Gambaran Leukosit dan Hitung Jenis Pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Dengan Gall Culture Positif Di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007-Juni 2008.

(1)

37 Lampiran 1

Data umur dan jenis kelamin pasien demam tifoid dengan gall culture positif periode Januari 2007 – Juni 2008

Nomor Rekam Medis

Umur Jenis

Kelamin

Gall Culture

00768585 20 P +

00770874 36 P +

00729998 21 L +

00776757 26 L +

00727908 27 L +

00236365 25 P +

00227577 32 L +

00748169 29 L +

00750296 26 P +

00761094 24 P +

00616830 21 P +

00309872 20 P +

00797454 40 P +

00797635 19 P +

00222573 40 L +

00804066 47 P +

00807716 70 P +

00635818 44 P +

00789367 30 P +

00787767 7 L +

00700971 60 P +

00735631 32 P +

00728913 33 P +

00736803 41 L +

00766100 51 L +

00750461 19 P +

00764602 35 L +


(2)

38 Lampiran 2

Data leukosit dan hitung jenis pasien demam tifoid dengan gall culture positif periode Januari 2007 – Juni 2008

Nomor Rekam Medis

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Gall Culture Leukosit

(/mm3)

Hitung Jenis (%)

Basofil Eosinofil Band Segmen Limfosit Monosit

00768585 6000 0.3 2.7 0 71.9 19.1 6 +

00770874 5200 0.6 0 0 45.6 38.2 15.6 +

00729998 7000 0 0 0 80.9 11 8.1 +

00776757 10800 0.2 0 0 80.3 13.4 6.1 +

00727908 6900 0.3 0 0 69.9 23.3 6.5 +

00236365 4100 0.2 0.2 0 63.3 27.6 8.7 +

00227577 6200 1 0.7 0 78.2 10.2 9.9 +

00748169 3900 0.3 0.3 0 60.7 27.1 11.6 +

00750296 4700 0.4 0.4 0 38.3 49.3 11.6 +

00761094 5100 1.6 0.8 0 56.2 29.5 11.9 +

00616830 3800 0.6 0.7 0 59.9 29.1 9.7 +

00309872 5000 0.9 0.9 0 54.3 33.5 10.4 +

00797454 7000 0 0 0 71 20.7 8.3 +

00797635 4000 0.3 0.2 0 60.5 29.5 9.5 +

00222573 7000 0.3 0 0 53.2 37.8 8.7 +

00804066 4200 2.2 1 0 83 6.5 7.3 +

00807716 12700 0.7 0.4 0 74.2 18.6 6.1 +

00635818 5200 0.2 0 0 73.1 17.9 8.8 +

00789367 5500 0.5 0.7 0 81.3 11.5 6 +

00787767 4900 0.2 0 0 76.1 17.6 6.1 +

00700971 9100 0.1 0 0 76.3 14.3 9.3 +

00735631 6500 0 0 0 79.2 18 2.8 +

00728913 7500 1.1 0.8 0 69.6 22.7 5.8 +

00736803 4500 0.6 0.8 0 82.6 11.4 4.6 +

00766100 8700 0.1 0 0 91.6 3.1 5.2 +

00750461 8400 0.1 0.4 0 83.4 6.5 9.6 +

00764602 6900 0.9 0.8 0 72 16.4 9.9 +


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada tahun 2006, WHO telah melaporkan bahwa demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak negara berkembang, umumnya di daerah tropis dan khususnya di Indonesia dengan tanda klinis yang paling sering adalah demam. Penyakit tersebut dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa. Di Indonesia, penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. (Djoko Widodo, 2006)

Secara global, diperkirakan sekitar 16 juta kasus terjadi setiap tahunnya, dengan kematian mencapai angka 600.000 setiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini didapatkan pada penduduk yang bertempat tinggal di negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Di India dan Asia Tenggara, angka insiden demam tifoid mencapai ± 100/100.000 orang per tahun (Djoko Widodo, 2006).

Resistensi antibiotik pada kasus demam tifoid telah menjadi keprihatinan yang meningkat. Gaya hidup pemakaian antibiotik yang tidak rasional adalah salah satu hal yang memicu terjadinya resistensi antibiotik. Beberapa antibiotik yang merupakan drug of choice dari penyakit demam tifoid telah banyak yang resisten seperti ampicillin dan TMP-SMZ (Djoko Widodo, 2006).

