajikan dengan masalah kehidupan nyata yang membutuhkan keputusan atau membutuhkan solusi. Hal ini senada dengan pendapat Rusman (2011: 232) yang menyatakan bahwa problem based learning adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata yang tidak terstruktur dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru.

Menurut Eggen & Kauchak (2012: 309) problem based learning dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Mudjiman (2007: 54) yang menyatakan bahwa salah satu model


(6)

6

pembelajaran yang diperkirakan mampu melatih kemampuan pemecahan masalah adalah problem based learning. Hasil penelitian dari Kuntari (2015) juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model problem based learning lebih berpengaruh dan signifikan daripada pembelajaran ekspositori terhadap pemecahan masalah. Penelitian oleh Setiawan (2016) juga memberikan hasil bahwa model problem based learning lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Ngaglik Sleman pada kelas VIII.

Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, kemampuan pemecahan masalah matematika sangatlah penting untuk diajarkan kepada siswa agar mereka terampil dalam menyelesaikan permasalahan di kehidupan sehari-hari, sehingga potensi dalam diri mereka pun turut berkembang. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran guru perlu memfasilitasi siswa dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Namun, berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti saat PPL, proses pembelajaran matematika yang dilakukan di SMP N 2 Piyungan belum sepenuhnya dapat memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Masih banyak siswa yang kesulitan dalam memahami masalah, menentukan langkah dan penyelesaiannya sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika siswa belum berkembang secara optimal. Salah satu jenis masalah adalah soal cerita. Hal ini dijelaskan oleh Jonassen (2004: 8) sebagai


(7)

7

berikut: “a typology of problems, including puzzles, algorithms, story problems, rule-using problems, decision making, troubleshooting, diagnosis-solution problems, strategic performance, systems analysis, design problems, and dillemas”. Tabel 1 memuat beberapa butir indikator kemampuan siswa terkait menyelesaikan soal cerita yang dapat digunakan untuk melihat ukuran kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP N 2 Piyungan (Puspendik, 2015 & 2016 ).

Tabel 1. Persentase Daya Serap Soal Ujian Nasional Terkait Kemampuan Pemecahan Masalah di SMP N 2 Piyungan

No Kemampuan yang Diuji Persentase

Tahun ajaran 2014/2015

8 Menyelesaikan masalah yang berkaitan soal deret aritmetika. 56,69 % 13 Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan konsep

himpunan jika diketahui gabungan dua himpunan.

87,90 % 21 Menyelesaikan soal cerita menggunakan konsep Pythagoras

(tangga disandarkan; tiang dengan kawat pengikat)

72,61 % 23 Menyelesaikan soal cerita tentang luas. 41,40 % 24 Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan keliling

segiempat/jajarangenjang/belahketupat/layanglayang

84,08 % 32 Menyelesaikan soal cerita berkaitan panjang kawat

menggunakan konsep rusuk pada limas persegi.

59,24 %

Rata-rata 66,99 %

Tahun ajaran 2015/2016

18 Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita berkaitan dengan konsep deret geometri (misal panjang tali sebelum dipotong-potong)

54,36 %

21 Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan keliling segiempat

57,72 % 22 Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita berkaitan

konsep kerangka pada balok (Misal harga aluminium untuk kerangka aquarium atau sangkar burung dan lainnya)

58,39 %

26 Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita menggunakan konsep Pythagoras (misal kapal berlayar ke timur dan belok ke utara)

65,77 %

29 Peserta didik dapat menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan konsep irisan tiga himpunan yang irisannya diketahui

70,47 %


(8)

8

Berdasarkan daya serap siswa SMP N 2 Piyungan, pada tahun ajaran 2014/2015 rata-ratanya sebesar 66,99 %, sedangkan pada tahun ajaran 2015/2016 rata-ratanya sebesar 61,34 %. Dari hasil tersebut, diketahui bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa selama dua tahun terakhir masih perlu dikembangkan.

Pencapaian nilai terkait kemampuan pemecahan masalah matematika di atas merupakan hasil belajar siswa yang tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas. Sebagaimana dikemukakan oleh Sugihartono (2013: 157) yang menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah satunya adalah proses pembelajaran.

Penelitian dengan membandingkan model PBL dan model penemuan terbimbing juga pernah dilakukan oleh Amril (2015) di kelas VIII SMP N 2 Depok Yogyakarta untuk materi lingkaran dengan variabel terikat yaitu prestasi, kemampuan representasi, dan motivasi belajar. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa model PBL setting STAD dan model guided discovery setting STAD efektif ditinjau dari prestasi, kemampuan representasi, dan motivasi belajar matematika siswa; model PBL setting STAD lebih efektif daripada model guided discovery setting STAD ditinjau dari kemampuan representasi masalah; dan sama efektifnya ditinjau dari prestasi serta motivasi belajar.

Berbagai penelitian telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah pada jenjang SMP kelas VIII dan terbukti efektif. Selain itu, juga pernah diteliti


(9)

9

perbandingan efektivitas model PBL dan model penemuan terbimbing di SMP dengan variabel terikat yang berbeda. Sementara itu, di SMP N 2 Piyungan belum pernah diterapkan model penemuan terbimbing dan model problem based learning sehingga belum diketahui efektivitasnya terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu diujicobakan model penemuan terbimbing dan model problem based learning untuk mengetahui perbandingan efektivitas model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih perlu untuk dikembangkan.

2. Pembelajaran dengan model problem based learning dan model penemuan terbimbing belum pernah diterapkan di SMP N 2 Piyungan.

3. Belum diketahuinya efektivitas model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP N 2 Piyungan.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan dalam hal perbandingan efektivitas model penemuan terbimbing dan model problem based learning


(10)

10

ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan untuk materi keliling dan luas segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, layang-layang dan trapesium).

D. Rumusan Masalah

Beberapa rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Apakah model penemuan terbimbing efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan?

2. Apakah model problem based learning efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan?

3. Manakah yang lebih efektif antara model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui efektivitas model penemuan terbimbing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan.

2. Mengetahui efektivitas model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan.

3. Mengetahui manakah yang lebih efektif antara model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Piyungan.


(11)

11 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut. 1. Bagi guru

a. Memberikan gambaran mengenai efektivitas model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika.

b. Memberikan referensi dalam menerapkan pembelajaran matematika dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning.

c. Memberikan referensi mengenai cara mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Bagi siswa

a. Membiasakan siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika.

b. Memberikan pengalaman belajar dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning.

3. Bagi peneliti

a. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan pembelajaran matematika dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning. b. Memberikan gambaran mengenai efektivitas model penemuan terbimbing dan

model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika.


(12)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20). Berdasarkan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Trianto (2010: 17) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya atau mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Sementara itu, Sugihartono (2013: 81) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasikan dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Suprihatiningrum (2014: 75) berpendapat bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi


(13)

13

juga metode, media dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi.

