PEMANFAATAN LINGKUNGAN LOKAL DALAM KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI TERHADAP KERJA ILMIAH MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK………... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Asumsi ………... 8

F. Hipotesis Penelitian ... 8

G. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LINGKUNGAN LOKAL PAD A KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI UNTUK MENGUKUR KERJA ILMIAH DALAM PRAKTIKUM PENGETAHUAN LINGKUNGAN ………… 10

A. Lingkungan Lokal ... 10

B. Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri ... 12

C. Kerja Ilmiah ... 24

1. Proses Ilmiah ... 26

2. Produk Ilmiah ... 27

3. Sikap Ilmiah ... 28

D. Teori-Teori Belajar yang Berhubungan dengan Kegiatan Laboratorium……….. 30

E. Deskripsi Materi Pencemaran Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati pada Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan……….. ... 34


(2)

1. Pencemaran Lingkungan ……… 35

2. Keanekaragaman Hayati ………. 43

F. Penelitian yang Relevan……… 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Definisi Operasional... 46

B. Metode Penelitian ... 50

C. Desain Penelitian ... 51

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

E. Lokasi Penelitian ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 53

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 53

1. Asesmen Kinerja Proses Ilmiah ... 53

2. Lembar Penilaian Kualitas Produk Ilmiah ... 54

3. Kuesioner Sikap Ilmiah ... 54

4. Angket Mahasiswa ... 59

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 60

6. Lembar Kerja Mahasiswa ... 61

H. Pengolahan Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Hasil Analisis Data Penelitian ... 69

1. Uji Statistik Kerja Ilmiah ... 69

a. Data Proses Ilmiah ... 71

b. Data Produk Ilmiah ... 72

c. Data Sikap Ilmiah ... 74

2. Tanggapan Mahasiswa terhadap Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal ... 76

B. Pembahasan ... 81


(3)

a. Proses Ilmiah ... 81

b. Produk Ilmiah ... 101

c. Sikap Ilmiah ... 114

2. Tanggapan Mahasiswa terhadap Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal ... 116

C. Keterbatasan Penelitian ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN ... 129


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Karakter Jenis Laboratorium Berbasis Inkuiri ... 15

2.2 Tahapan Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri ... 23

2.3 Perbedaan Antara Kegiatan Laboratorium Tradisional (cook-book) dengan Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri ... 24

2.4 Proses Ilmiah Beserta Indikatornya ... 27

3.1 Jenis Permasalahan yang Dibahas oleh Masing-masing Kelompok pada Kegiatan Laboratorium berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal ... 50

3.2 Desain Penelitian ... 51

3.3 Kisi-kisi Asesmen Kinerja Proses Ilmiah ... 54

3.4 Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah ... 55

3.5 Komposisi Pernyataan Sikap Ilmiah ... 55

3.6 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Item Pernyataan Sikap Ilmiah... 58

3.7 Kriteria Reliabilitas ... 59

3.8 Kriteria Persentase Hasil Angket ... 64

4.1 Rekapitulasi Uji Statistik Kerja Ilmiah Mahasiswa pada Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri dan Laboratorium Tradisional ... 70

4.2 Kemampuan Kinerja Mahasiswa ... 71


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Hubungan antara Sikap, Proses dan Produk Ilmiah dalam Menyelidiki Fenomena Alam ... 30 3.1 Alur Penelitian ... 68 4.1 Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kinerja Mahasiswa

pada Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal dan Kegiatan Laboratorium Tradisional Pada

Setiap Indikator ... 72 4.2 Perbandingan Persentase Produk Ilmiah Mahasiswa pada Kegiatan

Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal dan Kegiatan Laboratorium Tradisional Pada Setiap Kriteria ... 74 4.3 Perbandingan Rerata Skor Sikap Ilmiah Pada Kegiatan Laboratorium

Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal dan Pada Kegiatan

Laboratorium Tradisional………... 75 4.4 Perbandingan Persentase Sikap Ilmiah Mahasiswa pada Kegiatan

Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal dan Kegiatan Laboratorium Tradisional Pada Setiap Indikator ... 75 4.5 Persentase Tanggapan Mahasiswa Terhadap Kegiatan Laboratorium

Terdahulu/ yang Lainnya ... 76 4.6 Persentase Minat dan Motivasi Mahasiswa Terhadap Kegiatan

Laboratorium ... 77 4.7 Persentase Persepsi Mahasiswa tentang Kegiatan Laboratorium ... 79 4.8 Persentase Tanggapan Mahasiswa Tentang Permasalahan yang

Dihadapi Selama Kegiatan Praktikum ... 80 4.9 Persentase Tanggapan Mahasiswa Tentang Praktikum yang Akan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

1. RPP Laboratorium Berbasis Inkuiri 1……… 129

2. RPP Laboratorium Berbasis Inkuiri 2……… 134

3. RPP Laboratorium Tradisional 1……… 138

4. RPP Laboratorium Tradisional 2……… 141

5. Format LKM pada kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri 1…… 145

6. Format LKM pada kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri 2…… 146

7. LKM pada kegiatan Laboratorium Tradisional 1……… 147

8. LKM pada kegiatan Laboratorium Tradisional 2………. 149

B. Instrumen Penelitian 1. Kisi-Kisi Instrumen Proses Ilmiah……… 152

2. Instrumen Proses Ilmiah……… 153

3. Rubrik Penilaian Produk Ilmiah……… 156

4. Kisi-Kisi Instrumen Sikap Ilmiah……… 158

5. Instrumen Sikap Ilmiah……… 159

6. Kisi-Kisi Angket Mahasiswa……… 162

7. Angket Mahasiswa……… 163

C. Hasil Ujicoba 1. Penyeleksian Tanggapan Sikap Ilmiah mahasiswa……… 165

2. Reliabilitas Hasil Ujicoba Sikap Ilmiah……… 174

3. Validitas Item Skala Sikap Ilmiah……… 175

D. Data Hasil Penelitian 1. Data Hasil Proses Ilmiah……… 176

2. Skor Proses Ilmiah……… 179

3. Rekapitulasi Hasil Proses Ilmiah Secara Berkelompok ……… 180

4. Data Hasil Produk Ilmiah Pada Laboratorium Berbasis Inkuiri…… 181

5. Data Hasil Produk Ilmiah Pada Laboratorium Tradisional………... 182

6. Skor Produk Ilmiah……… 183


(7)

8. Skor Sikap Ilmiah Pada Laboratorium Berbasis Inkuiri……… 185 9. Skor Sikap Ilmiah Pada Kegiatan Laboratorium Tradisional……… 186 10.Hasil Persentase Tanggapan Mahasiswa………... 187 E. Pengolahan Data Penelitian

1. Analisis Statistik Kerja Ilmiah……….……… 191 2. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berinkuiri Bagi Asisten Praktikum…… 197 3. Instrumen Tes Kemampuan Berinkuiri Bagi Asisten Praktikum… 198 4. Hasil Tes Kemampuan Berinkuiri Bagi Asisten Praktikum……… 207 5. Hasil Penilaian Kualitas Artikel Bagi Asisten Praktikum………… 208


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Belajar melibatkan pembentukkan makna oleh mahasiswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar (Pines dan West, 1986). Menurut Fensham (1994), makna yang dibangun bergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada diri seseorang. Sehubungan dengan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran, Von Glaserfeld (Suparno, 1997) menyatakan bahwa mahasiswa sudah membawa pengetahuan awal dari lingkungan lokal mereka, pengetahuan awal yang mereka punyai adalah dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya. Lingkungan lokal merupakan kejadian, peristiwa, permasalahan atau fenomena yang terjadi pada lingkungan daerah asal mahasiswa di Pontianak. Permasalahan lingkungan meliputi pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati bisa dijadikan sebagai media belajar bagi mahasiswa.

Pengintegrasian lingkungan lokal di Universitas Tanjungpura penting untuk dilakukan dalam praktikum. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat menyadari dan mengamati secara langsung kondisi lingkungan lokalnya yang telah banyak mengalami pencemaran dan menurunnya keanekaragaman hayati. Kota Pontianak sendiri merupakan kota dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi. Baru-baru ini pabrik tahu yang terdapat di Jalan 28 Oktober terbukti melakukan pencemaran terhadap parit dan sungai di


(9)

sekitarnya. Kemungkinan pabrik lain seperti perusahaan kayu PT. Alas Kusuma, perusahaan kelapa sawit PT. Sime Indo Agro (PT SIA), dan perusahaan karet PT. Star Rubber berpeluang menghasilkan pencemaran lingkungan. Proses produksi yang berlangsung menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan baik sektor udara, air maupun tanah (Andreas, 2008).

Kesadaran terhadap keadaan lingkungan lokal yang ada di sekitar mahasiswa merupakan pengetahuan awal yang sangat bermanfaat dalam membantu mahasiswa memahami materi praktikum. Selain itu, dosen juga terbantu untuk memberikan contoh-contoh yang akrab dengan lingkungan mahasiswa calon guru biologi dalam menjelaskan materi perkuliahan. Jadi, mahasiswa banyak melibatkan konteks lingkungan yang ada di sekitarnya ketika memberi contoh untuk memperjelas konsep. Sehingga dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap potensi (budaya) daerahnya dan menimbulkan keinginan untuk terus melestarikannya. Materi praktikum yang dipahami mahasiswa dengan berwawasan lingkungan lokal memberikan pengaruh terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap lingkungannya (Cobern & Aikenhead, 1996).