Di negara berkembang seperti Indonesia telah dilaporkan bahwa kejadian demam tifoid di rumah sakit dan pusat kesehatan terus meningkat. Tingkat sosial ekonomi, higienis, dan kebersihan masih merupakan masalah yang sangat berarti di negara berkembang seperti Indonesia. Hal – hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya demam tifoid. Jumlah total kematian karena demam tifoid di Indonesia sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 6.480 – 50.160 per tahun. Di daerah rural seperti Jawa Barat jumlah insidensi demam tifoid mencapai 157 per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban insidensi demam


(4)

2

tifoid dapat mencapai 760 – 810 per 100.000 penduduk (Albert M. V., 2003 ; Djoko Widodo, 2006).

Penelitian yang dilakukan di Ujung Pandang dan Semarang tentang faktor resiko demam tifoid menunjukkan bahwa insidensi demam tifoid berhubungan dengan kebiasaan mencuci tangan, higienis, sumber air selain PDAM, dan kebiasaan sering makan di luar (Albert M. V, 2003).

Pemeriksaan terbaik untuk memastikan diagnosis demam tifoid adalah gall culture yang memerlukan waktu 1 minggu. Lamanya menentukan diagnosis pasti ini merupakan waktu yang cukup lama yang cukup untuk membuat perkembangan penyakit ke arah pendarahan dan perforasi usus jika tidak mendapat penatalaksanaan yang adekuat. Kekurangan lain dari pemeriksaan gall culture adalah sensitivitasnya yang sangat kecil sehingga sering terjadi negatif palsu. (Imam Supardi, 1978)

Banyak pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan hematologi (Hb, leukosit, hitung jenis, LED, trombosit), urinalisis (protein, leukosit, eritrosit), kimia klinik (SGOT & SGPT), imunologi (Widal & ELISA Salmonella typhii/paratyphii IgG dan IgM), mikrobiologi (Gall Culture / biakan empedu), biologi molekular (Polymerase Chain Reaction). Gold standar untuk pemeriksaan demam tifoid adalah Gall Culture.

Diagnosis pasti untuk mendiagnosis demam tifoid dengan gall culture memerlukan waktu yang terlalu lama, karena penatalaksanaan harus cepat diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dengan cepat didapat hasilnya adalah pemeriksaan hematologi. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran hasil pemeriksaan leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid di RS Immanuel yang mungkin suatu hari dapat menjadi petunjuk dini diagnosis demam tifoid.


(5)

3

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid dengan gall culture positif yang dirawat inap di Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah agar gambaran leukosit dan hitung jenis dapat digunakan sebagai salah satu pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosis demam tifoid.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran jumlah leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid dengan gall culture positif di RS Immanuel periode Januari 2007 – Juni 2008

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Untuk menambah wawasan penulis tentang penyakit demam tifoid.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Agar gambaran leukosit dan hitung jenis dapat digunakan sebagai suatu petunjuk dini sebagai suspek demam tifoid.


(6)

4

1.5Kerangka Pemikiran

Diagnosis pasti untuk demam tifoid dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologi yaitu gall culture, namun memerlukan waktu 1 minggu untuk mendapatkan hasilnya (Djoko Widodo, 2006). Keterlambatan diagnosis dan pengobatan pada demam tifoid dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pendarahan dan perforasi usus. Depresi sumsum tulang sering dikaitkan dengan demam tifoid. Depresi sumsum tulang dapat mengakibatkan leukopenia dan neutropenia (Beck, 2009). Sementara itu, neutropenia yang disebabkan depresi sumsum tulang tersebut dapat menyebabkan limfositosis relatif (Fischbach, 2006). Hal ini dapat menjadi suatu acuan untuk menduga terjadinya demam tifoid. Maka dari itu, penulis ingin mencari suatu pemeriksaan yang dapat lebih cepat dibaca hasilnya yang dapat menduga terjadinya demam tifoid, yaitu pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis.

1.6Metodologi

Metodologi yang digunakan adalah retrospektif survei.