Menurut Sanjaya (2008: 77-78), pembelajaran adalah proses dalam mengatur komponen yang mendukung proses belajar yang bertujuan untuk mengubah perilaku siswa menjadi lebih baik dan sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa. Hamalik (2011: 29-30) menambahkan bahwa proses pembelajaran didukung dengan adanya lingkungan yang kondusif, sumber belajar, dan rencana pembelajaran. Pengalaman dari belajar dapat diperoleh melalui grafis, kata-kata, ataupun simbol-simbol. Pengalaman ini pula dapat memberikan perubahan pada siswa berupa pengetahuan, pengertian, keterampilan serta apresiasi.

Gagne (Uno, 2007: 17) menjelaskan bahwa hasil dari proses belajar adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.

Matematika berasal dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan, mathanein yang artinya berpikir atau belajar. (Hamzah & Muslihrarini, 2014: 48). Sementara itu, Ebbutt & Straker (Marsigit, 2012: 8) mengemukakan hakekat matematika sekolah antara lain: matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; matematika adalah kegiatan problem solving; dan matematika adalah alat komunikasi. Chambers (2008: 9) mengungkapkan bahwa matematika adalah studi mengenai pola, hubungan, dan ide-ide yang saling berhubungan sekaligus merupakan cara untuk memecahkan dalam berbagai konteks masalah.


(14)

14

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang dilakukan antara siswa, guru, sumber belajar dan lingkungannya agar siswa memperoleh pengalaman dalam bentuk kemampuan matematika.

2. Karakteristik Siswa SMP

Karakteristik siswa SMP perlu diketahui guru agar dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Siswa SMP secara umum berusia 11-15 tahun. Menurut Piaget (Siswoyo, 2013: 100) tahapan perkembangan intelektual siswa berdasar usia adalah sebagai berikut.

a. Tahap sensori motor (0,0 – 2,0 tahun)

Kemampuan berfikir anak baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh, memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah „menangis‟. Untuk memberi pengetahuan pada mereka tidak dapat sekadar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak. b. Tahap pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun)

Kemampuan skema kognitif masih terbatas. Suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu merespons terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif.


(15)

15

c. Tahap operasional konkret (7,0 – 11,0 tahun)

Siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatannya bervariasi. Sudah mampu berpikir matematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.

d. Tahap operasional formal (11,0 – 14,0 tahun)

Pada tahap ini siswa telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan. Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, peserta didik mampu mempelajari materi pelajaran seperti agama, matematika, dan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP berada pada tahap operasional formal dengan karakteristik yang telah disebutkan di atas. Karakteristik ini memiliki peran yang penting bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran terlaksana dengan baik.

3. Model Penemuan Terbimbing

Menurut Prasetyo (Suprihatiningrum, 2014: 245) berpendapat bahwa belajar penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terpadu/terpimpin (guided discovery). Dalam pelaksanaannya, penemuan yang dipandu oleh guru (guided discovery) lebih banyak dijumpai


(16)

16

karena dengan petunjuk guru, siswa akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Markaban (2008: 16) menjelaskan, model penemuan yang dipandu oleh guru ini dikembangkan dalam suatu pembelajaran yang sering disebut model penemuan terbimbing. Pembelajaran ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Pada model penemuan terbimbing ini, siswa dihadapkan kepada situasi yang memberikan kesempatan untuk bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal


(17)

17

matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.

Tahap-Tahap Pembelajaran Penemuan Terbimbing menurut Suprihatiningrum (2014: 248)

a. Menjelaskan tujuan / mempersiapkan siswa

Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dengan mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan.

b. Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan masalah sederhana yang berkenaan dengan materi pembelajaran.

c. Merumuskan hipotesis

Guru membimbing siswa merumuskan hipotesis sesuai permasalahan yang dikemukakan.

d. Melakukan kegiatan penemuan

Siswa melakukan kegiatan penemuan dengan arahan dari guru untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

e. Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan

Pada tahap ini, siswa menyajikan hasil kegiatan dan merumuskan kesimpulan atau menemukan konsep.

f. Mengevaluasi kegiatan penemuan

Siswa dan guru mengevaluasi langkah-langkah kegiatan yang telah dilakukan.


(18)

18

Markaban (2008: 17-18) menyatakan beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika agar pembelajaran penemuan terbimbing berjalan efektif: a. merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, menghindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah; b. dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir,

dan menganalisis data tersebut;

c. siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya; d. bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa diperiksa oleh guru; e. apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka

verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya;

f. sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Bruner (Jamaris, 2013: 136) menyarankan bahwa dalam mengelola proses belajar yang menekankan discovery, guru menjalankan tugasnya sebagai berikut: a. fasilitator bukan sebagai penyampai pengetahuan;

b. guru harus mampu menstimulasi proses belajar dengan mengatur lingkungan belajar yang menantang siswa untuk memecahkan masalah ke arah penemuan atau pemecahan masalah;

c. guru perlu menyediakan berbagai bentuk lingkungan dan sumber belajar; d. guru memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan sistem berpikir;


(19)

19

e. guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya;

f. guru perlu memonitor kualitas proses belajar yang sedang berlangsung, apakah sesuai dengan kemampuan siswa, sesuai dengan minat dan pengalaman siswa atau sebaliknya;

g. apabila telah terjadi peningkatan, maka guru perlu melakukan revisi tingkat kesukaran proses belajar ke arah yang lebih tinggi, seperti dari proses ikonik ke proses simbolik.

Menurut Hosnan (2014: 289) langkah-langkah pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dinyatakan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Penemuan Terbimbing

Tahap

Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran

1. Stimulasi Siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan rasa ingin tahu agar timbul keinginan untuk menyelidiki dan menemukan.

2. Identifikasi masalah

Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan pelajaran. Guru dapat membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam LKS.

3. Mengumpulkan data atau informasi

Dengan bimbingan guru, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan sebagai bahan menganalisis dalam rangka menjawab pertanyaan.

4. Mengolah data Guru membimbing siswa dalam mengolah data atau informasi yang telah diperoleh baik melalui diskusi, pengamatan, pengukuran, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. 5. Verifikasi Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat tentang benar

atau tidaknya hipotesis yang mereka berikan. 6. Menarik

kesimpulan (generalisasi)

Guru membimbing siswa untuk menggunakan bahasa dan pemahaman mereka sendiri untuk menarik kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.


(20)

20

Keuntungan yang didapatkan siswa dengan belajar menggunakan penemuan terbimbing menurut Carin & Sund (Suprihatiningrum, 2014: 244-245) adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan potensi intelektual.

Through guided discovery, a student slowly learner how to organize and carry out the investigations”. Melalui penemuan terbimbing, siswa yang lambat belajar akan mengetahui bagaimana menyusun dan melakukan penyelidikan. Lebih lanjut dikatakan, “one of the greatest payoffs of the guided discovery approach is that is aids better memory retention”. Salah satu keuntungan pembelajaran dengan penemuan terbimbing adalah materi yang dipelajari lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

b. Mengubah siswa dari memiliki motivasi dari luar (extrinsic motivation) menjadi motivasi dalam diri sendiri (intrinsic motivation).

