PROFIL KONSEP DIRI PESERTA DIDIK PENONTON DRAMA SERI KOREA DAN IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN DAN KONSELING : Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

(1)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

PROFIL KONSEP DIRI PESERTA DIDIK PENONTON

DRAMA SERI KOREA DAN IMPLIKASINYA BAGI

BIMBINGAN DAN KONSELING

(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh

Karel Yulius Jimmy Tuerah 0809041

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

KAREL YULIUS JIMMY TUERAH 0809041

PROFIL KONSEP DIRI PESERTA DIDIK PENONTON DRAMA SERI KOREA DAN IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN DAN KONSELING (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung

Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M. Pd. NIP. 19520620 198002 1 001

PEMBIMBING II

Dra. S.A. Lily Nurillah, M. Pd. NIP. 19580114 198603 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(3)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

PROFIL KONSEP DIRI PESERTA DIDIK

PESERTA DIDIK PENONTON DRAMA SERI

KOREA DAN IMPLIKASINYA BAGI

BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh

Karel Yulius Jimmy Tuerah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Karel Yulius Jimmy Tuerah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

ABSTRAK

Karel Yulius Jimmy Tuerah (2013). Profil Konsep Diri Peserta Didik Penonton Drama Seri Korea dan Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya dan merupakan hal yang vital dalam perkembangan kepribadian individu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung dan implikasinya bagi bimbingan dan konseling. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Alat pengumpul data yang digunakan berupa angket intensitas menonton drama seri Korea dan konsep diri. Hasil penelitian: (1) konsep diri peserta didik kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung penonton drama seri korea pada kategori tinggi termasuk dalam kategori positif (2) implikasi bimbingan dan konseling yang dibuat adalah rancangan program bimbingan dan konseling pribadi untuk membantu peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi dalam mengembangkan konsep diri yang positif. Penelitian ini juga memberikan saran kepada sekolah berupa penerapan disiplin sekolah, guru bimbingan dan konseling berupa program bimbingan dan konseling pribadi dan peneliti selanjutnya berupa uji efektivitas dan penyempurnaan instrumen.

Kata kunci: konsep diri, drama seri Korea, program bimbingan dan konseling pribadi

ABSTRACT: Self-concept is an image owned by someone about himself and is vital in the development of the individual personality.This study aims to get overview of self-concept of learners in class X of SMAK 2 BPK Penabur Bandung and its implication towards guidance and counseling. The research employs a quantitative approach with the descriptive research method. Data collection tool used is in the form of questionnaires regarding the intensity of watching Korean drama series and self-concept. The results of this research are: (1) self-concept of the learners in class X of SMAK 2 BPK Penabur Bandung constitutes high level of Korean drama series viewer that belong to postive category (2) implication towards guidance and counseling conducted is design of personal guidance and counseling program in helping the learners who are in the high level of watching Korean drama series develop their self-concept to be positive. This research presents recommendations for school, namely about school discipline implementation, teacher of guidance and counseling in case of personal guidance and counseling program and for the further research is the efectivity and refinement of the instruments.

Keywords: self-concept, Korean drama series, personal guidance and counseling program


(5)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

DAFTAR ISI

ABSTAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR BAGAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II PENGEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA PENONTON DRAMA SERI KOREA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI A. Remaja... 12

B. Konsep Diri ... 14

C. Perilaku Menonton Drama Seri Korea ... 26

D. Bimbingan Pribadi ... 31

E. Bimbingan Pribadi untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik Penonton Drama Seri Korea ... 36

F. Penelitan Terdahulu ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 43

B. Metode Penelitian... 44


(6)

D. Proses Pengembangan Instrumen ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 59

B. Pembahasan Hasil Temuan ... 72

C. Keterbatasan Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 95

B. Rekomendasi ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... xi


(7)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

DAFTAR BAGAN

Bagan

3.1. Alur Penelitian Profil Konsep Diri Peserta Didik Penonton


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1. Hasil Judgement Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea .. 48

3.2. Hasil Judgement Instrumen Konsep Diri ... 48

3.3. Hasil Uji Validitas Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea ... 49

3.4. Hasil Uji Validitas Instrumen Konsep Diri ... 50

3.5. Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 51

3.6. Reliabilitas Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea ... 51

3.7. Reliabilitas Instrumen Konsep Diri ... 51

3.8. Kisi-Kisi Instrumen Skala Tingkat Intensitas Menonton Drama Seri Korea (Sebelum Uji Coba) ... 53

3.9. Kisi-Kisi Instrumen Skala Tingkat Konsep Diri (Sebelum Uji Coba) 53

3.10. Skoring Angket Intensitas Menonton Drama Seri Korea ... 55

3.11. Skoring Angket Konsep Diri ... 55

3.12. Interpretasi Kategori Intensitas Menonton Drama Seri Korea ... 57

3.13. Interpretasi Kategori Konsep Diri ... 58

4.1 Intensitas Menonton Drama Seri Korea Peserta Didik Kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung ... 59

4.2 Kebutuhan Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Membantu Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Mengembangkan Konsep Diri Positif ... 79

4.3 Rancangan Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Mengembangkan Konsep Diri Positif Peserta Didik dan Mengurangi Intensitas Menonton Drama Seri Korea Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 83

4.4 Pengembangan Tema Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Mengembangkan Konsep Diri Peserta Didik dan Mengurangi intensitas Menonton Drama Seri Korea Peserta Didik Kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 86

4.5 Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Pribadi untuk Mengurangi Intensitas Menonton Drama Seri Korea dan mengembangkan Konsep Diri Positif Peserta Didik SMAK 2 BPK PENABUR Kelas X Tahun Ajaran 2013/2014 ... 91


(9)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

DAFTAR GRAFIK

Grafik

4.1 Tingkat Persentase Ketercapaian Skor Intensitas Menonton Drama Seri Korea Pada Kategori Tinggi Peserta Didik Kelas X di SMAK 2

BPK Penabur Bandung Berdasarkan Masing-Masing Aspek ... 60

4.2 Gambaran Umum Indikator Aspek Salience ... 61

4.3 Gambaran Umum Indikator Aspek Mood Modification ... 62

4.4 Gambaran Umum Indikator Aspek Conflict ... 63

4.5 Gambaran Umum Indikator Aspek Tolerance ... 64

4.6 Gambaran Umum Indikator Aspek Withdrawal Symptoms ... 65

4.7 Gambaran Umum Indikator Aspek Relapse... 66

4.8 Media yang Digunakan Peserta didik untuk Menonton Drama Seri Korea ... 66

4.9 Gambaran Konsep Diri Peserta Didik Penonton Drama Seri Korea Pada Kategori Tinggi di SMAK 2 BPK Penabur Bandung ... 67

4.10 Gambaran Konsep Diri Peserta Didik Kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Berdasarkan Aspek ... 68

4.11 Gambaran Konsep Diri Peserta Didik Berdasarkan Aspek Perceptual pada Setiap Indikator ... 70

4.12 Gambaran Konsep Diri Peserta Didik Berdasarkan Aspek Conceptual pada Setiap Indikator………. 71

4.13 Gambaran Konsep Diri Peserta Didik Berdasarkan Aspek Attitudinal pada Setiap Indikator……… 72

4.14 Gambaran Konsep Diri Peserta didik yang Mengalami Intensitas Menonton Drama Seri Korea Pada Kategori Tinggi di SMAK 2 BPK Penabur Bandung………. 73

4.15 Gambaran Konsep Diri Peserta didik yang Intensitas Menonton Drama Seri Korea Pada Kategori Tinggi di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Berdasarkan Masing-masing Aspek………. 74


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A SURAT IJIN PENELITIAN

Surat Keterangan Pengangkatan Dosen Pembimbing Surat Ijin Penelitian

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran B INSTRUMEN PENELITIAN

Kisi-kisi Sebelum Uji Coba Kisi-kisi Setelah Uji Coba

Angket Intensitas Menonton Drama Seri Korea Angket Konsep Diri

Lampiran C HASIL PERHITUNGAN STATISTIK Data Mentah

Hasil Uji Validitas Instrumen Hasil Uji Realibilitas Instrumen Lampiran D HASIL VALIDASI PROGRAM

Validasi Program oleh Dosen Ahli

Lampiran E Rancangan Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (RPLBK)


(11)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap individu karena melalui pendidikan individu memperoleh informasi maupun pengetahuan untuk dapat mengembangkan potensi diri dan memperbaiki kualitas hidupnya. Selain penting bagi individu, pendidikan juga merupakan aset yang tidak ternilai bagi masyarakat karena kemajuan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan. Suatu bangsa akan dapat berkembang menjadi bangsa yang besar apabila ditunjang dengan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.

