Prevalensi Streptococcus Beta-Hemolyticus Group A Pada Apus Tenggorok Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha Tahun 2014.
BSTRS
PREVLENSI SUMN TREPTOCOCCU BETA-HEMOLYTICU
GROUP A PD PUS TENGGOROS MHSISW JURUSN
SEDOSTERN GIGI UNIVERSITS SRISTEN MRNTH THUN
2014
Sandra A. Setyo Bud, 2014, Pembmbng I : Wdura, dr., M. S.
Pembmbng II: Wenny Waty, dr. MPdKed.
Prevalens bakter
treptococcus beta-hemolyticus Group A
serng dtemukan
pada anak-anak usa 3-15 tahun. Bakter n dapat menmbulkan farngts.
Farngts dapat berkembang menjad demam rematk dan menyebabkan
komplkas penyakt jantung rematk jka tdak dobat. Demam rematk serng
terjad pada anak-anak, namun tetap dapat terjad pada orang dewasa. Data
prevalens
treptococcus beta-hemolyticus Group A
sejauh n adalah pada anak
usa d bawah 15 tahun. Peneltan n dlakukan pada mahasswa Fakultas
Kedokteran Gg dengan usa 18-21 tahun.
Tujuan peneltan n untuk mengetahu prevalens
treptococcus
beta-hemolyticus Group A
pada mahasswa Fakultas Kedokteran Gg Unverstas
Krsten Maranatha angkatan 2012.
Peneltan n menggunakan metode peneltan observasonal dengan
pengamblan data secara
cross-sectional
. Sampel orang percobaan dambl dengan
cara apus tenggorok dan dlakukan dentfkas bakter secara mkroskops dengan
pewarnaan gram dan makroskops dengan kultur sampel
pada Lempeng Agar
Darah (LAD). Kolon dengan zona hemolss komplt akan dlakukan tes
bacitracin
untuk memastkan keberadaan bakter pada sampel.
Hasl peneltan kultur apus tenggorok subjek peneltan adalah tdak
dtemukannya bakter komensal
treptococcus beta-hemolyticus Group A
. Hasl
peneltan mendukung pernyataan bahwa bakter n lebh serng dtemukan pada
apus tenggorok anak-anak kurang dar 15 tahun.
Smpulan peneltan adalah prevalens
treptococcus beta-hemolyticus Group
A
pada mahasswa Fakultas Kedokteran Gg Unverstas Krsten Maranatha
adalah sebesar 0%.
(2)
ABTRACT
PREVALENCE OF GROUP A BETA-HEMOLYTIC TREPTOCOCCU ON
A THROAT WAB OF THE TUDENT OF MARANATHA CHRITIAN
UNIVERITY FACULTY OF DENTITRY, YEAR 2014.
Sandra A. Setyo Bud, 2014,
1
sttutor
: Wdura, dr., M. S.
2
ndtutor
: Wenny Waty, dr. MPdKed.
The flora of the pharynx includes
Group A beta-hemolytic treptococcus. It is
often founded on healthy children at age 5-15. These bacteria can cause
pharyngitis. Pharyngitis can develop into rheumatic fever and cause rheumatic
heart disease as further complication, if unattended. The prevalence of Group A
beta-hemolytic treptococcus was mostly researched at childhood age. Thus, this
research's target are the students of Faculty of Dentistry at the age 18-21 years
old.
The research’s objective is to know the prevalence of Group A beta-hemolytic
treptococcus of the students of Maranatha Christian University Faculty of
Dentistry.
The method of this research is observasional, with a cross-sectional sampling
technique. Object's sample is taken by a throat swab, then continued with
microscopic bateria identification through gram staining and macroscopic
bacteria identification through a blood agar culture. Bacitracin test will be
performed on a colony with complete hemolytic zone on the agar plate.
Throat swab cultures show that there is no Group A beta-hemolytic
treptococcus in any of the objects' samples. These results support other former
researches that stated Group A beta-hemolytic treptococcus is mostly found on
throat swab cultures of children below fifteen.
In conclusion, the prevalence of Group A beta-hemolytic treptococcus of the
students of Maranatha Christian University Faculty of Dentistry is 0%.
(3)
DFTR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...
LEMBAR PERSETUJUAN ...
SURAT PERNYATAAN ...
ABSTRAK ...v
ABTRACT
...v
PRAKATA ...v
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL ...x
DAFTAR GAMBAR ...x
DAFTAR LAMPIRAN ...x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Identfkas Masalah ...3
1.3 Tujuan Peneltan...3
1.4 Manfaat Peneltan ...3
1.4.1 Manfaat Ilmah ...3
1.4.2 Manfaat Prakts ...3
1.5 Landasan Teor ...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatom Farng ...5
2.2 Hstolog Farng ...8
2.3 Flora Normal ...8
2.4
treptococcus Beta-Hemolyticus Group A...
8
2.4.1 Morfolog ...8
2.4.2 Klasfkas
treptococcus Beta-Hemolyticus Group A
...9
(4)
2.4.5 Manfestas Klns ...13
2.5 Demam Rematk ...15
2.6 Penyakt Jantung Rematk ...16
2.7 Apus Tenggorok ...17
2.8 Bactracn ...17
BAB III BAHAN / SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat, Bahan, dan Subjek Peneltan ...19
3.1.1 Alat Peneltan...19
3.1.2 Bahan Peneltan ...19
3.1.3 Subjek Peneltan ...20
3.2 Lokas dan Waktu Peneltan ...20
3.3 Metode Peneltan ...20
3.3.1 Desan Peneltan ...21
3.3.2 Varabel Peneltan ...21
3.3.3 Besar Sampel Peneltan...21
3.4 Prosedur Peneltan ...21
3.4.1 Pengamblan Sampel Apus Tenggorok ...21
3.4.2 Identfkas Organsme Secara Mkroskopk ...22
3.4.3 Pembakan Apus Tenggorok ...23
3.4.4 Pembakan Bakter Kultur Postf pada LAD ... 24
3.4.5 Tes Cakram Bactracn dengan Metode
Disc Diffusion
...24
3.4.6 Metode Analss Data...25
3.5 Aspek Etk Peneltan ...25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasl Peneltan ...26
4.1.1 Hasl Pewarnaan Gram...26
4.1.2 Hasl Kultur Apus Tenggorok...27
(5)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Smpulan ...30
5.2 Saran ...30
DAFTAR PUSTAKA ...31
LAMPIRAN ...35
(6)
DFTR GMBR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Farng Dlhat dar Posteror ...6
Gambar 2.2 Farng Potongan Sagtal ...7
Gambar 2.3 Aspek Internal Dndng Lateral Farng ...