Penemuan terbimbing membantu siswa untuk lebih mandiri, bisa mengarahkan diri sendiri, dan bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. Siswa akan memotivasi diri sendiri jika belajar dengan penemuan terbimbing. c. Siswa akan belajar bagaimana belajar (learning how to learn).

Anak-anak dapat dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berpikir. Jika otak anak selalu dalam keadaaan aktif, pada saat itulah seorang anak sedang belajar. Piaget juga menegaskan, there is no learning without action. Melalui latihan untuk menyelesaikan masalah, seorang siswa akan belajar bagaimana belajar (learning how to learn).


(21)

21 d. Mempertahankan memori.

Otak manusia seperti komputer. Permasalahan terbesar dalam otak manusia bukan pada penyimpanan data, melainkan bagaimana mendapatkan kembali data yang telah tersimpan di dalamnya. Para ahli berpendapat bahwa cara paling mudah untuk mendapatkan data adalah pengaturan (organization). Dengan pengaturan, manusia lebih mudah mendapatkan informasi apa yang dicari dan bagaimana mencarinya. Apalagi jika informasi tersebut dibangun sendiri yang salah satunya dengan penemuan terbimbing.

Sementara itu Markaban (2008: 18-19) mengemukakan kekurangan model ini adalah sebagai berikut:

a. untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama;

b. tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan metode ceramah; c. tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya

topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing.

Pada dasarnya secara prinsip langkah-langkah pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dari pendapat para ahli di atas tidak memiliki perbedaan yang begitu mendasar. Namun mengingat dalam proses menemukan, siswa SMP masih membutuhkan bantuan dan bimbingan yang lebih intesif dari guru, maka peneliti merujuk pada pendapat Hosnan untuk dijadikan langkah-langkah model penemuan terbimbing dalam penelitian ini.


(22)

22 4. Model Problem Based Learning

Menurut Westwood (2008: 31) dalam Problem Based Learning (PBL) siswa disajikan dengan masalah kehidupan nyata yang membutuhkan keputusan atau membutuhkan solusi. Kolaborasi dengan kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah atau isu yang diberikan. Guru sebagai fasilitator tidak terlalu mengintervensi atau mengontrol investigasi.

Savoie & Hughes (Wena, 2009: 91-92) menyatakan bahwa PBL memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut:

a. belajar dimulai dengan suatu permasalahan, permasalahan yang diajukan harus berhubungan dengan dunia nyata;

b. mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan;

c. memberikan tanggung jawab dalam membentuk dan menjalankan proses belajar kepada siswa;

d. menggunakan kelompok kecil;

e. menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang dipelajari.

Menurut Eggen & Kauchak (2012: 311), problem based learning terjadi dalam empat fase, yaitu sebagai berikut.

a. Fase 1: Mereview dan menyajikan masalah.

Guru mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah serta memberi siswa masalah spesifik dan konkret untuk dipecahkan. Masalah yang diberikan guru harus mampu menarik perhatian siswa ke dalam pelajaran. b. Fase 2: Menyusun strategi.

Siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah dan guru memberikan siswa umpan balik di dalam menyusun strategi.


(23)

23

Guru memastikan sebisa mungkin bahwa siswa menyusun strategi yang tepat di dalam memecahkan masalah.

c. Fase 3:Menerapkan strategi.

Siswa menerapkan strategi-strategi yang sudah dirancang saat guru secara cermat memonitor upaya-upaya yang dilakukan siswa untuk memecahkan masalah. Fase ini memberikan siswa pengalaman untuk memecahkan masalah d. Fase 4: Membahas dan mengevaluasi hasil.

Guru membimbing diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang didapatkan oleh siswa di dalam memecahkan masalah.

Arends (2010: 421) mengemukakan tahapan model problem based learning seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning

No Tahap Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran 1. Mengorientasikan

siswa kepada masalah

Pada tahap ini, guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pada tahap ini, guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah

3. Membantu

penyelidikan individu dan kelompok

Pada tahap ini, guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi.

4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya

Pada tahap ini, guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video dan model, serta membantu mereka berbagi karya

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pada tahap ini, guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.


(24)

24

Secara prinsip langkah-langkah model problem based learning dari pendapat para ahli di atas tidak memiliki perbedaan yang begitu mendasar. Namun mengingat peran guru penting untuk mendampingi dan mengorganisir siswa dalam memecahkan masalah, maka peneliti merujuk pendapat Arends untuk dijadikan langkah-langkah pembelajaran problem based learning penelitian ini.

5. Pendekatan Saintifik

Berdasarkan Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik (ilmiah).

Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 lampiran IV dijelaskan bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri dari lima pengalaman belajar pokok (5M), yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau mencoba, menalar atau mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. 1) Mengamati

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas dan bervariasi kepada peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

2) Menanya

Guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat dari kegiatan


(25)

25

mengamati yang sebelumnya telah dilakukan. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur ataupun hal lain. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut.

3) Mengumpulkan informasi atau mencoba

Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen.

4) Menalar atau mengasosiasikan

Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

5) Mengomunikasikan

Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.


(26)

26

6. Langkah-langkah Model Penemuan Terbimbing dengan Pendekatan Saintifik

Berdasarkan langkah-langkah model penemuan terbimbing dan pendekatan saintifik yang telah dijelaskan sebelumnya, maka langkah-langkah pembelajaran matematika melalui model penemuan terbimbing dengan pendekatan saintifik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Langkah-langkah Model Penemuan Terbimbing dengan Pendekatan Saintifik No Tahap Model Penemuan Terbimbing

Tahap Saintifik Keterangan

1. Stimulasi Mengamati Siswa mengamati ilustrasi yang mengarah pada kegiatan penemuan. (memahami masalah)

Menanya Siswa menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya dari ilustrasi yang disajikan. (memahami masalah) 2. Identifikasi

Masalah

Siswa mengidentifikasi masalah dengan menjawab pertanyaan yang diberikan pada lembar kerja siswa. (memahami masalah)

3. Pengumpulan Data

Mencoba Siswa mengumpulkan data dengan melakukan uji coba sesuai langkah-langkah pada kegiatan lembar kerja siswa. (merencanakan penyelesaian masalah)

4. Pengolahan Data

Mengasosiasi Siswa mengolah data yang telah diperoleh sebelumnya untuk menemukan suatu konsep. (merencanakan penyelesaian masalah)

5. Verifikasi Mengomunikasi-kan

Beberapa perwakilan kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil temuannya di depan kelas. (mengecek kembali) 6. Penarikan

Kesimpulan

Siswa dibimbing guru untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. (mengecek kembali)


(27)

27

7. Langkah-langkah Model Problem Based Learning dengan Pendekatan Saintifik

Tabel 5. Langkah-langkah Model Problem Based Learning dengan Pendekatan Saintifik

No

Tahap Model Problem Based

Learning

Tahap Saintifik Keterangan 1.