Mohammad Noor Syam dalam Hasbullah (2008: 96) mengemukakan bahwa “hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif, masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu unsur yang penting dalam membangun masyarakat, kebudayaan dan perkembangan bangsa seperti yang telah dituangkan dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th 2003 Bab 2 Pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional, yaitu sebagai berikut:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu, dibutuhkan sinergi dari semua komponen pendidikan baik dalam bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, dan bimbingan dan konseling (Yusuf, 2007:2). Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan dan tanggung jawab dalam memfasilitasi peserta didik untuk mencapai pendidikan yang bermutu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah


(12)

merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian peserta didik baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berperilaku.

Setiap manusia dalam rentang kehidupannya pada dasarnya akan melewati fase perkembangan mulai dari fase bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dilihat dari proses dan fase perkembangannya, peserta didik sebagian besar berada pada usia remaja yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Jika dilihat dari umurnya, peserta didik jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) rata-rata berusia 15 sampai 18 tahun atau berada pada tahap remaja madya, seperti yang diungkapkan Kanopka (Yusuf, 2009: 9) bahwa masa remaja terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: (a) remaja awal: 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 Tahun; dan (c) remaja Akhir: 19-22 tahun.

Masa ini ditandai dengan berbagai perubahan (masa transisi) menuju ke arah tercapainya kematangan dalam berbagai aspek seperti biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock 2003: 26). Hal ini menyebabkan individu sering mengalami permasalahan dan sering menimbulkan perilaku salah suai seperti rendah diri, sikap pesimis, dan penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang lain yang pada akhirnya berdampak tidak baik bagi perkembangan diri individu dan juga dalam interaksi atau hubungan dengan orang lain dikarenakan dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan, dimana mereka berusaha mencari identitas dirinya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

Hurlock (2004: 207) mengatakan bahwa berbagai pengaruh pada perkembangan di masa remaja dapat memberikan akibat pada masa perkembangan selanjutnya, salah satunya adalah perkembangan konsep diri dikarenakan semenjak konsep diri mulai terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep dirinya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, Fitts (1971: 3) mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang, bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungannya.


(13)

3

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Apabila seseorang mempunyai konsep diri yang positif, maka akan terbentuk suatu keyakinan terhadap dirinya sendiri yang positif yang nantinya akan mempengaruhi sikap dan perbuatannya (perilaku individu berbanding lurus dengan cara individu memandang dirinya), sebagai contoh, jika seseorang memandang dirinya adalah anak yang cerdas dalam berkomunikasi, maka biasanya tingkah laku yang ditunjukkannya akan berhubungan dengan keyakinannya itu, seperti tidak merasa canggung ketika harus berbicara di depan umum.

Dalam konteks pendidikan, konsep diri dianggap sebagai suatu unsur yang penting, karena di dalam pendidikan itu sendiri memiliki tujuan yang luas. Tujuan tersebut terdiri dari pengembangan fisik, sosial dan emosional sehingga konsep diri dipandang sebagai suatu hal yang vital dalam perkembangan non-kognitif, hal ini karena konsep diri merupakan salah satu aspek yang dapat membawa individu tersebut merasa percaya diri, merasa diterima dan termotivasi. Selain itu, konsep diri positif individu seperti pemahaman tentang segala potensi, kelemahan dan kelebihan yang dimiliki akan membantu individu tersebut dalam menghadapi berbagai tantangan yang akan dihadapinya selama hidup.

Dalam pengamatan yang dilakukan oleh Pudjijogyanti (1993:1) ditemukan bahwa ternyata banyak peserta didik yang mengalami kegagalan dalam pelajaran bukan disebabkan oleh tingkat intelegensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, namun oleh perasaan tidak mampu mengerjakan tugas, cara pandang individu terhadap dirinya sendiri (kelebihan maupun kelemahannya) yang berpengaruh dalam kemampuan individu dalam mengoptimalkan dirinya untuk meraih tujuan dan prestasinya. Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa dari lahir/hereditas, melainkan terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sepanjang hayat (Burns 1993: 86). Dengan bertambahnya usia seseorang, maka konsep dirinya akan terus berkembang sesuai dengan pengalaman dan interaksinya dengan orang lain baik itu keluarga maupun lingkungan teman sebaya karena perilaku yang dipelajari individu akan memunculkan pandangan mengenai diri. Perkembangan konsep diri remaja


(14)

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri seperti keadaan fisik maupun luar diri individu seperti pengaruh media massa Yusuf (2008:9). Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari selain membutuhkan informasi, manusia juga membutuhkan hiburan terutama pada usia remaja. Peranan hiburan melalui media massa juga membawa dampak yang sangat signifikan, antara lain dapat mengubah pola pikir, menentukan perasaan dan perilaku masyarakat melalui citra yang ditampilkan.

Saat ini media penyampaian hiburan massa sangatlah beragam, mulai dari media cetak sampai pada media elektronik. Namun media elektronik seperti televisi merupakan jenis media hiburan yang yang paling banyak menjangkau para remaja karena banyak dari mereka yang menjadikan televisi sebagai sumber informasi utama mereka. Seperti yang diungkapkan santrock (2012:445) bahwa zaman sekarang remaja dikelilingi oleh media dan rata-rata remaja usia delapan sampai 18 tahun menghabiskan enam jam 30 menit sehari bersama media. Walaupun sudah tersedia banyak teknologi baru, sebagian besar waktu yang dihabiskan remaja adalah dengan menonton televisi (lebih dari tiga jam sehari). Hal ini sangatlah masuk akal karena media elektronik mampu menyampaikan pesan lebih menarik, terutama televisi yang menampilkan audio dan visual secara bersamaan. Televisi menjadi media pilihan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia, yang rata-rata menghabiskan waktu empat jam 30 menit setiap harinya untuk menonton televisi, dan program televisi paling diminati oleh 96% rumah tangga kelas menengah di Indonesia, yang menonton televisi setiap harinya, adalah olahraga, disusul dengan seri drama dan jenis-jenis program hiburan lainnya (Hasil survei Nielsen Indonesia kuartal ketiga 2011di sembilan kota besar Indonesia dengan responden berusia 10 tahun ke atas)

“Seseorang melakukan sesuatu dari apa yang dilihat, apa yang kita lihat, itulah yang akan kita lakukan nanti”. Pernyataan di atas diperkuat oleh pakar pertelevisian Dwyer dalam Triyono (2010: 150-151) yang menyatakan bahwa:


(15)

5

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Televisi mampu menyampaikan informasi kepada manusia dengan merebut 94% dari seluruh saluran penyampaian pesan-pesan dan informasi kepada manusia dan setidaknya pemirsa televisi mampu mengingat 50% materi yang hanya ditayangkan satu kali oleh televisi. Lebih jauh lagi, pemirsa televisi masih mampu mengingat 85% tayangan televisi yang mereka saksikan setelah tiga jam kemudian dan bahkan masih tersisa 65% ingatan akan tayangan setelah tiga hari kemudian.

Taufik Ismail (Hafidatul 2010) menuturkan bahwa usia remaja mempunyai kecenderungan untuk meniru dengan cepat perilaku apa yang dilihatnya, karena cara belajar remaja yang pertama adalah meniru apa yang sering dilihat. Apa yang dilihat dan dialami seorang remaja dapat membentuk konsep diri seorang remaja karena pada masa inilah konsep diri sedang berkembang yang ditandai dengan kecenderungan remaja dalam mencoba berbagai hal yang dianggapnya baru dan menarik.

