PENERAPAN MODEL OUTDOOR EXPERIENTIAL LEARNING PADA MATERI KEANEKARAGAMAN BIOTA LAUT UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Asumsi ... 8
E. Hipotesis Penelitian ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 8
G. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II PEMBELAJARAN OUTDOOR EXPERIENTIAL LEARNING PADA MATERI KEANEKARAGAMAN BIOTA LAUT UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS 10
A. Pembelajaran Outdoor Experiential Learning ... 10
B. Pembelajaran Berbasis Praktikum ... 21
C. Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Biologi ... 23
D. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Biologi ... 29
E. Pembelajaran Keanekaragaman Biota Laut ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
A. Metode dan Desain Penelitian ... 48
1. Metode Penelitian ... 48
2. Desain Penelitian ... 48
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 49
C. Definisi Operasional ... 49
D. Instrumen Penelitian ... 51
1. Tes Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 51
2. Lembar Observasi Kinerja Siswa ... 60
3. Angket Tanggapan Siswa... 61
E. Prosedur Penelitian ... 62
1. Tahap Persiapan ... 62
2. Tahap Penelitian ... 64
(2)
4. Alur Penelitian ... 68
F. Analisis Data ... 68
1. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 69
2. Perhitungan Gain Ternormalisasi ... 70
3. Uji Hipotesis ... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72
A. Hasil Penelitian ... 72
1. Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Keanekaragaman Biota Laut ... 72
a. Skor Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 72
b. Penguasaan Siswa Terhadap Indikator Keterampilan Proses Sains ... 77
2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Keanekaragaman Biota Laut ... 79
a. Skor Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 79
b. Penguasaan Siswa Terhadap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 84
3. Hasil Observasi Kinerja Siswa ... 86
4. Hasil Tanggapan Siswa tentang Pembelajaran Outdoor Experiential Learning ... 90
B. Pembahasan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121
A. Kesimpulan ... 121
B. Keterbatasan Penelitian ... 123
C. Rekomendasi ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 126
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 132
A. Perangkat Pembelajaran ... 132
B. Instrumen Penelitian ... 164
C. Hasil Uji Coba Instrumen ... 196
D. Data Nilai Pretest, Posttest, dan N-Gain Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 202
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya... 25
2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 33
2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keanekaragaman Hayati ... 37
2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal Biologi Laut ... 38
3.1 The Matching-Only Pretest-Posttest Control Group Design. ... 49
3.2 Rancangan Instrumen Penelitian ... 51
3.3 Pedoman Pemberian skor menggunakan opsi skala rating ... 53
3.4 Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 53
3.5 Kisi-kisi Soal Tes Berpikir Kritis ... 54
3.6 Interpretasi Nilai r ... 56
3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Proses Sains (Soal Pilihan Ganda) ... 58
3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Proses Sains (Soal Esai) ... 58
3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Berpikir Kritis (Soal Pilihan Ganda) ... 59
3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Berpikir Kritis (Soal Esai) ... 60
3.11 Kisi-kisi Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 62
3.12 Interpretasi Skor Kinerja Siswa ... 69
3.13 Interpretasi Data Angket ... 69
3.14 Kriteria Peningkatan Gain ... 70
4.1. Skor Pretest, Posttest dan N-Gain Keterampilan Proses Sains ... 72
4.2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pretest, Posttest dan N-Gain Keterampilan Proses Sains pada Kedua Kelas ... 74
4.3. Hasil Uji Statistik Kemampuan Awal Keterampilan Proses Sains ... 76
4.4. Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 77
4.5. Skor Pretest, Posttest dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 79
4.6. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pretest, Posttest dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis ... 81
4.7. Hasil Uji Statistik Kemampuan Awal Berpikir Kritis kritis ... 82
4.8. Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 83
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
2.1Model Experiential learning Kolb (2005) ... 14
2.2Model Experiential learning Norman (1999) ... 18
2.3Zonasi Laut ... 40
2.4Zonasi Penyebaran Jenis Mangrove ... 45
3.1Alur Penelitian ... 68
4.1.Diagram Skor Rata-rata Pretest, Posttest, dan N-gain Keterampilan Proses Sains Siswa ... 73
4.2.Diagram Perbandingan N-gain setiap Indikator Keterampilan Proses Sains Siswa ... 78
4.3.Diagram Skor Rata-rata Pretest, Posttest, dan N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 80
4.4.Diagram Perbandingan N-gain setiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 84
4.5.Pengalaman Belajar Terkait Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 91
4.6.Minat dan Motivasi Siswa dalam Mengikuti Kegiatan Praktikum ... 93
4.7.Persepsi Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran yang Biasa Dilakukan di Sekolah dan Pembelajaran Model Outdoor Experiential Learning Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 95
4.8.Kesulitan yang Dihadapi Siswa Selama Pelaksanaan Pembelajaran dengan adanya Praktikum untuk Kelas Eksperimen ... 97
4.9.Pelaksanaan Pembelajaran yang Diharapkan Oleh Siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 99
(5)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam kemajuan suatu bangsa, karena melalui pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas SDM baik secara fisik mental maupun spiritual, sekolah dituntut untuk menyiapkan agar anak didiknya memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang berkualitas dan mampu bersaing (Vaksena, 2011). Kemampuan dan keterampilan merupakan sesuatu yang perlu dimiliki oleh siswa, sebagai bekal dalam menghadapi persoalan-persoalan yang akan dihadapi, baik persoalan yang ada di sekolah maupun persoalan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah tidak dapat dilepaskan dari proses pembelajaran di kelas yang melibatkan interaksi antara guru dengan peserta didik. Fenomena yang terjadi hingga saat ini dalam dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya adalah siswa datang ke sekolah tetapi cara belajar mereka hanya sebatas mendengarkan keterangan guru, kemudian mencoba memahami ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh guru, dan mengungkapkan kembali ilmu pengetahuan yang telah mereka hafalkan pada saat ujian (Hassoubah, 2004). Lemahnya proses pembelajaran seperti ini merupakan
(6)
2
salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan, karena pembelajaran yang dilakukan kurang efektif dan kurang bermakna bagi siswa. Menurut Dasna dan Sutrisno (2007), lemahnya proses pembelajaran disebabkan juga oleh rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik. Jika diperhatikan dalam pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pada proses pembelajaran konvensional siswa cenderung diarahkan untuk menghafal dan menimbun informasi, sehingga peserta didik pintar secara teoritis tetapi miskin aplikasi. Akibatnya kemampuan berpikir kritis menjadi beku, bahkan menjadi susah untuk dikembangkan. Fenomena seperti ini juga terjadi pada pembelajaran biologi yang dilaksanakan di sekolah dewasa ini masih bersifat hafalan, kering dan kurang mengembangkan proses berpikir siswa (Rustaman & Rustaman, 1997).
Pembelajaran sains khususnya biologi tidak bisa hanya dengan memaparkan content atau pengetahuan, akan tetapi pembelajaran biologi harus direncanakan melalui suatu proses yang melibatkan siswa untuk aktif menemukan pengetahuan. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Supriatno (2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran biologi harus mampu memberdayakan siswa agar mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do), sehingga mampu membangun pengetahuan yang memadai (learning to know). Pengalaman langsung yang lebih dikenal dengan learning by doing dapat diperoleh siswa melalui suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa akan memperoleh pengalaman sesuai kebutuhan,
(7)
3
baik fisik maupun psikis yang pada akhirnya mengarahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Pada kenyataannya saat ini di sekolah-sekolah guru yang mengajar konsep-konsep biologi khususnya konsep hewan dan tumbuhan serta klasifikasinya dalam materi keanekaragaman, sering hanya berbentuk pemberian informasi saja. Ciri-ciri dan hierarki klasifikasi yang ada dalam pikiran guru ataupun dalam buku teks langsung diberikan dalam bentuk jadi kepada siswa tanpa mempertimbangkan pengetahuan siswa sebelumnya (Rustaman, 1990). Anak dianggap belum mempunyai pengetahuan tentang dunia sekitarnya, padahal anak membentuk ide-ide tentang fenomena alam sebelum mereka belajar di sekolah (Darmansyah, 1962). Oleh sebab itu agar pembelajaran konsep-konsep biologi khususnya konsep keanekaragaman biota laut tidak hanya berupa informasi saja maka pendekatan lingkungan dapat digunakan untuk membawa pikiran dan pemahaman siswa dalam bentuk nyata dengan obyek yang sesungguhnya.