Mengorientasi-kan Siswa pada Masalah

Mengamati Siswa diberi kesempatan untuk mengamati masalah yang tersaji. (memahami masalah)

Menanya Siswa menanyakan hal-hal yang ingin diketahui terkait dengan masalah. (memahami masalah) 2.

Mengorganisasi-kan Siswa untuk Belajar

-Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa.

-Siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari masalah. (memahami masalah)

3. Membantu Penyelidikan Individu dan Kelompok

Mengamati Siswa menuliskan apa yang diamati dari tabel. (merencanakan penyelesaian masalah)

Menanya Siswa menanyakan apa yang ingin diketahui dari tabel. (merencanakan penyelesaian masalah)

Mengumpulkan Informasi

Siswa mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. (merencanakan penyelesaian masalah)

Mengasosiasi Siswa menggunakan informasi yang telah diperolehnya untuk mendapatkan solusi atas masalah. (menyelesaikan masalah sesuai rencana)

4.

Mengembang-kan dan

Menyajikan Hasil Karya

Mengomunikasi-kan

Beberapa perwakilan kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan apa yang telah diperolehnya.

(mengecek kembali) 5. Menganalisis

dan

Mengevaluasi Proses

Pemecahan Masalah

-Siswa lain dan guru memberikan tanggapan terhadap presentasi. -Siswa bersama guru menyimpulkan

apa yang telah dipelajari. (mengecek kembali)


(28)

28

Berdasarkan langkah-langkah model problem based learning dan pendekatan saintifik yang telah dijelaskan sebelumnya, maka langkah-langkah pembelajaran matematika melalui model problem based learning dengan pendekatan saintifik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.

8. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan Pemecahan Masalah merupakan kemampuan yang penting dimiliki oleh siswa seperti yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. Reys et.al (2012: 107) menyatakan apa yang dimaksud dengan masalah sebagai berikut:

“A problem is something a person needs to figure out, something where the solution is not immediately obvious. Skill in solving problems comes through experiences with solving many problems of many different kinds. Children who have worked on many problems score higher on problem-solving tests than children who have worked on few.

Artinya: Masalah adalah sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk mencari tahu dan solusinya tidak diketahui secara langsung. Kemampuan dalam memecahkan masalah muncul melalui pengalaman menyelesaikan berbagai masalah dengan banyak tipe yang berbeda. Anak-anak yang terbiasa berlatih memecahkan masalah biasanya memperoleh nilai lebih tinggi pada tes pemecahan masalah dibandingkan anak-anak yang jarang berlatih memecahkan masalah.

Hudojo (2005: 125) menjelaskan perbedaan latihan dan masalah:

a. latihan diberikan pada waktu belajar matematika bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja dipelajari,


(29)

29

b. masalah merupakan soal yang memerlukan analisa dan sintesa dalam mengerjakannya siswa harus mengetahui pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya untuk menyelesaikan situasi baru.

Lebih lanjut, Hudojo (2005: 124) menyebutkan syarat suatu masalah bagi seorang siswa yaitu:

a. pertanyaan tersebut harus bisa dimengerti oleh siswa, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan bagi siswa;

b. pertanyaan tersebut tidak bisa dikerjakan dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, waktu dalam penyelesaian masalah bukan suatu yang diperhitungkan.

Menurut Jonassen (2004: 3) minimal ada dua kriteria penting dalam mendefinisikan masalah. Pertama, masalah merupakan entitas yang tidak diketahui dalam beberapa konteks. Kedua, masalah tersebut dicari solusinya yang mempunyai nilai tertentu seperti nilai sosial, budaya dan cendekia.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa masalah adalah suatu persoalan tidak rutin yang perlu dicari penyelesaiannya namun langkah untuk mendapatkan penyelesaiannya tidak diketahui secara langsung.

O‟Connell (2007: 3) menyatakan bahwa “Problem solving is a process that requires students to follow a series of steps to find a solution”. Pemecahan masalah diartikan sebagai proses yang mengharuskan siswa mengikuti serangkaian tahap-tahap untuk menemukan sebuah penyelesaian. Mayer (Widjajanti, 2009: 404) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu proses banyak langkah dengan si pemecah masalah harus menemukan hubungan antara


(30)

30

pengalaman (skema) masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya dan kemudian bertindak untuk menyelesaikannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan proses untuk menyelesaikan masalah dengan banyak langkah melalui cara menghubungkan pengetahuan dan pengalaman dengan masalah yang sedang dihadapi.

Kemampuan pemecahan masalah siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Reys et.al (2012: 110) menyatakan “Major factors that impact problem-solving skills of students are knowledge, beliefs and affects, control, and sociocultural factors”. Artinya faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pengetahuan, keyakinan dan perhatian, kontrol, dan faktor sosial budaya.

Muijs & Reynold (2008: 187) mengemukakan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah matematika sebagai berikut.

a. Memahami dan merepresentasikan masalah

Langkah pertama adalah menemukan dengan tepat apa arti masalahnya. Terdapat dua elemen dalam merepresentasikan masalah tersebut. Pertama, pemahaman linguistik, yang berarti siswa perlu memahami seluruh arti kalimat yang terdapat di dalam soal itu. Setelah semua kalimat dipahami, siswa harus menyatukannya menjadi sebuah pengertian utuh, dan harus mampu memahami masalahnya secara keseluruhan. Penting bagi mereka untuk diajari menguraikan masalah melalui pemikiran yang cermat, membaca seluruh masalahnya sebelum memutuskan apa pertanyaanya.


(31)

31 b. Memilih atau merencanakan solusinya

Siswa perlu memiliki sebuah strategi untuk mengatasi masalah. Salah satunya adalah dengan memecah masalah menjadi sejumlah langkah kecil dan kemudian menemukan cara untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut.

c. Melaksanakan rencana tersebut

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan rencana yang telah disusun sebelumnya. Proses penyelesaian ini bisa dilakukan dengan melakukan perhitungan matematis.

d. Mengevaluasi hasilnya

Langkah terakhir dalam penyelesaian masalah adalah memeriksa jawabannya setelah melakukan langkah penyelesaian pertama hingga ketiga. Pemeriksaan yang diketahui oleh umum namun sering dilupakan adalah dengan melihat apakah jawabannya masuk akal atau tidak.

Beberapa indikator pemecahan masalah dapat dituliskan sebagai berikut (NCTM, 2000: 209):

a. mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan;

b. merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika;

c. menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika;

d. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal; e. menggunakan matematika secara bermakna.


(32)

32

Musser et.al (2011: 4-5) menyatakan bahwa ada 4 langkah yang dijelaskan oleh Polya untuk memecahkan masalah.

a. Understanding the problem (memahami masalah), merupakan langkah pertama dalam pemecahan masalah dimana siswa diminta untuk memahami masalah atau soal yang akan diselesaikan. Ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam langkah pertama ini, yaitu:

1) Apakah kamu mengerti dengan semua kalimat?