Televisi memiliki kecenderungan untuk mengatur pikiran dan menggambarkan realitas yang terjadi di dunia. Prof.Dr.R Mar‟at (Effendy, 2011: 41) mengatakan bahwa acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan penontonnya sehingga membuat mereka terhipnotis dan terhanyut dalam pertunjukan televisi sama seperti yang dikatakan oleh Joseph A. Devito (1997: 515) bahwa:

media massa mempunyai fungsi menghibur, meyakinkan, mengukuhkan, mengubah, menggerakkan, menawarkan etika atau sistem nilai tertentu, menginformasikan, menganugrahkan status, membius, menciptakan rasa kebersatuan…

Melalui televisi, remaja mempelajari nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan di kalangan sekitar, seperti belajar bagaimana berpikir dan bersikap sebagai remaja agar dapat diterima oleh lingkungan sekitar dan lain sebagainya. Dari proses pembelajaran di televisi pun, remaja diduga mulai meniru apa yang mereka lihat, baik dari tingkah laku, gaya bicara, gaya berpakaian. Pernyataan ini didukung oleh Dominick (dalam Ardianto, E., Komala, L dan Karlinah, S. 2009: 59) yang


(16)

mengatakan bahwa televisi memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.

Keberadaan televisi yang seakan-akan menghipnotis penontonnya, terutama kalangan remaja tentulah memberikan dampak besar dalam pembentukan konsep diri. Seperti yang diungkapkan oleh George Gerbner dan Larry Gross (1976) melalui teori kultivasi yang menyatakan bahwa semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang tersebut menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial, dengan kata lain bahwa penonton mempersepsikan apa yang disajikan oleh siaran televisi sebagai kenyataan sebenarnya. Hal ini lebih cenderung terjadi pada penonton dalam kategori heavy viewer (penonton berat). Jika hal ini berlangsung terus menerus, dikhawatirkan remaja yang tergolong heavy viewer (penonton berat) dapat mengalami kesulitan membedakan realitas.

Melalui televisi para remaja dapat mengakses berbagai macam jenis informasi dan hiburan menarik yang memanjakan mata secara mudah dan cepat. Salah satu acara hiburan yang memiliki penggemar yang cukup besar di kalangan remaja saat ini adalah drama seri Korea. Para remaja cukup fasih menyebutkan judul drama seri Korea seperti Boys Before Flower, Secret Garden, Coffee Prince, Rooftop Prince. Jenis drama seri tersebut sangat populer di lingkungan mereka, bahkan sampai saat ini penggemar drama seri Korea semakin bertambah jumlahnya dari berbagai kalangan usia sehingga tidak jarang banyak remaja yang menghabiskan waktunya di depan televisi atau komputer berjam-jam hanya untuk menonton drama seri Korea yang rata-rata terdiri dari 16 sampai 20 episode, ditambah dengan waktu penayangan yang memungkinkan para remaja untuk menontonnya, khususnya pada waktu luang di siang hari dan menjelang malam, dimana para remaja tengah atau sedang belajar menurut kebiasaan belajar pada umumnya. Melalui tayangan tersebut terdapat kemungkinan para remaja melihat serta mengikuti tayangan drama seri Korea


(17)

7

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

tersebut hingga usai. Selain waktu, banyak juga dari mereka yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi membeli kepingan DVD drama seri Korea.

Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakukan peneliti terhadap dua orang peserta didik kelas X berusia 15 tahun diketahui bahwa kebiasaan menonton drama seri Korea membuat dirinya lebih sering menunda pekerjaan demi untuk mengikuti setiap drama seri favoritnya, selain itu dia juga lebih suka menghayal mengenai sosok laki-laki idamannya kelak seperti yang digambarkan secara visual melalui aktor pemeran yang berparas tampan, bertubuh atletis dan juga membentuk suatu standar „cantik‟ sesuai dengan sosok pemeran perempuan yang nyaris „sempurna‟ seperti berambut panjang, berkulit putih, bermata besar, berpostur badang tinggi semampai yang sering membuatnya minder karena bentuk tubuhnya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Tidak jarang dia membandingkan dirinya dengan tokoh idolanya dan berkeinginan untuk menjadi seperti tokoh idolanya, baik dari bentuk tubuh sampai dengan kisah hidupnya yang ditunjukkan dalam seri Korea. Selain itu, responden yang ditemui peneliti yang berusia 17 tahun yang gemar menonton dan tergila-gila dengan idolanya rela menghabiskan uang orangtua hanya untuk membeli perlengkapan/aksesoris yang berkaitan dengan idolanya, mengoleksi banyak majalah, mengikuti forum-forum idola mereka hanya untuk mengetahui apa saja mengenai idola mereka, mulai dari makanan kesukaan para idola, hobi, hingga rela mengikuti “fans meeting” atau jumpa fans maupun konser yang diadakan idola. Mereka akan melakukan apapun untuk bertemu dengan idolanya, walaupun itu berarti harus mengorbankan banyak hal. Semakin dia mengetahui informasi tentang idolanya, dia merasa seakan-akan memiliki ikatan batin dan punya hubungan yang kuat dengan sang idola, dan jika hal ini terus dibiarkan, maka sang anak akan lebih banyak menghabiskan waktunya bukan untuk belajar melainkan untuk berkhayal tentang idolanya dan akhirnya sang anak sulit membedakan antara kehidupan nyata/realistis dengan khayalan


(18)

Fenomena yang ditemui oleh peneliti didukung oleh beberapa penelitian terdahulu, seperti penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Hafidatul (2010: 76-82) dalam mengkaji pengaruh antara kebiasaan menonton sinetron dengan konsep diri siswa di SMA Negeri 6 Bandung kelas X Tahun Ajaran 2009/2010, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan menonton sinetron remaja dengan konsep diri siswa yang dibuktikan dengan hasil koefisien korelasi sebesar 0,566 berada pada kriteria hubungan yang cukup kuat yang artinya antara kebiasaan menonton sinetron remaja dengan konsep diri siswa memiliki derajat hubungan yang cukup kuat. Koefisien korelasi tersebut bernilai positif, artinya kebiasaan menonton sinetron remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri siswa. Sinetron yang ditayangkan televisi dapat memberi dampak psikologis bagi para penontonnya, begitu juga sinetron yang dapat berdampak negatif. Sinetron yang memperlihatkan adegan percintaan atau pacaran akan cenderung mengajarkan remaja untuk berpacaran, berpenampilan seksi, serta pola hidup serba senang dan mudah. Dan yang meresahkan adalah adegan dalam sinetron yang remaja saksikan sering kali ditiru dalam perilaku mereka sehari-hari.

Penelitian Suryanah (2010: 61-62) Penonton tayangan drama seri Korea di Indosiar berdasarkan persentase usia terbanyak adalah 16-19 tahun sebanyak 60% responden dan persentase tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA sebanyak 50% (62,5%). Pengaruh menonton tayangan drama seri Korea di Indosiar terhadap perilaku imitasi remaja Pangkalan Jati, Depok sebesar 57,8% dan bernilai positif yang berarti bahwa semakin tinggi frekuensi, intensitas dan durasi menonton tayangan drama seri Korea di Indosiar maka akan meningkat pula perilaku imitasi pada penontonnya. Perilaku imitasi yang dilakukan oleh remaja lebih banyak memiliki sisi negatifnya. Dalam hal ini, remaja dapat dikatakan sebagai korban mode yang pada akhirnya dapat menimbulkan perilaku konsumtif, dimana remaja membeli apa yang dilihatnya dalam drama seri Korea. Selain itu imitasi dari segi cara


(19)

9

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

berpakaian menunjukkan bahwa terpaan budaya asing semakin mengikis rasa cinta terhadap budaya sendiri.

Penelitian Yunaeni (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan negatif antara kebiasaan menonton sinetron dengan kebiasaan belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil koefisien korelasi sebesar -0,673 berada pada kriteria hubungan yang kuat. Dengan demikian koefisien korelasi tersebut bernilai negatif, artinya kebiasaan menonton sinetron memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan dengan kebiasaan belajar siswa.

Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari pendidikan yang berfungsi untuk membantu peserta didik dalam mencapai perkembangan yang optimal bagi perkembangan peserta didik termasuk dalam hal bimbingan dan konseling pribadi. Bimbingan pribadi diarahkan untuk membantu pembentukan konsep diri yang positif dan realistis dan juga mengembangkan kemampuan individu yang ajeg sehingga dapat mengembangkan potensinya dan menangani masalah dirinya sendiri. Maka dari itu, konselor sekolah mempunyai peranan yang lebih besar untuk memfasilitasi individu dalam proses pembentukan konsep diri positif peserta didik. Barret (Nelson 1972: 52) mengungapkan, melalui bimbingan, peserta didik diharapkan diberikan informasi-informasi baru mengenai dirinya, baik itu kemampuan/kelebihannya maupun berupa ketidakmampuan peserta didik sehingga dapat membantu peserta didik dalam memperkuat dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dan merubah pandangan tehadap dirinya ke arah yang lebih positif.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penelitian ini mengangkat judul “Profil Konsep Diri Peserta Didik Penonton Drama Seri Korea dan Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling”


(20)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana profil konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ?