Hasil penelitian tentang pengintegrasian lingkungan lokal dalam pembelajaran atau dalam kegiatan laboratorium telah dipublikasikan oleh beberapa peneliti. Menurut Jegede dan Okebukola (Suastra, 2005), dengan memadukan pengetahuan awal mahasiswa dengan pelajaran biologi di perguruan tinggi ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Sementara itu, Baker dan Taylor (1995) menyatakan bahwa jika pembelajaran


(10)

atau praktikum sains tidak memperhatikan budaya siswa/mahasiswa, maka konsekuensinya adalah siswa/mahasiswa akan menolak atau menerima hanya sebagian dari konsep-konsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran atau dalam kegiatan laboratorium.

Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal adalah kegiatan yang diterapkan dengan menggunakan praktikum sebagai strategi bagi mahasiswa dalam menemukan sendiri fokus area penyelidikan tentang permasalahan lingkungan berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki mahasiswa berdasarkan lingkungan lokal. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri merupakan salah satu strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk merencanakan percobaan sendiri dan mengembangkan kemampuan kerja ilmiah (Joyce, et al., 2009).

Kerja ilmiah terdiri dari proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah. Aspek-aspek ini merupakan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa calon guru biologi dalam setiap pembelajaran biologi. Dalam pelaksanaannya, kompetensi dasar dan indikator kerja ilmiah diintegrasikan ke dalam kegiatan praktikum. Oleh karena itu, dosen perlu melatih mahasiswa calon guru biologi untuk belajar menemukan sendiri konsep yang mereka pelajari. Pada latar belakang pengembangan silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), diharapkan adanya pemberian pengalaman belajar kepada mahasiswa calon guru biologi secara langsung berdasarkan pengetahuan awal mahasiswa pada lingkungan lokal mereka agar terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari


(11)

(Depdiknas, 2006). Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa calon guru biologi merupakan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah yang dimaksud disini adalah pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui kerja ilmiah. Menurut Soetardjo (1998), dalam satuan pelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses mahasiswa calon guru dibimbing menemukan sendiri produk dengan keterampilan prosesnya sendiri.

Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri telah banyak diterapkan oleh peneliti dalam pembelajaran biologi antara lain: 1) hasil penelitian yang dilakukan oleh Cunningham, et al., (2006) tentang Beverage-Agarose Gel Electrophoresis: An Inquiry-based Laboratory Exercise with Virtual Adaptation yang menyatakan bahwa kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA dan Mahasiswa S-1, 2) Hasil penelitian Kilinc (2007) tentang The Opinion Of Turkish Highschool Pupils On Inquiry Based Laboratory Activities, diketahui bahwa kegiatan laboratorium berbasis inkuiri lebih menyenangkan dibanding metode konvensional, 3) Penelitian yang dilakukan oleh Ketpichainarong, et al., (2010) tentang Enhanced learning of biotechnology students by an inquiry-based cellulase laboratory yang menunjukkan laboratorium berbasis inkuiri meningkatkan keaktifan mahasiswa dibanding metode konvensional.

Pengetahuan Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah wajib untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi di PMIPA FKIP Universitas Tanjungpura. Mata kuliah ini berbobot 3 SKS (2 sks teori dan 1 sks praktikum). Tujuan dari perkuliahan ini adalah mahasiswa dapat: 1)


(12)

mengembangkan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, dan melakukan kegiatan dalam bentuk kerja ilmiah yang meliputi penyelidikan terhadap permasalahan lingkungan, pengujian dan percobaan, serta diskusi ilmiah untuk menyampaikan usul atau saran tentang perbaikan lingkungan melalui penjelasan, diskusi, presentasi, observasi, interpretasi, dan identifikasi, 2) menumbuhkan serangkaian sikap dan nilai seperti memupuk rasa ingin tahu dalam memahami lingkungan sekitarnya, dan 3) membuat tugas-tugas diantaranya membaca, merangkum, dan mengembangkan kreativitas dalam menulis laporan ilmiah tentang lingkungan di sekitarnya yang dapat berupa artikel untuk menunjang pelestarian atau konservasi lingkungan sehingga mencapai hasil belajar yang optimal (Ariyati, dkk, 2006). Berdasarkan tujuan tersebut, diketahui bahwa Pengetahuan Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah yang membekali kemampuan mahasiswa dalam kerja ilmiah.

Selama ini pelaksanaan perkuliahan Pengetahuan Lingkungan antara teori dan kegiatan praktikum berjalan sendiri-sendiri sehingga kadang-kadang teori tidak mendukung kegiatan praktikum. Pada kegiatan praktikum, mahasiswa calon guru biologi melaksanakan percobaan dengan bantuan buku petunjuk praktikum (penuntun) yang dibuat oleh dosen pengampu mata kuliah. Penuntun yang digunakan oleh mahasiswa calon guru biologi memuat semua langkah kerja dimulai dari tujuan hingga format tabel untuk menyajikan hasil praktikum. Rustaman (1997) menyatakan bahwa jika menggunakan prosedur praktikum yang sudah jelas dan terarah tidak akan menantang seseorang menjadi kreatif.


(13)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkeinginan untuk meneliti lebih jauh tentang pemanfaatan lingkungan lokal dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri terhadap kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi pada perkuliahan Pengetahuan Lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pemanfaatan lingkungan lokal dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri terhadap kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi?

Selanjutnya rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan proses ilmiah mahasiswa calon guru biologi pada kegiatan laboratorium tradisional dan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal?

2. Bagaimana kualitas produk ilmiah mahasiswa calon guru biologi pada kegiatan laboratorium tradisional dan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal?

3. Bagaimana sikap ilmiah mahasiswa calon guru biologi pada kegiatan laboratorium tradisional dan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal?


(14)

4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kerja ilmiah pada kegiatan laboratorium tradisional dengan kerja ilmiah pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal? 5. Bagaimana tanggapan mahasiswa pada kegiatan laboratorium berbasis

inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal?

C. Batasan Masalah

1. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa calon guru biologi yang sedang mengambil mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.

2. Materi yang dipelajari mengenai pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati.

3. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal dilakukan di dalam laboratorium untuk mengukur kerja ilmiah mahasiswa yang terdiri dari proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi meliputi kemampuan proses ilmiah, kualitas produk ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tanggapan mahasiswa pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal.


(15)

E. Asumsi

1. Mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri lebih bebas dalam hal memformulasi dan melakukan sebuah percobaan (Wenning, 2005a).

2. Kerja ilmiah merupakan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa dalam setiap pembelajaran sains (Depdiknas, 2006).

F. Hipotesis Penelitan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:

“Terdapat perbedaan yang signifikan antara kerja ilmiah pada kelompok calon guru biologi yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan yang menggunakan kegiatan laboratorium tradisional.”

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat, antara lain:

1. Memberikan alternatif pembelajaran yang dapat mengukur kemampuan kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan.

2. Memperoleh informasi tentang kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan lokal terhadap kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi.


(16)

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis pada mata kuliah yang lain.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri adalah kegiatan praktikum pada kelompok eksperimen dengan membuat LKM sendiri atau merancang percobaan dengan menemukan sendiri fokus area penyelidikan tentang permasalahan lingkungan yang terjadi di lingkungan lokal mereka meliputi pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati. Setiap kelompok dengan fokus penyelidikan yang berbeda melaksanakan percobaan sesuai dengan LKM yang telah dibuat. Format LKM dapat dilihat pada lampiran A.5 dan lampiran A.6. Hasil percobaan yang diperoleh akan didiskusikan dengan sesama anggota kelompok dan dipresentasikan dihadapan kelompok lainnya. Kegiatan ini diakhiri dengan melakukan refleksi terhadap hasil percobaan ke dalam teori untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

2. Kegiatan laboratorium tradisional adalah kegiatan praktikum pada kelompok kontrol dengan melaksanakan praktikum sesuai LKM atau penuntun yang telah dibagikan. Dimulai dengan penjelasan dari dosen tentang materi pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati. LKM yang dibagikan kepada setiap kelompok berisi permasalahan yang sama. Dosen memberikan waktu kepada setiap kelompok untuk melakukan percobaan sesuai dengan LKM yang dibagikan. Hasil percobaan yang


(18)

diperoleh akan didiskusikan dengan sesama anggota kelompok dan salah satu kelompok akan mempresentasikannya di hadapan kelompok lainnya. Kegiatan ini diakhiri dengan melakukan refleksi terhadap hasil percobaan ke dalam teori untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dilakukan oleh dosen pengampu mata kuliah.

3. Proses ilmiah adalah skor kinerja yang dijaring melalui lembar penilaian kinerja menggunakan daftar cek (Checklist). Kategori sangat baik diberi skor 4, baik diberi skor 3, cukup diberi skor 2, dan kurang diberi skor 1. Untuk mengetahui kinerja mahasiswa secara keseluruhan dilakukan perhitungan dengan skor perolehan dari aspek yang dinilai dibandingkan dengan skor maksimum dikali 100. Indikator proses ilmiah yang digunakan adalah:

a. Merencanakan percobaan, dengan indikator: 1) menentukan jenis permasalahan, 2) menentukan tujuan percobaan, 3) menentukan hipotesis percobaan, 4) mengidentifikasi variabel percobaan, 5) mengidentifikasi parameter yang diukur, 6) memilih alat/ bahan percobaan, 7) menjelaskan langkah/ prosedur, dan 8) kecakapan dalam berkomunikasi.

b. Melaksanakan percobaan, dengan indikator: 1) menggunakan alat/bahan percobaan, 2) mengelompokkan data percobaan, 3) membuat kesimpulan, 4) mengkomunikasikan hasil percobaan, dan 5) membersihkan alat.


(19)

Proses ilmiah terungkap melalui asesmen kinerja yang akan dinilai dengan menggunakan daftar cek (Checklist) yang dapat dilihat pada lampiran B.2.

4. Produk ilmiah adalah hasil karya mahasiswa calon guru biologi yang dibuat secara berkelompok berdasarkan hasil kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal dan laporan praktikum pada kegiatan laboratorium tradisional. Rubrik penilaian kualitas artikel ilmiah yang digunakan adalah hasil modifikasi dari Anne Grall Rreichel (Kurniawati, 2011) yang berisi (a) judul, (b) latar belakang, (c) rumusan permasalahan, (d) hipotesis, (e) hasil pengamatan, (f) analisis data, (g) pembahasan, (h) kesimpulan, dan (i) rekomendasi. Rubrik penilaian produk ilmiah dapat dilihat pada lampiran B.3.

5. Sikap ilmiah adalah nilai atau skala yang dijaring melalui kuesioner sikap ilmiah yang diberikan kepada mahasiswa setelah kegiatan laboratorium dengan sejumlah pernyataan yang bersesuaian dengan indikator sikap ilmiah. Kuesioner sikap ilmiah menggunakan skala Likert model Riduwan (2002) yaitu berisi pernyataan yang disusun berdasarkan indikator sikap ilmiah berupa opsi sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS) meliputi rasa ingin tahu, mengutamakan bukti, bersikap skeptis, mau menerima perbedaan, bekerjasama dan bersikap positif terhadap kegagalan. Instrumen sikap ilmiah dapat dilihat pada lampiran B.5.


(20)

6. Lingkungan lokal adalah sumber belajar bagi mahasiswa dalam menggali permasalahan lingkungan yang terjadi pada lingkungan daerah asalnya. Permasalahan lingkungan yang diobservasi oleh mahasiswa berkaitan dengan materi Pencemaran Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati. Mahasiswa dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan lingkungan lokal mereka yaitu:

a. Sungai Raya Dalam (terdiri dari 1 kelompok) b. Sungai Jawi (terdiri dari 1 kelompok)

c. Sungai Raya (terdiri dari 1 kelompok) d. Kubu Raya (terdiri dari 2 kelompok) e. Sepakat 2 (terdiri dari 1 kelompok)

Dari enam kelompok dibagi menjadi dua bagian yaitu tiga kelompok membahas tentang materi pencemaran lingkungan dan tiga kelompok lainnya membahas tentang keanekaragaman hayati di lingkungan lokal mereka. Jenis permasalahan yang dibahas oleh masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(21)

Tabel 3.1.

Jenis Permasalahan yang Dibahas oleh Masing-masing Kelompok pada Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Berwawasan Lingkungan Lokal

Kelompok Materi Jenis Permasalahan Lingkungan Lokal I

Pencemaran Lingkungan

Pencemaran Tanah oleh sampah

Sungai Raya Dalam

II Pencemaran Air

terhadap

Keanekaragaman Hayati

Sungai Jawi

III Sifat Fisik Air yang

Tercemar Kubu Raya IV Keanekara-gaman Hayati Keanekaragaman biota air di Sungai Kapuas

Kubu Raya

V Keanekaragaman

tumbuhan di sekitar RS. Soedarso

Sungai Raya

VI Perbandingan

keanekaragaman tumbuhan di daerah pemukiman padat dan jarang

penduduk

Sepakat 2

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode “quasi eksperiment” (Wiersma, 1994). Menurut Wiersma, penelitian quasi eksperiment adalah penelitian yang menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas dan tidak dapat mengontrol semua variabel yang ada.


(22)

C. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan “alternative treatment post-test only with nonequivalent group design” (Creswell, 2010). Alternative treatment post-test only with nonequivalent group design artinya pengambilan kelompok tidak secara acak, terdapat kelompok pembanding, masing-masing kelompok diberi tes akhir dengan perlakuan yang berbeda dan tidak diberikan tes awal. Tidak adanya tes awal ini disebabkan variabel terikatnya adalah kerja ilmiah mencakup proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah yang dapat diukur setelah perlakuan.

Penelitian dilakukan pada dua kelompok yang memiliki kemampuan setara, satu kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen. Pada kelompok eksperimen menggunakan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan kegiatan laboratorium tradisional.

Bentuk desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2

Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Postest

Eksperimen X1 O1

Kontrol X2 O2

(Creswell, 2010) Keterangan:

X1 : Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal

X2 : Kegiatan laboratorium tradisional O1,O2 : Postest


(23)

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan kerja ilmiah mahasiswa setelah penerapan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dan kegiatan laboratorium tradisional. Selama proses praktikum, peneliti bertindak sebagai pengajar dalam kelompok eksperimen sedangkan pada kelompok kontrol yang bertindak sebagai pengajar adalah dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, peneliti dibantu oleh asisten praktikum dalam kegiatan praktikum di laboratorium dan di lapangan sekaligus bertindak sebagai observer aktivitas mahasiswa selama praktikum. Terdapat enam orang asisten yang terpilih dari 12 orang mahasiswa berdasarkan hasil tes kemampuan berinkuiri (Lampiran E.3). Setiap asisten membimbing satu kelompok baik dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri maupun tradisional.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Pendidikan Biologi di FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi di FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak semester II tahun ajaran 2011/2012 yang sedang mengambil mata kuliah Pengetahuan Lingkungan. Pengambilan sampel secara purposive sampling (Russefendi, 1998). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni dipilih sampel yang memiliki persamaan lingkungan lokal atau daerah asalnya.


(24)

E. Lokasi Penenlitian

Penelitian ini dilakukan di FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat semester II tahun ajaran 2011/2012.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga instrumen, yaitu asesmen proses ilmiah yang digunakan pada saat kegiatan laboratorium berlangsung, lembar penilaian kualitas produk ilmiah yang digunakan saat menilai artikel dan laporan praktikum dan kuesioner sikap ilmiah yang diberikan kepada mahasiswa diakhir pertemuan. Setelah kegiatan laboratorium selesai, mahasiswa diberikan angket untuk mengetahui tanggapan mahasiswa selama kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berlangsung.

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Asesmen Proses Ilmiah

Terdapat 13 indikator yang diukur dalam proses ilmiah. Masing-masing indikator mempunyai 4 pernyataan dengan skor yang berbeda. Proses ilmiah terungkap melalui asesmen kinerja yang akan dinilai dengan menggunakan daftar cek (Checklist). Skor pilihan a adalah 4, skor pilihan b adalah 3, skor pilihan c adalah 2 dan skor pilihan d adalah 1. Bentuk instrumen bisa dilihat pada lampiran B.2.


(25)

Tabel 3.3.

Kisi-kisi Asesmen Proses Ilmiah

No Indikator Skor

1 2 3 4 I. Merencanakan Percobaan

1. Menentukan jenis permasalahan 2. Menentukan tujuan percobaan 3. Menentukan hipotesis percobaan 4. Mengidentifikasi variabel percobaan 5. Mengidentifikasi parameter yang diukur 6. Memilih alat/bahan percobaan

7. Menjelaskan langkah/prosedur 8. Kecakapan dalam berkomunikasi

II. Melaksanakan Percobaan

1. Menggunakan alat/bahan percobaan 2. Pengelompokkan data percobaan 3. Membuat kesimpulan

4. Mengkomunikasikan hasil percobaan 5. Membersihkan alat

( Modifikasi dari Rustaman, 2003).

2. Lembar Penilaian Kualitas Produk Ilmiah

Lembar ini digunakan untuk menilai kualitas artikel dan laporan praktikum yang dibuat oleh mahasiswa dengan menggunakan rubrik penilaian berdasarkan modifikasi dari Anne Grall Rreichel (Kurniawati, 2011). Bentuk instrumen bisa dilihat pada lampiran B.3.

3. Kuesioner Sikap Ilmiah

Kuesioner sikap ilmiah digunakan untuk mengetahui sikap ilmiah mahasiswa pada praktikum Pengetahuan Lingkungan baik pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri maupun pada kegiatan laboratorium tradisional. Bentuk instrumen bisa dilihat pada lampiran B.5.


(26)

Kuesioner sikap ilmiah ini menggunakan skala Likert model Riduwan (2002) yaitu berisi pernyataan yang disusun berdasarkan indikator sikap ilmiah. Pedoman penskoran jawaban pernyataan skala sikap yang diberikan mahasiswa dapat dilihat dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4.

Pedoman Penskoran Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah Jawaban Pernyataan

Positif

Skor Jawaban Pernyataan Negatif

Skor Sangat setuju (SS) 5 Sangat setuju (SS) 1

Setuju (S) 4 Setuju (S) 2

Ragu-ragu (R) 3 Ragu-ragu (R) 3

Tidak setuju (TS) 2 Tidak setuju (TS) 4 Sangat tidak setuju (STS) 1 Sangat tidak setuju (STS) 5

(Riduwan, 2002)

Berdasarkan hasil perhitungan validitas pernyataan sikap ilmiah diperoleh 31 pernyataan yang valid. Pada penelitian ini jumlah pernyataan yang digunakan adalah 30 pernyataan. Pernyataan yang tidak digunakan adalah pernyataan nomor 31. Komposisi pernyataan sikap ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan dalam Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5.