2) Bisakah Anda menyatakan kembali masalah dengan menggunakan kata-kataAnda sendiri?

3) Apakah Anda tahu tujuannya? 4) Apakah ada informasi yang cukup? 5) Apakah ada informasi tambahan?

6) Pernahkah ada masalah yang seperti ini dan telah anda selesaikan?

b. Devise a plan (menyusun rencana), merupakan langkah kedua bahwa soal atau masalah yang telah dipahami harus dibuatkan susunan atau cara penyelesaian masalahnya. Ada berbagai hal yang dapat dilakukan dalam langkah kedua ini yaitu: 1) menebak dan menguji, 2) menggambar pola, 3) menggunakan variabel, 4) melihat pola, 5) membuat daftar, 6) memecahkan masalah sederhana, 7) menggambar diagram, 8) menggunakan penalaran langsung, 9) menggunakan penalaran tidak langsung, 10) menggunakan penomoran, 11) menyelesaikan program yang setara, 12) melihat asal kata, 13) menggunakan kasus, 14) menyelesaikan persamaan, 15) mencari rumus, 16) melakukan simulasi, 17) menggunakan model, 18) menggunakan analisis


(33)

33

dimensi, 19) mengidentifikasi subtujuan, 20) menggunakan koordinat, 21) menggunakan simetri.

c. Carry out the plan (melaksanakan rencana yang telah disusun), ada beberapa hal yang dilakukan dalam langkah ketiga ini yaitu:

1) Implementasi satu strategi ataupun beberapa strategi yang telah dipilih sampai masalah dapat terselesaikan.

2) Memberikan waktu untuk menyelesaikan masalah

3) Tidak takut untuk memulai lagi dari awal jika ada kesalahan

d. Look back (mengecek kembali), artinya ada keraguan dari jawaban yang telah diselesaikan. Sehingga perlu pengecekan kembali dari jawaban tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam langkah keempat atau terakhir ini, yaitu:

1) Apakah solusi Anda benar? Apakah jawaban Anda menjawab permasalahan dengan jelas?

2) Bisakah Anda memberikan solusi yang lebih mudah?

3) Dapatkah Anda melihat bagaimana Anda dapat menjelaskan solusi Anda untuk kasus yang lebih umum?

Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian adalah kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah matematika dengan langkah-langkah memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan mengecek kembali sesuai pendapat Polya.


(34)

34 9. Efektivitas Pembelajaran

Kata “efektif” berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil (Echols, J.M & Shadily, H., 2005: 207). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 352), efektivitas didefinisikan sebagai keadaan berpengaruh, keberhasilan (usaha, tindakan).

Menurut Hamzah & Muhlisrarini (2014: 129), efektivitas berarti ketetapan dalam mengelola situasi atau penggunaan prosedur yang tepat untuk menghasilkan belajar yang bermakna dan bertujuan pada peserta didik.

Uno (2014: 29) menambahkan, pada dasarnya efektivitas ditujukan untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat tercapai oleh peserta didik. Untuk mengukur efektivitas dari suatu tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan menentukan seberapa jauh konsep-konsep yang telah dipelajari dapat dipindahkan ke dalam mata pelajaran selanjutnya atau penerapan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Apabila penerapan suatu metode dibandingkan dengan metode lainnya dapat membuat peserta memiliki kemampuan mentransfer informasi atau keterampilan yang telah dipelajari secara lebih besar, maka metode tersebut dikatakan cukup efektif dalam mencapai tugas pembelajaran.

Idealnya suatu pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif. Miarso (Uno, 2014: 173) memandang bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan terfokus pada siswa (student centered) melalui penggunaan prosedur yang tepat. Ini berarti, dalam pembelajaran yang efektif terdapat dua hal penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan siswanya.


(35)

35

Saefudin (2014: 34) menyatakan pembelajaran efektif adalah apabila tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan berhasil guna diterapkan dalam pembelajaran. Pembelajaran efektif dapat tercapai jika mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik dan menghantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Guru harus mampu merancang dan mengelola pembelajaran dengan metode atau model yang tepat. Reigeluth (Uno, 2014: 173) juga berpendapat bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila mengarah pada terukurnya suatu tujuan dari belajar. Salah satu tujuan pembelajaran matematika sebagaimana tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Wotruba & Wright (Uno, 2014: 174) mengidentifikasi 7 indikator yang dapat menunjukkan pembelajaran yang efektif, yaitu:

a. pengorganisasian materi yang baik, b. komunikasi yang efektif,

c. penguasaan dan antusiasme terhadap materi pelajaran, d. sikap positif terhadap siswa,

e. pemberian nilai yang adil,

f. keluwesan dalam pendekatan pembelajaran, g. hasil belajar siswa yang baik.


(36)

36

Indikator terakhir yang dikemukakan Wotruba & Wright lebih lanjut dijelaskan oleh Kyriacou (2011: 25) bahwa salah satu tipe belajar yang menjajaki aspek pengajaran efektif yaitu belajar yang didasarkan atas tes pengukuran hasil belajar.

Dari penjabaran di atas, efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran ketercapaian tujuan pembelajaran matematika melalui model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika dengan indikator memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan mengecek kembali.

10. Tinjauan Materi Keliling dan Luas Segiempat

Ruang lingkup matematika SMP/MTs mencakup bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, serta statistika dan peluang. Materi keliling dan luas segiempat merupakan bagian dari geometri dan pengukuran. Untuk SMP kelas VII, materi keliling dan luas segiempat termasuk materi yang diajarkan pada semester genap dengan Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi yang dinyatakan dalam Tabel 6.


(37)

37

Tabel 6. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi

Dasar

Indikator Pencapaian Kompetensi 3.15.

Menurunkan rumus untuk menentukan keliling dan luas segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga.

3.15.1 Menemukan rumus untuk menentukan keliling persegi. 3.15.2 Menemukan rumus untuk menentukan luas persegi. 3.15.3 Menemukan rumus untuk menentukan keliling

persegipanjang.

3.15.4 Menemukan rumus untuk menentukan luas persegipanjang.

3.15.5 Menemukan rumus untuk menentukan keliling belahketupat.

3.15.6 Menemukan rumus untuk menentukan luas belahketupat 3.15.7 Menemukan rumus untuk menentukan keliling

jajargenjang.

3.15.8 Menemukan rumus untuk menentukan luas jajargenjang. 3.15.9 Menemukan rumus untuk menentukan keliling

layang-layang.

3.15.10 Menemukan rumus untuk menentukan luas layang-layang.

3.15.11 Menemukan rumus untuk menentukan keliling trapesium.

3.15.12 Menemukan rumus untuk menentukan luas trapesium. 4.15

Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga.

4.15.1 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling persegi.

4.15.2 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas persegi.

4.15.3 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling persegipanjang.

4.15.4 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas persegipanjang.

4.15.5 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling belahketupat.

4.15.6 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas belahketupat.

4.15.7 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling jajargenjang.

4.15.8 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas jajargenjang.