...
7
Gambar 2.4
treptococcus Beta-Hemolyticus
Group A
secara Mkroskopk
...9
Gambar 2.5
Beta-Hemolytic
Dproduks oleh
treptococcus Beta-Hemolyticus
Group A...
11
Gambar 2.6 Dagram Skematk Faktor Vrulens
treptococcus Beta-Hemolyticus
Group A
...11
Gambar 2.7 Farngts ...15
Gambar L.2.1 Hasl Subjek Peneltan 1 ………...36
Gambar L.2.2 Hasl Subjek Peneltan 2 ………...36
Gambar L.2.3 Hasl Subjek Peneltan 3 ………...37
Gambar L.2.4 Hasl Subjek Peneltan 4 ………...37
Gambar L.2.5 Hasl Subjek Peneltan 5 ………...38
Gambar L.2.6 Hasl Subjek Peneltan 6 ………...38
Gambar L.2.7 Hasl Subjek Peneltan 7 ………...39
Gambar L.2.8 Hasl Subjek Peneltan 8 ………...39
Gambar L.2.9 Hasl Subjek Peneltan 9 ………...40
(7)
DFTR LMPIRN
Lampran
Halaman
Lampran 1
Ethical Clearance.
...…………..35
Lampran 2 Gambar Hasl Peneltan ...36
Lampran 3
Informed Consent
...41
(8)
A I
PENDAHULUAN
1.1 Latar elakang
Streptococcus
merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk
coccus
dan
tersusun seperti rantai. Bakteri ini memfermentasi karbohidrat, nonmotil, tidak
membentuk spora, dan bersifat katalase-negatif. Pada umumnya
Streptococcus
merupakan bakteri fakultatif anaerob yang membutuhkan medium agar darah
untukberkembangbiak(Patterson,1996).Berdasarkanderajatpatogenisitasnya,
terdapat lebih dari 50 genus
Streptococcus
, yang terdiri dari enam kelompok
spesies
.
Salah satunya adalah kelompok bakteri pyogenik
dengan spesies
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
(Greenwood,etal.,2007)
.
Streptococcus
beta-hemolyticusGroupA
memilikikapsulasamhyaluronat(Patterson,1996).
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
merupakan bakteri komensal pada
tenggorokan manusia. Selain
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
terdapat
Streptococcus alpha-hemolyticus
,
Staphylococcus aureus
,
Neisseria sp.,
dan
Diptheroids
. Sebanyak kurang dari 10 % manusia memiliki bakteri ini sebagai
bakterikomensalsalurannafasatas(Goering,etal.,2013).
Prevalensi
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
disalurannafasataspada
anak-anak sekolah yang sehat adalah sebesar 10-35% (Fazeli, et al., 2003), dan
paling tinggi pada anak usia 3-15 tahun. Prevalensi
Streptococcus
beta-hemolyticus Group A
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial. Di Iran,
prevalensibakteriinipadaanaksekolahusia6-13tahunadalahsebesar11%,di
Swediasebesar2%,diIsrael8.4%,dandiAmerikaSerikatsebesar36%(Sevinc
& Enoz, 2008). Karier
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
dapat
menyebabkaninfeksitenggorokan(Lloyd,etal.,2006).
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
merupakanbakteriyangpalingsering
menyebabkaninfeksisalurannafasatasyaitufaringitis.Kasusfaringitisdidunia
karena bakteri ini mencapai 616 juta kasus setiap tahunnya, dimana prevalensi
karier
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
yangasimtomatikbanyakterdapat
(9)
padakultursediaanapustenggorokanak-anaksekolahberusia5-15tahun,yaitu
sebanyak 9-34,1%. Di India prevalensi faringitis akibat bakteri ini ditemukan
sebanyak 4,2-13,7%. Di Indonesia faringitis banyak didapat pada anak-anak
sebesar 18% (Widagdo, et al., 2007), dan belum ditemukan data pada orang
dewasa. Berdasarkan penelitian di Oslo, infeksi ini paling sering terjadi pada
anak-anak usia 10 tahun (Koch A, 2003). Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa data prevalensi
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
yang ada pada
saatinihanyapadaanak-anaksaja.
Berdasarkan data epidemiologi, kasus faringitis yang dapat berkembang
menjadidemamrematikakutsebesar3%(Kumar,etal.,2009).Demamrematik
masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara yang sedang
berkembang, karena sebanyak 60% pasien dengan demam rematik akut akan
mengalamikelainanpadakatupjantungnyadanmenyebabkantimbulnyapenyakit
jantungrematik(Kumar,etal.,2009).Penyakitjantungrematikmerupakansekuel
kardiovaskular non-supuratif dari faringitis akibat infeksi
Streptococcus
beta-hemolyticusGroupA
danmerupakanpenyebabutamadari
acquiredheartdisease
padaanak-anakterutamadinegarayangsedangberkembang(Lloyd,etal.,2006).
Faringitis ditularkan melalui inhalasi
atau kontak langsung dengan sputum
hasilsekresirespiratorius.Masainkubasinya2-5harisetelahadanyainhalasiatau
kontak langsung. Bila tidak diobati, orang yang terinfeksi dapat menyebabkan
penularan lebih lanjut terhadap lingkungan sekitarnya (Martin, 2010). Karena
pekerjaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi berhubungan dengan rongga
mulut dan dapat menginhalasi atau melakukan kontak langsung dengan sekret
respiratorius, maka peneliti bermaksud untuk meneliti prevalensi
Streptococcus
beta-hemolyticusGroupA
padapopulasitersebut.
Data prevalensi bakteri
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
pada
anak-anak sehat di berbagai negara banyak terjadi pada usia 3-15 tahun (Sevinc &
Enoz,2008),sedangkandatapadausiadewasamudadiIndonesiamaupunnegara
lain belum ada. Untuk itulah penulis bermaksud melakukan penelitian untuk
memperolehdataprevalensi
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
padasubjek
(10)
dewasa muda khususnya pada mahasiswa Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
KristenMaranathaBandungangkatan2012.
1.2 Identifikasi Masalah
Berapaprevalensi
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
padasediaanapus
tenggorok mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha
angkatan2012.
1.3 Tujuan Penelitian
Untukmengetahuiprevalensibakteri
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
pada sediaan apus tenggorok mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
KristenMaranathaangkatan2012.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Penelitianinidiharapkandapatmemberikaninformasiilimiahtentangadanya
bakteri
Streptococcusbeta-hemolyticusGroupA
padatenggorokanorangdewasa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya bakteri
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
pada tenggorokan manusia, sehingga
masyarakatdapatlebihwaspadaterhadapadanyainfeksiolehbakteriini.
1.5 Landasan Teori
Streptococcus beta-hemolyticus Group A
merupakan bakteri komensal
tenggorokyangdapatmenyebabkanfaringitispadaorangdewasasebesar5-10%
maupun pada anak sebesar 15-30%. Faringitis ditularkan melalui inhalasi
atau
(11)
kontaklangsungdengansputumhasilsekresirespiratorius,dandapatberkembang
menjadidemamrematik.Dataprevalensi
Streptococcusbeta-hemolyticusGroup
A
banyakditemukanpadaanak-anakusia3-15tahun,danbelumditemukandata
pada orang dewasa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk meneliti sampel
apus tenggorok dari subjek penelitian mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
karena adanya hubungan antara cara penularan dengan subjek kerja seorang
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, yang berusia 18-21 tahun yang akan
mewakilipopulasidewasamudauntukmencaridataprevalensinya.
(12)
A V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Prevalensi bakteri
treptococcus beta-hemolyticus Group A
pada mahasiswa
JurusanKedokteranGigiUniversitasKristenMaranathaangkatan2012sebanyak
0%, sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek-subjek penelitian tidak memiliki
treptococcus beta-hemolyticus Group A
sebagaibakterikomensaltenggorok.
5.2 Saran
Sarandaripenelitianini:
Penelitian dapat dilakukan dengan subjek yang jumlahnya lebih banyak,
sehinggahasilnyalebihbermakna.
Penelitian dapat dilakukan pada masyarakat di luar lingkungan Universitas
KristenMaranatha.
Dapat dilakukan penelitian tentang perbandingan prevalensi
treptococcus
beta-hemolyticus Group A
dengan
treptococcus viridans
padaorangdewasa.
(13)
IWAYAT HIDUP
Nama
: Sandra Agna Setyo Budi
Nomor Pokok Mahasiswa : 1110138
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya 17 September 1993
Alamat
: Kedung Baruk Utara no. 36, Surabaya
Riwayat Pendidikan
: TK St. Carolus Surabaya, 19971999
SD St. Carolus Surabaya, 19992005
SMP St. Carolus Surabaya, 20052007
Surabaya International School, 20072011
Fakultas KedokteranUKM, Bandung, 2011
sekarang
(14)
REVALENSI
TREPTOCOCCU BETA-HEMOLYTICU GROUP A
ADA AUS TENGGOROK MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
TAHUN 2014
andra Agna etyo Budi*, Widura**, Wenny Waty***
*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung
**Bagian Mikrobiologi Fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha,
Bandung
***Bagian Keterampilan Klinik Fakultas kedokteran Universitas Kristen
Maranatha, Bandung
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Jl. Prof. Drg. uria umantri No. 65, Bandung
ABSTRAK
Prevalensi bakteri treptococcus beta-hemolyticus Group A sering ditemukan pada anak-anak usia 3-15 tahun. Bakteri ini dapat menimbulkan faringitis. Faringitis dapat berkembang menjadi demam rematik dan menyebabkan komplikasi penyakit jantung rematik jika tidak diobati. Demam rematik sering terjadi pada anak-anak, namun tetap dapat terjadi pada orang dewasa. Data prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A sejauh ini adalah pada anak usia di bawah 15 tahun. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi dengan usia 18-21 tahun.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha angkatan 2U12.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional dengan pengambilan data secara cross-sectional. ampel orang percobaan diambil dengan cara apus tenggorok dan dilakukan identifikasi bakteri secara mikroskopis dengan pewarnaan gram dan makroskopis dengan kultur sampel pada Lempeng Agar Darah (LAD). Koloni dengan zona hemolisis komplit akan dilakukan tes bacitracin untuk memastikan keberadaan bakteri pada sampel.
Hasil penelitian kultur apus tenggorok subjek penelitian adalah tidak ditemukannya bakteri komensal treptococcus beta-hemolyticus Group A. Hasil penelitian mendukung pernyataan bahwa bakteri ini lebih sering ditemukan pada apus tenggorok anak-anak kurang dari 15 tahun. impulan penelitian adalah prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha adalah sebesar U%.
Kata kunci: treptococcus beta-hemolyticus Group A, apus tenggorok, prevalensi.
ABTRACT
The flora of the pharynx includes Group A beta-hemolytic treptococcus. It is often founded on healthy children at age 5-15. These bacteria can cause pharyngitis. Pharyngitis can develop into rheumatic fever and cause rheumatic heart disease as further complication, if unattended. The prevalence of Group A beta-hemolytic treptococcus was mostly researched at childhood age. Thus, this research's target are the students of Faculty of Dentistry at the age 18-21 years old. The research’s objective is to know the prevalence of Group A beta-hemolytic treptococcus of the students of Maranatha Christian University Faculty of Dentistry.
(15)
The method of this research is observasional, with a cross-sectional sampling technique. Object's sample is taken by a throat swab, then continued with microscopic bateria identification through gram staining and macroscopic bacteria identification through a blood agar culture. Bacitracin test will be performed on a colony with complete hemolytic zone on the agar plate. Throat swab cultures show that there is no Group A beta-hemolytic treptococcus in any of the objects' samples. These results support other former researches that stated Group A beta-hemolytic treptococcus is mostly found on throat swab cultures of children below fifteen.