2. Bagaimana implikasi profil konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea bagi bimbingan dan konseling di kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai sesuai kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Memperoleh gambaran mengenai konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

2. Memperoleh gambaran implikasi profil konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea bagi bimbingan dan konseling kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peserta Didik


(21)

11

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai dampak menonton drama seri Korea terhadap konsep diri

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Sebagai bahan masukan agar kelak dapat memberikan bantuan dalam memfasilitasi pengembangan konsep diri peserta didik yang positif yang memiliki kebiasaan menonton drama seri korea atau masalah dengan karakteristik serupa sehingga dapat berkembang lebih optimal

3. Bagi Orang Tua

Sebagai bahan referensi orang tua dalam mendampingi anak dalam mengelola waktu yang berkaitan dengan perilaku/kebiasaan menonton drama seri Korea

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian yang berhubungan dengan konsep diri remaja dan perilaku menonton

E. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II: Tinjauan Teoritis yang berisi tentang pengembangan konsep diri remaja penonton drama seri korea

Bab III: Metode Penelitian yang meliputi lokasi dan subjek populasi/sampel, metode penelitian, definisi operasional variabel, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi analisis data dan pembahasan hasil temuan


(22)

(23)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti terlebih dahulu harus menentukan metode atau teknik yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga alur penelitan menjadi lebih efektif. Dalam bab ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang akan digunakan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang terkait, bab ini akan membahas hal sebagai berikut:

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Lokasi tempat penelitian diadakan adalah SMAK 2 BPK Penabur Bandung. SMAK 2 BPK Penabur dipilih karena berdasarkan studi pendahuluan dengan cara wawancara tidak terstruktur, diketahui bahwa banyak peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea.

Arikunto (2010: 173) mengemukakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Riduwan (2011: 54) kemudian menjelaskan bahwa populasi merupakan suatu objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 70 orang dari kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 2010: 174). Pengumpulan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu purposive sampling/sampel bertujuan. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel subyek dengan pertimbangan tertentu (sugiyono, 2009:96). Dalam teknik ini subjek dianggap menjadi yang paling tahu tentang apa yang diharapkan oleh penulis. Suharsimi Arikunto (2010: 183) menjelaskan sampel bertujuan atau Purposive Sample sebagai berikut:

Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan pada srata, random, atau daerah tetapi berdasarkan atas tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah (a) pengambilan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. (b) subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjects). (c) penentuan


(24)

karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan

Adapun pemilihan sampel yang dilakukan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Berdasarkan studi pendahuluan, peserta didik SMA (usia 15-18 tahun) memiliki ketertarikan tinggi pada drama seri Korea

2. Peserta didik yang berada pada masa remaja (rentang usia 15-18 tahun) berada pada tahap perkembangan remaja yang masih kebingungan terhadap status dirinya dan masih potensial dalam mengembangkan konsep diri (Pujijogyanti 1993), sehingga usia ini dinilai rentan terhadap pengaruh terpaan media massa

Untuk memperoleh peserta didik yang yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea, dilakukan penyaringan berupa pengakuan sampel yang menjawab pertanyaan dalam angket yang berhubungan dengan karakteristik-karakteristik sampel penelitian, kemudian peneliti menyaring hasilnya (sampel penelitian). Sampel pada penelitian ini berjumlah 11 peserta didik.Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono 2011:7). Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data mengenai konsep diri peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto 2010:203). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu metode yang digunakan dengan cara menganalisa peristiwa-peristiwa atau masalah-masalah yang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Dengan menggunakan metode deskriptif, peneliti dapat menghasilkan dan memperoleh informasi yang tepat dan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai profil konsep diri peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea. Hasil penelitian akan mendeskripsikan konsep diri peserta didik kelas X khususnya di


(25)

45

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

SMAK 2 BPK Penabur Bandung yang menjadi data awal dalam pengembangan layanan bimbingan dan konseling pribadi yang secara hipotetik dapat mengembangkan konsep diri positif yang dimiliki oleh peserta didik. Lebih lengkap, tahapan pelaksanaan penelitian diilustrasikan dalam bagan berikut ini:

ALUR/TAHAP 1 (IDENTIFIKASI) 1. Studi Pendahuluan

2. Kajian Konseptual (Studi Literatur) a. Bimbingan dan Konseling b. Konsep Diri

3. Penyusunan Instrumen untuk mengungkap konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea

4. Karakteristik dan kebutuhan terhadap pengembangan konsep diri positif peserta didik SMA penonton drama seri Korea

ALUR/TAHAP 2

(PENGEMBANGAN PROGRAM LAYANAN) Draft layanan bimbingan dan konseling pribadi

untuk mengembangkan konsep

diri peserta didik SMA penonton drama seri Korea

ALUR/TAHAP 3

(PENYEMPURNAAN PROGRAM LAYANAN)

Program Layanan Hipotetik (Layanan bimbingan dan konseling pribadi untuk mengembangkan konsep diri peserta didik SMA penonton drama

seri Korea) Bagan 3.1

Alur Penelitian Profil Konsep Diri Peserta Didik Penonton Drama Seri Korea


(26)

C. Definisi Operasional Variabel

1. Konsep Diri

Dalam penelitian ini, variabel yang akan dibahas oleh peneliti adalah konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea di kelas X di SMAK 2 BPK Penabur. Konsep diri dalam penelitian ini adalah pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri meliputi aspek fisik, psikis/psikologis dan sosial. Konsep diri seseorang merupakan dirinya sendiri dari sudut pandangnya sendiri, dan pengalaman-pengalaman yang individu terima dari lingkungan sekitarnya (individu selalu mempersepsikan setiap kejadian yang dialaminya dan kemudian meresponnya).

Lebih lanjut lagi Hurlock (1976: 22) menjelaskan terdapat tiga komponen konsep diri atau gambaran individu tentang dirinya, yaitu:

a. The Perceptual Component/Komponen Persepsi: Sering disebut sebagai Psysical Self Concept (konsep diri fisik) karena merujuk pada persepsi individu tentang penampilan fisiknya, baik persepsi individu mengenai dirinya maupun impresi yang ia berikan pada orang lain. Tercakup di dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan daya tarik (Attractiveness), keseuaian jenis kelamin (sex appropriateness) dan persepsi tentang kesan orang lain terhadap penampilannya.

b. The Conceptual Component/Komponen Konseptual: Sering disebut dengan Psychological Self Concept (Konsep diri psikis) yaitu gambaran mengenai karakteristik dirinya yang memiliki perbedaan/ciri khas (distinctive characteristic), kemampuan dan ketidakmampuan, latar belakang dan asal-usulnya, serta masa depannya. Komponen ini biasa tersusun dalam kualitas penyesuaian hidup seperti kejujuran (honesty), kepercayaan diri (self confidence), kemandirian (indefendence), keberanian (courage)

c. The Attitudinal Component/Komponen Sikap: Dapat dikatakan sebagai konsep diri yang termasuk aspek sosial. Merujuk pada perasaan seseorang tentang dirinya, menyangkut sikap terhadap keberadaan


(27)

47

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya/rasa malu.

2.Perilaku Menonton Drama Seri Korea

Perilaku peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat keterikatan, kesenangan, dan ketergantungan peserta didik kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung dalam aktivitas menonton drama seri Korea. Peneliti menggunakan aspek-aspek kecanduan internet dan komputer yang dikemukakan oleh Griffiths (2000) dan disesuaikan dengan penelitian ini, yaitu:

a. Salience, yakni dominasi aktivitas menonton drama seri Korea dalam pikiran (cognitive salience) dan tingkah laku (behavioral salience) peserta didik

b. Mood Modification, yaitu peserta didik mendapatkan kesenangan dari aktivitas menonton drama seri Korea

c. Conflict, yaitu pertentangan yang muncul mengenai tingkat kegemaran dalam menonton drama seri Korea yang berlebihan yang mucul baik dari dirinya sendiri (intrapersonal) maupun dari orang lain (interpersonal)

d. Tolerance, yaitu aktivitas menonton drama seri Korea yang mengalami peningkatann secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan

e. Withdrawal Symtoms, yaitu menarik diri atau menghentikan aktivitas menonton drama seri Korea. Dengan menghentikan aktivitas menonton drama seri Korea, muncul perasaan tidak menyenangkan

f. Relapse, yaitu kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola awal tingkah laku menonton secara berlebihan atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol.