Di sisi lain Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman makhluk hidup yang meliputi keragaman dari semua spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme (Surtikanti, 2009). Indonesia juga termasuk negara maritim terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut Indonesia (http://www.anneahira.com/biota-laut-indonesia.htm). Hal ini merupakan potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi siswa. Akan tetapi, hal ini masih belum disadari oleh semua lapisan masyarakat pada umumnya dan di lingkungan pendidikan pada khususnya, sehingga
(8)
4
menyebabkan kurangnya pengenalan siswa mengenai kekayaan sumber daya alam di laut, seperti terumbu karang, hutan mangrove dan berbagai jenis hewan laut. Pembelajaran keanekaragaman biota laut sangat penting bagi siswa untuk membentuk generasi muda yang cinta bahari, agar kelak dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan.
Pembelajaran konsep keanekaragaman biota laut juga sangat penting sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan siswa khususnya keterampilan proses dan berpikir kritis. Agar siswa mampu mempelajari konsep keanekaragaman biota laut dengan baik dan dapat mengembangkan keterampilannya, diperlukan metode pengajaran yang tepat dan sarana sumber belajar yang mendukung pembelajaran keanekaragaman biota laut. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman pembelajaran (Rustaman, 2005). Melalui pengalaman langsung siswa dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Pengalaman langsung pada umumnya lebih baik daripada tidak langsung (Usman & Setiawati, 1993). Hal ini diperkuat dengan ungkapan I hear and I forget, I see and I remember, I do I understand yang memiliki implikasi bahwa hanya dengan melalui kontak langsung dengan fenomena fisik maka diperoleh fenomena sains yang mendalam (Sumarno, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengalaman langsung atau berinteraksi langsung dengan sumber belajar, dapat membantu siswa memahami materi secara lebih mendalam.
(9)
5
Sehubungan dengan fakta-fakta di atas, maka dipandang perlu untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui pengalaman langsung. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran aktif yaitu model pembelajaran outdoor experiential learning. Model pembelajaran ini menyajikan empat tahapan yaitu tahap pertama pengalaman konkrit (concrete experience), tahap kedua yaitu pengamatan reflektif (reflective observation), tahap ketiga yaitu konsepsi abstrak (abstract conceptualization), kemudian diselesaikan melalui percobaan aktif (active experimentation) (Kolb,1984).
Tahap-tahap pembelajaran pada model outdoor experiential learning dapat melatih keterampilan proses sains siswa, antara lain ketika siswa melakukan aktivitas pengalaman kongkrit siswa akan dilatih kemampuan observasi, dimana keterampilan ini merupakan keterampilan dasar untuk dikembangkan keterampilan proses lainnya (Rezba, 1995). Keterampilan menafsirkan pengamatan dan berkomunikasi juga dapat dilatih pada tahap pengamatan reflektif dan pembentukan konsep abstrak.
Pembelajaran outdoor experiential learning menganut pandangan konstruktivisme dimana pengetahuan bersifat dinamis diperoleh dari pengalaman aktif. Pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara aktif maka kemampuan berpikir dan menalar dapat berkembang (Beyer, 1985). Oleh karena itu selain keterampilan proses sains yang dapat dilatih dalam pembelajaran ini, kemampuan berpikir kritis siswa juga akan berkembang. Proses pengembangan diri siswa khususnya dalam hal
(10)
6
berpikir kritis terkadang sulit ketika siswa dan guru belajar dengan ketidakleluasaan di dalam kelas tradisional. Hal tersebut dikarenakan pandangan yang dimiliki siswa dibatasi dinding kelas sehingga mereka belum memiliki perspektif yang luas tentang potensi yang ada pada tindakan mereka (Eaton, 2000).
Berdasarkan latar belakang yang telah diurakan di atas, maka dilakukan penelitian tentang “Penerapan model outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengaruh model outdoor experiential learning dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi keanekaragaman biota laut”?. Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih terarah, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah model outdoor experiential learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi keanekaragaman biota laut? b. Bagamanakah model outdoor experiential learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada materi keanekaragaman biota laut? c. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan model
(11)
7
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini terfokus pada tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup penelitian dibatasi pada beberapa hal seperti diuraikan di bawah ini:
1. Model outdoor experiential learning yang diterapkan pada materi keanekaragaman biota laut dengan menggunakan model outdoor experiential learning Kolb (1984). Kegiatan pembelajaran dengan dilakukan pengamatan langsung di kawasan pantai Pangandaran melalui model outdoor experiential learning.
2. Keterampilan proses sains siswa dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains yang dikemukakan oleh Rustaman (2005). Jenis keterampilan yang dikembangkan hanya ditekankan pada menafsirkan pengamatan (interpretasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, mengelompokkan (klasifikasi), dan mengajukan pertanyaan. Materi yang diteliti untuk melihat keterampilan proses sains dalam penelitian ini yaitu keanekaragaman biota laut.
3. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis (1985). Aspek kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan yaitu; memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification); membangun keterampilan dasar (basic support); membuat inferensi (inferenting); membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification); dan, mengatur strategi dan taktik (stategis and tactic).
(12)
8
D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian
1. Asumsi
1) Model pembelajaran outdoor learning dapat mengubah siswa pasif menjadi aktif (Rickinson, 2001)
2) Memberikan pengalaman yang nyata pada saat pembelajaran akan menunjang perkembangan kognitif anak yang lebih bermakna (Sugandi, 2006)
3) Pembelajaran berbasis pengalaman efektif untuk meningkatkan keterampilan proses sains (Nurhayati, 2010)
4) Pembelajaran berbasis praktikum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa (Hayat, 2010)
2. Hipotesis penelitian
Berdasarkan asumsi, maka hipotesis penelitian ini adalah:
Penerapan model outdoor experiential learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi keanekaragaman biota laut.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut.
(13)
9
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:
1. Bagi siswa; dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dari aspek keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis.
2. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan tentang penerapan dan manfaat model outdoor experiential learning yang dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk pembelajaran biologi agar pembelajaran biologi lebih bermakna bagi siswa.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya kualitas sekolah melalui inovasi pembelajaran dengan model outdoor experiential learning.
4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih jauh mengenai model outdoor experiential learning, baik pada tema yang sama maupun pada tema yang berbeda.
(14)
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment. Kuasi eksperimen atau eksperimen semu yaitu penelitian dengan pengambilan sampel tidak secara random dan dilakukan dengan mengontrol validitas internal berdasarkan teknik tertentu (Fraenkel & Wallen, 2006). Pada penelitian ini terdapat kelas pembanding, siswa diberikan tes awal kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains awal sebelum perlakuan serta tes akhir kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains akhir setelah perlakuan.
2. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah “the matching-only pretest-posttest control group design”. Desain ini membandingkan dua kelompok sampel yang diberi perlakuan berbeda. Dua kelompok sampel tersebut disebut kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan setara. Pada kelas eksperimen menggunakan outdoor experiential learning, sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan metode pembelajaran berbasis praktikum di dalam laboratorium. Desain penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.1.
(15)
49
Tabel 3.1. The Matching-Only Pretest-Posttest Control Group Design.
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen M O1 X O2
Kontrol M O1 C O2
(Fraenkel & Wallen, 2006) Keterangan:
O1 : Tes awal sebelum diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
O2 : Tes akhir setelah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
X : Pembelajaran dengan menggunakan outdoor experiential learning C : Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran praktikum
M : Subjek dari masing-masing kelompok dipasangkan (berdasarkan variabel tertentu, tapi penempatannya tidak secara acak
B.Populasi dan Sampel Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X di SMAN 1 PARIGI. Pengambilan sampel dilakukan secara Cluster Random Sampling (sampel random kelompok), karena sampel merupakan kelompok siswa dari tingkatan kelas yang sama. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive sampling, SMAN 1 PARIGI ini dipilih sebagai tempat penelitian karena lokasinya dekat dengan kawasan pantai pangandaran, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan pembelajaran dengan model outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut. Pada pembelajaran ini siswa membutuhkan kawasan tersebut sebagai media untuk mengeksplorasi pengetahuan dari pengalamannya ketika melakukan pengamatan.
C.Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Model outdoor experiential learning yang diterapkan pada pembelajaran keanekaragaman biota laut dalam penelitian ini adalah pembelajaran dalam
(16)
50
bentuk suatu siklus dengan mengadakan pengalaman konkrit (concrete experience), kemudian diteruskan dengan pengamatan reflekif (reflective observation), pembentukan konsep abstrak (abstract conceptualization) dan diselesaikan melalui percobaan aktif (active experimentation) dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan lingkungan (Kolb, 1984).
2. Keterampilan proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor tes yang diperoleh siswa yang kaitannya dengan keterampilan siswa dalam melakukan interpretasi, klasifikasi, prediksi, komunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Skor keterampilan proses sains siswa dalam penelitian ini dijaring dengan menggunakan tes tertulis yang dibuat berdasarkan masing-masing indikator keterampilan (Rustaman et al., 2005).
3. Kemampuan berpikir kritis adalah skor kemampuan berpikir siswa dalam mengkaji sebuah fenomena atau masalah untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang menggabungkan semua informasi dan untuk menyelesaikan permasalahan selama pembelajaran. Skor kemampuan berpikir kritis dijaring dengan menggunakan tes tertulis yang dibuat berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis (Ennis,1985). Kemampuan berpikir kritis yang ditelaah meliputi; memberikan penjelasan sederhana; membangun keterampilan dasar; membuat inferensi; membuat penjelasan lebih lanjut; mengatur strategi dan taktik.
D.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri perangkat tes tertulis berupa soal pilihan ganda dan esai dan penilaian kinerja siswa untuk keterampilan proses sains dan
(17)
51
kemampuan berpikir kritis, dan angket siswa. Instrumen dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel. 3.2. Instrumen Penelitian
Target Metode Instrumen Subyek Waktu
Keterampilan proses sains
Tes tertulis Pilihan ganda dan esai
siswa
Awal dan akhir pembelajaran assesmen kinerja Lembar observasi kinerja Pada saat pembelajaran Kemampuan berpikir kritis
Tes tertulis Pilihan ganda dan esai
Awal dan akhir pembelajaran assesmen kinerja Lembar observasi kinerja Pada saat pembelajaran Tanggapan terhadap pembelajaran
Angket Lembar angket Akhir pembelajaran
1. Tes Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Kritis
Keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains menurut Rustaman (2005), dengan keterampilan yang diukur mencakup beberapa indikator yaitu, mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengajukan pertanyaan, dan komunikasi.
Untuk kemampuan berpikir kritis yang diukur mencakup beberapa indikator kemampuan berpikir kritis Ennis (1985) yaitu, memfokuskan pada sebuah pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan menantang, mempertimbangkan kredibilitas sebuah sumber; kriteria (yang sering bukan kondisi yang diperlukan), mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; kriteria (sering kondisi tidak diperlukan), membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi
(18)
52
dan mempertimbangkan induksi, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, mengidentifikasi asumsi, memutuskan suatu tindakan berinteraksi dengan orang lain.
Tes keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda dan esai yang digunakan pada pre-test dan post-test. langkah-langkah penyusunan tes keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan kisi-kisi soal mengenai keanekaragaman biota laut.
Menyusun soal dan kunci jawaban, serta menyusun rubrik penskoran untuk soal uraian. Membuat aturan pembuatan skor untuk tes esai keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis ditentukan berdasarkan pedoman penskoran menggunakan opsi skala rating yang dikemukakan oleh Stiggins (1994) yang telah dimodifikasi. Pedoman pemberian skor disajikan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pedoman Pemberian skor menggunakan opsi skala rating
Kategori Skor Indikator
Skor Tinggi
5
Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Poin-poin relevan dikemukakan (berhubungan dengan pertanyaan dalam soal) untuk mendukung jawaban yang diberikan. Hubungan antara jawaban dengan soal tergambar secara jelas
4
Jawaban yang diberikan jelas, fokus dan akurat. Hubungan antara jawaban dengan soal cukup tergambar, namun kurang mengemukakan poin-poin relevan yang dikemukakan yang mendukung jawaban.
Skor Sedang
3
Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap. Contoh-contoh yang diberikan terbatas. Ketekaitan antara jawaban dengan soal cukup jelas
2
Jawaban yang diberikan cukup jelas namun kurang fokus dan tidak lengkap. Contoh-contoh yang diberikan terbatas. Ketekaitan antara jawaban dengan soal kurang jelas.
(19)
53
Kategori Skor Indikator
Skor Rendah
1
Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukkan kurangnya penguasaan terhadap materi. Poin-poin yang diberkan tidak jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung
0 Tidak ada jawaban
(Stiggins,1994)
Soal keterampilan proses sains disusun berdasarkan indikator menurut Rustaman (2005). Berikut ini disajikan kisi-kisi soal keterampilan proses sains pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains
Sedangkan soal kemampuan berpikir kritis disusun berdasarkan indikator menurut Ennis (1985). Berikut ini pada Tabel 3.5 disajikan kisi-kisi soal berdasarkan fungsi berpikir kritis beserta indikatornya.
No. Keterampilan Proses Sains Indikator Nomor Soal PG Essay 1. Melakukan Pengamatan
(Observasi)
Menggunakan sebanyak
mungkin indera 1 1,6 2. Mengelompokkan
(Klasifikasi)
Mencari perbedaan dan persamaan ciri tubuh hewan laut
2 2,5 3. Menafsirkan Pengamatan
(Interpretasi)
Menghubungkan hasil-hasil
pengamatan 3,4,5 3 4. Meramalkan (Prediksi) Mengemukakan apa yang
mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati
6,7,8 5. Mengajukan pertanyaan Bertanya untuk meminta
penjelasan 9
Mengajukan pertanyaan
berlatar belakang hipotesis 10 6. Berkomunikasi Mengubah grafik ke dalam
(20)
54
Tabel 3.5. Kisi-kisi Soal Tes Berpikir Kritis
No. Kemampuan
Berfikir Kritis Indikator Berfikir Kritis
Nomor Soal
Pilihan
Ganda Essay
1.
Melakukan klarifikasi dasar terhadap masalah (Elementary Clarification)
Memfokuskan pertanyaan 1,2 1 Menganalisis argumen 2,3 Bertanya dan menjawab
pertanyaan klarifikasi dan menantang 4,5 2. Membangun keterampilan dasar (Basic support) Mempertimbangkan kredibilitas berbagai sumber informasi; kriteria (yang sering bukan kondisi yang diperlukan)
6 Mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil
observasi; kriteria (sering kondisi tidak diperlukan)
3,4 7
3. Membuat inferensi (inferenting)
Membuat deduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi 5 8 Membuat induksi dan
mempertimbangkan induksi 6,7 4.
Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification)
Mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan definisi 8,9 9 Mengidentifikasi asumsi 10,11 5. Strategi dan taktik
(stategis and tactic)
Memutuskan suatu tindakan 10 Berinteraksi dengan orang lain 11
b. Meminta judgment kepada dua orang dosen yang memiliki bidang keilmuan terkait dengan tema penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan soal, dan kesesuaian soal dengan kunci jawaban.
c. Melakukan uji coba tes tertulis kepada siswa SMA kelas X pada semester II untuk mengetahui tingkat kesukaran, validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, juga keterbacaan soal serta waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal secara keseluruhan. Selanjutnya memeriksa hasil uji coba soal. Berikut ini adalah uraian mengenai uji validitas instrumen secara manual:
(21)
55
1) Uji validitas instrumen dihitung menggunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson (dalam Arikunto, 2011) sebagai berikut:
rhitung =
� � − � . (� )
{�.� 2 − � )2 . {�.� 2−(� )2} Dimana :
r hitung : Koefisien korelasi
ΣXi : Jumlah skor item
ΣYi : Jumlah skor total (seluruh item) n : Jumlah responden
Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r). Indeks korelasi disajikan pada Tabel 3.6 sebagai berikut:
Tabel 3.6 Interpretasi Nilai r
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0, 800 – 1, 00 Antara 0, 600 – 0, 800 Antara 0, 400 – 0,600 Antara 0, 200 – 0, 400 Antara 0, 00 – 0, 200
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
(Arikunto, 2011) 2) Uji reliabilitas soal dihitung menggunakan rumus KR-20 (Metode Kuder
Richardson-20)(Arikunto, 2011) sebagai berikut:
11= ��−1 .
2−� 2
Dimana :
r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = Proporsi subjek yang menjawab item yang salah
= 1− ∑ pq = Jumlah hasil perkalian p dan q k = Banyaknya item
(22)
56
3) Tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Proporsi (P)” (Arikunto, 2011) sebagai berikut:
� = ��
Dimana :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi Koefisien indeks kesukaran : Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
4) Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Adapun rumus daya pembeda adalah sebagai berikut (Arikunto, 2011):
� =
� − � =� − �
Dimana :
D = daya pembeda
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu
dengan benar
Klasifikasi koefisien daya pembeda : D : 0,00 – 0,20 : jelek
D : 0,20 - 0,40 : cukup D : 0,40 – 0,70 : baik D : 0,70 – 1,00 : baik sekali
d. Menghitung validitas tes, validitas item, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda dengan menggunakan program Anates.
(23)
57
Berdasarkan hasil uji coba dan analisis, diketahui soal-soal yang memenuhi kriteria soal yang baik untuk digunakan, di antaranya dilihat dari validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan kualitas distaktor/pengecoh. Untuk soal keterampilan proses sains terdapat 10 soal pilihan ganda dan 6 soal esai yang diujicobakan, setelah dianalisis 9 soal pilihan ganda dapat digunakan dengan catatan satu soal revisi dan satu soal tidak digunakan, serta 2 soal esai dengan catatan satu soal dibuang karena kualiatas soal jelek dan tiga soal tidak dipakai karena soal tidak memenuhi persyaratan sebagai soal keterampilan proses sains.
Berdasarkan hasil analisis soal pilihan ganda diperoleh validitas sebesar 0.37 dengan kategori rendah dan reliabilitas soal pilihan ganda sebesar 0.54 dengan kategori cukup, sedangkan hasil analisis soal esai diperoleh validitas sebesar 0.39 dengan kategori rendah dan reliabilitas soal esai sebesar 0.56 dengan kategori cukup (Arikunto, 2011). Rekap hasil uji coba soal pilihan ganda keterampilan proses sains disajikan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Proses Sains (Pilihan Ganda)
Butir Asli
Butir Baru
Daya
Pembeda Korelasi
Tingkat Kesukaran
Keterangan Rentang Kategori
1 0,25 0,278 0,80 Mudah Soal Dibuang 2 1 0,32 0,213 0,76 Mudah Soal Direvisi** 3 2 0,37 0,433 0,30 Sukar Soal Baik 4 3 0,62 0,519 0,60 Sedang Soal Baik 5 4 0,37 0,449 0,66 Sedang Soal Baik 6 5 0,50 0,503 0,30 Sukar Soal Baik 7 6 0,50 0,233 0,46 Sedang Soal Baik 8 7 0,75 0,551 0,60 Sedang Soal Baik 9 8 0,75 0,632 0,63 Sedang Soal Baik 10 9 0,75 0,676 0,70 Sedang Soal Baik Keterangan: *) soal direvisi pada bagian ilustrasi gambar
(24)
58
Sedangkan rekap hasil uji coba soal esai keterampilan proses sains disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Proses Sains (Soal Esai)
Butir Asli
Butir Baru
Daya
Pembeda Korelasi
Tingkat Kesukaran
Keterangan Rentang Kategori
1 0,15 0,331 0,54 Sedang Soal jelek 2 0,40 0,513 0,40 Sedang Tidak dipakai 3 1 0,55 0,647 0,66 Sedang Soal dipakai 4 2 0,90 0,742 0,71 Mudah Soal dipakai 5 0,40 0,363 0,41 Sedang Tidak dipakai 6 0,22 0,361 0,25 Sukar Soal jelek 7 0,62 0,367 0,40 Sedang Tidak Dipakai
Untuk soal kemampuan berpikir kritis terdapat 11 soal tertulis pilihan ganda dan 11 soal esai yang diujicobakan, setelah dianalisis ada 10 soal pilihan ganda yang dapat digunakan dengan catatan satu soal revisi, dan 10 soal esai dengan catatan satu soal dibuang. Berdasarkan hasil analisis soal pilihan ganda diperoleh validitas 0.46 dengan kategori cukup dan reliabilitas soal pilihan ganda sebesar 0.63 kategori tinggi, sedangkan hasil analisis soal esai diperoleh validitas 0.87 dengan kategori sangat tinggi dan reliabilitas soal esai sebesar 0.93 dengan kategori sangat tinggi (Arikunto, 2011). Rekap hasil uji coba soal pilihan ganda kemampuan berpikir kritis terhadap 30 siswa disajikan pada Tabel 3.9.
(25)
59
Tabel 3.9.Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Berpikir Kritis (Soal Pilihan Ganda)
Butir Asli
Butir Baru
Daya
Pembeda Korelasi
Tingkat Kesukaran
Keterangan Rentang Kategori
1 1 0,75 0,559 0,50 Sedang Soal Baik 2 2 0,87 0,706 0,50 Sedang Soal Baik 3 3 0,62 0,623 0,70 Sedang Soal Baik 4 4 0,50 0,382 0,46 Sedang Soal Baik 5 5 0,62 0,607 0,60 Sedang Soal Baik 6 6 0,37 0,399 0,23 Sukar Soal Baik 7 0,25 0,066 0,83 Mudah Dibuang 8 7 0,12 0,175 0,36 Sedang Soal
Direvisi* 9 8 0,50 0,436 0,63 Sedang Soal Baik 10 9 0,62 0,531 0,43 Sedang Soal Baik 11 10 0,12 0,229 0,66 Sedang Soal Baik
Keterangan : *)Soal direvisi pada bagian teks ilustrasi dan pilihan jawaban.
Sedangkan rekap hasil uji coba soal esai kemampuan berpikir kritis disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Berpikir Kritis (Esai)
Butir Asli
Butir Baru
Daya
Pembeda Korelasi
Tingkat Kesukaran
Keterangan Rentang Kategori
1 1 0,43 0,656 0,44 Sedang Soal baik 2 0,07 0,195 0,36 Sedang Dibuang 3 2 0,37 0,771 0,41 Sedang Soal baik 4 3 0,42 0,733 0,41 Sedang Soal baik 5 4 0,32 0,648 0,43 Sedang Soal baik 6 5 0,37 0,722 0,41 Sedang Soal baik 7 6 0,35 0,758 0,37 Sedang Soal baik 8 7 0,25 0,537 0,40 Sedang Soal baik 9 8 0,47 0,784 0,36 Sedang Soal baik 10 9 0,60 0,883 0,40 Sedang Soal baik 11 10 0,62 0,805 0,38 Sedang Soal baik
2. Observasi kinerja siswa
Observasi dilakukan oleh guru dan observer untuk menilai kinerja siswa dan untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian setiap indikator keterampilan
(26)
60
proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam setiap tahapan pembelajaran. Langkah-langkah penyusunan penilaian kinerja siswa adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan kisi-kisi penilaian kinerja siswa.
Kisi-kisi dibuat berdasarkan indikator yang berkaitan dengan aspek keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis yang dapat terlihat dalam setiap tahap pembelajaran.
2. Menyusun format penilaian kinerja siswa.
3. Format dan pernyataan yang telah disusun di “judgement” oleh dosen pembimbing, hal ini bertujuan untuk mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan pernyataan.
Teknik pengolahan data penilaian kinerja siswa dilakukan dengan manual dimana dengan memberikan nilai 1 pada jawaban “ya” yang artinya siswa melakukan aktivitas sesuai yang diharapkan pada indikator pembelajaran dan nilai 0 pada jawaban “tidak” yang artinya siswa tidak melakukan aktivitas yang diharapkan sesuai dengan indikator pembelajaran. Skor yang diperoleh oleh seluruh siswa pada masing-masing indikator keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis tersebut disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui kinerja siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
3. Angket Tanggapan Siswa
Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut. Angket ini berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya telah
(27)
61
disediakan (angket terstruktur). Pengisian angket oleh siswa dilakukan setelah siswa melaksanakan pembelajaran.
Langkah penyusunan angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran adalah menyusun kisi-kisi angket dan konsultasi dengan pembimbing. Konsultasi dengan pembimbing dilakukan untuk mendapatkan validitas isi. Aspek yang ditelaah meliputi kesesuaian indikator dengan butir pertanyaan tanggapan siswa dan aspek bahasa. Pernyataan dalam angket ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang tanggapan siswa terhadap outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut. Teknik pengolahan data angket dengan menggunakan persentase jumlah tanggapan siswa serta kecenderungan jawaban yang diberikan. Berikut ini disajikan kisi-kisi angket tanggapan siswa pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Kisi-kisi Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran
No. Tujuan Aspek Nomor Butir
Angket 1. Mengetahui intensitas
kegiatan praktikum di sekolah
Frekuensi kegiatan praktikum
yang dilakukan di sekolah 1,2,3
2. Mengetahui kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa
Latar belakang keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis siswa
4,5,6,7 8,9,10
3. Mengungkap minat dan motivasi siswa mengikuti pembelajaran
Minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran 11,12,13 4. Mengungkap persepsi
siswa tentang kegiatan pembelajaran
Persepsi siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang biasa
dilakukan di sekolah dan pembelajaran model outdoor experiential learning
14,15,16,17 18,19,20,21 22,23,24,25 26,27,28
(28)
62
No. Tujuan Aspek Nomor Butir
Angket 5. Mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi siswa selama kegiatan pembelajaran
Permasalahan yang dihadapi siswa selama kegiatan pembelajaran outdoor experiential learning
29 30 6. Mengidentifikasi
pelaksanaan praktikum yang diharapkan oleh siswa
Pelaksanaan pembelajaran praktikum yang diharapkan oleh siswa
31 32
Jumlah 32
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan analisis standar isi mata pelajaran biologi pada materi keanekaragaman hayati khususnya keanekagaraman biota laut.
b. Studi pendahuluan dilakukan untuk mengkaji beberapa teoritis yang relevan dengan penelitian. Hal yang dikaji dalam studi pendahuluan adalah kajian teoritis tentang outdoor experiential learning, keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis.
c. Membuat Proposal Penelitian, Seminar Proposal Penelitian dan Revisi Proposal Penelitian. Proposal penelitian yang diajukan berisi masalah yang akan dikaji, sumber data, serta langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan. Tahap berikutnya setelah menyusun proposal penelitian adalah seminar. Tujuan awal dari kegiatan seminar adalah pemaparan proposal dan mencari masukan untuk penyempurnaan rencana penelitian. Proposal yang sudah diseminarkan kemudian direvisi/diperbaiki agar tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana.
(29)
63
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan penerapan outdoor experiential learning. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini idealnya dibuat dalam tiga kali pertemuan.
e. Membuat instrumen penelitian (tes tertulis mengenai keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa, lembar observasi kinerja siswa, dan angket), selain itu juga mempersiapkan bahan-bahan untuk mendukung pelaksanaan penelitian Seperti LKS dan Bahan ajar.
f. Melakukan uji coba yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian. Uji coba dilakukan pada siswa SMA 1 CIKALONG Tasikmalaya, kelas X semester II.
g. Melakukan judgment instrumen kepada dosen pembimbing dan Dosen ahli (expert) yang memililiki keahlian dalam bidang ilmu terkait dengan tema penelitian
h. Melakukan analisis kualitas instrumen meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Kemudian memilih soal-soal yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian dan memperbaiki instrumen.
i. Mempersiapkan surat izin penelitian.
j. Melakukan observasi sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian yaitu di SMAN 1 PARIGI Kabupaten Pangandaran, untuk menentukan waktu penelitian dan menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian. k. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian.
(30)
64
2. Tahap Penelitian
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan pembelajaran model outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan sebagai berikut:
a. Melakukan pretest pada pertemuan pertama dengan soal keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis, hal ini dilakukan untuk mengetahui keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum melakukan pembelajaran pada materi keanekaragaman biota laut. Pretest dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol b. Melaksanakan pembelajaran model outdoor experiential learning
dilakukan pada satu kelas eksperimen dan pembelajaran berbasis praktikum pada kelas kontrol, kedua kelas telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. Pembelajaran dilakukan dalam 3 kali pertemuan (1 pertemuan = 2 x 45’). Adapun langkah-langkah pembelajaran outdoor experiential learning secara garis besar sebagai berikut:
1) Concrete experience (pengalaman konkrit)
Pembelajaran diawali dengan memberikan pengalaman konkrit yaitu dengan memberikan tugas atau kegiatan pada siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan terhadap jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang ditemukan disekitar pantai. Selama kegiatan siswa berkomunikasi dengan temannya atau penduduk sekitar pantai untuk mencari
(31)
65
informasi mengenai keanekaragaman biota laut. 2) Reflective observation (pengamatan reflektif)
Setelah melakukan pengalaman kongkrit baik secara individual ataupun kelompok siswa melakukan refleksi terhadap hasil observasinya di lapangan melalui pemeriksaan dan analisis terhadap data yang diperolehnya untuk kemudian didiskusikan di dalam kelompoknya.
3) Abstract conceptualization (Pembentukan konsep abstrak)
Siswa membuat kesimpulan, generalisasi, konsep-konsep dari hasil pengamatan atau pengkajian reflektif yang telah dilakukannya pada langkah kedua. Melalui diskusi kelas dengan arahan guru siswa dibantu untuk membentuk konsep-konsep dari pola hasil pengamatan. 4) Active experimentation (percobaan aktif)
Siswa menerapkan apa yang telah disimpulkan pada tahap ketiga. Setelah siswa mempelajari pentingnya keanekaragaman biota laut. Siswa turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungannya dengan turut berperan serta dalam membersihkan hutan mangrove disekitar sekolahnya dari sampah-sampah anorganik.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran berbasis praktikum pada kelas kontrol sebagai berikut:
1) Tahap pertama: persiapan. Pada tahap ini guru menjelaskan area yang akan diamati melalui kegiatan praktikum dan beserta langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan LKS yang telah diberikan.
(32)
66
2) Tahap kedua: pelaksanaan praktikum. Pada tahap ini, siswa mengidentikasi contoh-contoh hewan dan tumbuhan yang ditemukan di daerah pesisir dengan sampel dan gambar, pengumpulan data, dan interpretasi data. Pada tahap ini, siswa juga mengidentifikasi kesulitan dalam proses identifikasi.
3) Tahap ketiga: Analisis hasil pengamatan. Pada tahap ini guru menugaskan siswa untuk menganalisis hasil pengamatan yang mereka lakukan dengan diarahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ada pada LKS.
4) Tahap keempat: siswa mengkaitkan hasil identifikasi terhadap biota yang diamati dengan konsep ekosistem dan keanekaragaman. Pada tahap ini siswa mulai mengkontruksi pengetahuan mereka dari kegiatan praktikum yang dilakukan di laboratorium.
5) Tahap kelima: Tindak lanjut: siswa ditugaskan untuk membuat laporan sistematis mengenai hasil praktikum.
c. Pemberian test akhir (posttest) dengan soal keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Pemberian angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Angket
tanggapan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah rangkaian proses pembelajaran selesai.
(33)
67
3. Tahap Analisis Data
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model outdoor experiential learning pada materi keanekaragaman biota laut diperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Analisis dan pengolahan data berpedoman pada data yang terkumpul dan pertanyaan penelitian. Data kuantitatif berupa : skor pretest, skor posttest dan N-gain yang dianalisis dengan uji statistik untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Data kualitatif berupa tanggapan siswa yang dikonversikan menjadi data kuantitatif berupa persentase jawaban dan data temuan di lapangan selama penelitian berlangsung. Data kualitataif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kecenderungan data atau temuan yang akan digunakan sebagai bahan argumentatif untuk mendukung hasil tes siswa. Adapun alur penelitian disajikan pada Gambar 3.1.
(34)
68
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Studi Pendahuluan
Analisis Standar Isi Mata Pelajaran
Biologi
Studi kepustakaan Outdoor experiential
learning
Studi Kepustakaan Keterampilan proses
sains, kemampuan berpikir kritis
Pre-test
Membuat instrumen penelitian
Validasi dan uji coba instrumen
Revisi instrumen keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir
kritis
Kelas Kontrol (pembelajaran dengan
praktikum di laboratorium)
Kelas Eksperimen (Pembelajaran Outdoor experiential
learning)
Angket tanggapan terhadap pembelajaran
Post-test
Analisis data
Kesimpulan Hasil dan Pembahasan
(35)
69
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan terhadap data yang telah terkumpul dan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dalam penelitian. Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitataif dan data kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul pada saat penelitian. Interpretasi skor kinerja siswa dalam pembelajaran didasarkan pada kriteria interpretasi skor (Riduwan, 2005) yang disajikan pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12 Interpretasi Skor Kinerja Siswa
Skor Interpretasi
0% - 20% Sangat kurang
21% - 40% Kurang
41% - 60% Cukup
61% - 80% Baik
81% - 100% Sangat Baik
Sedangkan interpretasi data hasil angket tanggapan siswa disajikan pada Tabel 3.14 sebagai berikut:
Tabel 3.13 Interpretasi Data Angket
Skor Interpretasi
0% Tidak ada
1-25% Sebagian kecil
26-49% Hampir setengahnya
50% Setengahnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Pada umumnya
(36)
70
Data kuantitatif dianalisis dengan uji statistik menggunakan SPSS 16 for window. Analisis data dengan uji statistik dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data skor pretest, posttest, N-Gain berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 for window, yaitu dengan menguji Uji Kolmogorov-Smirnov, sedangkan uji homogenitas varians data dilakukan dengan Uji Levene. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah data kelas penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hipotesis yang dikemukakan yaitu:
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Data tidak berasal dari populasi yang berdistibusi normal Data berdistribusi normal apabila P-value lebih besar dari α = 0.05 (Uyanto, 2009)
2. Perhitungan Gain Ternormalisasi
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep sebelum dan setelah pembelajaran serta sikap ilmiah setelah pembelajaran, dihitung dengan menggunakan rumus gain skor ternormalisasi (Meltzer,2002) dengan rumus sebagai berikut:
postes pretes
maksimum pretes
skor skor
N Gain
skor skor
(37)
71
Tabel 3.14 Kriteria Peningkatan Gain
Gain ternormalisasi Kriteria peningkatan
G < 0,3 peningkatan rendah 0,3 ≤ G ≤ 0,7 peningkatan sedang G > 0,7 peningkatan tinggi
(Meltzer, 2002)
3. Uji hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu dengan melihat signifikansi perbedaan skor pre-test, post-test dan N-Gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Apabila sampel pada kedua kelompok berdistribusi normal, maka uji perbedaan antara dua kelompok menggunakan uji statistik parametrik independent sample t-test pada SPSS 16, sedangkan apabila distribusi sampel salah satu atau kedua kelompok tidak normal, maka uji perbedaan antara dua kelompok dilakukan secara non-parametrik yaitu menggunakan uji statistik non-parametrik Mann Whitney U pada software SPSS 16. Uji hipotesis dilakukan berdasarkan hipotesis statistik berikut ini:
H0 : µe =µk H1 : µe≠µk
H0 : tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
H1 : terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
(38)
121
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran outdoor experiential learning secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi keanekaragaman biota laut daripada pembelajaran berbasis praktikum. Melalui kegiatan pembelajaran yang berbasis pengalaman siswa ketika melakukan pengamatan di lingkungan ternyata dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran berbasis praktikum.
Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keanekaragaman biota laut melalui pembelajaran outdoor experiential learning lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran praktikum, dengan nilai gain yang dinormalisasi keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen sebesar 0.34 lebih tinggi bila dibandingkan kelas kontrol sebesar 0.15.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi keanekaragaman biota laut melalui pembelajaran outdoor experiential learning lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis praktikum, dengan nilai gain yang dinormalisasi
(39)
122
kemampuan berpikir kritis untuk kelas eksperimen sebesar 0.29 lebih tinggi bila dibandingkan kelas kontrol sebesar 0.14.
Hasil angket siswa menunjukkan bahwa siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran outdoor experiential learning. Hal ini dikarenakan siswa dapat mengamati langsung objek biologi yang dipelajari pada habitat aslinya, sehingga siswa menganggap pembelajaran lebih menantang dan menyenangkan. Selain itu menurut siswa pembelajaran outdoor experiential learning dapat membantu dalam memahami materi dan dapat meningkatkan motivasi belajar. Siswa juga berpendapat pembelajaran ini dapat melatih keterampilan proses dan kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan ditemukan beberapa faktor yang mendukung peningkatan pada keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa selama melakukan pembelajaran outdoor experiential learning antara lain; pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa dapat mengembangkan keterampilan proses sains serta menstimulus kemampuan berpikir, karena siswa dituntut untuk membangun pengetahuan dari pengalamannya. Keterampilan proses sains siswa terlatih ketika melakukan aktivitas pengamatan, mengelompokkan biota yang ditemukan, merefleksikan hasil pengamatan, serta dalam menyajikan sebuah laporan yang sistematis.
Selama pembelajaran siswa terlihat aktif dan antusias selama mengikuti pembelajaran khususnya ketika melakukan pengamatan keluar kelas. Bahkan siswa yang semula memiliki prestasi belajar rendah sangat antusias dan serius
(40)
123
mengikuti pembelajaran, hasilnya pun terbukti banyak siswa yang memiliki nilai pretest rendah tetapi nilai posttestnya tinggi.
B. Keterbatasan
1. Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah negeri di kecamatan pangandaran dengan demikian masih belum dapat digeneralisasikan secara umum untuk memberikan gambaran keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada kelas X, masih perlu ada penelitian lainnya di berbagai sekolah yang berbeda.
2. Kurangnya keahlian siswa dalam melakukan kegiatan pengamatan lapangan, kurang terbiasanya siswa untuk belajar mandiri, serta kemampuan siswa menghubungkan fakta, konsep dan teori, sehingga hasilnya masih belum maksimal.
3. Kelas yang besar dengan jumlah siswa yang cukup banyak membutuhkan lebih banyak observer ketika kegiatan pengamatan lapangan, agar aktivitas siswa di lapangan dapat lebih teramati dan proses pembelajaran berjalan dapat berjalan lebih lancar.
4. Penelitian ini tidak melakukan performance test untuk melihat peningkatan KPS siswa sebagai pendukung hasil belajar, namun hanya dilakukan daftar cek list untuk memperkuat hasil tes tertulis.
5. Untuk melihat peningkatan pada KPS observasi tidak diukur dengan tes, namun hanya melalui observasi kinerja siswa ketika melakukan kegiatan di lapangan untuk melihat persentase ketercapaian indikator melakukan pengamatan (observasi).
(41)
124
6. Tidak ada tanggapan guru terhadap pembelajaran, karena keterbatasan waktu tidak dilakukan wawancara terhadap siswa dan guru, sehingga data angket tidak dapat diklarifikasi.
C. Rekomendasi
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipeoleh dalam penelitian ini, maka penulis menyarankan:
1. Kepada sekolah, disarankan untuk memasukan pembelajaran Biologi laut sebagai muatan lokal, hal ini dirasa perlu untuk sekolah yang memiliki latar belakang berlokasi di daerah pesisir pantai.
2. Kepada guru biologi, disarankan untuk menggunakan pembelajaran outdoor experiential learning sebagai pembelajaran alternatif untuk mengajarkan materi biologi agar pembelajaran biologi dapat lebih bermakna bagi siswa maupun lingkungan, selain itu juga guru harus dapat memotivasi atau memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar. Guru juga harus melakukan persiapan pembelajaran seperti membuat rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, penilaian kinerja dan menentukan topik yang sesuai, sebaiknya materi yang diangkat haruslah materi yang banyak mengandung pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga disarankan untuk bekerjasama dengan guru lain untuk mengelola pembelajaran outdoor experiential learning agar lebih efektif dan terlaksana dengan sebaik-baiknya. Selain itu, guru harus lebih memperhatikan siswa-siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) karena hasil belajar mereka akan mempengaruhi hasil pembelajaran.
(42)
125
3. Kepada peneliti, yang akan meneliti tentang model outdoor experiential learning disarankan menggunakan asesmen kinerja baik berupa tes maupun nontest, selain itu disarankan juga agar subjek penelitian ditugaskan membuat laporan untuk lebih mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara tertulis. Peneliti juga disarankan agar subjek penelitian mendapatkan pengalaman belajar yang sama, dapat dilakukan satu kali ulangan penelitian dengan menukar kelas kontrol menjadi kelas eksperimen pada konsep lain yang relevan agar tidak menurunkan minat belajar siswa yang akan berpengaruh terhadap hasil penelitian. Penelitian mengenai model pembelajaran ini hanya melihat pengaruh terhadap kognitif siswa, oleh karena itu disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melihat pengaruh pembelajaran outdoor experiential learning terhadap afektif siswa. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan untuk setiap kelas penelitian cukup kecil, sehingga sulit untuk mengambil generalisasi yang luas dari hasil penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan sampel yang cukup besar dapat membantu memberikan hasil yang nantinya cukup layak untuk digeneralisasikan.
(43)
126
DAFTAR PUSTAKA
Ango, M.L. (2002). Mastery of Science Process Skill and Their Effective Use in The Teaching of Science: An Educology of Science Education in The Nigerian Context. Journal of Educology. [Online]. Tersedia: http://www.erausa.net/images/011IJE_2002_V16_N1_Ango,_Mary,_Mast ery_of_Science.pdf .[27 Desember 2012].
Anonim. (2010). Hidup Sehat dengan Biota Laut Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.anneahira.com/biota-laut-indonesia.htm. [9 April 2012] Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Ash, D. (2000). The Process Skill of Inquiry, Foundation, edisi Agustus: 51-52 Baharuddin & Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Bell , B.F. (1993). Children’s Science, Contructivism and Learning in Science. Victoria: Deakin University Press
Beyer, B.K. (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Thinking Skills dalam Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD
Bisson, C. 1996. The Outdoor Education Umbrella: a metaphoric model to conceptualize outdoor experiential learning methods. Educational Resources Information Center (ERIC).ED 416 049. [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED416049.pdf. [Akses: 12 Januari 2012] Burridge, P. et al. (2006). Outdoor Experiential Learning: Building Exemplary
Practice. [Online]. Tersedia:
http://services.eng.uts.edu.au/userpages/brucem/public_html/icel2/1/icel/P apers/43_Paper.pdf. [19 Januari 2013]
BSNP. (2006). Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 dan standar kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Campbel, N. A., Reece, J. B. dan Mitchell, L. G. (2004). Biologi jilid 3 (Edisi ke-5). Jakarta: Erlangga
Costa, A. L. & Presseisen, B.Z. (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Glossary of Thinking Skill. In A. L. Costa (ed).Virginia : ASCD
(44)
127
Dahar, R.W.(1986). Peran Keterampilan Proses dalam Pendidikan IPA. Jakarta: BP3K
Darmansyah. (1962). Konsepsi Siswa tentang Hewan. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Dasna & Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://educorner.mitra ned.id/umum. [18 Maret 2010]
Depdiknas. (1994). Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rieneka Cipta Direktorat Pembinaan SMA. (2009). Silabus Biologi SMA kelas X. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dumouchel. (2003). New Horizons for Learning. [Online]. Tersedia: http://www.newhorizons.org. [akses 25-12-11]
Dyment, J. (2005).” Green school grounds as sites for outdoor learning: barriers
and opportunities”. International Research in Geographical and Environmental Education, 28-45.
Eaton, D. (2000). Cognitive and affective learning in outdoor education. Dissertation Abstracts International – Section A: Humanities and Social Sciences
Elder, L. (2002). Our Concept of Critical Thinking. [Online] Tersedia : http//www. Critical Thinking. Org. [4 Juni 2011]
Ennis, R. H., (1985). Goal for a critical Thinking Curriculum, Develoving Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: ASDC
Ennis, R.H. (1987). Student centered classroom assessment. New York: Macmillan Collage Publishing Company. Inc.
Ennis, R.H. (1993). “Critical ThinkingAssesment”. Theory Into Practice. Vol.32 Facione, P. et al. (2000). The Disposition Toward Critical Thinking: Its Character,
Measurement, and Relationship to Critical Thinking Skill. Dalam Informal Logic vol 20 (1). [Online] Tersedia: http//www.insightassessment.com [11 Januari 2012]
Filsaime, D.K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka
(45)
128
Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,.(2006). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth edition). New York: Mc. Graw Hill, Inc.
Gyllenhal & Cheng. (2003). Outdoor Indoor Exhibit a Front End Evaluation
Literature Review. [Online] Tersedia:
http://www.omsi.edu/sites/all/FTP/files/evaluation/outdoorsindoorsLitRe view.pdf. [27 Desember 2012]
Halimatul, S. (2006). “Penerapan Model Hipotesis Deduktif pada Praktikum Kinetika Enzim untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis
Mahasiswa”. Prosiding pada Seminar Nasional Pendidikan IPA di UPI, Bandung.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Harlen, W (1992). The Teaching of Science. Science in primary Education. London: David Fulton Pub
Hassaobah, Z.L. (2004). Developing Creative and Critical Thinking Skill-Cara Berpikir Kreatif dan Kritis. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia
Hayat, M. S. (2010). Pembelajaran berbasis praktikum pada konsep invertebrata untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Hulu, F. L. W. (2009). Penggunaan Praktikum Konfrontatif untuk Memfasilitasi Peningkatan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VII pada Pokok Bahasan Keragaman pada Sistem Organisasi Kehidupan. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Inch, et al. (2006). Critical thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. 5th Ed. Boston: Pearson Education, Inc.
Jayatissa, et al. (2002). “A Review of the Floral Composition and Distribution of
Mangroves in Sri Lanka”. Botanical Journal of the Linnean Society. Joyce. B., Weil. M, & Calhoun, E,. (2009). Models of Teacning, Model-Model
Pengajaran. Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Kardjono. (2009). Pengendalian Diri (Self Control) melalui Outdoor Education. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Olah Raga. SPs UPI: tidak diterbitkan
Kolb, A.Y, & Kolb, D. A. (2005). The Kolb Learning Style Inventory. [Online]. Tersedia:http://www.learningfromexperience.com/images/uploads/Tech_s pec_L SI.pdf. [12 Februari 2011]
(46)
129
Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the Source of Learning and Development. Prentice Hall, Inc.
Liliasari, (2010). Pengembangan Berpikir Kritis sebagai Karakter Bangsa Indonesia melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT. Kumpulan Konferensi Internasional Pendidikan Guru Ke-4 (UPI-UPSI)”Pendidikan Guru untuk
Membangun Karakter dan Budaya Bangsa” 8-10 November 2010,
Bandung: UPI Press.
Liliasari. (2002). “Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk
Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam
Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi”. Laporan Penelitian
FMIPA UPI
Mary, et.al. (2002). “Linking Universities and K-12 through Design of Outdoor learning environment”. Papers from the 13 International Conference on College Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://www.glenninstitute.org.pdf. [22 Januari 2011]
Metltzer, D. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gains In Physic: American Journal of Physic, (70), 1259-1268
Milles, J.C. & Priest, S. (1990). Adventure Education. Venture Publishing, Inc. State College, PA 16801
Norman, M. N., & Jordan, J.C., 1999. “Using an Experiential learning Model”. Cooperative Research, Education, and extension Service. [Online]. Tersedia:http://florida4h.org/clubs/files/101.10_Using_Experiential_Learn ing Model.pdf. [12 Januari 1012]
Nurhayati. (2010). Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Pesawat Sederhana dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
O’Neal, L.H. (1995). “Using Wet Land to Teach Ecology and Environmental Awareness in General Biology”. The American Biology Teacher
Onrizal. (2007). Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk. Jurnal Biodiversitas.
Padilla, M. J. (1990). The Science Process Skills [online]. Tersedia: http://www. Narst.org/publications/research/skill.cfm. [24 Desember 2012]
(47)
130
Popov, O. (2005). Temperature Measurement and Thermal Phenomena. [Online]. Tersedia:http://www.outlab.ie/forums/documents/fm/Thermal_final.pdf. [27 Desember 2012]
Rezba, R. J., et al. (1995). Learning and Assessing Science Process Skills. [Online].Tersedia:http://www.longwood.edu/cleanva/images/sec6.processs kills.pdf. [26 Desember 2012]
Rickinson, M. (2001). Learners and learning in environmental education: a critical review of the evidence. Environmental Education Research. Vol.13(4), 529-544.
Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian: Untuk Guru dan Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung
Romimohtarto, K. (2007). Biologi laut. Jakarta: Djambatan
Rustaman, N. & Rustaman, A. (1997). Pokok-Pokok Pengajaran Biologi & Kurikulum 1994. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdikbud
Rustaman, N. (1990). “Keterampilan Proses Sains II (Klasifikasi, Prediksi,
Merumuskan Hipotesis)”. Makalah Penyuluhan Guru di Subang
Rustaman, N. et al. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press Sayekti, S.N., Hidayati, D. & Christanti, L. (2010). Silabus Muatan Lokal
Kelauatan Tingkat Sekolah Menengah Atas. Jakarta: COREMAP-LIPI Semiawan, C., et al. (1994). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Setyawan, A. D. (2008). Biodiversitas Ekosistem Magrove di Jawa: Tinjauan
Pesisir Utara dan Selatan Jawa. Buku Ajar Jurusan Biologi FMIPA UNS. Stigginss, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York:
Macmillan College Publishing Company, Inc.
Sudjana, N. (2004). Dasar-dasar Pross Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Sugandi, A. dkk (2006). Teori Pembelajaran. UNNES Press
Sukaesih, S. (2010). Pembelajaran Berbasis Praktikum dengan Menerpkan Asesmen Tes Lisan pada Topik Keanekaragaman Hayati untuk Mengembangkan Kemampuan berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Mahasiswa. Tesis Magister SPS UPI : tidak diterbitkan.
(48)
131
Sumarno, U. (2003). Efektifitas Modifikasi Model kegiatan Praktikum dari wheater dan Dunleavy dalam Pembelajaran Ekologi Hewan: Tesis Pascasarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Supriatno, B. (2003). Kajian Kemampuan Dasar Problem Solving Siswa SMU dalam Biologi. Proposal Due-Like FMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Surtikanti, H.K. (2009). Biologi lingkungan. Bandung: Prisma Press
Usman, M.U & Setiawati, L. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu
Vaksena. (2011). Peran Pendidikan dalam Peningkatan Kualitas SDM. [Online]. Tersedia: http://www.elearningpendidikan.com/peran-pedidikan-dalam-peningkatan-kualitas-SDM. html [29 November 2012]
Widhiyanti, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Sifat Koligatif Larutan. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Ango, M.L. (2002). Mastery of Science Process Skill and Their Effective Use in The Teaching of Science: An Educology of Science Education in The Nigerian Context. Journal of Educology. [Online]. Tersedia: http://www.erausa.net/images/011IJE_2002_V16_N1_Ango,_Mary,_Mast ery_of_Science.pdf .[27 Desember 2012].
Anonim. (2010). Hidup Sehat dengan Biota Laut Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.anneahira.com/biota-laut-indonesia.htm. [9 April 2012] Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Ash, D. (2000). The Process Skill of Inquiry, Foundation, edisi Agustus: 51-52 Baharuddin & Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Bell , B.F. (1993). Children’s Science, Contructivism and Learning in Science. Victoria: Deakin University Press
Beyer, B.K. (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Thinking Skills dalam Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD
Bisson, C. 1996. The Outdoor Education Umbrella: a metaphoric model to conceptualize outdoor experiential learning methods. Educational Resources Information Center (ERIC).ED 416 049. [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED416049.pdf. [Akses: 12 Januari 2012] Burridge, P. et al. (2006). Outdoor Experiential Learning: Building Exemplary
Practice. [Online]. Tersedia:
http://services.eng.uts.edu.au/userpages/brucem/public_html/icel2/1/icel/P apers/43_Paper.pdf. [19 Januari 2013]
BSNP. (2006). Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 dan standar kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Campbel, N. A., Reece, J. B. dan Mitchell, L. G. (2004). Biologi jilid 3 (Edisi ke-5). Jakarta: Erlangga
Costa, A. L. & Presseisen, B.Z. (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Glossary of Thinking Skill. In A. L. Costa (ed).Virginia : ASCD
(2)
Dahar, R.W.(1986). Peran Keterampilan Proses dalam Pendidikan IPA. Jakarta: BP3K
Darmansyah. (1962). Konsepsi Siswa tentang Hewan. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Dasna & Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://educorner.mitra ned.id/umum. [18 Maret 2010]
Depdiknas. (1994). Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rieneka Cipta Direktorat Pembinaan SMA. (2009). Silabus Biologi SMA kelas X. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dumouchel. (2003). New Horizons for Learning. [Online]. Tersedia: http://www.newhorizons.org. [akses 25-12-11]
Dyment, J. (2005).” Green school grounds as sites for outdoor learning: barriers
and opportunities”. International Research in Geographical and
Environmental Education, 28-45.
Eaton, D. (2000). Cognitive and affective learning in outdoor education. Dissertation Abstracts International – Section A: Humanities and Social Sciences
Elder, L. (2002). Our Concept of Critical Thinking. [Online] Tersedia : http//www. Critical Thinking. Org. [4 Juni 2011]
Ennis, R. H., (1985). Goal for a critical Thinking Curriculum, Develoving Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: ASDC
Ennis, R.H. (1987). Student centered classroom assessment. New York: Macmillan Collage Publishing Company. Inc.
Ennis, R.H. (1993). “Critical ThinkingAssesment”. Theory Into Practice. Vol.32
Facione, P. et al. (2000). The Disposition Toward Critical Thinking: Its Character, Measurement, and Relationship to Critical Thinking Skill. Dalam Informal Logic vol 20 (1). [Online] Tersedia: http//www.insightassessment.com [11 Januari 2012]
Filsaime, D.K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka
(3)
Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,.(2006). How to Design and Evaluate Research in Education (Sixth edition). New York: Mc. Graw Hill, Inc.
Gyllenhal & Cheng. (2003). Outdoor Indoor Exhibit a Front End Evaluation
Literature Review. [Online] Tersedia:
http://www.omsi.edu/sites/all/FTP/files/evaluation/outdoorsindoorsLitRe view.pdf. [27 Desember 2012]
Halimatul, S. (2006). “Penerapan Model Hipotesis Deduktif pada Praktikum Kinetika Enzim untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis
Mahasiswa”. Prosiding pada Seminar Nasional Pendidikan IPA di UPI,
Bandung.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Harlen, W (1992). The Teaching of Science. Science in primary Education. London: David Fulton Pub
Hassaobah, Z.L. (2004). Developing Creative and Critical Thinking Skill-Cara Berpikir Kreatif dan Kritis. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia
Hayat, M. S. (2010). Pembelajaran berbasis praktikum pada konsep invertebrata untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Hulu, F. L. W. (2009). Penggunaan Praktikum Konfrontatif untuk Memfasilitasi Peningkatan Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas VII pada Pokok Bahasan Keragaman pada Sistem Organisasi Kehidupan. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Inch, et al. (2006). Critical thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. 5th Ed. Boston: Pearson Education, Inc.
Jayatissa, et al. (2002). “A Review of the Floral Composition and Distribution of
Mangroves in Sri Lanka”. Botanical Journal of the Linnean Society.
Joyce. B., Weil. M, & Calhoun, E,. (2009). Models of Teacning, Model-Model Pengajaran. Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Kardjono. (2009). Pengendalian Diri (Self Control) melalui Outdoor Education. Disertasi Doktor pada Prodi Pendidikan Olah Raga. SPs UPI: tidak diterbitkan
Kolb, A.Y, & Kolb, D. A. (2005). The Kolb Learning Style Inventory. [Online]. Tersedia:http://www.learningfromexperience.com/images/uploads/Tech_s pec_L SI.pdf. [12 Februari 2011]
(4)
Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the Source of Learning and Development. Prentice Hall, Inc.
Liliasari, (2010). Pengembangan Berpikir Kritis sebagai Karakter Bangsa Indonesia melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT. Kumpulan Konferensi Internasional Pendidikan Guru Ke-4 (UPI-UPSI)”Pendidikan Guru untuk Membangun Karakter dan Budaya Bangsa” 8-10 November 2010, Bandung: UPI Press.
Liliasari. (2002). “Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk
Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi”. Laporan Penelitian FMIPA UPI
Mary, et.al. (2002). “Linking Universities and K-12 through Design of Outdoor learning environment”. Papers from the 13 International Conference on College Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://www.glenninstitute.org.pdf. [22 Januari 2011]
Metltzer, D. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conseptual Learning Gains In Physic: American Journal of Physic, (70), 1259-1268
Milles, J.C. & Priest, S. (1990). Adventure Education. Venture Publishing, Inc. State College, PA 16801
Norman, M. N., & Jordan, J.C., 1999. “Using an Experiential learning Model”. Cooperative Research, Education, and extension Service. [Online]. Tersedia:http://florida4h.org/clubs/files/101.10_Using_Experiential_Learn ing Model.pdf. [12 Januari 1012]
Nurhayati. (2010). Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Pesawat Sederhana dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
O’Neal, L.H. (1995). “Using Wet Land to Teach Ecology and Environmental
Awareness in General Biology”. The American Biology Teacher
Onrizal. (2007). Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk. Jurnal Biodiversitas.
Padilla, M. J. (1990). The Science Process Skills [online]. Tersedia: http://www. Narst.org/publications/research/skill.cfm. [24 Desember 2012]
(5)
Popov, O. (2005). Temperature Measurement and Thermal Phenomena. [Online]. Tersedia:http://www.outlab.ie/forums/documents/fm/Thermal_final.pdf. [27 Desember 2012]
Rezba, R. J., et al. (1995). Learning and Assessing Science Process Skills. [Online].Tersedia:http://www.longwood.edu/cleanva/images/sec6.processs kills.pdf. [26 Desember 2012]
Rickinson, M. (2001). Learners and learning in environmental education: a critical review of the evidence. Environmental Education Research. Vol.13(4), 529-544.
Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian: Untuk Guru dan Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung
Romimohtarto, K. (2007). Biologi laut. Jakarta: Djambatan
Rustaman, N. & Rustaman, A. (1997). Pokok-Pokok Pengajaran Biologi & Kurikulum 1994. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdikbud
Rustaman, N. (1990). “Keterampilan Proses Sains II (Klasifikasi, Prediksi,
Merumuskan Hipotesis)”. Makalah Penyuluhan Guru di Subang
Rustaman, N. et al. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press Sayekti, S.N., Hidayati, D. & Christanti, L. (2010). Silabus Muatan Lokal
Kelauatan Tingkat Sekolah Menengah Atas. Jakarta: COREMAP-LIPI Semiawan, C., et al. (1994). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Setyawan, A. D. (2008). Biodiversitas Ekosistem Magrove di Jawa: Tinjauan
Pesisir Utara dan Selatan Jawa. Buku Ajar Jurusan Biologi FMIPA UNS. Stigginss, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York:
Macmillan College Publishing Company, Inc.
Sudjana, N. (2004). Dasar-dasar Pross Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Sugandi, A. dkk (2006). Teori Pembelajaran. UNNES Press
Sukaesih, S. (2010). Pembelajaran Berbasis Praktikum dengan Menerpkan Asesmen Tes Lisan pada Topik Keanekaragaman Hayati untuk Mengembangkan Kemampuan berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Mahasiswa. Tesis Magister SPS UPI : tidak diterbitkan.
(6)
Sumarno, U. (2003). Efektifitas Modifikasi Model kegiatan Praktikum dari wheater dan Dunleavy dalam Pembelajaran Ekologi Hewan: Tesis Pascasarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Supriatno, B. (2003). Kajian Kemampuan Dasar Problem Solving Siswa SMU dalam Biologi. Proposal Due-Like FMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Surtikanti, H.K. (2009). Biologi lingkungan. Bandung: Prisma Press
Usman, M.U & Setiawati, L. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu
Vaksena. (2011). Peran Pendidikan dalam Peningkatan Kualitas SDM. [Online]. Tersedia: http://www.elearningpendidikan.com/peran-pedidikan-dalam-peningkatan-kualitas-SDM. html [29 November 2012]
Widhiyanti, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Sifat Koligatif Larutan. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan