KOMBINASI INTERLEUKIN-6 DAN HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK DAN LUARAN SEPSIS PADA ANAK YANG MENDERITA SYSTEMIC INFLAMMATORY RESPONSE SYNDROME.

TESIS

KOMBINASI INTERLEUKIN-6 DAN HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE
PROTEIN SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK DAN LUARAN SEPSIS
PADA ANAK YANG MENDERITA SYSTEMIC INFLAMMATORY RESPONSE
SYNDROME

Oleh :
ELFITRIMELLY
CHS.19052

Pembimbing:
Dr.Mayetti, SpA(K), IBCLC
DR.dr.Hafni Bachtiar,MPH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1
ILMU KESEHATAN ANAK – PASCA SARJANA BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014


1

KOMBINASI INTERLEUKIN-6 DAN HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN
SEBAGAI PARAMETER DIAGNOSTIK DAN LUARAN SEPSIS PADA ANAK
YANG MENDERITA SYSTEMIC INFLAMMATORY REPONSE SYNDROME
Elfitrimelly, Mayetti, Hafni Bachtiar

ABSTRAK
Latar Belakang. Sepsis salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak.
Sepsis diawali Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat, syok septik, disfungsi organ, dan kematian.
Kesulitan dalam mendiagnosis sepsis karena gejala klinisnya tidak khas, kultur
bakteri membutuhkan waktu lebih lama (2-4 hari), tidak semua bakteri
teridentifikasi, sehingga terjadi keterlambatan pengobatan, ataupun overtreatment.
Invasi bakteri mengeluarkan mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-6 dan CRP. IL6 dan CRP telah diuji sebagai marker diagnostik dini sepsis. Kombinasi marker
ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik sebagai uji diagnostik sepsis.
Tujuan. Mengetahui kombinasi IL-6 dan hs-CRP sebagai parameter diagnostik
dan luaran sepsis pada anak menderita SIRS.
Metode. Penelitian potong lintang terhadap 85 anak menderita SIRS berusia 1
bulan-15 tahun, dirawat di bangsal anak RS Dr.M.Djamil Padang sejak 1 Juni-30

November 2012. Pengambilan sampel secara random blok. Pemeriksaan IL-6 dan
hs-CRP dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Kultur
bakteri darah menggunakan metode BACTEC. Analisis data menggunakan SPSS.
Hasil. Kadar serum IL-6 >12,46 ng/ml dan hs-CRP >15,55 ng/ml, mampu
menentukan SIRS akibat infeksi bakteri. Sensitivitas dan spesifisitas IL-6 adalah
78,8% dan 98,1%. Sensitivitas dan spesifisitas hs-CRP adalah 98% dan 38,5%.
Sensitivitas dan spesifisitas kombinasi IL-6 dan hs-CRP adalah 75,8% dan 98,1%.
IL-6 meningkat pada sepsis dan meninggal. Hs-CRP meningkat pada keadaan
sepsis berat (p12.46 ng/ml and serum hs-CRP levels >15.55
g/ml, are cut off point of sepsis due to bacterial infection in children. Sensitivity
and specificity of IL-6 was 78.8% and 98.1%, respectively, hs-CRP was 98% and
38.5%, respectively, and combination IL-6 and hs-CRP was 75.8% and 98.1%,
respectively.
Conclusion. Sensitivity and specificity of combination IL-6 and hs-CRP is high,
and IL-6 is higher. IL-6 alone can be used as early diagnostic and outcome sepsis
in children with SIRS.
Keywords : Interleukin-6, hs-CRP, SIRS, sepsis, children

3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

dan kematian pada anak.1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika
Serikat mendapatkan lebih dari 42000 kasus sepsis berat pada anak setiap
tahunnya, dengan angka kematian 10,3%.3,4 Mangia dkk (2005) melaporkan
risiko kematian pada pasien systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
yang mengalami infeksi bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan
terinfeksi bakteri.5
Pavare dkk (2007) pada penelitiannya di Children’s Clinical University
Hospital, Latvia, mendapatkan 72% anak yang menderita SIRS, dan 8%
diantaranya terbukti infeksi bakteri.6 Angka kejadian sepsis akibat infeksi bakteri
meningkat menjadi 21% pada tahun 2008.7 Horeczko dkk (2010) melaporkan
bahwa terdapat 6,2 juta anak setiap tahunnya yang menderita SIRS datang ke unit
gawat darurat di Amerika Serikat.8 Singhal dkk (2013) melaporkan +100.000

anak dengan sepsis berat setiap tahunnya datang ke unit gawat darurat di Amerika
Serikat.9
Yuniar dkk (2010) pada penelitiannya tentang epidemiologi sepsis pada
anak di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RS.dr.Cipto Mangunkusumo,
mendapatkan angka kejadian sepsis sebesar 19,3% dengan biakan darah positif
43%.10 Dewi (2010) di RS.dr.Cipto Mangunkusumo melaporkan terdapat 42
kasus sepsis selama 10 bulan, dengan bakteri terbanyak adalah Klebsiella

13

pneumoniae (24%), Serratia marcescens (14%) dan Burkholderia cepacia
(14%).11 Berdasarkan data rekam medis RS.dr.M.Jamil Padang tahun 2010,
kejadian sepsis pada anak yang dirawat di bagian Ilmu kesehatan anak adalah
sebanyak 121 kasus dengan rata-rata lama rawatan 8,79 hari. Angka kejadian
sepsis neonatorum jauh lebih besar sebanyak 229 kasus, dengan lama rawatan
9,23 hari.12 Tahun 2013 kejadian sepsis pada anak meningkat mencapai 141
kasus.13
Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat sepsis disebabkan karena
sulit mendiagnosis sepsis dengan cepat. Sepsis sering tidak terdiagnosis karena
gejala klinis yang tidak spesifik. Gejala klinis sepsis adalah gejala yang

disebabkan oleh terjadinya proses SIRS. SIRS tidak hanya terjadi akibat infeksi
bakteri saja, tetapi dapat juga terjadi pada trauma, luka bakar, infeksi virus dan
jamur. Kultur bakteri perlu dilakukan untuk menentukan apakah SIRS itu adalah
suatu sepsis akibat infeksi bakteri.14
Kultur bakteri membutuhkan waktu yang cukup lama (48-72 jam), bahkan
sampai 4 hari pada metode kultur konvensional. Bakteri yang teridentifikasi
berdasarkan hasil kultur sangat rendah (30-50%).14,15 Hal ini dapat menyebabkan
keterlambatan talaksana, dan dapat saja terjadi penggunaan antibiotik spektrum
luas yang berlebihan (overtreatment). Pada pasien yang menderita SIRS,
keterlambatan tatalaksana dan overtreatment akan berdampak buruk terhadap pola
resistensi kuman, biaya pengobatan, lama rawatan dan meningkatkan risiko
infeksi nosokomial. Oleh karena itu dibutuhkan diagnosis yang cepat dan tepat,
sehingga tatalaksana dapat diberikan sejak munculnya gejala awal sepsis (SIRS)
dan prognosis menjadi lebih baik.16

14

Beberapa teknik uji diagnostik lain seperti PCR (polymerase chain
reaction) telah digunakan untuk mendeteksi adanya DNA bakteri dan jamur,
namun masih memiliki keterbatasan karena membutuhkan primer yang spesifik

untuk masing-masing bakteri, dan tidak dapat menentukan sensitivitas antibiotika
seperti pada biakan darah.17
Sepsis diawali oleh suatu SIRS sebagai respon host terhadap infeksi
bakteri. Pada infeksi bakteri terjadi pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi yaitu
tumor necrosis factor (TNF)-α, IL-1 , IL-6, IL-8, dan IL-12. Sitokin-sitokin
proinflamasi tersebut kemudian mencetuskan protein fase akut. 2,3,16
Interleukin-6 (IL-6) merupakan indikator dini respon inflamasi terhadap
infeksi bakteri, virus dan jamur. IL-6 diinduksi oleh TNF-α, memiliki waktu
paruh yang lebih panjang dibandingkan IL-1, IL-8 dan TNF-α. IL-6 dapat diukur
secara tepat dalam darah segera setelah terinfeksi bakteri. Kadarnya meningkat
dalam 2-4 jam pertama setelah infeksi, dan mencapai puncaknya 6-74 jam setelah
terinfeksi.18-20 Pavare dkk (2010) pada penelitiannya terhadap anak yang
menderita SIRS mendapatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas IL-6 adalah 80%
dan 81% dalam mendiagnosis adanya bakteriemia. 14
CRP adalah protein fase akut yang diproduksi oleh hepatosit, terutama
diinduksi oleh IL-6 pada awal terjadinya infeksi. Kadar CRP meningkat dalam 4
sampai 6 jam setelah rangsangan inflamasi, dan mencapai puncaknya sekitar 3650 jam. CRP memiliki spesifisitas yang tinggi untuk infeksi bakteri pada anak,
namun peningkatan kadar CRP sering terlihat setelah lebih dari 12-24 jam sejak
proses infeksi dimulai. Sehingga CRP saja kurang bermakna untuk mendeteksi
dini adanya infeksi bakteri. Pavare dkk (2010) mendapatkan nilai sensitivitas dan


15

spesifisitas CRP adalah 80% dan 77% dalam mendeteksi adanya bakteriemia.14
Karena spesifisitasnya rendah, CRP sering digunakan dalam bentuk kombinasi
dengan biomarker lainnya sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis dini
infeksi bakteri.21,22
Penggunaan

kombinasi

marker

memberikan

nilai

sensitivitas

dan


spesifisitas yang lebih baik sebagai uji diagnostik dari pada marker tunggal.
Kocabas (2007) pada penelitiannya tentang kombinasi IL-6 dan CRP sebagai
marker untuk membedakan sepsis akibat infeksi bakteri mendapatkan nilai
sensitivitas dan spesifisitas adalah 80,7% dan 100%. Penelitian tersebut telah
memperlihatkan ketepatan IL-6 dan CRP sebagai marker diagnostik dini infeksi
pada neonatus.23 Penelitian kombinasi IL-6 dan CRP pada anak jarang dilakukan,
oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tersebut pada anak.
Penelitian tentang kombinasi IL-6 dan CRP ini dilakukan bersamaan dengan
penelitian tentang “C-Reactive Protein sebagai parameter diagnostik dan luaran
sepsis pada anak yang menderita Systemic Inflammatory Response Syndrome”.
Kadar CRP diperoleh dari kadar high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP)
yang dapat memberikan kadar CRP dalam kuantitas kecil yang diukur dengan
metode sangat sensitif.24
1.2.

Rumusan masalah

Bagaimana peranan kombinasi IL-6 dan hs-CRP sebagai parameter diagnostik dan
luaran sepsis pada anak yang menderita SIRS?


16

1.3.

Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui peranan kombinasi IL-6 dan hs-CRP sebagai parameter diagnostik
dan luaran sepsis pada anak yang menderita SIRS di Rumah Sakit Dr.M.Djamil
Padang.
1.3.2. Tujuan khusus
1.

Mengetahui kadar IL-6 pada anak yang menderita SIRS saat awal masuk
rumah sakit berdasarkan kultur bakteri darah.

2.

Mengetahui kadar hs-CRP pada anak yang menderita SIRS saat awal

masuk rumah sakit berdasarkan kultur bakteri darah.

3.

Mengetahui sensitivitas IL-6 dan hs-CRP pada anak yang menderita SIRS.

4.

Mengetahui spesifisitas IL-6 dan hs-CRP pada anak yang menderita SIRS.

5.

Mengetahui nilai prediksi positif IL-6 dan hs-CRP pada anak yang
menderita SIRS.

6.

Mengetahui nilai prediksi negatif IL-6 dan hs-CRP pada anak yang
menderita SIRS.


7.

Mengetahui hubungan rerata kadar IL-6 dengan luaran derajat klinis.

8.

Mengetahui hubungan rerata kadar hs-CRP dengan luaran derajat klinis.

9.

Mengetahui cut off point kadar IL-6 untuk menentukan sepsis pada
penderita SIRS.

10. Mengetahui cut off point kadar hs-CRP untuk menentukan sepsis pada
penderita SIRS.

17

1.4. Manfaat penelitian
1. Manfaat dalam bidang akademik: mengetahui peranan kadar IL-6 dan hsCRP sebagai parameter diagnostik sepsis anak yang menderita SIRS serta
menjadi acuan dalam

mendiagnosis dini sepsis pada anak yang

mengalami SIRS.
2. Manfaat dalam pengabdian masyarakat: hasil penelitian ini dapat menjadi
acuan bagi tenaga medis dalam menentukan perlu atau tidaknya pemberian
antibiotik pada anak yang mengalami SIRS, sehingga tatalaksana awal
dapat dilakukan secara cepat dan tepat, prognosis menjadi lebih baik,
mencegah terjadinya overtreatment dan lama rawatan lebih singkat.
3. Manfaat dalam pengembangan penelitian: data pada penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.

18