In conclusion, the prevalence of Group A beta-hemolytic treptococcus of the students of Maranatha Christian University Faculty of Dentistry is 0%.
Keyword : treptococcus beta-hemolyticus Group A, throat swab, prevalence.
ENDAHULUAN
treptococcus merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk coccus dan tersusun seperti rantai. Bakteri ini memfermentasi karbohidrat, nonmotil, tidak membentuk spora, dan bersifat katalase-negatif. Pada umumnya treptococcus merupakan bakteri fakultatif anaerob yang membutuhkan medium agar darah untuk berkembang biak (1). Berdasarkan derajat patogenisitasnya, terdapat lebih dari 5U genus treptococcus, yang terdiri dari enam kelompok spesies. alah satunya
adalah kelompok bakteri pyogenik dengan spesies treptococcus beta-hemolyticus Group A (2). treptococcus beta-hemolyticus Group A memiliki kapsul asam hyaluronat (1).
treptococcus beta-hemolyticus Group A merupakan bakteri komensal pada tenggorokan manusia. elain treptococcus beta-hemolyticus Group A terdapat treptococcus alpha-hemolyticus, taphylococcus aureus, Neisseria sp., dan Diptheroids. ebanyak kurang dari 1U % manusia
(16)
memiliki bakteri ini sebagai bakteri komensal saluran nafas atas (3).
Prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A di saluran nafas atas pada anak-anak sekolah yang sehat adalah sebesar 1U-35% (4), dan paling tinggi pada anak usia 3-15 tahun. Prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial. Di Iran, prevalensi bakteri ini pada anak sekolah usia 6-13 tahun adalah sebesar 11 %, di wedia sebesar 2%, di Israel 8.4%, dan di Amerika erikat sebesar 36% (5). Karier treptococcus beta-hemolyticus Group A dapat menyebabkan infeksi tenggorokan (6).
treptococcus beta-hemolyticus Group A merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi saluran nafas atas yaitu faringitis. Kasus faringitis di dunia karena bakteri ini mencapai 616 juta kasus setiap tahunnya, dimana prevalensi karier treptococcus beta-hemolyticus Group A yang asimtomatik banyak terdapat pada kultur sediaan apus tenggorok anak-anak sekolah berusia 5-15 tahun, yaitu sebanyak 9-34,1%. Di India prevalensi faringitis akibat bakteri ini ditemukan sebanyak 4,2-13,7%. Di Indonesia faringitis banyak didapat pada anak-anak sebesar 18% (7), dan belum ditemukan data pada orang dewasa.
Berdasarkan penelitian di Oslo, infeksi ini paling sering terjadi pada anak-anak usia 1U tahun (8). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A yang ada pada saat ini hanya pada anak-anak saja.
Berdasarkan data epidemiologi, kasus faringitis yang dapat berkembang menjadi demam rematik akut sebesar 3% (9). Demam rematik masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara yang sedang berkembang, karena sebanyak 6U% pasien dengan demam rematik akut akan mengalami kelainan pada katup jantungnya dan menyebabkan timbulnya penyakit jantung rematik (9). Penyakit jantung rematik merupakan sekuel kardiovaskular non-supuratif dari faringitis akibat infeksi treptococcus beta-hemolyticus Group A dan merupakan penyebab utama dari acquired heart disease pada anak-anak terutama di negara yang sedang berkembang (6).
Faringitis ditularkan melalui inhalasi atau kontak langsung dengan sputum hasil sekresi respiratorius. Masa inkubasinya 2-5 hari setelah adanya inhalasi atau kontak langsung. Bila tidak diobati, orang yang terinfeksi dapat menyebabkan penularan lebih lanjut terhadap lingkungan sekitarnya (1U).
(17)
Karena pekerjaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi berhubungan dengan rongga mulut dan dapat menginhalasi atau melakukan kontak langsung dengan sekret respiratorius, maka peneliti bermaksud untuk meneliti prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A pada populasi tersebut.
Data prevalensi bakteri treptococcus beta-hemolyticus Group A pada anak-anak sehat di berbagai negara banyak terjadi pada usia 3-15 tahun (5), sedangkan data pada usia dewasa muda di Indonesia maupun negara lain belum ada. Untuk itulah penulis bermaksud melakukan penelitian untuk memperoleh data prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A pada subjek dewasa muda khususnya pada mahasiswa Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha Bandung angkatan 2U12.
METODE ENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional dimana tidak dilakukan intervensi pada variabel yang akan diteliti. Pengambilan data dilakukan secara cross-sectional dimana pengambilan data variabel dilakukan sekali waktu, disaat yang bersamaan. Penelitian dilakukan dari bulan April - Juli 2U14 di Laboratorium Mikrobiologi
Penelitian dilakukan di laboratorium dimana peneliti mengambil sampel apus tenggorok dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha angkatan 2U12 untuk kemudian diidentifikasi ada tidaknya treptococcus beta-hemolitycus Group A. Variabel penelitian adalah treptococcus beta-hemolitycus Group A.
Besar sampel minimal yaitu sebesar 3U sampel, dimana subjek penelitian merupakan seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha angkatan 2U12 yang memenuhi kriteria subjek penelitian yang telah ditentukan. Namun pada penelitian ini, sukarelawan yang mau berpartisipasi tidak mencukupi besar sampel minimal, yaitu sebanyak 9 subjek penelitian saja karena adanya efek reflek muntah dari pengambilan sampel apus tenggorok.
ebelum memulai percobaan, alat dan bahan disterilisasikan terlebih dahulu. Alat-alat disterilisasi dengan menggunakan autoclave. Pengambilan sampel apus tenggorok dilakukan dengan cara mengusapkan kapas steril pada daerah orofaring, yaitu dinding lateral faring ke fossa tonsilaris kemudian ke posterior faring, dilanjutkan lagi ke fossa tonsilaris dan
(18)
sisi yang lain. Pewarnaan gram dilakukan pada sampel pertama dan pembiakan sampel dilakukan pada Lempeng Agar Darah (LAD) dengan metode penipisan Koch dan diinkubasi pada suhu 37 derajat Celcius selama 24 jam untuk sampel kedua.