4.15.9 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling layang-layang.

4.15.10 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas layang-layang.

4.15.11 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan keliling trapesium.

4.15.12 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas trapesium.


(38)

38 a. Keliling dan Luas Segiempat

Keliling segiempat adalah jumlah panjang sisi-sisi segiempat. Sedangkan luas segiempat adalah banyaknya persegi satuan yang menutupi seluruh segiempat.

b. Jajargenjang

Jajargenjang merupakan segiempat yang kedua pasang sisi berhadapan saling sejajar. Jajargenjang dengan alas , tinggi , dan sisi lainnya , rumus keliling dan luasnya yaitu:

Keliling jajargenjang = 2( + ) Luas jajargenjang = ×

c. Layang-layang

Layang-layang adalah segiempat yang salah satu diagonalnya merupakan sumbu diagonal lain. Layang-layang dengan diagonal 1 adalah

1, diagonal 2 adalah 2, panjang sisinya dan , rumus keliling dan luasnya yaitu:

Keliling layang-layang = 2( + )

Luas layang-layang = 1

2× 1× 2

d. Trapesium

Trapesium merupakan segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar. Trapesium dengan sisi sejajar dan , sisi-sisi lainnya dan , dan tingginya , rumus keliling dan luasnya yaitu:

Keliling trapesium = + + +

Luas trapesium = ( + )× 2


(39)

39 e. Belahketupat

Belahketupat adalah jajargenjang yang sepasang sisinya yang berdekatan sama panjang. Belahketupat juga dapat didefinisikan sebagai layang-layang yang kedua diagonalnya merupakan sumbu. Belahketupat dengan diagonal 1 adalah

1, diagonal 2 adalah 2, dan panjang sisi , rumus keliling dan luasnya yaitu: Keliling belahketupat = 4

Luas belahketupat = 1

2× 1× 2

f. Persegipanjang

Persegipanjang adalah jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku. Persegipanjang dengan panjang � dan lebar �, rumus keliling dan luasnya yaitu: Keliling persegipanjang = 2(�+�)

Luas persegipanjang = �� g. Persegi

Persegi adalah persegipanjang yang sepasang sisinya yang berdekatan sama panjang. Persegi juga merupakan belahketupat yang salah satu sudutnya siku-siku. Persegi dengan panjang sisi s, rumus keliling dan luasnya yaitu:

Keliling persegi = 4 Luas persegi = 2


(40)

40

Tabel 7. Rumus Keliling dan Luas Segiempat

Gambar Persegi Panjang sisi Keliling Luas

4 2

Gambar

Persegipanjang Panjang Lebar Keliling Luas

� � 2(�+�) ��

Gambar

Belahketupat Diagonal 1 Diagonal 2 Keliling Luas

1 2 4

1

2× 1× 2

Gambar Jajargenjang Panjang

sisi alas Tinggi Keliling Luas

2( + ) ×

Gambar

Layang-layang Diagonal 1 Diagonal 2 Keliling Luas

1 2 2( + )

1

2× 1× 2

Gambar Trapesium Dua sisi

sejajar Tinggi Keliling Luas

dan +

+ +

( + ) × 2


(41)

41 B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

Penelitian oleh Dheni Nugroho (2016) yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dan Pendekatan Ekspositori pada Kompetensi Kubus dan Balok Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII SMP” menunjukkan hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing pada kompetensi kubus dan balok efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Leo Adhar Effendi (2012) yang berjudul “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”juga relevan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian tersebut adalah kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen (metode penemuan terbimbing) lebih baik daripada kelas kontrol (metode ekspositori).

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Tiar Ayu Kuntari (2015) dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika dan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VII SMP di Kecamatan Mergangsan Yogyakarta”. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pembelajaran dengan model problem based learning


(42)

42

lebih berpengaruh dan signifikan daripada pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan komunikasi matematika dan pemecahan masalah.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Adi Setiawan (2016) dengan judul “Efektivitas Model Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kreativitas Matematis dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Ngaglik Sleman” juga relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model problem based learning lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah.

C. Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah matematika sangat penting untuk dimiliki siswa dalam menghadapi tuntutan zaman yang semakin berkembang. Melalui kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa belajar dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan sesuai rencana yang disusunnya, dan mengecek kembali solusi yang diperolehnya. Hal ini akan melatih siswa untuk dapat menghadapi permasalahan sehari-hari.

Melihat pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika untuk dimiliki siswa, maka diperlukan pembenahan dalam proses pembelajaran agar dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Guru dapat memilih model penemuan terbimbing atau model problem based learning. Sebagaimana tercantum dalam silabus matematika SMP, pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat didukung diantaranya dengan kedua model tersebut. Proses pembelajaran dengan model penemuan terbimbing atau model problem based


(43)

43

learning diharapkan mampu memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

Dalam pembelajaran dengan model penemuan terbimbing, siswa dihadapkan kepada situasi yang memberikan kesempatan untuk bebas menyelidiki. Bimbingan yang diberikan guru hanya seperlunya tergantung dari kemampuan siswa. Siswa didorong untuk berpikir sehingga dapat menemukan rumus umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru. Rumus yang diperoleh, diperiksa terlebih dahulu secara kelompok dan dipresentasikan di depan kelas. Kemudian guru mengklarifikasi hasil penemuan siswa dan membimbing siswa untuk menarik kesimpulan. Konsep atau rumus yang dipelajari lebih lama membekas pada ingatan karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya, sehingga dapat membantu proses pemecahan masalah matematika.

Pada pembelajaran dengan model problem based learning, masalah menjadi titik awal dari pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk mengamati masalah secara individu terlebih dahulu sehingga pada saat diskusi kelompok siswa lebih aktif karena sudah memiliki modal dari pemikirannya sendiri. Dalam diskusi kelompok, masing-masing siswa turut menyumbangkan hasil pemikirannya untuk dapat menyelesaikan masalah. Setelah itu, dilakukan presentasi untuk mengevaluasi proses pemecahan masalah. Hal-hal tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.


(44)

44

Beberapa penelitian yang relevan juga menunjukkan bahwa model penemuan terbimbing dan model problem based learning efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kedua model tersebut efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika. Selanjutnya, apabila dilihat dari penggunaan masalah nyata sebagai titik awal pembelajaran, langkah-langkah model pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk lebih banyak mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan karakteristik siswa SMP yang sudah mampu berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan diduga model problem based learning lebih efektif dibandingkan model penemuan terbimbing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(45)

45

Kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar.1.

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sehingga perlu dikembangkan

Model penemuan terbimbing dan model problem based learning berpotensi dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

matematika

Perlu diujicobakan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dan model problem based learning untuk mengetahui perbandingan efektivitasnya ditinjau dari kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa

Model Penemuan Terbimbing 1. Stimulasi 2. Identifikasi masalah 3. Pengumpulan data

4. Pengolahan data 5. Verifikasi 6. Penarikan kesimpulan

Model Problem Based Learning 1. Mengorientasikan

siswa pada masalah 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar 3. Membantu

penyelidikan individu maupun kelompok 4. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Efektif terhadap kemampuan pemecahan


(46)

46 D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Model penemuan terbimbing efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Model problem based learning efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

3. Model problem based learning lebih efektif dibandingkan model penemuan terbimbing ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(47)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental research). Eksperimen ini dilakukan untuk menguji hipotesis tentang efektivitas suatu tindakan apabila dibandingkan dengan tindakan lain yang variabelnya dikontrol sesuai dengan kondisi yang ada. Penelitian ini membandingkan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, antara kelas eksperimen 1 yang dikenai tindakan berupa penerapan model penemuan terbimbing dan kelas eksperimen 2 yang melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pretest-posttest group design. Desain ini merupakan desain penelitian eksperimen yang dilakukan dengan pretest (tes awal) selanjutnya diberi perlakuan dan diakhiri dengan posttest (tes akhir). Desain penelitian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E1 1 A 1

E2 2 B 1

Keterangan:

E1 : Kelas eksperimen 1

E2 : Kelas eksperimen 2

�1 : Pretest kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen 1


(48)

48

A : Pembelajaran dengan model penemuan terbimbing B : Pembelajaran dengan model problem based learning

�1 : Posttest kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen 1

�2 : Posttest kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen 2

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Piyungan yang beralamat di Jalan Wonosari KM.10 Sitimulyo, Piyungan, Bantul pada semester genap yaitu pada tanggal 12 April – 13 Mei 2017 pada tahun ajaran 2016/2017. Jadwal penelitian disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Per-temu- an

Kelas E1 Kelas E2

Materi Pelaksanaan Materi Pelaksanaan

1 Pretest Kamis, 13

April 2017 Jam ke 4-5

Pretest Rabu, 12

April 2017 Jam ke 1-2 2 Keliling dan Luas

dari Persegi dan Persegipanjang

Jumat, 28 April 2017 Jam ke 1-2

Keliling dan Luas dari Persegi dan Persegipanjang

Rabu, 12 April 2017 Jam ke 3-4 3 Keliling dan Luas

dari Belahketupat dan Jajargenjang

Sabtu, 29 April 2017 Jam ke 7-8

Keliling dan Luas dari Belahketupat dan Jajargenjang

Kamis, 13 April 2017 Jam ke 1-2 4 Keliling dan Luas

dari Layang-layang dan Trapesium

Jumat, 12 Mei 2017 Jam ke 1-2

Keliling dan Luas dari Layang-layang dan Trapesium

Rabu, 26 April 2017 Jam ke 1-2

5 Posttest Sabtu, 13

Mei 2017

Posttest Sabtu, 13

Mei 2017 C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Piyungan tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 160 siswa yang terbagi ke dalam 6 kelas, yaitu kelas VII A – VII F.


(49)

49

2. Sampel Penelitian

Teknik pemilihan sampel kelas menggunakan teknik simple random sampling. Sampel dipilih secara acak dan terbagi ke dalam dua kelas yaitu kelas VII D sebanyak 27 siswa sebagai kelas eksperimen 1 dengan diberikan perlakuan model penemuan terbimbing dan kelas VII C sebanyak 26 siswa sebagai kelas eksperimen 2 dengan diberikan perlakuan model problem based learning.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran, yaitu model penemuan terbimbing dan model problem based learning.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah jam pelajaran, materi pelajaran dan guru.

E. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional variabel sebagai berikut.

1. Efektivitas pembelajaran yaitu ukuran ketercapaian tujuan pembelajaran matematika melalui model penemuan terbimbing dan model problem based learning ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika.


(50)

50

2. Pembelajaran dengan model penemuan terbimbing yaitu model pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses menemukan prinsip atau rumus dengan bimbingan seperlunya dari guru. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Stimulasi

b. Identifikasi masalah c. Pengumpulan data d. Pengolahan data e. Verifikasi

f. Penarikan kesimpulan

3. Pembelajaran dengan model problem based learning yaitu model pembelajaran dengan masalah sebagai titik awal dari pembelajaran. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Mengorientasi siswa pada masalah b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

c. Membantu penyelidikan invididu maupun kelompok d. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya e. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

4. Kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu kemampuan siswa dalam dalam memecahkan suatu masalah matematika dengan langkah-langkah memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan mengecek kembali.


(51)

51

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Pretest dan Posttest

Pretest dan posttest digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pretest dilakukan sebelum perlakuan diberikan, sedangkan posttest dilakukan setelah perlakuan diberikan. Perlakuan yang dimaksud disini adalah pembelajaran matematika menggunakan model penemuan terbimbing dan model problem based learning.

Konversi nilai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ke dalam nilai skala lima menurut Widoyoko (2013: 237) seperti pada Tabel 10.

Tabel 10. Konversi Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah

Interval Skor Kategori Kriteria

> + 1,8 Sbi x > 80 Sangat baik

+ 0,6 Sbi < ≤ � + 1,8 Sbi 60 < x ≤ 80 Baik � − 0,6 Sbi < ≤ � + 0,6 Sbi 40 < x ≤ 60 Cukup baik � − 1,8 Sbi < ≤ � − 0,6 Sbi 20 < x ≤ 40 Kurang baik

≤ � − 1,8 Sbi x ≤ 20 Tidak baik

Keterangan:

� : Rerata ideal = 12 (nilai maksimum ideal + nilai minimum ideal)

Sbi : Simpangan baku ideal = 1

6 (nilai maksimum ideal - nilai minimum ideal) : Nilai empiris

Kriteria pencapaian tujuan pembelajaran aspek kemampuan pemecahan masalah matematika ditetapkan minimal kriteria baik dengan nilai lebih dari 60.


(52)

52

2. Data Nontes

Pengumpulan data nontes pada penelitian ini menggunakan Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran. Lembar observasi ini digunakan sebagai pedoman keterlakasanaan pembelajaran yang telah dirancang atau diinginkan. Lembar observasi ini terdiri dari tahapan pembelajaran yang diharapkan dilaksanakan selama proses pembelajaran, baik model penemuan terbimbing maupun model problem based learning. Pada lembar observasi kelas eksperimen 1 terdapat 23 butir pernyataan, sedangkan pada kelas eksperimen 2 terdapat 22 butir pernyataan. Penskoran lembar observasi yaitu 1 untuk jawaban “Ya” dan 0 untuk jawaban “Tidak”.

G. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Penelitian ini menggunakan dua RPP, yaitu RPP untuk kelas eksperimen 1 dan RPP untuk kelas eksperimen 2. RPP yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran kelas eksperimen 1 menggunakan model penemuan terbimbing, sedangkan RPP yang digunakan untuk kelas eksperimen 2 menggunakan model problem based learning. Penyusunan RPP dilakukan dengan mempelajari Kompetensi Dasar pada kurikulum 2013 yang digunakan oleh sekolah, mempelajari pokok bahasan yang telah ditetapkan yaitu keliling dan luas segiempat, merumuskan indikator, menentukan tujuan pembelajaran, menyusun RPP, mengonsultasikan dengan dosen pembimbing dan merevisi RPP yang telah


(53)

53

dikonsultasikan, kemudian divalidasi oleh dosen ahli, lalu merevisi RPP yang telah divalidasi.

2. Lembar Kegiatan Siswa

Penyusunan LKS ini sesuai dengan komponen model penemuan terbimbing yaitu kegiatan stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan penarikan kesimpulan; sedangkan komponen pada model problem based learning yaitu kegiatan orientasi siswa pada masalah, pengorganisasian siswa untuk belajar, penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah. LKS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan LKS yang didesain oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli. Setelah dikonsultasikan, kemudian LKS kembali direvisi.

H. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan dua jenis instrumen yaitu instrumen tes dan instrumen non tes.

1. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas soal pretest dan posttest yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi keliling dan luas segiempat. Tes ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Instrumen tes berbentuk uraian yang terdiri dari 4 butir soal.


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN ...iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ...vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Deskripsi Teori ... 12

1. Pembelajaran Matematika ... 12

2. Karakteristik Siswa SMP ... 14

3. Model Penemuan Terbimbing ... 15

4. Model Problem Based Learning ... 22

5. Pendekatan Saintifik ... 24

6. Langkah-langkah Model Penemuan Terbimbing dengan Pendekatan Saintifik... 26


(2)

xii

8. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 28

9. Efektivitas Pembelajaran ... 34

10.Tinjauan Materi Keliling dan Luas Segiempat ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 42

D. Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN... 47

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 47

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

D. Variabel Penelitian ... 49

E. Definisi Operasional Variabel ... 49

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

G. Perangkat Pembelajaran ... 52

H. Instrumen Penelitian ... 53

I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 55

J. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 64

2. Deskripsi Data ... 70

3. Analisis Data ... 72

B. Pembahasan ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Daya Serap Soal Ujian Nasional Terkait Kemampuan

Pemecahan Masalah SMP N 2 Piyungan ... 7

Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Penemuan Terbimbing . 19 Tabel 3. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning ... 23

Tabel 4. Langkah-langkah Model Penemuan Terbimbing dengan Pendekatan Saintifik ... 26

Tabel 5. Langkah-langkah Model Problem Based Learning dengan Pendekatan Saintifik ... 27

Tabel 6. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi ... 37

Tabel 7. Rumus Keliling dan Luas Segiempat ... 40

Tabel 8. Desain Penelitian ... 47

Tabel 9. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 48

Tabel 10. Konversi Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 51

Tabel 11. Kisi-kisi Pretest dan Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 54

Tabel 12. Kategori Reliabilitas Instrumen ... 56

Tabel 13. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 71

Tabel 14. Data Rata-rata Tiap Aspek Pemecahan Masalah Matematika ... 72

Tabel 15. Data Hasil Uji Normalitas ... 72

Tabel 16. Data Hasil Uji Homogenitas ... 73

Tabel 17. Hasil Uji Beda Rata-rata Pretest Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 ... 74

Tabel 18. Hasil Uji One Sample T-test Efektivitas Model Penemuan Terbimbing ... 75

Tabel 19. Hasil Uji One Sample T-test Efektivitas Model Problem Based Learning... 75 Tabel 20. Hasil Uji Beda Rata-rata Posttest Kelas Eksperimen 1 dan


(4)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 45

Gambar 2. Siswa Mengumpulkan Data ... 66

Gambar 3. Siswa Mempresentasikan Hasil Temuannya ... 67

Gambar 4. Siswa Mengamati Masalah ... 68

Gambar 5. Guru Memantau Diskusi Kelompok ... 69


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 90

Lampiran 1.1. RPP Kelas Eksperimen 1 ... 90

Lampiran 1.2. RPP Kelas Eksperimen 2 ... 114

Lampiran 2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 138

Lampiran 2.1. LKS Kelas Eksperimen 1 ... 138

Lampiran 2.2. LKS Kelas Eksperimen 2 ... 173

Lampiran 3. Instrumen Penelitian ... 206

Lampiran 3.1. Kisi-kisi Pretest dan Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 206

Lampiran 3.2. Soal Pretest ... 209

Lampiran 3.3. Soal Posttest ... 212

Lampiran 3.4. Pedoman Penskoran Pretest ... 215

Lampiran 3.5. Pedoman Penskoran Posttest ... 221

Lampiran 3.6. Reliabilitas Soal Pretest ... 227

Lampiran 3.7. Reliabilitas Soal Posttest ... 228

Lampiran 3.8. Lembar Observasi Keterlaksanaan Kelas Eksperimen 1 ... 229

Lampiran 3.9. Lembar Observasi Keterlaksanaan Kelas Eksperimen 2 ... 233

Lampiran 4. Hasil Isian ... 237

Lampiran 4.1. Hasil Isian Lembar Validasi RPP ... 237

Lampiran 4.2. Hasil Isian Lembar Validasi LKS ... 249

Lampiran 4.3. Hasil Isian Lembar Validasi Instrumen tes ... 257

Lampiran 4.4. Hasil Isian Lembar Validasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 261

Lampiran 4.5. Hasil Isian Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran .. 273

Lampiran 4.6. Contoh Hasil Tes Pemecahan Masalah Siswa ... 291

Lampiran 4.7. Hasil Isian LKS ... 299

Lampiran 5. Analisis Data... 366


(6)

xvi

Lampiran 5.3. Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Pemecahan

Masalah Kelas Eksperimen 2 ... 368

Lampiran 5.4. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen 1 ... 369

Lampiran 5.5. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen 2 ... 370

Lampiran 5.6. Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah ... 371

Lampiran 5.7. Uji Homogenitas Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah .. 372

Lampiran 5.8. Uji Beda Rata-Rata Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah 373 Lampiran 5.9. Uji Beda Rata-Rata Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah ... 374

Lampiran 5.10. Uji Hipotesis ... 375

Lampiran 6. Surat-surat ... 378

Lampiran 6.1. Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 378

Lampiran 6.2. Surat Keterangan Penunjukan Dosen Pembimbing ... 380

Lampiran 6.3. Surat Izin Penelitian Fakultas ... 382

Lampiran 6.4. Surat Izin Penelitian Bappeda Bantul ... 383


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

6 42 56

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KARAKTERISTIK CARA BERPIKIR SISWA DALAM MODEL PROBLEM BASED LEARNING

14 61 344

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MEDIA POWER POINT KELAS VII SMP.

0 3 16

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING: Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di salah satu SMP di Bandung Barat.

0 1 28

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDEKATAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X.

0 4 500

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN CONTOH TERAPAN DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATHEMATICS WORD PROBLEM SISWA SMP.

0 5 354

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP.

1 1 339

PENGARUH MODEL PROBLEM-BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VII SMP DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA.

0 0 113

Penelitian Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Pelajaran Matematika

0 0 19

EKSPERIMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI SELF EFFICACY SISWA

2 3 7