Komposisi Pernyataan Sikap Ilmiah

No Indikator Sikap Ilmiah ∑ Nomor Pernyataan Sikap Positif Jml Negatif Jml

1. Rasa Ingin Tahu 5 1,2,5 3 3,4 2

2. Mengutamakan Bukti 5 7,9 2 6,8,10 3

3. Bersikap Skeptis 5 11,15 2 12,13,14 3

4. Mau Menerima

Perbedaan 5 18,19 2 16, 17,20 3

5. Dapat Bekerjasama 5 21,22,25 3 23,24 2

6. Bersikap Positif terhadap

Kegagalan 5 26,28,30 3 27,29 2


(27)

Langkah-langkah penyusunan kuesioner sikap ilmiah mahasiswa (Natawidjaja, 1986) adalah sebagai berikut:

a. Menentukan indikator pernyataan sikap ilmiah. Aspek yang ditelaah meliputi hasrat ingin tahu, mengutamakan bukti, bersikap skeptis, mau menerima perbedaan, dapat bekerjasama, dan bersikap positif terhadap kegagalan.

b. Menyusun pernyataan berdasarkan indikator, masing-masing pernyataan memiliki kecenderungan positip atau negatif.

c. Konsultasi dengan pembimbing, untuk mendapatkan validitas isi, menelaah kesesuaian indikator dengan butir pernyataan.

d. Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun. Uji coba pernyataan sikap ilmiah ini diberikan kepada mahasiswa semester IV program studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak.

e. Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya, sehingga skala dapat berharga 4-3-2-1-0 untuk pernyataan positif dan 0-1-2-3-4 untuk setiap pernyataan negatif. Berdasarkan hasil ujicoba, dari 50 pernyataan sikap yang telah disusun, terdapat 31 pernyataan yang valid dan memenuhi kriteria skala 4-3-2-1-0 untuk pernyataan positif dan skala 0-1-2-3-4 untuk setiap pernyataan negatif. Dari 31 pernyataan yang valid diambil 30 pernyataan yang digunakan untuk penelitian. Bobot skor yang telah dibakukan selanjutnya digunakan sebagai pedoman penyekoran pernyataan sikap ilmiah hasil penelitian.


(28)

Penetapan bobot skor setiap alternatif jawaban pernyataan dilakukan dalam beberapa tahapan (Sumarno, 1988) yaitu:

1) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

2) Menghitung proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden.

3) Menghitung proporsi kumulatif/cumulative propotion (cp), (cp1=p1, cp2=cp1+p2, cp3= cp2+p3, cp4=cp3+p4).

4) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative propotion (mcp).

Dengan: mcp 1 = ½ cp1

mcp 2 = ½ (cp1+cp2) mcp 3 = ½ (cp2+cp3) mcp 4 = ½ (cp3+cp4)

5) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan menggunakan tabel distribusi normal.

6) Menghitung nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperolah dari nilai z yang paling rendah nilainya.

7) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak.

8) Menentukan daya pembeda setiap pernyataan.

Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam beberapa tahapan berikut:

a) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah.

b) Memilih siswa yang termasuk kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 50 %.


(29)

c) Menentukan nilai thitung, dengan rumus:

thitung = ( � �−� �

��−� �)2+ (��−� �)2 ( −1) (�− � )2 = �2- ( ��)

2 (�− � )2= �2-( ��)

2

(Sumarno, 1988) Keterangan:

� � = Rata-rata kelompok atas

� � = Rata-rata kelompok bawah n = Banyak subyek

d) Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel, jika thitung > ttabel maka pernyataan tersebut mempunyai daya pembeda dan valid sehingga dapat digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan validitas pernyataan sikap ilmiah diperoleh bahwa seluruh pernyataan valid dan dapat dipakai karena nilai thitung > ttabel (Lampiran C.1). Tabel 3.6 ini merupakan data rekapitulasi hasil uji coba pernyataan sikap ilmiah.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Ujicoba Item Pernyataan Sikap Ilmiah Indikator ∑ Pernyataan Sikap Ilmiah

∑ Seluruh Pernyataan

∑ Pernyataan Valid

Rasa Ingin Tahu 15 5

Mengutamakan Bukti 7 6* (5)

Bersikap Skeptis 5 5

Mau Menerima Perbedaan 8 5

Dapat Bekerjasama 9 5

Bersikap Positif terhadap Kegagalan

6 5

Jumlah 50 30

Keterangan: *= Jumlah pernyataan yang digunakan dalam penelitian adalah 5 pernyataan.


(30)

e) Menguji reliabilitas seluruh pernyataan skala sikap, dengan menggunakan rumus alpha berikut:

r11 = �−1 1− � 2 �12 Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir soal atau pernyataan

�2 = Jumlah varians butir

�12 = Varians total (Arikunto, 2008)

Menurut Arikunto (2008) tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas tes ini sebagai berikut ini:

Tabel 3.7. Kriteria Reliabilitas

Nilai r11 Interpretasi

0,90 ≤ r11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11 < 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11 < 0,40 Reliabilitas rendah r11 < 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Reliabilitas pernyataan sikap ilmiah secara keseluruhan 0,96 dan termasuk pada kriteria sangat tinggi (Lampiran C.2).

4. Angket Mahasiswa

Angket digunakan untuk memperoleh informasi mengenai tanggapan mahasiswa terhadap praktikum Pengetahuan Lingkungan menggunakan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal pada materi pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati. Angket ini berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang pilihan jawabannya telah disediakan (angket terstruktur).


(31)

Menurut Riduwan (2002), angket terstruktur merupakan angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberi tanda silang atau tanda checklist. Bentuk instrumen bisa dilihat pada lampiran B.7.

Langkah penyusunan angket tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan laboratorium adalah menyusun kisi-kisi angket (lampiran B.6) dan konsultasi dengan pembimbing. Konsultasi dengan pembimbing dilakukan untuk mendapatkan validitas isi. Aspek yang ditelaah meliputi kesesuaian indikator dengan butir pertanyaan tanggapan mahasiswa dan aspek bahasa. Pertanyaan dalam angket ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal. Teknik pengolahan data angket dengan menggunakan persentase jumlah tanggapan mahasiswa.

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP digunakan untuk menunjang penelitian. Pada kelompok eksperimen digunakan RPP yang disusun berdasarkan sintaks model kegiatan laboratorium berbasis inkuiri (Lampiran A.1 dan Lampiran A.2). Sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan RPP konvensional (Lampiran A.3 dan Lampiran A.4). Langkah penyusunan RPP adalah menjabarkan kompetensi dasar menjadi indikator dan tujuan


(32)

pembelajaran, kemudian menjabarkan indikator/tujuan pembelajaran ke dalam kegiatan pembelajaran dalam sintaks model kegiatan laboratorium berbasis inkuiri.

6. Lembar Kerja Mahasiswa (LKM)

LKM disusun untuk menunjang kegiatan laboratorium tradisional yang berisi panduan kegiatan, tujuan, alat, bahan langkah percobaan, tabel hasil pengamatan dan kesimpulan. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa sesuai prosedur dalam LKM, dilaporkan dalam bentuk laporan praktikum perkelompok. Bentuk instrumen bisa dilihat pada lampiran A.7 dan lampiran A.8.

H. Pengolahan Data

1. Pengolahan data kerja ilmiah yang mencakup proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah

a. Uji prasyarat

Uji prasyarat merupakan pengujian awal untuk menentukan apakah pengujian hipotesis dilakukan dengan uji parametrik atau uji nonparametrik. Uji prasyarat ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji prasyarat ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS for windows versi 17.00.


(33)

1) Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji untuk menentukan apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Bentuk uji hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak begitupula sebaliknya. Apabila data hasil uji normalitas menunjukkan data berdistribusi normal, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji homogenitas. Namun, jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka pengolahan data selanjutnya dilakukan uji nonparametrik yaitu U-Mann Whitney.

Uji normalitas yang digunakan dalam SPSS versi 17.00 adalah uji Saphiro-Wilk. Uji Saphiro-Wilk merupakan uji normalitas yang sangat direkomendasikan untuk jumlah sampel kecil (n < 50) (USEPA, 2002).

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varian di kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program analisis statistik SPSS 17 for windows, menggunakan Levene Statistic. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya adalah sebagai berikut:


(34)

H0: Tidak terdapat varians antara kelompok laboratorium berbasis inkuiri dan laboratorium tradisional.

H1: Terdapat varians antara kelompok laboratorium berbasis inkuiri dan laboratorium tradisional.

Jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0.05, maka H1 ditolak begitupun dalam hal sebaliknya.

b. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t (untuk n = ≤ 30) dengan mengambil taraf signifikansi α = 0.05. jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0.05, maka H0 diterima begitupun dalam hal sebaliknya. Jika H0 diterima berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi yang menggunakan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan kegiatan laboratorium tradisional. Sedangkan jika H0 ditolak berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kerja ilmiah mahasiswa calon guru biologi yang menggunakan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dengan kegiatan laboratorium tradisional.

Pada pengolahan data proses ilmiah dan produk ilmiah, dilanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyatakan skor dalam bentuk persentase dengan rumus:

% 100

x SM

R NP


(35)

Keterangan:

NP = Persentase kemampuan R = Skor yang diperoleh

SM = Skor maksimum (Purwanto, 1991).

b. Mencari persentase rata-rata dengan rumus

N X

X i (Arikunto, 1990).

c. Menafsirkan persentase dengan kriteria: 86% - 100% Sangat Baik

76% - 85% Baik 60% - 75% Cukup 55% - 59% Kurang

≤ 54% Kurang Sekali (Purwanto, 1991).

2. Pengolahan Hasil Angket

Analisis angket mengenai kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dihitung dengan rumus di bawah ini.

P = �

� �� �100%

Hasil perhitungan persentase hasil angket diinterpretasikan dengan kriteria yang tercantum pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Kriteria Persentase Hasil Angket

Persentase Interpretasi

0% Tidak ada

1-25% Sebagian kecil

26-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51-75% Sebagian besar

76-99% Hampir sepenuhnya


(36)

I. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, yaitu: melakukan studi pendahuluan untuk menganalisis materi, indikator, tujuan pembelajaran, kegiatan laboratorium berbasis inkuiri untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran. Kemudian menentukan indikator-indikator yang akan menjadi fokus penelitian dan sekaligus juga menyiapkan bahan-bahan untuk mendukung pelaksanaan penelitian.

a. Melakukan studi pendahuluan untuk memperoleh informasi mengenai perkuliahan Pengetahuan Lingkungan yang selama ini dilakukan dan menyampaikan fokus permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian kepada dosen pengampu. Melakukan studi literatur tentang kegiatan laboratorium dan menganalisis materi yang akan digunakan, yaitu pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati.

b. Pembuatan proposal dan instrumen penelitian sampai disetujui.

c. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi penyusunan kisi-kisi dan pernyataan sikap ilmiah, asesmen kinerja, kriteria penilaian kualitas produk ilmiah, angket, RPP dan LKM.

d. Melakukan judgement instrumen kepada dosen pembimbing dan pakar/dosen ahli.

e. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian.


(37)

f. Melakukan analisis pernyataan untuk selanjutnya memilih pernyataan yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian dan memperbaiki instrumen.

g. Melakukan tes pemilihan asisten.

h. Melakukan bimbingan terhadap asisten yang telah terpilih sebanyak enam orang mahasiswa. Pembimbingan ini dimaksudkan untuk memberitahukan hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan asisten dalam membimbing kelompoknya.

i. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian di tempat yang telah ditentukan untuk mengumpulkan data, meliputi kegiatan sebagai berikut: a. Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri, mahasiswa

merencanakan percobaan dalam bentuk LKM yang dilakukan di laboratorium dengan tema yang telah ditentukan yaitu tentang pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati. Setiap kelompok dengan fokus penyelidikan yang berbeda melaksanakan percobaan sesuai dengan LKM yang telah dibuat. Pada laboratorium tradisional dimulai dengan penjelasan dari dosen tentang materi pencemaran lingkungan dan keanekaragaman hayati. Kemudian membagikan LKM kepada setiap kelompok. LKM yang dibagikan kepada setiap kelompok berisi permasalahan yang sama.


(38)

c. Menugaskan untuk membuat produk ilmiah berupa artikel untuk mahasiswa yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dan laporan praktikum pada kegiatan laboratorium tradisional yang akan dikumpulkan minggu depan.

d. Memberikan tes akhir berupa pernyataan sikap ilmiah (postest) kepada subjek penelitian.

e. Memberikan angket kepada mahasiswa untuk mengetahui tanggapan mahasiswa terhadap kegiatan laboratorium berbasis inkuiri

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Setelah pelaksanaan kegiatan laboratorium selesai dan data yang diperlukan terkumpul, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data hasil penelitian dan sekaligus menyusun laporan penelitian.


(39)

J. Alur Penelitian

Alur pelaksanaan penelitian disajikan dalam gambar 1.berikut ini. STUDI PERUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN MERANCANG KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI Kelompok Eksperimen Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Kegiatan Praktikum Tradisional JUDGMEN T Kelompok Kontrol Melakukan Uji Coba REVISI INSTRUMEN STUDI LITERATU R P E L A K S A N A A

N ANALISIS DATA

& KESIMPULAN PEMBAHASAN P E R S I A P A N Asesmen Kinerja Lembar Penilaian Artikel Kuesioner Sikap Ilmiah Tes Akhir (Postes) ANALISIS DATA KESIMPULAN Gambar 3.1 Alur Penelitian


(40)

PEMBAHASAN

Pembahasan terhadap hasil penelitian dilakukan berdasarkan analisis data dan temuan-temuan di lapangan.

1. Kerja Ilmiah

a. Proses Ilmiah (Kinerja Mahasiswa)

Berdasarkan data hasil penelitian (Tabel 4.2) kemampuan kinerja mahasiswa pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal lebih baik dibandingkan kegiatan laboratorium tradisional. Hal ini disebabkan karena mahasiswa pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri menggunakan jenis permasalahan yang terjadi di lingkungan lokal mereka. Penggunaan isu-isu kontroversial di lingkungan sekitar dapat membangkitkan minat dan motivasi di kalangan mahasiswa dalam mempelajari biologi (Movahedzadeh, 2011).

Berdasarkan wawancara non formal dengan dosen pengampu mata kuliah, dikatakan bahwa kegiatan praktikum seperti ini dapat meningkatkan kreativitas. Selain itu dapat pula meningkatkan pengetahuan mahasiswa terhadap lingkungan lokal dan menumbuhkan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal juga dapat merangsang pemikiran mahasiswa, sehingga mahasiswa menjadi aktif. Hal ini terlihat dari indikator kecakapan dalam berkomunikasi yang persentasenya lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan laboratorium tradisional. Berikut kutipan tanggapan dosen pengampu mata kuliah Pengetahuan Lingkungan:


(41)

merasa tertantang untuk melaksanakan praktikum/observasi ke lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, mahasiswa juga menjadi lebih tertarik dan

termotivasi dalam mempelajari materi…”

Menurut Laksmi (2007), salah satu keuntungan pembelajaran berbasis inkuiri adalah mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Hal ini juga didukung oleh teori kognitif Gage dan Berliner (Dimyati dan Mudjiono, 2002) yang menyatakan bahwa belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini peserta didik memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu.

Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri merupakan hal yang baru dan mahasiswa belum terbiasa. Hal ini tidak mempengaruhi terhadap hasil kemampuan kinerja mahasiswa. Ketidakbiasaan mahasiswa dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri karena mahasiswa selama ini melakukan praktikum menggunakan penuntun yang di dalamnya telah memuat semua kriteria mulai dari tujuan sampai format tabel untuk menyajikan hasil percobaan dan kesimpulan. Oleh karena itu, mahasiswa hanya mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan dan menuliskan hasil praktikumnya pada Tabel pengamatan yang ada ketika kegiatan praktikum berlangsung. Perlu dipahami bahwa tahapan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri ini penting untuk diketahui agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan praktikum (Dikmenli, 2009).

Kemampuan kinerja mahasiswa yang ditinjau dalam penelitian ini, seperti dikemukakan di atas terdiri dari 13 indikator, delapan indikator perencanaan


(42)

permasalahan, menentukan tujuan percobaan, menentukan hipotesis percobaan, mengidentifikasi variabel percobaan, mengidentifikasi parameter yang diukur, memilih alat/ bahan percobaan, menjelaskan langkah/ prosedur, kecakapan dalam berkomunikasi, menggunakan alat/ bahan percobaan, mengelompokkan data percobaan, membuat kesimpulan, mengkomunikasikan hasil percobaan, dan membersihkan alat.

1) Kemampuan Mahasiswa dalam Menentukan Jenis Permasalahan

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam menentukan jenis permasalahan memiliki persentase 92% dengan kriteria sangat baik. Kriteria ini lebih unggul dibandingkan dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang hanya memperoleh kriteria kurang sekali dengan persentase 25%. Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, jenis permasalahan yang telah ditentukan bervariasi dan terlihat kekreatifan mahasiswa. Sedangkan pada kegiatan laboratorium tradisional, setiap kelompok mahasiswa tidak menentukan jenis permasalahan. Mahasiswa hanya menyalin dari penuntun praktikum.

Bila dalam pembelajaran menampilkan materi atau informasi yang berhubungan dengan keseharian peserta didik, maka pada dirinya akan muncul rasa ingin tahu (Lumsden, 1999). Berdasarkan itu, diberikan kebebasan dalam


(43)

mahasiswa.

Data angket menunjukkan hanya sebesar 16% mahasiswa menyatakan bahwa menentukan jenis permasalahan merupakan tahapan yang paling disukai dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri (Gambar 4.3). Mahasiswa yang tidak menyukai tahapan ini sebanyak 21%. Hal ini disebabkan karena belum terbiasanya mahasiswa dalam melakukan kegiatan praktikum yang menuntutnya untuk mengeksplorasi pengetahuan awal mereka.

Jenis permasalahan kelompok 1: “Bagaimana pengaruh struktur tanah

terhadap banyaknya tanaman yang terdapat di daerah Sepakat 2 yang padat

penduduknya dan tidak padat penduduk?” Kelompok 2: “ Apakah terdapat

cemaran bakteri koliform dalam sampel air minum isi ulang merek Pontiqua, air

sungai Jawi dan air PDAM?” Kelompok 5: “Bagaimana keanekaragaman

tumbuhan tingkat tinggi di sekitar RS. Soedarso?” jenis permasalahan pada kelompok 6: “Bagaimana sifat-sifat fisik air parit daerah sungai Jawi?” Jenis permasalahan seperti di atas telah mewakili fenomena yang sedang terjadi di lingkungan lokal mereka. Sebagian besar permasalahan tersebut telah berlangsung sejak lama dan telah menjadi bahan perbincangan tanpa mengetahui kebenarannya seperti adanya bakteri dalam air kemasan. Hal tersebut menimbulkan keingintahuan kelompok mahasiswa yang berasal dari

daerah sungai Jawi dan ingin mengidentifikasi apakah terdapat cemaran bakteri

koliform dalam sampel air minum isi ulang merek Pontiqua. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Bruner (Dahar, 1996) bahwa tujuan dari belajar


(44)

dapat merangsang keingintahuan peserta didik dan memotivasi kemampuan mereka untuk menemukan sesuatu.

2) Kemampuan Mahasiswa dalam Menentukan Tujuan Percobaan

Menurut Zion (2005), menentukan tujuan percobaan merupakan salah satu tahapan dalam inkuiri yang dapat dilakukan secara eksperimental. Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam menentukan tujuan percobaan memiliki persentase 100% memiliki kriteria yang lebih baik dibandingkan dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional dengan persentase 25%. Sebagian besar mahasiswa pada kegiatan laboratorium tradisional hanya menuliskan (bukan menentukan) tujuan yang terdapat pada penuntun yaitu “Mahasiswa dapat menentukan kadar toksisitas CuSO4 (tembaga sulfat) terhadap ikan seribu (Lebites sp)“.

Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri, tujuan percobaan ditentukan sendiri dengan diskusi sesama anggota kelompok berdasarkan permasalahan yang terjadi di lingkungan lokal mereka. Adanya diskusi memudahkan mahasiswa dalam menentukan tujuan percobaan. Diskusi bisa menyelesaikan masalah dengan lebih cepat (Robinson, 2006).


(45)

memudahkan dalam menentukan tujuan percobaan. Salah satu tujuan praktikum misalnya yang dibuat oleh kelompok 5 yaitu:

“Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan tingkat tinggi

yang terdapat di sekitar RS. Soedarso Pontianak. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai penunjang praktikum Pengetahuan Lingkungan dalam bentuk buku

saku”.

Pada kalimat di atas dapat diketahui bahwa tujuan percobaan ini berhubungan dengan jenis permasalahan sebelumnya dan dapat menjawab permasalahan. Berdasarkan hasil angket respon mahasiswa diketahui bahwa tahapan yang paling disukai dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri ini adalah menentukan tujuan percobaan yaitu sebanyak 5%.

3) Kemampuan Mahasiswa dalam Menentukan Hipotesis Percobaan

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam menentukan hipotesis percobaan memiliki persentase 100%. Kriteria ini lebih unggul dibandingkan dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang hanya memperoleh persentase 67%.

Keunggulan dari kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dalam menentukan hipotesis disebabkan bimbingan asisten yang tuntas dengan memberikan contoh dalam suatu penelitian. Bimbingan yang tuntas ini dimungkinkan mahasiswa lebih mampu mengingat dan memahami bagaimana


(46)

dilihat dari hasil angket (0%). Dengan menyusun sendiri LKM atau rencana percobaan, maka tentu saja hipotesis percobaan juga berdasarkan diskusi

kelompok seperti pada kelompok 1: “Pemukiman yang jarang penduduk memiliki struktur tanah yang lebih gembur dibandingkan struktur tanah yang

terdapat di pemukiman padat”. Hipotesis pada kelompok 5: “Tumbuhan tingkat

tinggi di sekitar RS. Soedarso memiliki keanekaragaman yang tinggi”. Kedua

contoh hipotesis di atas telah mengidentifikasi variabel. Selain itu juga ditulis

secara tepat dan dapat diuji. Mahasiswa harus dibiasakan untuk merumuskan

dan menguji hipotesis agar proses belajar menjadi lebih bermakna (Zion, 2005). Pada kegiatan laboratorium tradisional, asisten menyadari bahwa proses pembimbingan dirasakan kurang tuntas sehingga mahasiswa masih bingung

membedakan antara prediksi dan hipotesis seperti “Keanekaragaman hewan dan

tumbuhan sangat berkaitan dengan luas ekosistem”. Hipotesis masih sering dijadikan sinonim dari prediksi bagi peserta didik yang masih awal dalam mempelajarinya (Johnston, 2010).

4) Kemampuan Mahasiswa dalam Mengidentifikasi Variabel Percobaan Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi variabel percobaan memiliki persentase 79%. Kriteria ini lebih unggul dibandingkan dengan persentase pada kegiatan laboratorium tradisional yang hanya memperoleh persentase 54%.


(47)

variabel percobaan disebabkan karena adanya perbedaan masalah percobaan. Mahasiswa pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dapat menentukan variabel percobaan dengan waktu yang relatif singkat. Pada kegiatan laboratorium tradisional, walaupun mereka mencantumkan variabel percobaan yang meliputi variabel bebas dan variabel terikat, tetapi kurang tepat.

Kurangnya pengetahuan dasar mengenai pemahaman terhadap definisi dari variabel itu sendiri, maka variabel yang ditentukan oleh mahasiswa pada kegiatan laboratorium tradisional menjadi kurang tepat. Kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi variabel percobaan hanya dapat dimiliki mahasiswa apabila mahasiswa mengetahui definisi variabel itu sendiri dan mengetahui keseluruhan praktikum yang akan dilaksanakan. Hal ini juga menjadi penyebab tingginya persentase kegiatan laboratorium berbasis inkuiri yang melakukan percobaan berdasarkan fokus permasalahan yang ditentukan sendiri dibandingkan dengan kegiatan laboratorium tradisional .

Subiyanto (1988) mengungkapkan peserta didik hendaknya dapat memahami benar-benar apa yang dimaksud dengan variabel. Hal ini dikarenakan mengidentifikasi variabel merupakan salah satu keterampilan proses yang diperlukan apabila seseorang akan melakukan suatu kegiatan merencanakan percobaan, sehingga para peserta didik perlu diberi cukup latihan untuk mengenali variabel. Adanya kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal ini, dirasakan dapat membantu mahasiswa dalam


(48)

terbiasa dalam menentukan variabel percobaan sendiri.

5) Kemampuan Mahasiswa dalam Mengidentifikasi Parameter yang Diukur Kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi parameter yang diukur berhubungan dengan pengetahuan awal mahasiswa terhadap jenis permasalahan yang terjadi di lingkungan lokalnya. Peserta didik sudah membawa pengetahuan awal dari lingkungan hidup mereka, pengetahuan awal yang mereka punyai adalah dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya (Suparno, 1997).

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi parameter yang diukur memiliki persentase 95.8%. Sedangkan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional memperoleh persentase 70.8%.

Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri, mahasiswa tidak merasa kesulitan dalam menentukan dan mengidentifikasi parameter yang diukur. Penyebabnya adalah mereka memahami betul apa yang akan diukur dalam percobaannya kelak karena berhubungan dengan pengetahuan awalnya. Sedangkan pada kegiatan laboratorium tradisional, mahasiswa kebingungan dalam menentukan manakah yang disebut sebagai parameter yang diukur dalam penelitian.


(49)

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam memilih alat/ bahan percobaan memiliki persentase 88% dengan kriteria sangat baik. Persentase pada kriteria ini berbeda dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang memperoleh kriteria kurang sekali dengan persentase 25%.

Pemilihan alat/bahan yang telah direncanakan oleh mahasiswa dengan baik dalam kelompoknya, dapat mempermudah mahasiswa dalam melaksanakan praktikum. Jika dilihat dari LKM, seluruh kelompok telah menuliskan alat dan bahan secara benar namun sebagian besar belum menuliskan jumlah dari setiap alat dan bahan yang dibutuhkan. Kekurangan alat atau bahan dalam praktikum dapat menghambat kegiatan praktikum (Dlamini, 2008).

Contoh penulisan alat dan bahan yang tidak menyertakan jumlah (keterangan) seperti:

Sebaiknya dilengkapi dengan keterangan banyaknya jumlah yang dbutuhkan seperti:

1. Pipet tetes

2. Kaca Objek

3. Kaca Penutup

4. Botol Film

1. Pipet tetes 4 buah

2. Kaca Objek 8 buah

3. Kaca Penutup 8 buah


(50)

LKM atau penuntun praktikum secara lengkap sehingga mahasiswa tidak menentukan sendiri. Dalam hal ini mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk mencoba menentukan sendiri alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan. Hal ini dapat membentuk mahasiswa menjadi tidak kreatif.

7) Kemampuan Mahasiswa dalam Menjelaskan Langkah/ Prosedur

Kemampuan dalam menjelaskan langkah/ prosedur memerlukan penguasaan mahasiswa pada suatu jenis percobaan yang akan dilakukan. Peserta didik dapat lebih mudah menguasai dan menjelaskan langkah/ prosedur apabila didefinisikan, dituangkan dalam bentuk skema, bagan, diagram, atau gambar (Winkel, 1996).

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan langkah/ prosedur memiliki persentase 79% dengan kriteria baik. Kriteria ini lebih unggul dibandingkan dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang memperoleh kriteria kurang sekali dengan persentase 25%.

Tidak ada satu kelompokpun yang membuat skema, bagan, diagram, atau gambar. Jadi, kemampuan mahasiswa secara keseluruhan dalam menjelaskan langkah/ prosedur tidak ada yang mencapai 100%. Hal ini disebabkan karena mahasiswa terbiasa dengan praktikum menggunakan penuntun praktikum yang


(51)

„resep‟. Sehingga mahasiswa tidak dituntut untuk terbiasa lebih kritis dan kreatif

dalam menentukan dan menjelaskan langkah/ prosedur.

Mahasiswa selama ini hanya dituntut untuk membuktikannya dan memberikan anggapan pada mahasiswa bahwa prosedur percobaan yang terdapat dalam penuntun praktikum bersifat mutlak kebenarannya. Didukung oleh Rustaman (1997) yang menyatakan bahwa jika menggunakan prosedur praktikum yang sudah jelas dan terarah tidak akan menantang seseorang menjadi kreatif. Hal ini yang mengakibatkan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri lebih unggul dibandingkan dengan laboratorium tradisional.

8) Kecakapan Mahasiswa dalam Berkomunikasi

Lie (2002) menyatakan bahwa selama ini guru/dosen dipandang sebagai orang yang maha tahu dan sumber informasi. Akibatnya peserta didik merasa tidak berani untuk mengkomunikasikan berbagai informasi yang diketahuinya. Hal ini menyebabkan kecakapan mahasiswa dalam berkomunikasi menjadi berkurang.

Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kecakapan mahasiswa dalam berkomunikasi memiliki persentase 92% dengan kriteria sangat baik. Sedangkan laboratorium tradisional yaitu 75% dengan kriteria cukup. Perbedaan ini dikarenakan pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri mahasiswa telah memahami rencana percobaan yang telah mereka buat


(52)

secara nyata. Mereka juga memahami apa yang akan dilakukan dalam pelaksanaan percobaannya nanti. Selain itu, kondisi lingkungan yang akan mereka selidiki yang berada pada lingkungan lokal mereka telah mereka kuasai. Lain halnya dengan kegiatan laboratorium tradisional yang hanya melakukan percobaan sesuai dengan penuntun yang dibagikan, sehingga mereka kurang memahami bagaimana skenario pengambilan data nantinya jika tidak didemonstrasikan oleh asisten praktikum atau dosen pengampu mata kuliah sebelumnya.

9) Kemampuan Mahasiswa dalam Menggunakan Alat/ Bahan Percobaan Dikmenli (2009) menyatakan bahwa seorang mahasiswa yang tidak tahu bagaimana menggunakan alat-alat, seperti pH meter dan mikroskop, tidak bisa menjalankan sebagian besar percobaan biologi. Pada kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator menggunakan alat/bahan percobaan memiliki persentase 100% dengan kriteria sangat baik. Kriteria ini sama dengan kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional.

Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri mahasiswa telah memahami apa yang akan dilakukan di lapangan sehingga alat/bahan yang mereka perlukan juga telah mereka kenali dan paham bagaimana cara menggunakannya. Pada kegiatan laboratorium tradisional, percobaannya mengikuti penuntun praktikum. Jadi alat/bahan yang digunakan akan dijelaskan oleh asisten praktikum.


(53)

10)Kemampuan Mahasiswa dalam Mengelompokkan Data Percobaan

Koballa (2010) menyatakan bahwa peserta didik harus belajar menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya sendiri. Setelah data diperoleh, kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal dalam pengelompokkan data percobaan memperoleh kriteria sangat baik dengan persentase 100%. Sedangkan pada kelompok laboratorium tradisional sebesar 25% dengan kriteria kurang sekali.

Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri, mahasiswa melakukan diskusi sebelum menentukan bagaimana cara mengelompokkan data percobaan. Hal ini diketahui dari hasil wawancara nonformal, mahasiswa menyatakan bahwa setiap anggota kelompok membuat sendiri bentuk pengelompokkan data sesuai dengan keinginannya, kemudian dilakukan diskusi untuk memilih mana pengelompokkan data yang terbaik.

Pada kegiatan laboratorium tradisional, terdapat satu kelompok yang melakukan pengelompokkan data percobaan dilakukan oleh salah satu dari anggota kelompok, jadi tidak ada proses diskusi. Sehingga anggota kelompok lain yang mungkin memiliki pemikiran yang berbeda tidak dapat memberikan saran atau masukan untuk kelompoknya. Selain itu, pada penuntun juga telah disediakan format Tabel. Jadi mahasiswa hanya mengisi jika data telah diperoleh.


(54)

berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam membuat kesimpulan memiliki persentase 88% dengan kriteria sangat baik. Persentase pada kriteria ini hampir sama dengan persentase pada kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang juga memperoleh kriteria sangat baik dengan persentase 83%.

Hal ini berarti bahwa mahasiswa dapat melaksanakan percobaan sesuai dengan apa yang telah direncanakannya. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam pembuatan kesimpulan yang dirasakan oleh mahasiswa di kegiatan laboratorium tradisional maupun di kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Hal ini disebabkan karena mahasiswa telah memahami praktikum yang dilaksanakan dan seluruh kelompok mahasiswa telah menuliskan kesimpulan sesuai dengan tujuan percobaan.

12)Kemampuan Mahasiswa dalam Mengkomunikasikan Hasil Percobaan Pada kelompok eksperimen yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator mengkomunikasikan hasil percobaan memiliki persentase 92% dengan kriteria sangat baik. Kriteria ini lebih unggul dibandingkan dengan persentase pada kelompok kontrol yang melakukan kegiatan laboratorium tradisional yang hanya memperoleh kriteria kurang dengan persentase 58%.

Keunggulan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dibandingkan kegiatan laboratorium tradisional adalah pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk


(55)

berkomunikasi mengeluarkan pendapat secara lisan. Hal ini dikarenakan bahwa inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi pada proses, menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dengan memecahkan berbagai permasalahan.

Proses mengkomunikasikan hasil percobaan di depan kelas dilakukan oleh seluruh kelompok. Seluruh kelompok mampu mendiskusikan hasil pengamatannya, walaupun terdapat satu kelompok yang hanya sendirian saja dalam menjawab pertanyaan dari teman kelompok lainnya. Sedangkan anggota kelompok lainnya tidak membantu. Setelah ditanyakan, mereka menyatakan

bahwa”kami telah melakukan pembagian tugas dan untuk mengkomunikasikan atau presentasi di depan kelas termasuk menjawab pertanyaan adalah tugasnya.”

Berdasarkan hasil angket (Gambar 4.8), mahasiswa menyatakan bahwa waktu yang digunakan dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuri dikatakan cukup (58%). Hal ini dikarenakan kurangnya kelompok lain memberikan saran dan menanggapi pendapat ketika diskusi berlangsung.

13)Kemampuan Mahasiswa dalam Membersihkan Alat

Pada kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, indikator kemampuan mahasiswa dalam membersihkan alat memiliki persentase 100% dengan kriteria sangat baik. Persentase pada kriteria ini sama dengan persentase pada kelompok yang


(56)

sangat baik dengan persentase 100%.

Hal ini berarti bahwa mahasiswa dapat melaksanakan percobaan sesuai dengan apa yang telah direncanakannya. Mahasiswa memiliki kepedulian yang tinggi pada keadaan laboratorium setelah pelaksanaan praktikum. Pembersihan alat dilakukan dengan cara bergotong royong, ada yang mencuci, ada yang mengelap, ada yang mencocokkan dengan daftar peminjaman alat apakah ada yang kurang, dan ada pula mahasiswa yang bertugas menyimpan alat di tempat semula.

Sebagian besar indikator pada kemampuan kerja ilmiah mahasiswa yaitu 11 dari 13 indikator memberikan hasil bahwa kegiatan laboratorium berbasis inkuiri lebih unggul dibandingkan laboratorium tradisional. Hal ini disebabkan:

1) Kegiatan laboratorium tradisional adalah memverifikasi fakta-fakta ilmiah dan kurang mempromosikan keterampilan laboratorium atau proses ilmiah untuk menyelidiki fenomena alam. Hasil ini didukung oleh pendapat Dickey dan Robert (1991):

“…traditional laboratories add so little to lecture instruction because their methods are so similar to those of lecture and demonstration. A more serious result is that traditional laboratories confirm the misconception that science is a body of arcane, irrelevant information to be memorized, rather than a method of intellectual operation that students can use themselves in their future lives.” 2) Kegiatan laboratorium berbasis inkuiri membuat mahasiswa lebih aktif

berpartisipasi karena dapat bertukar informasi diantara anggota kelompok. Senada dengan pendapat Russell (Kilinc, 2007):


(57)

implementation was not used, instead a more creative atmosphere was prepared. Most of the pupils expressed that they designed many mechanisms themselves and dealed with the questions individually were highly useful and interesting.”

b. Produk Ilmiah

Produk ilmiah baik berupa artikel maupun laporan praktikum dikumpulkan satu pekan setelah praktikum dilaksanakan. Produk ilmiah tersebut diberi skor berdasarkan rubrik penilaian kualitas produk ilmiah yang telah tersedia (lampiran B.3). Berikut hasil perhitungan produk ilmiah dari kelompok yang melakukan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal dan kegiatan laboratorium tradisional.

Rivers (2002) menyatakan bahwa pembuatan produk ilmiah membantu peserta didik untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi dalam bentuk tulisan. Pada kegiatan laboratorium berbasis inkuiri berwawasan lingkungan lokal, produk ilmiah yang dihasilkan oleh mahasiswa berupa artikel, sedangkan pada kegiatan laboratorium tradisional produk ilmiah yang dihasilkan mahasiswa adalah laporan praktikum. Artikel dan laporan praktikum dikumpulkan satu pekan setelah praktikum.

Produk ilmiah mahasiswa yang ditinjau dalam penelitian ini, seperti dikemukakan di atas terdiri dari 9 indikator. Perbedaan perolehan rata-rata produk ilmiah dapat dilihat pada Gambar 4.2. Berdasarkan data pada Gambar 4.2., laporan praktikum dengan kriteria kurang sekali (25%) adalah menentukan masalah, hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman & Budikase. E. (1993). Telaah Kurikulum IPA. Jakarta: Depdikbud.

Adisendjaja, Y.H. (2010). Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. [Online].Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori/DFPMIPA/JUR.PEND. BIOLOGI[7 Juni 2010].

Ahmadi,A. (1990). Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aikenhead, G. & Huntey, B. (2009). Teachers Views On Aboriginal Students

Learning Western and Aboriginal Science. [Online]. Tersedia:

http://www.rsc.org/Publishing/Journals/RP/index.asp. [22 Oktober 2011].

Amin, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan

Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.

Andreas, M. (2008). Pencemaran Lingkungan di Kalimantan Barat. [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com. [1 Desember 2011].

Arend, R.I. (2008). Learning to Teach. Buku I. Edisi Ketujuh. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (1990). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ariyati, E., Nurdini, A., Junardi., Syamswisna., Yeni. L,. (2006).

Pengetahuan Lingkungan. Silabus dan Bahan Ajar. Pontianak: Tidak

diterbitkan.

Baker, D. & Taylor, P.C.S. (1995). “The Effect of Culture on the Learning of

Science in Non-Western Countries: The Result of an Integrated Research Review.Journal Science Education. 17(6), 695-704.

Bell, B.F. (1993). Children’s Science, Construktivism and Learning in

Science. Victoria: Deakin University Press.

Brickman, P. et al. (2009). Effect of Inquiry-based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence. International Journal for the


(2)

Carin, A., & Sund R.B. (1997). Teaching Science Through Discovery. Columbus, Ohio: Merill Publishing Co.

Carin, A. (1997b). Teaching Modern Science. Columbus, Ohio: Merill Publishing Co.

Cobern, W.W. & Aikenhead. G.S. (1996). Culture Aspect of Learning

Science. [Online]. Tersedia: http://wmich.edu/slcp/121.htm. [21 Desember 2011].

Cunningham.C. R., Rebecca S. P, & Scott E. K. (2006). “Beverage-Agarose

Gel Electrophoresis: An Inquiry-based Laboratory Exercise with

Virtual Adaptation”. Life Science education. 5, 281-286.

Creswell, J.W. (2010). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2002). Pelatihan Terintegrasi

Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta:

Depdiknas.

. (2006). Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Balitbang

Depdiknas.

. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Depdiknas.

Dickey, J.L. & Robert, J.K. (1991). A Practical Plan for Implementing Investigative Laboratories. Proceeding of The 12th Workshop/ Conference of The Association for Biology Laboratory Education.

(12). 137-153.

Dikmenli, M. (2009). “Biology student teachers’ ideas about purpose of

laboratory work”. Asia-Pacific Forum on Science Learning and

Teaching. 10 (2).

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dlamini,A.P. (2008). Teaching of Scientific Investigtions by Life and Natural

Science Educators in Bushbuckridge. Thesis of Master Natural

Science Education University of Soth Africa. Tersedia:

http://pareonline.net/genpare.asp?wh=0&abt=1[10 November 2009].

Fensham, P.J. (1994). The Content Of Science: A Constructivist Approach to

it’s Teaching & Learning. Washington DC: The Falmer Press. Garungan, W.A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.


(3)

Gilstrap, R.L. & Martin, W.C. (1975). Strategies for Teacher. Santa Monica, California: Goodyear Publishing Company, Inc.

Insan. (2008). Pembelajaran Berbasis Laboratorium untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Johnston, J. (2010). Prediction and Hypothesis in 6 Year Old Children; What

Does it Look Like and How Does it Develop from Observation?

[Online].Tersedia:http://www.bishop.ac.uk/does/EmergentScience/Pr edictionAndHypothesisin6YearsChildren.pdf [10 November 2012]. Joyce, B., Well, M. & Calhoun, E. (2009). Models of Teaching. 8th Ed.

Boston: Allyn and Bacon.

Jumariam, Qodratillah, M.T. & Ruddyanto, C. (1996). Senarai Kata Serapan

dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Ketpichainarong,W., Bhinyo P. & Pintip R. (2010). “Enhanced learning of biotechnology students by an inquiry-based cellulase laboratory”.

International Journal of Enviromental and Science Education. 5 (2),

169-187.

Khan, S.A. (2012). The Development of Scientific Attitude in Secondary School Biology Teaching. Language In India Strength for Today and

Bright Hope for Tomorrow. 12 (5). 350-363.

Kilinc, A. (2007). “The Opinion Of Turkish Highschool Pupils On Inquiry

Based Laboratory Activities”. Journal of Educational Technology. 6

(4), 56-71.

Koballa, T.R. & Eugene, L.C. (2010). Science Instruction in The Middle and

Secondary Schools. Boston: Pearson Education, Inc.

Koentjaraningrat. (1990). Metode Penelitia Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Kurniawati, T. (2011). Analisis Laporan Mini Riset Guru-Guru Biologi SMA

Kota Bandung. Tesis PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kuslan, L.I. & Stone, A.H. (1988). Teaching Children Science:an Inquiry

Approach. Belmonth, California: Wadsworth Publising Company,

Inc.

Laksmi, S. (2007). Menumbuhkan Keberanian Siswa untuk Bertanya. [online]. Tersedia: http://pelangi.dit-plp.go.id. [6 Februari 2012]. Lie, A. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana


(4)

Lumsden, L. (1999). Student Motivation. USA. University of Oregon.

Mastrili, T. (2005). Environmental education in Pennsylavania’s Elementary Teacher Preparation Program: The Fight to Legitimize EE. New

England Journal of Environmental Education. Spring.

Mochamad, S. (2010). Kegiatan Laboratorium Pemecahan Masalah Pada

Topik Alat Indera untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif, Sikap Ilmiah dan Penguasaan Konsep Siswa SMA. Tesis PPs

UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Movahedzadeh, F. (2011). The Impact of Having a Research Scientist as a Guest Lecturer in a College Biology Course. Science Education and

Civic Engagement an International Journal. 2 (2). 45-49.

Natawidjaja, R. (1986). Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung: IKIP Bandung Press.

Nelson, W.A. (2002). Effect of Inquiry Labs on Content Knowledge and

Inquiry Skills. A Master’s Paper of Master of education. University of

Winconsin.

Nurrohman, S. (2008). Pendekatan Project Based Learning sebagai Upaya

Internalisasi Scientific Method bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika.

Tesis UNY. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Oakley, L. (2004). Cognitive Development. New York: Routlege.

Oey, B. L., Soeriaatmadja, R.E., dan Parjatmo. W. (1978). Faktor lingkungan

Penentu dalam Ekosistem Sungai. Seminar Pengendalian Pencemaran

Air Bandung: Dirjen. Pengairan Dept. PU-RI.

Odum,E.P.(1993). Dasar- Dasar Ekologi. Jakarta. Gadjah Mada University Press.

Pines & West. (1986). Conceptual Understanding and Science Learning: an

Interpretation of Research Within a Sources-of-Knowledge Framework. Science Education. 70(5), 583-604.

Poedjiadi, A. (2001). Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Pratiwi. (2004). Buku Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga.

Purwanto, M.N. (1991). Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Poerwadarminta, W.J.S. (2002). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


(5)

Riduwan. (2002). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rivers, D.B. (2002). Using A Course-Long Theme For Inquiry-Based Laboratories In A Comparative Physiology Course. Advance in

Physiology Education. 26 (4), 317-326.

Robinson,C. (2006). Advance Organizers as Preparation for Small and Large Group Discussion [Online] Tersedia:

http://www.Small+and+Large+Group+Discussion&Spell [10 November 2012].

Russefendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Pres.

Rustaman, N & Rustaman, A. (1997). Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan

Kurikulum 1994. Jakarta: Pusat Pembukuan Nasional.

Rustaman, N., et al. (2003). Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung: FPMIPA UPI

Rustaman, N., Dirjosoemarto, S., Ahmad Y., Yudianto, S.A., Rochintaniawati, D., Nuryani, K.M., dan Subekti, R. (2005). Strategi

Belajar Mengajar Biologi. Bandung: JICA.

Rustaman, A & Wulan, A.R. (2007). Strategi pembelajaran Biologi. Bandung. Universitas terbuka.

Sardiyo & Pannen. P. (2005). “Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi”. Jurnal Pendidikan. 6 (2), 83-98.

Sharnoff, S. D. (2002). Lichen Biology And The Environment The Special

Biology Of Lichens. Tersedia di http:// www.lichen.com. [13 Desember 2012].

Soejitno, A. (1983). Laboratorium dan Workshop. Jakarta: Depdikbud. Soetardjo. (1998). Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan

Keterampilan Proses. Surabaya: SIC.

Suastra,I.W. (2005). Merekonstruksi Sains Asli (Indigenous Science) dalam

Rangka mengembangkan Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah: Studi Etnosains pada Masyarakat Penglipuran Bali.

Disertasi PPs UPI. Tidak Dipublikasikan.

Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktor Jendral Pendidikan Tinggi P2LPTK


(6)

Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in The

Secondary School. Columbus: Charles E. Merill Publishing Company.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).

Surtikanti, H.K. (2009). Biologi Lingkungan. Bandung: Prisma Press Prodaktama.

Stephens, S. (2000). Handbook for Culturally Responsive Science Curiculum. Fairbanks: Alaska Native Knowledge Network.

Sumarno, U. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah Seminar Jurusan Pend. Mat. FPMIPA-IKIP. Bandung.

United State Environmental Protection Agency. (2002). Methods for

Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Reseiving Waters to freshwater and Marine Organisms (Fifth ed.). Washington DC: The

Engineering and Analysis Division.

Wahyudi. (2007). Kurikulum IPA Berbasis Budaya Lokal. [Online]. Tersedia: http://www.duniaguru.com. [3 April 2009].

Wenning, C.J. (2005a). Implementing Inquiry- based Instruction in the Science Classroom: A New for Solving the Improvement of Practice Problem. Journal of Physics Teacher Education Online, 9-15.

. (2005b). Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Process. Journal of Physics Teacher

Education Online. 2 (3), 3-11.

. (2007). Assessing Inquiry Skills as a Component of Scientific Literacy. Journal of Physics Teacher Education Online, 4 (2), 21-24. Wiersma, W. (1994). Research Methods In Education. Massachusetts: A

Simon and Schuster Company.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Zion, W. (2005). The effects of metacognitive instruction embedded within an asynchronous learning network on scientific inquiry skills.