Hasil kultur dinyatakan positif adanya treptococcus beta-hemolyticus apabila ditemukan zona hemolisis yang jernih dan bening disekitar koloni sesuai dengan hasil kontrol positif. Apabila sesuai dengan kontrol positif, maka dilanjutkan dengan test cakram Bacitracin metode Disc Diffusion dan akan dilakukan pengamatan zona inhibisi yang terbentuk untuk
mengkonfirmasi adanya treptococcus beta-hemolyticus Group A. Jika didapatkan zona inhibisi, maka dapat dinyatakan hasil kultur positif. Zona inhibisi yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan mm (milimeter) dengan arah tegak lurus pada diameter terbesar dan terkecil.
HASIL DAN EMBAHASAN
Pewarnaan gram dilakukan sebagai tahap awal untuk mengindentifikasi bakteri secara mikroskopik, namun tidak dapat mengidentifikasi bakteri secara spesifik.
Tabel 4.1 Hasil ewarnaan Gram
Subjek enelitian Bakteri Coccus Gram + Tersusun Seperti Rantai
Bakteri Lain
1 + Coccus gram + tersusun seperti anggur 2 - Coccus gram + tersusun seperti anggur
3 - Batang gram
-4 - Coccus gram - tersusun berpasangan
5 + Batang gram
-6 + Coccus gram - tersusun berpasangan
7 - Batang gram
-8 - Coccus gram + tersusun seperti anggur 9 + Coccus gram - tersusun berpasangan
(19)
Berdasarkan hasil dari seluruh pewarnaan gram, didapatkan 4 pewarnaan dengan hasil mikroskopik yang menyerupai karakteristik bakteri treptococcus yaitu bakteri gram positif coccus tersusun seperti rantai dengan
ukuran 1x1 kilomikron. Untuk memastikan keberadaan treptococcus beta-hemolyticus Group A pada sampel apus tenggorok, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan kultur sampel pada medium LAD.
Tabel 4.2 Hasil Kultur Apus Tenggorok Subjek
enelitian
Koloni Streptococcus Beta-Hemolyticus Group A
Koloni Streptococcus Alfa-Hemolyticus
1 -
-2 -
-3 -
-4 - +
5 - +
6 - +
7 - +
8 - +
9 - +
Apus tenggorok merupakan gold standard untuk pemeriksaan treptococcus beta-hemolyticus Grup A. treptococcus beta-hemolyticus Group A pada LAD tampak gambaran koloni yang jernih, transparan, dengan ukuran 1x1 mm. Apabila ditemukan koloni yang serupa dengan kontrol pada LAD, percobaan dapat dilanjutkan dengan tes cakram Bacitracin untuk memastikan kembali adanya bakteri tersebut. Berdasarkan hasil percobaan, tidak didapatkan koloni yang menyerupai koloni treptococcus beta-hemolyticus
dari satu macam koloni sehingga harus dilakukan subkultur terhadap koloni yang diperkirakan menyerupai koloni treptococcus beta-hemolyticus Group A pada LAD untuk memastikan keberadaannya. Hasil subkultur menunjukkan tidak adanya sampel yang memiliki bakteri tersebut, maka tes Bacitracin tidak dilakukan.
Hasil lain yang ditemukan dari kultur apus tenggorok adalah koloni
treptococcus alfa-hemolyticus sebanyak 6 kultur dari 9 kultur apus tenggorok, dimana terdapat warna
(20)
kehijauan disekitar koloni karena adanya hemolisis parsial dari sel darah merah. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat treptococcus beta-hemolyticus Group A dari hasil kultur apus tenggorok subjek penelitian. Hasil dari kultur tersebut menunjukkan adanya koloni bateri lain, salah satunya
treptococcus alpha-hemolyticus, yaitu treptococcus viridans.treptococcus viridans lebih banyak ditemukan pada tenggorokan orang dewasa, sedangkan treptococcus beta-hemolyticus Group A lebih banyak ditemukan pada
tenggorokan anak-anak. treptococcus viridans merupakan bakteri komensal yang dominan di cavitas ori dan faring. Bakteri ini memiliki peran yang penting dalam menginhibisi kolonisasi berbagai macam patogen termasuk treptococcus beta-hemolyticus Group A. Hal ini terjadi karena adanya produksi bakteriosin dan hidrogen peroksida. Bakteriosin merupakan substansi antibakterial dibentuk oleh kebanyakan spesies bakteri yang aktif terhadap strain dari genus yang sama sebagai producer strain. Hidrogen peroksida merupakan substansi yang bertanggung jawab atas hemolisis parsial yang terjadi pada LAD. Hal ini terbukti dari eksperimen berupa implantasi straintreptococcus salivarius dengan aktivitas bakteriosin kuat yang dapat menginhibisi koloni
treptococcus beta-hemolyticus Group A (3).
Kemungkinan lain didapatkannya hasil kultur negatif treptococcus beta-hemolyticus Group A karena adanya faktor lingkungan yang bersih dan tidak terlalu padat, beserta faktor sosioekonomi subjek penelitian yang baik. Hal ini dibuktikan dari penelitian di Iran dimana anak yang bersekolah di kota memiliki rata-rata karier treptococcus beta-hemolyticus Group A yang lebih tinggi dari anak yang bersekolah di desa. Kondisi yang lebih padat pada sekolah yang terdapat di dalam kota dibandingkan dengan yang terdapat di desa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini (4).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi saluran pernafasan atas, yaitu malnutrisi (49%), anemia (14%), jumlah anggota keluarga yang meningkat (65%), keluarga perokok (74%), pendidikan rendah (73%), level sosioekonomi rendah (64%) (Widagdo, et al., 2UU7). Anemia dapat menyebabkan penurunan sistem imun sehingga manusia lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi saluran pernafasan atas khususnya faringitis sering menyebar diantara anggota keluarga karena cara penularannya yang melalui inhalasi sekret respiratorius. Dengan adanya
(21)
jumlah anggota keluarga yang meningkat, setiap anggota keluargan menjadi lebih rentan terhadap faringitis apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang terjangkit faringitis. edangkan perokok lebih rentan terhadap faringitis karena rokok menyebabkan penurunan flora normal tenggorokan (treptococcus alfa-hemolyticus) yang memiliki efek inihibisi terhadap kolonisasi treptococcus beta-hemolyticus Group A sehingga timbulnya infeksi dari bakteri ini. Level sosioekonomi rendah mempengaruhi prevalensi faringitis karena orang dengan level sosioekonomi rendah cenderung untuk tinggal di daerah yang kumuh dan padat dengan ventilasi yang buruk, sehingga meningkatkan angka kejadian faringits (4).
Pada penelitian ini, peneliti tidak membedakan jenis kelamin dan membandingkan hasilnya karena adanya penelitian yang menyatakan bahwa tidak didapatkan perbedaan pada kultur apus tenggorok pria maupun wanita (4). SIMULAN
Prevalensi bakteri treptococcus beta-hemolyticus Group A pada mahasiswa Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha angkatan
disimpulkan bahwa subjek-subjek penelitian tidak memiliki treptococcus beta-hemolyticus Group A sebagai bakteri komensal tenggorok.
SARAN
Penelitian dapat dilakukan dengan subjek yang jumlahnya lebih banyak, sehingga hasilnya lebih bermakna.
Penelitian ini juga dapat dilakukan pada masyarakat di luar lingkungan Universitas Kristen Maranatha untuk melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya faringitis.
Penelitian tentang perbandingan prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A dengan treptococcus viridans pada orang dewasa.
DAFTAR USTAKA
1. atterson, Maria Jevitz. General Concepts treptococcus pyogenes, other treptococci, and Enterococcus. treptococcus - Medical Microbiology - NCBI Bookshelf. [Online] [Cited: January 2U, 2U14.]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK 7611/.
2. Greenwood, David, et al. Medical Microbiology. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier, 2UU7. pp. 178-179. 3. Goering V. Richard. Entry, Exit, and
Transmission. [book auth.], et al. Mims' Medical Microbiology. 5th. s.l. : aunders Elsevier, 2U13.
4. Fazeli, M. R., et al. Group A treptococcal erotypes Isolated from Healthy choolchildren In Iran. 2UU3, European
(22)
5. Sevinc, Irfan and Enoz, Murat. The Prevalence of Group A Beta-hemolytic treptococcus inHealthy Turkish Children in Day-care Centers in Ankara.
Microbiology , Maresal Cakmak Military Hospital. Erzurum : s.n., 2UU8.
6. Lloyd, Charmaine A.C., Jacob, Swarna E. and Menon, Thangam. Pharyngeal carriage of group A streptococci in school children. 2UU6, Indian J Med, pp. 195-198.
7. Widagdo, et al. Clinical manifestations of upper respiratory tract in children at Kalideres Community Health Center, Iest Jakarta . Jakarta : s.n., 2UU7, Universa Medicina , pp. 172-175. 8. Koch A, Melbak K, Homoe , Sorensen ,
Hjuler T,Olesen ME. Risk factors for acute respiratory. 2UU3, Am J Epidemiology , pp. 374-384. 9. Kumar, et al. Rheumatic Fever And
Rheumatic Heart Disease. [book auth.] Pathologic Basis of Disease. 8th. Philadelphia : Elsevier aunders, 2U1U, pp. 565-566.
1U. Martin, Judith M. ore Throat (Pharyngitis). antimicrobe.org. [Online] 2U1U.
(23)
AFTAR PUSTAKA
charya, T., 2013.
lood Agar : Composition, Preparation, Uses and Types of
Hemolysis.
[Online]
Tersedia di:
http://microbeonline.com/blood-agar-composition-preparation-uses-and-types-of-hemolysis/
[Diunduh 9 October 2014].
dam, D., Scholz, H. & Helmerking, M., 2000. Short-Course ntibiotic
Treatment of 4782 Culture-Proven Cases of Group Streptococcal
Tonsillopharyngitis and Incidence of Poststreptococcal Sequelae.
Journal of
Infectious Disease ,
ugust.
Carapetis, J. R., 2012. cute Rheumatic Fever. In: D. L. Longo, et al. eds.
Harrison's PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE Eighteenth Edition.
18th ed. s.l.:McGraw-Hill Companies, pp. 2752-2756.
Craig, C. R. & Stitzel, R. E., 2004.
Modern Pharmacology with Clinical
Applications.
Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins.
Cunningham, M. W., 2000.
Pathogenesis of Group A Streptococcal Infections.
[Online]
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88944/
[Diunduh 22 January 2014].
Fazeli, M. R. et al., 2003. Group Streptococcal Serotypes Isolated from Healthy
Schoolchildren In Iran.
European Journal of Clinical Microbiology &
Infectious Diseases.
Fox, J. W., Marcon, M. J. & Bonsu, B. K., 2006.
Diagnosis of Streptococcal
Pharyngitis by Detection of Streptococcus Pyogenes in Posterior
Pharyngeal
versus
Oral
Cavity
Specimen.
[Online]
Tersedia
di:
http://jcm.asm.org/content/44/7/2593.full#ref-9
[Diunduh 9 October 2014].
(24)
Pharyngeal
versus
Oral
Cavity
Specimens.
[Online]
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1489465/
[Diunduh 1 November 2014].
Goering, R. V. et al., 2013. Entry, Exit, and Transmission. In:
Mims' Medical
Microbiology.
5th ed. s.l.:Saunders Elsevier.
Greenwood, D., Slack, R., Peutherer, J. & Barer, M., 2007.
Medical
Microbiology.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier.
Hahn, R. G., Knox, L. M. & Forman, T. ., 2005. [Online]
Tersedia
di:
http://www.aafp.org/afp/2005/0515/p1949.html?keepThis=true&TB_iframe
=true&height=400&width=800
[Diunduh 20 July 2014].
Hahn, R., Knox, L. & Forman, T., 2005.
Evaluation of Poststreptococcal Illness,
Los ngeles: s.n.
Kiselica, D., 1994.
Group A eta-Hemolytic Streptococcal Pharyngitis : Current
Clinical Concepts,
Virginia: s.n.
Koch, . et al., 2003. Risk factors for acute respiratory.
Am J Epidemiology,
pp.
374-384.
Levinson, W., 2012.
Review of Medical Microbiology and Immunology.
12th ed.
s.l.:McGraw-Hill.
Lloyd, C. ., Jacob, S. E. & Menon, T., 2006. Pharyngeal carriage of group
streptococci in school children.
Indian J Med,
pp. 195-198.
Martin,
J.
M.,
2010.
Sore
Throat
(Pharyngitis).
[Online]
Tersedia di: www.antimicrobe.org/e36.asp
Mescher, . L., 2010.
JUNQUEIRA'S asic Histology Text & Atlas.
s.l.:McGraw-Hill.
Moore, K. L., Dalley, . F. & gur, . M. R., 2010.
Clinically Oriented
Anatomy.
6th ed. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins .
Patterson,
M.
J.,
1996.
Chapter
13
Streptococcus.
[Online]
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7611/
[Diunduh 22 January 2014].
(25)
Patterson, M. J., n.d.
General Concepts Streptococcus pyogenes, other
Streptococci,
and
Enterococcus.
[Online]
Tersedia
di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7611/
[Diunduh 20 January 2014].
Pitaro, M., n.d.
Streptococcal Pharyngitis (Strep Throat).
[Online]
Tersedia
di:
http://www.bhchp.org/BHCHP%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/Strep.pdf
[Diunduh 21 October 2014].
Prescott,
L.
M.,
2002.
Microbiology.
[Online]
Tersedia
di:
http://id.scribd.com/doc/221049589/Microbiologia-Microbiology-Prescott-Harley-Klein-5th-Ed-Mcgraw-hill-2002
R. Kumar, H. et al., 2009. Epidemiology of group streptococcal pharyngitis &
impetigo:.
Indian J Med,
p. 8.
Sevinc, I. & Enoz, M., 2008.
The Prevalence of Group A eta-hemolytic
Streptococcus inHealthy Turkish Children in Day-care Centers in Ankara,
Erzurum: s.n.
Shulman, S. T. et al., 2012.
Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and
Management of Group A Steptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the
Infectious
Diseases
Society
of
America.
[Online]
[Diunduh 22 January 2014].
Stollerman, G. H., 2001.
Rheumatic Fever in the 21st Century,
Boston: Clinical
Infectious Disease, School of Medicine and School of Public Health .
Tank, P. W. & Gest, T. R., 2009.
Chapter 7 : HEAD and NECK.
[Online]
Tersedia
di:
http://web.uni-
plovdiv.bg/stu1104541018/docs/res/anatomy_atlas_-_Patrick_W._Tank/7%20-%20The%20Head%20and%20Neck.htm
Wessels, M. R., 2012. Streptococcal infection. In:
Harrison's PRINCIPLES OF
INTERNAL MEDICINE.
s.l.:McGraw- Hill Companies, pp. 1171-1173.
Wibowo, D. S. & Paryana, W., 2007.
Anatomi Tubuh Manusia.
s.l.:Elsevier.
(26)
Widagdo, et al., 2007. Clinical manifestations of upper respiratory tract in
children at Kalideres Community Health Center, West Jakarta.
Universa
Medicina ,
pp. 172-175.
(1)
jumlah anggota keluarga yang meningkat, setiap anggota keluargan menjadi lebih rentan terhadap faringitis apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang terjangkit faringitis. edangkan perokok lebih rentan terhadap faringitis karena rokok menyebabkan penurunan flora normal tenggorokan (treptococcus alfa-hemolyticus) yang memiliki efek inihibisi terhadap kolonisasi treptococcus beta-hemolyticus Group A sehingga timbulnya infeksi dari bakteri ini. Level sosioekonomi rendah mempengaruhi prevalensi faringitis karena orang dengan level sosioekonomi rendah cenderung untuk tinggal di daerah yang kumuh dan padat dengan ventilasi yang buruk, sehingga meningkatkan angka kejadian faringits (4).
Pada penelitian ini, peneliti tidak membedakan jenis kelamin dan membandingkan hasilnya karena adanya penelitian yang menyatakan bahwa tidak didapatkan perbedaan pada kultur apus tenggorok pria maupun wanita (4).
SIMULAN
Prevalensi bakteri treptococcus beta-hemolyticus Group A pada mahasiswa Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha angkatan 2U12 sebanyak U%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa subjek-subjek penelitian tidak memiliki treptococcus beta-hemolyticus Group A sebagai bakteri komensal tenggorok.
SARAN
Penelitian dapat dilakukan dengan subjek yang jumlahnya lebih banyak, sehingga hasilnya lebih bermakna.
Penelitian ini juga dapat dilakukan pada masyarakat di luar lingkungan Universitas Kristen Maranatha untuk melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya faringitis.
Penelitian tentang perbandingan prevalensi treptococcus beta-hemolyticus Group A dengan treptococcus viridans pada orang dewasa.
DAFTAR USTAKA
1. atterson, Maria Jevitz. General Concepts treptococcus pyogenes, other treptococci, and Enterococcus. treptococcus - Medical Microbiology - NCBI Bookshelf. [Online] [Cited: January 2U, 2U14.]
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK 7611/.
2. Greenwood, David, et al.Medical Microbiology. Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier, 2UU7. pp. 178-179. 3. Goering V. Richard. Entry, Exit, and
Transmission. [book auth.], et al. Mims' Medical Microbiology. 5th. s.l. : aunders Elsevier, 2U13.
4. Fazeli, M. R., et al. Group A treptococcal erotypes Isolated from Healthy choolchildren In Iran. 2UU3, European Journal of Clinical Microbiology & Infectious Diseases.
(2)
5. Sevinc, Irfan and Enoz, Murat.The Prevalence of Group A Beta-hemolytic treptococcus inHealthy Turkish Children in Day-care Centers in Ankara.
Microbiology , Maresal Cakmak Military Hospital. Erzurum : s.n., 2UU8.
6. Lloyd, Charmaine A.C., Jacob, Swarna E. and Menon, Thangam. Pharyngeal carriage of group A streptococci in school children. 2UU6, Indian J Med, pp. 195-198.
7. Widagdo, et al. Clinical manifestations of upper respiratory tract in children at Kalideres Community Health Center, Iest Jakarta . Jakarta : s.n., 2UU7, Universa Medicina , pp. 172-175. 8. Koch A, Melbak K, Homoe , Sorensen ,
Hjuler T,Olesen ME.Risk factors for acute respiratory. 2UU3, Am J Epidemiology , pp. 374-384. 9. Kumar, et al. Rheumatic Fever And
Rheumatic Heart Disease. [book auth.] Pathologic Basis of Disease. 8th. Philadelphia : Elsevier aunders, 2U1U, pp. 565-566.
1U. Martin, Judith M. ore Throat (Pharyngitis). antimicrobe.org. [Online] 2U1U.
(3)
AFTAR PUSTAKA
charya, T., 2013. lood Agar : Composition, Preparation, Uses and Types of
Hemolysis. [Online]
Tersedia di: http://microbeonline.com/blood-agar-composition-preparation-uses-and-types-of-hemolysis/
[Diunduh 9 October 2014].
dam, D., Scholz, H. & Helmerking, M., 2000. Short-Course ntibiotic Treatment of 4782 Culture-Proven Cases of Group Streptococcal Tonsillopharyngitis and Incidence of Poststreptococcal Sequelae. Journal of Infectious Disease , ugust.
Carapetis, J. R., 2012. cute Rheumatic Fever. In: D. L. Longo, et al. eds. Harrison's PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE Eighteenth Edition. 18th ed. s.l.:McGraw-Hill Companies, pp. 2752-2756.
Craig, C. R. & Stitzel, R. E., 2004. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins.
Cunningham, M. W., 2000. Pathogenesis of Group A Streptococcal Infections. [Online]
Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88944/ [Diunduh 22 January 2014].
Fazeli, M. R. et al., 2003. Group Streptococcal Serotypes Isolated from Healthy Schoolchildren In Iran. European Journal of Clinical Microbiology & Infectious Diseases.
Fox, J. W., Marcon, M. J. & Bonsu, B. K., 2006. Diagnosis of Streptococcal Pharyngitis by Detection of Streptococcus Pyogenes in Posterior Pharyngeal versus Oral Cavity Specimen. [Online] Tersedia di: http://jcm.asm.org/content/44/7/2593.full#ref-9 [Diunduh 9 October 2014].
Fox, J. W., Marcon, M. J. & Bonsu, B. K., 2006. Diagnosis of Streptococcal Pharyngitis by Detection of Streptococcus pyogenes in Posterior
(4)
Pharyngeal versus Oral Cavity Specimens. [Online] Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1489465/ [Diunduh 1 November 2014].
Goering, R. V. et al., 2013. Entry, Exit, and Transmission. In: Mims' Medical Microbiology. 5th ed. s.l.:Saunders Elsevier.
Greenwood, D., Slack, R., Peutherer, J. & Barer, M., 2007. Medical Microbiology. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier.
Hahn, R. G., Knox, L. M. & Forman, T. ., 2005. [Online]
Tersedia di:
http://www.aafp.org/afp/2005/0515/p1949.html?keepThis=true&TB_iframe =true&height=400&width=800
[Diunduh 20 July 2014].
Hahn, R., Knox, L. & Forman, T., 2005. Evaluation of Poststreptococcal Illness, Los ngeles: s.n.
Kiselica, D., 1994. Group A eta-Hemolytic Streptococcal Pharyngitis : Current Clinical Concepts, Virginia: s.n.
Koch, . et al., 2003. Risk factors for acute respiratory. Am J Epidemiology, pp. 374-384.
Levinson, W., 2012. Review of Medical Microbiology and Immunology. 12th ed. s.l.:McGraw-Hill.
Lloyd, C. ., Jacob, S. E. & Menon, T., 2006. Pharyngeal carriage of group streptococci in school children. Indian J Med, pp. 195-198.
Martin, J. M., 2010. Sore Throat (Pharyngitis). [Online] Tersedia di: www.antimicrobe.org/e36.asp
Mescher, . L., 2010. JUNQUEIRA'S asic Histology Text & Atlas. s.l.:McGraw-Hill.
Moore, K. L., Dalley, . F. & gur, . M. R., 2010. Clinically Oriented Anatomy. 6th ed. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins .
Patterson, M. J., 1996. Chapter 13 Streptococcus. [Online] Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7611/ [Diunduh 22 January 2014].
(5)
Patterson, M. J., n.d. General Concepts Streptococcus pyogenes, other
Streptococci, and Enterococcus. [Online]
Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7611/ [Diunduh 20 January 2014].
Pitaro, M., n.d. Streptococcal Pharyngitis (Strep Throat). [Online]
Tersedia di:
http://www.bhchp.org/BHCHP%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/Strep.pdf [Diunduh 21 October 2014].
Prescott, L. M., 2002. Microbiology. [Online] Tersedia di: http://id.scribd.com/doc/221049589/Microbiologia-Microbiology-Prescott-Harley-Klein-5th-Ed-Mcgraw-hill-2002
R. Kumar, H. et al., 2009. Epidemiology of group streptococcal pharyngitis & impetigo:. Indian J Med, p. 8.
Sevinc, I. & Enoz, M., 2008. The Prevalence of Group A eta-hemolytic Streptococcus inHealthy Turkish Children in Day-care Centers in Ankara, Erzurum: s.n.
Shulman, S. T. et al., 2012. Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Steptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious Diseases Society of America. [Online] [Diunduh 22 January 2014].
Stollerman, G. H., 2001. Rheumatic Fever in the 21st Century, Boston: Clinical Infectious Disease, School of Medicine and School of Public Health .
Tank, P. W. & Gest, T. R., 2009. Chapter 7 : HEAD and NECK. [Online]
Tersedia di:
http://web.uni-
plovdiv.bg/stu1104541018/docs/res/anatomy_atlas_-_Patrick_W._Tank/7%20-%20The%20Head%20and%20Neck.htm
Wessels, M. R., 2012. Streptococcal infection. In: Harrison's PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. s.l.:McGraw- Hill Companies, pp. 1171-1173. Wibowo, D. S. & Paryana, W., 2007. Anatomi Tubuh Manusia. s.l.:Elsevier.
(6)
Widagdo, et al., 2007. Clinical manifestations of upper respiratory tract in children at Kalideres Community Health Center, West Jakarta. Universa Medicina , pp. 172-175.