1.7Lokasi dan Waktu

1.7.1 Lokasi

Karya Tulis ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.7.2 Waktu


(7)

34 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Pasien demam tifoid dengan gall culture positif yang dirawat di RS Immanuel periode Januari 2007 – Juni 2008 tidak terbukti adanya leukopenia, neutropenia, dan limfositosis relatif.

5.2Saran

Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan dengan sampel yang lebih banyak dengan pengambilan data dari bagian rekam medik yang lengkap dengan mengikutsertakan tanggal masuk pasien rawat inap, tanggal specimen darah diambil, anamnesis, dan riwayat usaha pengobatan sendiri.

Untuk penelitian selanjutanya diharapkan auto analyzer yang digunakan untuk perhitungan hitung jenis leukosit, menggunakan alat yang sudah lebih modern supaya perhitungan neutrofil batang tidak menunjukkan angka nol dan limfosit besar tidak diinterpretasi sebagai monosit.


(8)

35

DAFTAR PUSTAKA

Albert M. V., Soegianto Ali, Suwandi W., Charles S., Henri Van Asten, Leo G. V. 2003. Risk factors for typhoid fever in Jakarta, Indonesia : Preliminary results of a case control study. Maj. Kedokt. Atmajaya. 2 : 70

Azhali MS., Herry Garna, Alex C, Djatnika S. 2005. Infeksi. Dalam : Herry Garna dan Heda Melinda D.N., Editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-3. Bandung. H. 217

Beck, Norman. 2009. White Blood Count. In : Diagnostic Hematology. London : Springer p 285.

Brusch JL. Typhoid Fever. http://www.emedicine.com/ last up date July 24th 2006.

Cook G. 1996. Salmonella Infection. In: Manson’s tropical diseases. 20th ed. London : ELBS. P. 850-853

Djoko Widodo. 2006. Demam Tifoid. Dalam : Aru. W. Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3. Edisi ke-4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. H 1774-1775 Fischbach, 2009. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 8th edition. Ganong, W. F. 2002. Fisiologi Kedokteran (Review Of Medical Physiology). Edisi

20. Jakarta: EGC.

Guyton, C. 1997. Fisiologi Kedokteran (Textbook) of Medical Physiology. Edisi 9. Bab 33. Jakarta : EGC

Herdiman T. Pohan. 2004. Clinical and laboratory manifestation of typhoid fever at persahabatan hospital. Indonesian J Intern Med., 36 : 80

Hoffbrand, A. V. dan Pettit, J. E. 1966. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Jakarta: EGC.

Imam Supardi. 1978. SImposium Typhus Abdominalis. Bandung : Sub Biro Koordinasi Pertemuan Ilmiah FKUP-RSHS. H. 49-50, 73.

Joshi Y.K. 2000. Typhoid Fever : Clinical features. http://www.indegene.com. 12 juli 2006

Lentnek AL. Typhoid Fever. Division of Infection Disease. http://www.medline.com/ last up date June 20th 2007.


(9)

36

Lesser C.F. and Miller S.I. 2005. Salmonellosis. Ed : Current Medical diagnosis and Therapy. 44th edition. New York : McGraw-Hill p 1375

Levinson W. and Jawetz E. 2003. Gram-negative rods related to the enteric tract. In : Medical microbiology & immunology : examination & board review. 7th ed. United States : McGraw –Hill. P. 121 – 123, 404

M. Tierney, Lawrence Jr. MD . Current Medical Diagnosis & Treatment. LANGE. 44th edition.

Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Jakarta : FK UI, 2000. R.H.H. Nelwan. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Ed. IV. Jakarta:

FKUI. Hal. 1719

Roicc, Ivan M. 1985. Pokok – pokok Ilmu Kekebalan (Essential Immunology). PT Gramedia. Jakarta.

T.H. Rampengan. 2005. Vaksin untuk tujuan khusus. Dalam : I.G.N Ranuh, hariyono Suyitno, Sri Rezeki S.H., Cissy B. Kartasasmita, editor. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. H 137-139

Vandepitte J., Engbaek K., Piot P., Heuck C.C. 1991a. Quality assurance in microbiology. In : Basic Laboratory Procedures in Clinical Bacteriology. England : WHO p.21-22

Wilson W.R., and sande M.A. 2001. Enteritis caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella species. In : Henry N.K., Drew W. Lawrence, Relman David A., Steckelberg James M., Garnerding Julie L., ed. Current diagnosis & treatment in Infectious Diseases. International edition. United States : Mcgraw-Hill. P. 559-562

Wikipedia. 2006. Salmonella. http://en.wikipedia.org/wiki/salmonella. 15 November 2006


(1)

2

tifoid dapat mencapai 760 – 810 per 100.000 penduduk (Albert M. V., 2003 ; Djoko Widodo, 2006).

Penelitian yang dilakukan di Ujung Pandang dan Semarang tentang faktor resiko demam tifoid menunjukkan bahwa insidensi demam tifoid berhubungan dengan kebiasaan mencuci tangan, higienis, sumber air selain PDAM, dan kebiasaan sering makan di luar (Albert M. V, 2003).

Pemeriksaan terbaik untuk memastikan diagnosis demam tifoid adalah gall culture yang memerlukan waktu 1 minggu. Lamanya menentukan diagnosis pasti ini merupakan waktu yang cukup lama yang cukup untuk membuat perkembangan penyakit ke arah pendarahan dan perforasi usus jika tidak mendapat penatalaksanaan yang adekuat. Kekurangan lain dari pemeriksaan gall culture adalah sensitivitasnya yang sangat kecil sehingga sering terjadi negatif palsu. (Imam Supardi, 1978)

Banyak pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan hematologi (Hb, leukosit, hitung jenis, LED, trombosit), urinalisis (protein, leukosit, eritrosit), kimia klinik (SGOT & SGPT), imunologi (Widal & ELISA Salmonella typhii/paratyphii IgG dan IgM), mikrobiologi (Gall Culture / biakan empedu), biologi molekular (Polymerase Chain Reaction). Gold standar untuk pemeriksaan demam tifoid adalah Gall Culture.

Diagnosis pasti untuk mendiagnosis demam tifoid dengan gall culture memerlukan waktu yang terlalu lama, karena penatalaksanaan harus cepat diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dengan cepat didapat hasilnya adalah pemeriksaan hematologi. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana gambaran hasil pemeriksaan leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid di RS Immanuel yang mungkin suatu hari dapat menjadi petunjuk dini diagnosis demam tifoid.


(2)

3

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid dengan gall culture positif yang dirawat inap di Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah agar gambaran leukosit dan hitung jenis dapat digunakan sebagai salah satu pemeriksaan laboratorium yang dapat mendiagnosis demam tifoid.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran jumlah leukosit dan hitung jenis pada penderita demam tifoid dengan gall culture positif di RS Immanuel periode Januari 2007 – Juni 2008

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Untuk menambah wawasan penulis tentang penyakit demam tifoid.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Agar gambaran leukosit dan hitung jenis dapat digunakan sebagai suatu petunjuk dini sebagai suspek demam tifoid.


(3)

4

1.5Kerangka Pemikiran

Diagnosis pasti untuk demam tifoid dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologi yaitu gall culture, namun memerlukan waktu 1 minggu untuk mendapatkan hasilnya (Djoko Widodo, 2006). Keterlambatan diagnosis dan pengobatan pada demam tifoid dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pendarahan dan perforasi usus. Depresi sumsum tulang sering dikaitkan dengan demam tifoid. Depresi sumsum tulang dapat mengakibatkan leukopenia dan neutropenia (Beck, 2009). Sementara itu, neutropenia yang disebabkan depresi sumsum tulang tersebut dapat menyebabkan limfositosis relatif (Fischbach, 2006). Hal ini dapat menjadi suatu acuan untuk menduga terjadinya demam tifoid. Maka dari itu, penulis ingin mencari suatu pemeriksaan yang dapat lebih cepat dibaca hasilnya yang dapat menduga terjadinya demam tifoid, yaitu pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis.

1.6Metodologi

Metodologi yang digunakan adalah retrospektif survei.

1.7Lokasi dan Waktu

1.7.1 Lokasi

Karya Tulis ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.7.2 Waktu


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Pasien demam tifoid dengan gall culture positif yang dirawat di RS Immanuel periode Januari 2007 – Juni 2008 tidak terbukti adanya leukopenia, neutropenia, dan limfositosis relatif.

5.2Saran

Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat dilakukan dengan sampel yang lebih banyak dengan pengambilan data dari bagian rekam medik yang lengkap dengan mengikutsertakan tanggal masuk pasien rawat inap, tanggal specimen darah diambil, anamnesis, dan riwayat usaha pengobatan sendiri.

Untuk penelitian selanjutanya diharapkan auto analyzer yang digunakan untuk perhitungan hitung jenis leukosit, menggunakan alat yang sudah lebih modern supaya perhitungan neutrofil batang tidak menunjukkan angka nol dan limfosit besar tidak diinterpretasi sebagai monosit.


(5)

35

DAFTAR PUSTAKA

Albert M. V., Soegianto Ali, Suwandi W., Charles S., Henri Van Asten, Leo G. V. 2003. Risk factors for typhoid fever in Jakarta, Indonesia : Preliminary results of a case control study. Maj. Kedokt. Atmajaya. 2 : 70

Azhali MS., Herry Garna, Alex C, Djatnika S. 2005. Infeksi. Dalam : Herry Garna dan Heda Melinda D.N., Editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-3. Bandung. H. 217

Beck, Norman. 2009. White Blood Count. In : Diagnostic Hematology. London : Springer p 285.

Brusch JL. Typhoid Fever. http://www.emedicine.com/ last up date July 24th 2006.

Cook G. 1996. Salmonella Infection. In: Manson’s tropical diseases. 20th ed. London : ELBS. P. 850-853

Djoko Widodo. 2006. Demam Tifoid. Dalam : Aru. W. Sudoyo, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3. Edisi ke-4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. H 1774-1775

Fischbach, 2009. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 8th edition.

Ganong, W. F. 2002. Fisiologi Kedokteran (Review Of Medical Physiology). Edisi 20. Jakarta: EGC.

Guyton, C. 1997. Fisiologi Kedokteran (Textbook) of Medical Physiology. Edisi 9. Bab 33. Jakarta : EGC

Herdiman T. Pohan. 2004. Clinical and laboratory manifestation of typhoid fever at persahabatan hospital. Indonesian J Intern Med., 36 : 80

Hoffbrand, A. V. dan Pettit, J. E. 1966. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Jakarta: EGC.

Imam Supardi. 1978. SImposium Typhus Abdominalis. Bandung : Sub Biro Koordinasi Pertemuan Ilmiah FKUP-RSHS. H. 49-50, 73.

Joshi Y.K. 2000. Typhoid Fever : Clinical features. http://www.indegene.com. 12 juli 2006

Lentnek AL. Typhoid Fever. Division of Infection Disease. http://www.medline.com/ last up date June 20th 2007.


(6)

36

Lesser C.F. and Miller S.I. 2005. Salmonellosis. Ed : Current Medical diagnosis and Therapy. 44th edition. New York : McGraw-Hill p 1375

Levinson W. and Jawetz E. 2003. Gram-negative rods related to the enteric tract. In : Medical microbiology & immunology : examination & board review. 7th ed. United States : McGraw –Hill. P. 121 – 123, 404

M. Tierney, Lawrence Jr. MD . Current Medical Diagnosis & Treatment. LANGE. 44th edition.

Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Jakarta : FK UI, 2000.

R.H.H. Nelwan. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Ed. IV. Jakarta: FKUI. Hal. 1719

Roicc, Ivan M. 1985. Pokok – pokok Ilmu Kekebalan (Essential Immunology). PT Gramedia. Jakarta.

T.H. Rampengan. 2005. Vaksin untuk tujuan khusus. Dalam : I.G.N Ranuh, hariyono Suyitno, Sri Rezeki S.H., Cissy B. Kartasasmita, editor. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. H 137-139

Vandepitte J., Engbaek K., Piot P., Heuck C.C. 1991a. Quality assurance in microbiology. In : Basic Laboratory Procedures in Clinical Bacteriology. England : WHO p.21-22

Wilson W.R., and sande M.A. 2001. Enteritis caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella species. In : Henry N.K., Drew W. Lawrence, Relman David A., Steckelberg James M., Garnerding Julie L., ed. Current diagnosis & treatment in Infectious Diseases. International edition. United States : Mcgraw-Hill. P. 559-562

Wikipedia. 2006. Salmonella. http://en.wikipedia.org/wiki/salmonella. 15 November 2006