(28)

D. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Penimbangan dilakukan oleh tiga dosen ahli/dosen dari jurusan Psikologi Bimbingan dan Konseling, dengan memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut bisa digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau diperlukannya revisi pada item tersebut. Hasil uji kelayakan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Hasil Judgement Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 5,6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18,21,26,27,28,29

,30,31,34,35,36,37,38,41,42,43,44,45 29 Revisi 1,2,3,4,11,19,20,22,23,24,25,32,33,36,39,40 16

Buang - 0

Tabel 3.2

Hasil Judgement Instrumen Konsep Diri

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai

1,2,3,5,6,9,10,15,16,17,18,19,20,22,24,25,26,27, 28,29,32,33,34,35,37,38,39,41,42,43,44,45,46,47 ,48,49,50,51,52,54,56,58,59,60,62,63,64,65,66,6 7,70,71,73,76,77,78,79,80,81,82

60

Revisi 4,7,8,11,12,13,14,21,23,30,31,36,40,53,55,57,61,

68,69,72,74,75 22


(29)

49

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

2. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan kepada subjek usia remaja yaitu kepada tiga orang peserta didik SMA Bintang Mulia untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kata-kata yang kurang dipahami, sehingga kalimat dalam pernyataan dapat disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pernyataan tersebut. Setelah uji keterbacaan maka untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh usia remaja dan kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. 3. Uji Validitas

Validitas item dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan pernyataan dari alat penelitian dalam menjalankan fungsinya. Pengujian validitas alat pengumpul data menggunakan metode Korelasi Rank Sprearman. Koefisien Rank Sprearman digunakan untuk menunjukkan keeratan hubungan yang terjadi antara dua variabel atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berskala ukur ordinal.

Hasil perhitungan menggunakan bantuan SPSS for Windows V.20 terhadap 45 item pernyataan untuk instrumen menonton drama seri Korea diperoleh 44 pernyataan valid dan 1 pernyataan tidak valid. Hasil uji validitas dalam instrumen menonton drama seri Korea dilihat pada tabel berikut

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea

Keterangan No. Item Jumlah

Valid

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19, 20,21,22,23,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34 35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45

44


(30)

Hasil perhitungan terhadap 82 item pernyataan untuk instrumen konsep diri diperoleh 69 pernyataan valid dan 13 pernyataan tidak valid. Hasil uji validitas dalam instrumen konsep diri dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Konsep Diri

Keterangan Item

Valid 1,2,3,4,5,6,8,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20, 21,23,24,25,26,27,28,30,32,33,34,35,36,37,38, 39,40,41,42,43,46,47,48,50,52,53,54,55,56,57, 59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,71,72,73, 74,76,77,78,79,80,82 70

Tidak Valid 7,9,22,29,31,44,45,49,51,58,75,81 12

4. Uji Reliabilitas

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan, bila instrumen pengumpulan data digunakan untuk mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows V.20 metode Cronbach’s Alpha. Kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas insrumen maka digunakan klasifikasi kriteria dalam Tabel berikut. Pengujian reliabilitas alat pengumpul data menggunakan rumus Koefisien Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut.

Dimana:

Reliabilitas instrumen K = Banyaknya butir pernyataan

= Varians total

(Arikunto, 2010:239)              

2

2 11 1 1 t b k k r 


(31)

51

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Tabel 3.5

Kriteria Reliabilitas Instrumen

Interval Koefisien Kriteria Keterandalan

0,80 – 1,000 Sangat tinggi

0,60 – 0,799 Tinggi

0,40 – 0,599 Cukup

0,20 – 0,399 Rendah

0,00 – 0,199 Sangat rendah

Sugiyono (2008: 257)

Berdasarkan perhitungan uji reliabilitas yang dilakukan terhadap instrumen Menonton Drama Seri Korea dan Konsep Diri, didapatkan koefisien reliabilitas masing-masing sebesar 0.938 dan 0.922 Secara lebih rinci hasil perhitungan reliabilitas konsep diri dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 3.6

Reliabilitas Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea

Tabel 3.7

Reliabilitas Instrumen Konsep Diri

Diketahui rata-rata koefisien reliabilitas instrumen menonton drama seri Korea dan koefisien reliabilitas instrumen konsep diri memiliki nilai Alpha Cronbach diatas 0.7, sehingga dapat dikategorikan reliabel artinya instrumen mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item yang relatif konsisten sehingga layak untuk digunakan sebagai alat penelitian.dan dapat diterima untuk dianalisis secara lebih lanjut

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.938 44

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(32)

E. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah dalam melakukan pengumpulan data antara lain: 1. Studi Awal

Peneliti melakukan penelitian terlebih dahulu melalui wawancara tidak terstruktur kepada narasumber sehingga diperoleh informasi mengenai keadaan lapangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini mengenai peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea di SMAK 2 BPK Penabur.

2. Penyusunan/Pengembangan Instrumen

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang mengungkap tentang konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea. Teknik pengumpulan data menggunakan angket adalah cara pengumpulan dengan menggunakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010: 194). Angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Responden hanya perlu menjawab dengan alternatif yang telah disediakan. Data yang diperoleh dalam penelitian berupa angka-angka yang diolah dengan pemberian bobot skor pada tiap item pernyataan instrumen penelitian.

3. Kisi-kisi Instrumen

Butir-butir pernyataan dalam angket ini merupakan gambaran tentang konsep diri peserta didik dan intensitas menonton drama seri Korea. Instrumen intensitas menonton drama seri Korea adalah instrumen yang disusun penulis berdasarkan pengembangan teori kecanduan/adiksi oleh Griffiths (2000) karena diasumsikan bahwa peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea berpotensi terhadap kecanduan sedangkan angket konsep diri disusun penulis berdasarkan pengembangan teori konsep diri dari Hurlock (1976:22). Kisi-kisi tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut :


(33)

53

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Tabel 3.8

Kisi-Kisi Instrumen Intensitas Menonton Drama Seri Korea (Sebelum Uji Coba)

Dimensi

/ Aspek Indikator

No. Item

(+) (-)

Sallience

1) (Cognitive salience) Intensitas subjek membayangkan aktivitas menonton drama seri Korea

1, 2, 3 3

2) Intensitas subjek membayangkan aktivitas menonton drama seri Korea dalam mimpinya

4, 5 2

3) (Behavioral salience) Dominasi perilaku menonton drama seri Korea dalam aktivitas subjek sehari-hari

6, 7 2

4) Subjek berupaya meluangkan waktu untuk bisa menonton drama seri Korea

8,

9,10 3

5) Jika dihadapkan pada dua pilihan yaitu menonton drama seri Korea atau aktivitas lain maka subjek akan memilih aktivitas menonton drama seri Korea

11,

12, 13 3

6) Subjek menunda aktivitas lain jika sedang menonton drama seri Korea

14, 15 2

Mood Modifica

tion

7) Merasa bersemangat pada saat menonton drama seri Korea

16,

17, 18 3

8) Merasakan perasaan senang pada saat menonton drama seri Korea

19 1

9) Merasa semakin bersemangat ketika menerima tantangan dalam menonton drama seri Korea

21, 22 2

Conflict

10) External conflict - Respon dari keluarga mengenai aktivitas menonton drama seri Korea yang menghabiskan banyak waktu dan uang

22, 23 2

11) Respon dari orang tua mengenai aktivitas menonton drama seri Korea yang berlebihan

24, 25 2

12) Respon dari teman-teman mengenai waktu luang untuk aktivitas bersama

26,

27, 28 3

13) Interaksi dengan teman-teman mulai berkurang 29, 30 2 14) Internal conflict - Perasaan kebingungan pada saat harus

memilih antara menonton drama seri Korea atau melakukan aktivitas lain


(34)

Tolerance

15) Subjek merasakan kebutuhan untuk meningkatkan durasi menonton drama seri Korea

33, 34 2

16) Subjek melakukan peningkatan durasi waktu yang

dihabiskan pada awal menonton drama seri Korea dengan kondisi sekarang

35,

36, 37 3

Withdrawal

17) Muncul perasaan gelisah jika tidak menonton drama seri Korea

38, 39 2

18) Muncul perasaan cemas jika tidak menonton drama seri Korea

40 1

Relapse

19) Muncul perasaan ingin menonton drama seri Korea lagi setelah mencoba menghentikan kebiasaan ini

41,

42, 43 3

20) Melakukan kembali kegiatan menonton drama seri Korea setelah sebelumnya berhasil untuk menghentikan kegiatan tersebut

44, 45 2

Tabel 3.9

Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri (Sebelum Uji Coba)

Dimensi

/ Aspek Indikator

No. Item

(+) (-)

Perceptual (Fisik)

1) Persepsi individu tentang penampilan fisiknya (Daya tarik/Attractiveness

1, 5, 6, 8, 10, 15,

2, 3, 4, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 16

16

2) Keseuaian Jenis Kelamin (Sex Appropriateness) 17, 18, 19 - 3 3) Kesan yang diperoleh dari orang lain dan

dipersepsi kembali oleh diri

20, 21, 22, 24, 25

23, 26, 27, 28 9

Conceptual (Psikis / Psikologis)

4) Kemampuan dan Ketidakmampuannya

(kecerdasan, bakat, motivasi, minat, cita-cita, sikap, prestasi akademik dan non-akademik,

kebahagiaan, kecemasan-kecemasan, dan harga diri)

29, 34, 35, 36, 37, 40,

41, 42 30, 31, 32, 33, 38, 39, 43, 44 16

5) Karakteristik Diri yang Khas 48, 50, 51,

52, 53

45, 46, 47, 49, 9

6) Latar Belakang dan Asal Usul 54, 55, 56,

57, 60, 61 58, 59 8

Attidunal (Sikap/ Sosial)

7) Sikap Terhadap Keberadaan Dirinya Sekarang Dan Masa Depan

62, 63, 65, 70, 71

64, 66, 67, 68, 69, 72

11

8) Sikapnya Terhadap Keberhargaan, Kebanggaan dan Keterhinaannya/Rasa Malu

73, 75, 76, 77, 81

74, 78, 79, 80, 82 10


(35)

55

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

F. Analisis Data

1. Penyekoran Data

Setelah diketahui item-item pernyataan yang layak dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai data penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan penyekoran. Angket yang telah disusun oleh peneliti berjumlah dua angket berupa kuesioner yang mempunyai tiga alternatif jawaban Sering, Jarang, dan Tidak Pernah untuk angket menonton drama seri Korea dan lima alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, ragu-ragu, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai untuk angket Konsep Diri dengan cara pengisian checklist (√). Tiap pilihan alternatif jawaban/respon dalam angket mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 3.10

Skoring Angket Intensitas Menonton Drama Seri Korea

PERNYATAAN

ALTERNATIF JAWABAN Sering

(S)

Jarang (J)

Tidak Pernah (TP)

Favorable 3 2 1

Tabel 3.11

Skoring Angket Konsep Diri

PERNYATAAN

ALTERNATIF JAWABAN Sangat

Sesuai (SS)

Sesuai (S)

Ragu-ragu (R)

Tidak Sesuai (TS)

Sangat Tidak Sesuai

(STS)

Favorable 5 4 3 2 1


(36)

Semakin tinggi alternatif jawaban peserta didik, maka semakin tinggi kecenderungan peserta didik menonton drama seri Korea dan semakin rendah alternatif jawaban peserta didik, maka semakin rendah kecenderungan peserta didik menonton drama seri Korea. Begitu pula dengan instrumen konsep diri, semakin tinggi alternatif jawaban peserta didik, maka semakin positif konsep diri yang dimiliki dan semakin rendah alternatif jawaban peserta didik, maka semakin negatif konsep diri yang dimiliki.

2. Pengelompokan Data

Pengelompokan data dilakukan untuk melihat gambaran umum karakteristik sumber data penelitian. Kategorisasi jenjang dilakukan untuk mengelompokkan intensitas menonton drama seri Korea ke dalam 3 kategori, yaitu tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R) sedangkan konsep diri ke dalam kategori positif (+) dan negatif (-). Untuk menentukan panjang kelas, terlebih dahulu perlu diketahui rentang (R) antara skor terbesar dengan skor terkecil, berikut rumus yang digunakan:

(Furqon 2004: 24)

Setelah diketahui nilai rentang (R), maka panjang kelas (p), dapat diketahui dengan rumus:

(Furqon, 2004: 25) Pada instrumen yang mengungkap intensitas menonton drama seri Korea peserta didik, diketahui bahwa skor terbesar ideal adalah 135 dan skor terkecil ideal adalah 45, sehingga dapat diketahui bahwa rentang yaitu 90. Setelah menghitung skor rentang dapat diketahui panjang kelas yaitu 30


(37)

57

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

dengan banyak kelas sebanyak 3. Berikut interpretasi rentang kriteria menonton drama seri Korea.

Tabel 3.12

Interpretasi Kategori Intensitas Menonton Drama Seri Korea

Rentang Kategori Interpretasi

107 – 135 Tinggi

Peserta didik memiliki intensitas menonton drama seri Korea yang tinggi hampir semua indikator, yaitu

salience, mood modification, conflict, tolerance, withdrawal dan relapse

76 – 106 Sedang

Peserta didik memiliki intensitas menonton drama seri Korea yang tinggi di sebagian/beberapa indikator, yaitu salience, mood modification, conflict, tolerance, withdrawal dan relapse

45 – 75 Rendah

Peserta didik tidak memiliki intensitas menonton drama seri Korea yang tinggi di hampir semua indikator, yaitu

salience, mood modification, conflict, tolerance, withdrawal dan relapse

Pada instrumen ini mengungkap konsep diri peserta didik, diketahui bahwa skor terbesar ideal adalah 410 dan skor terkecil ideal adalah 82, sehingga dapat diketahui bahwa rentang yaitu 328. Setelah menghitung skor rentang dapat diketahui panjang kelas yaitu 164 dengan banyak kelas sebanyak 2. Berikut interpretasi rentang kriteria konsep diri


(38)

Tabel 3.13

Interpretasi KategoriKonsep Diri

Rentang Kategori Interpretasi

247 - 410 Konsep Diri Positif

Peserta didik sudah paham akan dirinya, telah mencapai konsep diri yang realistis yaitu memiliki pengetahuan, penilaian dan pengharap tentang diri secara positif baik mengenai fisik, psikis, dan sikap

82 – 246 Konsep Diri Negatif

Peserta didik belum paham akan dirinya, belum mencapai konsep diri yang realistis memiliki pengetahuan, penilaian dan pengaharap yang baik tentang diri dalam hal fisik, psikis, dan sikap

Setelah dilakukan kategorisasi, kenudian dilakukan perhitungan pencapaian aspek dan indikator konsep diri dengan mengguakan rumus

(Sugiyono, 2012: 246) Keterangan:

Skor total : jumlah skor yang diperoleh

Skor ideal : skor maksimal x jumlah item x jumlah peserta didik Persentase Ketercapaian = x 100


(39)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil konsep diri peserta didik penonton drama seri Korea dan implikasinya bagi layanan bimbingan dan konseling, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Profil konsep diri peserta didik kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 penonton drama seri Korea pada kategori tinggi menunjukkan bahwa 2 dari 11 peserta didik atau sekitar 18.2% memiliki konsep diri negatif dan sisanya sebanyak 9 peserta didik atau 81.8% memiliki konsep diri positif. Hal ini dapat diartikan bahwa peserta didik masih cukup baik dalam memandang dirinya sendiri, meskipun beberapa diantaranya menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi drama seri Korea memiliki konsep diri negatif atau tidak baik dalam menilai dirinya sendiri.

2. Implikasi layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan konsep diri positif peserta didik penonton drama seri Korea di kelas X di SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yaitu rancangan layanan program bimbingan pribadi untuk membantu peserta didik mengurangi intensitas menonton drama seri Korea dan juga untuk mengembangkan konsep diri menjadi positif. Setiap aspek dan indikator menonton dan konsep diri dijadikan landasan pengembangan program yang diberikan melalui layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem yang disesuaikan dengan data hasil analisis kebutuhan peserta didik kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.


(40)

B. Saran

Beberapa rekomendasi yang diajukan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan ditujukan kepada pihak-pihak, yaitu (1) kepala sekolah (2) guru bimbingan dan konseling dan (3) peneliti selanjutnya

1. Pihak Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi memiliki konsep diri positif, namun sebagai langkah mempertahankan sekaligus mengembangkan konsep diri positif tersebut, kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan di lingkungan sekolah diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik dalam pengembangan konsep diri positif peserta dengan cara menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi perkembangan konsep diri peserta didik dan disiplin di sekolah dalam rangka membantu mengurangi dampak dari media massa. Selain itu memfasilitasi dengan cara kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti guru, orang tua, personel sekolah, bidang profesional lainnya

2. Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peserta didik penonton drama seri Korea pada kategori tinggi dan konsep diri peserta didik yang berada pada kategori positif, maka penting bagi guru bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan yang tepat, seperti layanan yang bersifat penyembuhan melalui kemampuan mengelola diri dari intensitas menonton drama seri Korea yang tinggi agar efek yang ditimbulkan dari aktivitas menonton drama seri Korea tidak meningkat terus menerus dan pengembangan kemampuan untuk mempertahankan konsep diri positif dengan cara:

a. Program bimbingan pribadi untuk mengurangi intensitas menonton drama seri Korea dan mengembangkan konsep diri positif peserta didik kelas X SMAK 2 BPK Penabur Bandung tahun ajaran 2013/2014 berdasarkan hasil penelitian dapat dilaksanakan terutama tema-tema yang didalamnya menyangkut aspek perceptual dan attitudinal pada


(41)

97

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

konsep diri seperti dibalik kata “berlebihan”, TEKAD (TOP Secret) dan Keep Fighting!!

b. Proaktif dalam membangun relasi dengan professional bidang lainnya yang bersangkutan dan terlebih orang tua guna mensosialisasikan program bimbingan dan mendapatkan informasi serta memantau perkembangan peserta didik menyangkut aktivitas menonton drama seri Korea yang berlebihan dan efek yang ditimbulkan sehingga himpunan data lebih lengkap dan intervensi yang diberikan tepat

3. Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada jenjang lainnya seperti peserta didik SMP atau bahkan kepada Mahasiswa sehingga dapat dilihat, apakah terdapat perbedaan hasil penelitian jika dilihat dari jenjang umur, pola pikir dan tugas perkembangan yang berbeda.

b. Melakukan penyempurnaan intrumen dalam bentuk angket dan juga merumuskan pedoman wawancara mengenai konsep diri atau variabel penelitian lainnya kepada peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi sehingga didapatkan hasil yang lebih optimal.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN

AGB Nielsen Media Research. (2011, Maret). Memahami Kebiasaan Konsumsi Media Perempuan. [online: 16 september 2013]

Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama Ali, M. (2011). Memahami Riset Perilaku Dan Sosial. Bandung: CV.Pustaka

Cendikia Utama

Ardianto, E., Komala, L dan Karlinah, S. (2009). Komunikasi Massa. Bandung: Sembiosa Rekatama Media

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Atkinson, R.L. (2006). Pengantar Psikologi (11th ed). Jakarta: Interaksara

Azzet, A. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Burns,R.B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Jakarta: Arcan

Calhoun, J.F dan Acocella, J.R. (1990). Psychology or Adjustment and Human Relationship (3rd Edition). McGraw-Hill Publishing

Choate, L. (2007). “Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategies for School Counselors”. Proffesional School Counseling. (317), 317-324). Louisiana State University, Baton Rouge: ASCA

Cooper, A. 2000. “Seks maya: THE DARK SIDE OF THE FORCE”. A Special Issue of The Jurnal Sexual Addiction & Compulsivity. Philadelphia: G.H. Buchanan

Derrick, J.L. (2013). “Energized by Television: Familiar Fictional Worlds Restore Self-Control”. Journal of Social and Personal Relationships. 4, (3), 299-307.


(43)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya ... (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Devito, J. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Proffesional Book Effendy, O. (1989). Kamus komunikasi. Bandung: CV Mandar Maju

... (2011). Ilmu Komunikasi – Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Faulina, R. (2010). Sinetron dan perilaku Pacaran Remaja: Studi tentang Hubungan Antara Pola Menonton Sinetron Remaja dan Perilkau Berpacaran Remaja di Surabaya. Skripsi UNAIR. Surabaya

Firmanto, A. (2012). Hubungan Antara Daya Tarik Film Drama Korea Dengan Minat Menonton Mahasiswi UNISBA. Skripsi FIKOM UNISBA. Bandung Fitts, W.H. (1971). The Self Concept and Self Actualization (1st Edition). Los

Angeles: Western Physichologist Services

Furqon. (2004).Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Gerungan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Ghufron, N dan Risnawita, R. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: AR Ruzz Media

Griffiths, M. (2000). “Does Internet and Computer 'Addiction' Exist? : Some Case Study Evidence”. Cyber Psychology & Behavior. 3, (2), 211-218.

Hafidatul, I. (2010). Pengaruh Kebiasaan Menonton Sinetron Remaja Terhadap Konsep Diri Siswa dan Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling. Skripsi PPB UPI. Bandung: Tidah Diterbitkan.

Hariyono. (2008). Hubungan Antara Menonton Sinetron Percintaan di Televisi Dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 8 Medan. Skripsi FISIP USU. Medan Hasbullah. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada

Hassanuddin. (1996). Drama Karya Dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa


(44)

Hovart, A.T. (1989). Coping with addiction. [Online]. Tersedia: http://www.cts.com/babtsmrt/coping/html. (16 september 2013)

Hurlock, E.B. 1976. Personality Development. New York: McGraw-Hill ……. (1986). Personality Development. USA: McGraw Hill, inc.

... (a.b. Istiwidayanti Soedjarwo). (2004). Psikologi Perkembangan (Suatu Perkembangan Sepanjang Hayat). Jakarta: Erlangga

Kurdi, M.M. (2007). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Konsep Diri Akademik Siswa SMA. Skripsi. PPB FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Lewis, B. (2004). Character Building untuk Remaja. Batam: Karisma Publishing Group

Martiana, M. (2007). Hubungan Antara Durasi Menonton Tv dan Sikap Terhadap Seksualitas Remaja. Skripsi FPSI UI. Depok

Mappiare, A. (2006). Kamus Istilah Konseling & Terapi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

McQuail, D (a.b Putri Iva Izzafi). (2011). Teori Komunikasi Massa Mcquail-edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika

Morrisan. (2008). Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio Dan Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nelson, R.C. (1972). Guidance and Counseling. USA: Holt, Reinhart and Winston, Inc.

Permendiknas No. 20 tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pudjijogyanti, C.R. 1993. Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan Rakhmat, J. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung: RIZQI PRESS

Salahudin, A. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama


(45)

Karel Yulius Jimmy Tuerah, 2014

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

... (2003). Adolescense-Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga ... (2007). Remaja, jilid 2, edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga ... (2012). Remaja, jilid 1, edisi ketigabelas. Jakarta: Erlangga.

Schultz, D. (1981). Theories of Personality. California: Brooks/Cole Publishing Company

Sudarwan, D, (1995). Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.

Bandung: ALFABETA

……. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA

……. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA

……. (2012).Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA

Suherman, U dan Sudrajat, D. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung: PPB FIP UPI

Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production

Sukardi. (1995). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek (Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa). Bandung: Maestro Surya, M (1977). Kesehatan Mental Cetakan Kedua. Bandung: BP FIP UPI Suryanah, A. (2010). Pengaruh Menonton Tayangan Drama Seri Korea di

Indosiar Terhadap Perilaku Imitasi di Kalangan Remaja Pangkalan Jati, Depok. Skripsi FISIP UPNVJ. Jakarta

Susriani, A. (1999). Studi Perbandingan Mengenai Konsep Diri Dan Orientasi Masa Depan Pada Remaja Tuna Netra Yang Tinggal Di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung Dengan Yang Tinggal Pada Orangtua. Skripsi FPSI UNISBA. Bandung

Syamsuddin, A. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(46)

Tomer, J.F. (2001). “Addictions are not rational: a socio-economic model of addictive behavior”. Journal of Socio-Economics. 33, (244), 243-261.

Triyono, A. (2010). Pendidikan Literasi Media pada Guru TK Gugus Kasunanan sebagai Upaya Menanggulangi Dampak Negatif Televisi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wahyudi, J.B. (1992). Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Yee, N. (2002). Understanding MMORPG Addiction.[Online]. Tersedia: http://www.nickyee.com/hub/addiction/home/html (16 september 2013) Yunaeni, Y. (2012). Pengaruh Kebiasaan Menonton Sinetron Terhadap

Kebiasaan Belajar Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan Yusuf, S. (2002). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

... (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... dan Juntika Nurihsan. (2007). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... (2008). Teori Kepribadian. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia ... (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi


(1)

97

konsep diri seperti dibalik kata “berlebihan”, TEKAD (TOP Secret) dan Keep Fighting!!

b. Proaktif dalam membangun relasi dengan professional bidang lainnya yang bersangkutan dan terlebih orang tua guna mensosialisasikan program bimbingan dan mendapatkan informasi serta memantau perkembangan peserta didik menyangkut aktivitas menonton drama seri Korea yang berlebihan dan efek yang ditimbulkan sehingga himpunan data lebih lengkap dan intervensi yang diberikan tepat

3. Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada jenjang lainnya seperti peserta didik SMP atau bahkan kepada Mahasiswa sehingga dapat dilihat, apakah terdapat perbedaan hasil penelitian jika dilihat dari jenjang umur, pola pikir dan tugas perkembangan yang berbeda.

b. Melakukan penyempurnaan intrumen dalam bentuk angket dan juga merumuskan pedoman wawancara mengenai konsep diri atau variabel penelitian lainnya kepada peserta didik yang memiliki intensitas menonton tinggi sehingga didapatkan hasil yang lebih optimal.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelengaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN

AGB Nielsen Media Research. (2011, Maret). Memahami Kebiasaan Konsumsi Media Perempuan. [online: 16 september 2013]

Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama Ali, M. (2011). Memahami Riset Perilaku Dan Sosial. Bandung: CV.Pustaka

Cendikia Utama

Ardianto, E., Komala, L dan Karlinah, S. (2009). Komunikasi Massa. Bandung: Sembiosa Rekatama Media

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Atkinson, R.L. (2006). Pengantar Psikologi (11th ed). Jakarta: Interaksara

Azzet, A. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Burns,R.B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Jakarta: Arcan

Calhoun, J.F dan Acocella, J.R. (1990). Psychology or Adjustment and Human Relationship (3rd Edition). McGraw-Hill Publishing

Choate, L. (2007). “Counseling Adolescent Girls for Body Image Resilience: Strategies for School Counselors”. Proffesional School Counseling. (317), 317-324). Louisiana State University, Baton Rouge: ASCA

Cooper, A. 2000. “Seks maya: THE DARK SIDE OF THE FORCE”. A Special Issue of The Jurnal Sexual Addiction & Compulsivity. Philadelphia: G.H. Buchanan

Derrick, J.L. (2013). “Energized by Television: Familiar Fictional Worlds Restore Self-Control”. Journal of Social and Personal Relationships. 4, (3), 299-307.


(3)

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya ... (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Devito, J. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Proffesional Book Effendy, O. (1989). Kamus komunikasi. Bandung: CV Mandar Maju

... (2011). Ilmu Komunikasi – Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Faulina, R. (2010). Sinetron dan perilaku Pacaran Remaja: Studi tentang Hubungan Antara Pola Menonton Sinetron Remaja dan Perilkau Berpacaran Remaja di Surabaya. Skripsi UNAIR. Surabaya

Firmanto, A. (2012). Hubungan Antara Daya Tarik Film Drama Korea Dengan Minat Menonton Mahasiswi UNISBA. Skripsi FIKOM UNISBA. Bandung Fitts, W.H. (1971). The Self Concept and Self Actualization (1st Edition). Los

Angeles: Western Physichologist Services

Furqon. (2004).Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Gerungan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Ghufron, N dan Risnawita, R. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: AR Ruzz Media

Griffiths, M. (2000). “Does Internet and Computer 'Addiction' Exist? : Some Case Study Evidence”. Cyber Psychology & Behavior. 3, (2), 211-218.

Hafidatul, I. (2010). Pengaruh Kebiasaan Menonton Sinetron Remaja Terhadap Konsep Diri Siswa dan Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling. Skripsi PPB UPI. Bandung: Tidah Diterbitkan.

Hariyono. (2008). Hubungan Antara Menonton Sinetron Percintaan di Televisi Dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 8 Medan. Skripsi FISIP USU. Medan Hasbullah. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada

Hassanuddin. (1996). Drama Karya Dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa


(4)

Hovart, A.T. (1989). Coping with addiction. [Online]. Tersedia: http://www.cts.com/babtsmrt/coping/html. (16 september 2013)

Hurlock, E.B. 1976. Personality Development. New York: McGraw-Hill

……. (1986). Personality Development. USA: McGraw Hill, inc.

... (a.b. Istiwidayanti Soedjarwo). (2004). Psikologi Perkembangan (Suatu Perkembangan Sepanjang Hayat). Jakarta: Erlangga

Kurdi, M.M. (2007). Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Konsep Diri Akademik Siswa SMA. Skripsi. PPB FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Lewis, B. (2004). Character Building untuk Remaja. Batam: Karisma Publishing Group

Martiana, M. (2007). Hubungan Antara Durasi Menonton Tv dan Sikap Terhadap Seksualitas Remaja. Skripsi FPSI UI. Depok

Mappiare, A. (2006). Kamus Istilah Konseling & Terapi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

McQuail, D (a.b Putri Iva Izzafi). (2011). Teori Komunikasi Massa Mcquail-edisi 6. Jakarta: Salemba Humanika

Morrisan. (2008). Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio Dan Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nelson, R.C. (1972). Guidance and Counseling. USA: Holt, Reinhart and Winston, Inc.

Permendiknas No. 20 tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan Pudjijogyanti, C.R. 1993. Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan Rakhmat, J. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung: RIZQI PRESS

Salahudin, A. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama


(5)

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

... (2003). Adolescense-Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga ... (2007). Remaja, jilid 2, edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga ... (2012). Remaja, jilid 1, edisi ketigabelas. Jakarta: Erlangga.

Schultz, D. (1981). Theories of Personality. California: Brooks/Cole Publishing Company

Sudarwan, D, (1995). Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.

Bandung: ALFABETA

……. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA

……. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA

……. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA

Suherman, U dan Sudrajat, D. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung: PPB FIP UPI

Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production

Sukardi. (1995). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek (Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa). Bandung: Maestro Surya, M (1977). Kesehatan Mental Cetakan Kedua. Bandung: BP FIP UPI Suryanah, A. (2010). Pengaruh Menonton Tayangan Drama Seri Korea di

Indosiar Terhadap Perilaku Imitasi di Kalangan Remaja Pangkalan Jati, Depok. Skripsi FISIP UPNVJ. Jakarta

Susriani, A. (1999). Studi Perbandingan Mengenai Konsep Diri Dan Orientasi Masa Depan Pada Remaja Tuna Netra Yang Tinggal Di Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna Bandung Dengan Yang Tinggal Pada Orangtua. Skripsi FPSI UNISBA. Bandung

Syamsuddin, A. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(6)

Tomer, J.F. (2001). “Addictions are not rational: a socio-economic model of addictive behavior”. Journal of Socio-Economics. 33, (244), 243-261.

Triyono, A. (2010). Pendidikan Literasi Media pada Guru TK Gugus Kasunanan sebagai Upaya Menanggulangi Dampak Negatif Televisi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wahyudi, J.B. (1992). Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Yee, N. (2002). Understanding MMORPG Addiction.[Online]. Tersedia: http://www.nickyee.com/hub/addiction/home/html (16 september 2013) Yunaeni, Y. (2012). Pengaruh Kebiasaan Menonton Sinetron Terhadap

Kebiasaan Belajar Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan Yusuf, S. (2002). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

... (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... dan Juntika Nurihsan. (2007). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

... (2008). Teori Kepribadian. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia ... (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi