PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Variabel Penelitian ... 4

D. Hipotesis ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian Defenisi Operasional ... 6

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 10

1. Pengertian Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 10

2. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok di Kelas ... 12

3. Memulai suatu Investigasi... 14

4. Peran Guru Dalam Pembelajaran Investigasi kelompok ... 15


(2)

C. Keterampialan Proses Sains ... 22

1. Pengertian Keterampilan Proses Sains ... 22

2. Aspek-aspek Keterampilan Proses Sains ... 22

D. Model Pembelajaran Konvesional ... 24

1. Pengertian Model Pembelajaran Konvensional ... 24

2. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional ... 26

E. Gambaran Umum Pokok Bahasan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Metode dan Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sample Penelitian ... 34

C. Instrumen ... 34

D. Prosedur Penelitian ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknis Analisis Data ... 42

1. Analisis data instrumen penelitian ... 42

a. Taraf Kesukaran (Index Difficulty) ... 42

b. Daya Pembeda (Discriminating Power) ... 44

c. Validitas ... 45

d. Reliabilitas ... 47

2. Hasil Uji Coca Instrumen ... 48

3. Teknik Pengolahan Data ... 50


(3)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 59

A. Test Keterampilan Proses Sains ... 60

1. Profil Keterampilan Proses Sains Siswa pada kelas Eksperimen .... 60

2. Profil Keterampilan Proses Sains Siswa pada kelas Kontrol ... 62

3. Keterampilan Proses Sains Siswa Sebelum Dilakukan Treatment pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... .63

4. Perbandingan Peningkatan Keterampilan Proses Sains pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol secara Keseluruhan ... 65

B. Keterampilan Berfikir Kritis ... 68

1. Profil Pretest Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Tiap Aspek kelas Eksperimen ... 68

2. Profil Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Secara Keseluruhan ... 74

3. Perbandingan Peningkatan Keterampilan Berfikir Kritis pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol secara Keseluruhan ... 75

C. Analisis Data Observasi ... 79

1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 79

2. Deskripsi Proses Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Randomized Control Group Pretest Postest Design ... 32

3.2 Rincian intrumen tes penguasaan konsep hasil judgment ... 35

3.3 Rincian intrumen keterampilan berpikir kritis Cornell critical thinking test level X ... 37

3.4 Interpretasi Indeks Kesukaran ... 43

3.5. Interpretasi Daya Pembeda ... 45

3.6. Interpretasi Validitas ... 46

3.7 Interpretasi Reliabilitas ... 48

3.8. Hasil Uji Coba Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 49

3.9 Interpretasi Gain Skor Ternormalisasi ... 51

3.10 Interpretasi Efektivitas Pembelajaran ... 57

4.1 Hasil Pretest, posttest dan N-Gain Keterampilan Proses Sains kelas Eksperiment ... 60

4.2 Hasil Pretest, posttest dan N-Gain Keterampilan Proses Sain kelas Kontrol ... 62

4.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap Skor Pretes Kedua Kelas ... 64

4.4 Hasil uji t terhadap skor pretes ... 64

4.5 Rekapitulasi Skor Tes Keterampilan Proses Sains ... 65

4.6 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap Gain Keterampilan Proses Sains Kedua Kelas... 67

4.7 Hasil uji hipotesis dengan uji t ... 67

4.8 Skor Siswa pada Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 69

4.9 Skor Siswa pada Tes Kemampuan Menginduksi ... 70

4.10 Skor Siswa pada Tes Kemampuan mengobservasi dan krediabiltas suatu sumber ... 71

4.11 Skor Siswa pada Tes Kemampuan Deduksi ... 72

4.12 Skor Siswa pada Tes Kemampuan asumsi ... 73

4.13 Rekapitulasi Skor Tes Keterampilan Berfikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75

4.14 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap N-Gain Keterampilan Berfikir Kritis Kedua Kelas ... 77

4.15 Hasil uji hipotesis dengan uji Mann-Whitney U/Wilcoxon ... 77


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Grafik faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis ... 18

2.2 Keadaan benda terapung, melayang dan tenggelam ... 30

3.1. Alur Penelitian ... 58

4.1 Grafik Skor Pretest dan Posttest Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen ... 61

4.2 Grafik Skor Pretest dan Posttest Keterampilan Proses Sains Kelas Kontrol ... 63

4.3 Rekapitulasi Skor Tes Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

4.4 Profil keterampilan berpikir kritis siswa secara keseluruhan ... 69

4.5 Kemampuan menginduksi ... 70

4.6 Kemampuan mengobservasi dan kredibiltas suatu sumber ... 71

4.7 Kemampuan Deduksi ... 72

4.8 Kemampuan asumsi ... 73

4.9 Grafik tingkat Keterampilan Berfikir Kritis tiap aspek ... 74

4.10 Rekapitulasi Skor Tes Keterampilan Berfikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

4.11 Dua Keadaan Demonstrasi Guru di Kelas ... 81


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 88

Lampiran B : Hasil Uji Coba Instrumen ... 100

Lampiran C : Instrumen Penelitian ... 106

Lampiran D : Pengolahan data Penelitian ... 146


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Atas (SMA), IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam hal ini peserta didik harus mampu mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah bagian terbesar yang membangun keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis , dengan kata lain pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan keterampilan-keterampilan tersebut. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk dapat membimbing siswa dalam mengembangkan kemampuannya, dengan membawa siswa pada pembelajaran yang dapat mendukung hal tersebut.


(8)

Kenyataan di lapangan, proses pembelajaran fisika jauh dari yang diharapkan. Dari pengamatan langsung peneliti terhadap salah satu SMA X di kota Bandung terlihat bahwa pembelajaran di sekolah kurang meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan keterampilan proses siswa, walaupun pembelajaran di sekolah menggunakan metode praktikum, tetapi tetap kurang mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan keterampilan proses sains siswa. Mulai dari persiapan, melaksanakan dan menyelesaikan masalah, siswa masih dibantu oleh guru. Hal ini tidak meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir kritis maupun keterampilan proses sainsnya. Masalah yang akan diselesaikan oleh siswa dirancang penyelesaiannya oleh guru. Keadaan ini sangat bertentangan sekali dengan yang diharapkan oleh KTSP, guru diharapkan hanya sebagai fasilitator dan pembimbing siswa.

Pembelajaran dengan model investigasi kelompok yang terdiri dari tiga konsep utama yaitu penyelidikan (inquiry), pengetahuan (Knowladge), dan dinamika kelompok belajar (Dinamic of learning group) memang diharapkan mampu mengembangkan kemampuan siswa yang diinginkan. Pembelajaran investigasi kelompok merupakan salah satu implementasi dari prinsip

“instructor-independent-instruction” (Heinich, 2002:12). Dengan kata lain, pembelajaran investigasi

kelompok mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada siswa, menyediakan peluang kepada guru menggunakan lebih banyak waktunya untuk melakukan diagnose dan koreksi terhadap masalah-masalah yang dialami oleh para siswa. Guru dapat melayani siswa melakukan konsultasi secara individual dan menyediakan kesempatan


(9)

berlangsungnya pengajaran one-on-one dan dalam kelompok kecil. Uraian tersebut memberikan petunjuk betapa pentingnya pembelajaran investigasi kelompok dalam praktek pembelajaran fisika di sekolah.

Pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran investigasi kelompok bertolak dari suatu asumsi bahwa siswa lebih mudah mengkonstruksi pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah jika mereka melakukan sharing dalam belajar (Slavin, 1995). Di samping itu, McKeachie (1994) dan Slavin (2005) juga menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran investigasi kelompok dapat menghasilkan pemikiran dan tantangan perubahan konseptual. Di samping itu, Samani (1996) menyatakan bahwa jika para siswa memiliki keterampilan investigasi kelompok tingkat mahir, mereka memiliki keterampilan mengelaborasi suatu konsep yang menghasilkan suatu pemahaman lebih dalam dan kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi yang pada akhirnya menumbuhkan motivasi positif dan sikap yang lebih baik.

Dari pemaparan diatas dan hasil temuan dilapangan maka, saya merasa perlu meneliti bagaimana peningkatan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional metode praktikum yang biasa digunakan di sekolah yang dilihat kurang meningkatkan kemampuan tersebut.


(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Apakah model pembelajaran investigasi kelompok dapat lebih

meningkatkan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum?”

Agar lebih mengarahkan penelitian , maka rumusan masalah tersebut diuraikan menjadi sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat model pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan berfikir kritis antara

siswa yang mendapat model pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum?

C. Variabel Penelitian

Variable terikat : Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Berfikir Kritis Variabel bebas : Model pembelajaran Investigasi Kelompok

D. Hipotesis


(11)

1. Hipotesis alternatif satu (Ha1); (µ1< µ2; α = 0.05)

Penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok di tingkat SMA dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum.

2. Hipotesis alternatif dua (Ha2); (µ3< µ4; α = 0.05)

Penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok di tingkat SMA dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum.

Keterangan :

µ1 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran konvensional metode praktikum

µ2 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran investigasi kelompok

µ3 = Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran konvensional metode praktikum

µ4 = Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran investigasi kelompok


(12)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memperoleh informasi mengenai peningkatan keterampilan proses sains dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum.

2. Memperoleh informasi mengenai peningkatan Keterampilan Berfikir Kritis dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa mampu mengoptimalisasikan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritisnya melalui model pembelajaran investigasi kelompok sehingga pemahaman mengenai konsep fisika khususnya materi pelajaran fluida statis dapat meningkat.


(13)

a. Memberikan masukan mengenai strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa

b. Memotivasi guru untuk melakukan model pembelajaran yang sejenis untuk materi pelajaran lainnya.

3) Sebagai bahan referensi dalam mengembangkan model pembelajaran investigasi kelompok penelitian berikutnya.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini memberikan beberapa istilah yang perlu disamakan agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda pada pembaca, yaitu sebagai berikut:

1. Model pembelajaran investigasi kelompok dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dengan tahap-tahap identifikasi topik, perencanaan kooperatif, penerapan, analisis dan sintesis, presentasi produk akhir, dan evaluasi. Keterlaksanaan pembelajaran ini dilihat melalui observasi kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap investigasi kelompok yang dikemukakan oleh Sharan (1990)

2. Keterampilan proses sains adalah keterampilan intelektual yang meliputi keterampilan mengamati, mengklasifikasi, menginterpretasi data, meramalkan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, bertanya, dan berkomunikasi. Aspek-aspek keterampilan proses sains ini sesuai dengan yang


(14)

diungkapkan oleh Nuryani Rustaman (1995). Keterampilan proses sains ini akan diukur melalui instrumen yang terdiri dari tes tertulis berupa tes unjuk kerja dan observasi kegiatan praktikum yang sesuai dengan model pembelajaran investigasi kelompok.

3. Berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal/beralasan (reasonable) dan reflektif (reflective) yang difokuskan untuk mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan atau harus diyakini (Ennis, 1985). Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis yang dinyatakan oleh Ennis (1985), yang meliputi 5 aspek yaitu :1) memberikan penjelasan sederhana (Elementery

clarification), 2) Membangun keterampilan dasar (Basic support), 3)

Menyimpulkan (Inference), 4) Membuat pejelasan lebih lanjut (Advanced

clarification), dan 5) Strategi dan taktik (Strategies and tactics). Keterampilan

berfikir kritis ini akan diukur dengan instrument tes yang khusus mengukur keterampilan berfikir kritis oleh Ennis(1985)

4. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah yang menjadi populasi penelitian. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang di bantu dengan metode praktikum, pada model pembelajaran ini guru bukan sebagai


(15)

fasilitator akan tetapi sebagai pengendali utama pembelajaran. Praktikum yang dilaksanakan dengan model pembelajaran ini dirancang oleh guru, sehingga siswa hanya menjalankan sesuai dengan petunjuk praktikum yang telah dirancang oleh guru.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Quasi experiment (eksperimen semu) dan deskriptif. Metode eksperimen semu digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran investigasi kelompok dan yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional metode praktikum. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tentang aktivitas siswa terhadap model pembelajaran invetigasi kelompok yang diterapkan. Desain eksperimen yang digunakan adalah “The randomized Pretest-Posttest control group design” (Fraenkel dan Wallen, 1990) dimana penentuan kelas kontrol dilakukan secara acak perkelas. Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran investigasi kelompok pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional metode praktikum pada kelompok kontrol. Secara bagan desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1

Randomized Control Group Pretest Postest Design

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

E (Eksperimen) K (Kontrol)

Y1 Y1

Xa Xb

Y2 Y2


(17)

Keterangan :

Y1 : Tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan. Y2 : Tes akhir (posttest) setelah diberikan perlakuan.

Xa : Perlakuan (treatment) terhadap kelas eksperimen, yaitu implementasi model pembelajaran investigasi kelompok.

Xb: Perlakuan (kontrol) terhadap kelas kontrol, yaitu diterapkan model pembelajaran konvensional metode praktikum.

Penjelasan desain penelitian tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Tes Awal (pretest) yang dilakukan sebelum proses pembelajaran, tes awal terdiri dari dua jenis tes yaitu :

a. Tes awal Keterampilan Proses Sains, tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis.

b. Tes awal Keterampilan Berfikir Kritis, tes yang digunakan adalah tes keterampilan berfikir kritis “Cornell critical thinking test level X”.

2. Perlakuan (treatment) terhadap subyek penelitian. Treatment berupa model pembelajaran investigasi kelompok diberikan pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol diberikan treatment berupa model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum.

3. Tes akhir (posttest), dilaksanakan setelah pembelajaran selesai, untuk mengetahui keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis pada akhir pembelajaran. Soal tes akhir ini sama dengan tes awal, tidak mengalami perubahan.


(18)

4. Observasi keterlaksanaan Model pembelajaran investigasi kelompok dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung, observasi ini dilakukan oleh enam orang observer. Observasi ini mengamati kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran investigasi kelompok saat melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran investigasi kelompok.

B. Populasi dan Sample Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa Sekolah Menengah Atas kelas XI di kota Bandung Jawa Barat pada tahun ajaran 2011/2012. Pada sekolah ini terdapat 4 kelas XI IPA, dari 4 kelas IPA diambil 2 kelas untuk penelitian. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian dipilih secara acak terdiri dari satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Jumlah siswa rata-rata tiap kelas adalah 37 siswa. Untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masingnya hanya terdiri dari 31 siswa.

C. Instrumen

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti telah menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu; (1) tes keterampilan proses sains, (2) tes keterampilan berpikir kritis, (3) lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran investigasi kelompok . Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen :

1. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa terhadap konsep fluida statis, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda yang


(19)

dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (pretest) dan akhir (posttest). Indikator tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa pada aspek keterampilan mengamati, berhipotesis, menginterpretasi data, berkomunikasi, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan dan merancang percobaan. Tes keterampilan proses ini dibuat dan dijudgement oleh dua orang dosen dan dua orang guru metapelajaran di tingkat SMA kelas XI. Tes keterampilan proses ini dibuat pada pokok bahasan fluida statis dengan subbab hukum Archimedes. Jumlah soal yang diajukan addalah 16 soal akan tetapi setelah melakukan judgment dan menerima banyak masukan, maka soal yang telah diuji coba dan layak digunakan hanya 14 nomor. Berikut rincian soal-soal aspek keterampilan proses sains yang digunakan.

Tabel 3.2

Rincian intrumen tes penguasaan konsep hasil judgment ASPEK

KETERAMPILAN PROSES SAINS NO SOAL

Mengamati 1,6,10,11

Berhipotesis 2

Menafsirkan 3,4,5,7

Mengklasifikasikan data 15

Menerapkan konsep 8,9

Merencanakan percobaan 13,14

Berkomunikasi 12,16

2. Tes keterampilan berpikir kritis

Instrumen tes keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini ialah instrumen tes standar (baku) karya dari Robert H. Ennis dan Jason Millman (1990 :17) yang merupakan tokoh dan acuan utama peneliti mengenai


(20)

critical thinking test, yaitu berupa tes dalam bentuk pilihan ganda yang menguji beberapa kemampuan yang mendasari aspek-aspek berpikir kritis. kemampuan yang mendasari berpikir kritis tersebut ialah kemampuan menginduksi, mengobservasi dan kredibiltas suatu sumber, mendeduksi, dan mengidentifikasi asumsi.

Terdapat dua level tes standar berpikir kritis yaitu Cornell critical thinking test level X dan Cornell critical thinking test level Z. Level X diperuntukan untuk siswa tingkat 4 -14, sedangkan level Z diperuntukan untuk mahasiswa, dan umum. Dari komunikasi via-email, diperoleh informasi bahwa siswa tingkat 4 – 14 merupakan tingkatan pendidikan yang berlaku di Amerika. Jika direntangkan dari umur, siswa tingkat 4 – 14 setara dengan siswa berumur 10 -20 tahun, seperti yang dikatakan Ennis melalui pesan elektroniknya (email, rhennis@illinois.com):

“The average age of student in grade 4 is about 10 years. The average of student in grade 14 is about 20 years”

Berdasarkan informasi tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan Cornell critical thinking test level X (Lampiran C.3), mengingat rata-rata umur siswa SMA di Indonesia dibawah 20 tahun, dan sampel penelitian dalam penelitian ini memiliki rata-rata umur 16 tahun.

Cornell critical thinking test level X terdiri dari 71 item soal dengan rincian sebagai berikut.


(21)

Tabel 3.3

Rincian intrumen keterampilan berpikir kritis Cornell critical thinking test level X

No Aspek kemampuan berpikir

kritis yang di uji Nomor soal

Jumlah soal

1 Induksi 3 – 25, 48, 50 25

2 Deduksi 52 – 65, 67 – 76 24

3 Observasi dan kredibilitas 27 – 50 24 4 Mengidentifikasi asumsi 67 – 76 10

Dari tabel diatas, terdapat soal yang sama untuk mengukur kemampuan yang berbeda, terdapat nomor soal yang tidak ada dan juga terdapat nomor soal yang melebihi jumlah soal (71). Nomor soal 1, 2, 26, 51, dan 66 merupakan contoh soal untuk memberikan gambaran kepada subjek tes tentang cara mengisi sehingga tidak ada penilaian untuk soal-soal tersebut. Karena terdapat 5 soal yang tidak di nilai, maka jumlah soal sampai nomor soal terakhir (76) adalah sebanyak 71 item soal. Terdapat soal yang sama untuk mengukur kemampuan yang berbeda, hal ini karena kemampuan berpikir kritis sangat berkaitan satu sama lain dan merupakan satu kesatuan diantara semua aspeknya, sehingga memungkinkan terdapat soal yang dapat mengukur dua kemampuan yang berbeda.

Berkas asli istrumen Cornell critical thinking test level dibuat dalam bahasa inggris, sehingga perlu di alih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia sebelum dipakai dalam penelitian. Dampak dari alih bahasa ini, maka diperlukan judgment terhadap keterbacaan soal. Penilaian (judgment) dilakukan kepada ahli bahasa yang merupakan staf pengajar pusat latihan bahasa asing di salah satu Universitas negeri. Hasil dari penilaian ini, terdapat 14 dari 71 item soal yang


(22)

harus direvisi redaksi kalimatnya karena berpotensi mengubah makna. Setelah dilakukan revisi, semua item soal keterampilan berpikir kritis (71 soal) disetujui untuk digunakan dalam penelitian (Lampiran C.6).

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok

Menurut Sugiyono (2008), observasi merupakan pengumpulan data yang digunakan untuk mengamati perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan jumlah respondennya tidak terlalu banyak. Untuk mengamati proses pembelajaran investigasi kelompok dirasa perlu melakukan observasi keterlaksanaan model pembelajaran investigasi kelompok, apakah sesuai dengan sintak model pembelajaran tersebut.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilalui beberapa prosedur yang lebih mengarahkan penelitian ini agar lebih baik, yaitu sebagai berikut :

1. Persiapan penelitian

Dalam penelitian dilakukan persiapan dengan tahap-tahap sebagai berikut : a. Mencari latar belakang dan merumuskan masalah

b. Membatasi masalah agar penelitian lebih terarah

c. Studi pustaka mengenai model pembelajaran investigasi kelompok, keterampilan proses sains, keterampilan berfikir kritis dan hal-hal yang terkait.

d. Mencari Populasi dan Sample Penelitian yang sesuai dengan penelitian. e. Menghubungi sekolah yang menjadi populasi penelitian


(23)

f. Membuat instrumen tes uraian dan mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing.

g. Penilaian ahli (Expert Judgment) dilakukan dari tanggal 12 juli s.d 6 Agustus 2011

h. Melakukan uji coba tes pada tanggal 22 Agustus 2011 dan mengolah hasilnya.

i. Membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran investigasi kelompok untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan berfikir kritis siswa.

j. Mempersiapkan sumber dan bahan yang dapat menunjang proses pembelajaran

2. Pelaksanaan penelitian

Pada tahap penelitian dilalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

a. Memberikan pretest pada kelas eksperiment dan kelas kontrol, lalu data-datanya diolah 21 September 2011

b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c. Memberikan perlakuan yang telah direncanakan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada kelas eksperimen 22 September 2011

d. Melakukan observasi (oleh observer) pada proses pembelajaran baik dikelas eksperimen maupun kelas kontrol

3. Memberikan posttest pada tanggal 23 September 2011 4. Pengolahan Data dan Penarikan Kesimpulan


(24)

a. Menghitung perbedaan antara pretest dan posttest dari data hasil pretest dan posttest yang didapat dengan teknik gain ternormalisasi dari kelas eksperiment dan kelas kontrol,

b. Melihat peningkatan keduanya mana yang lebih tinggi keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritisnya.

c. Mengolah data observasi kegiatan guru dan aktivitas siswa yang telah didapat, sebagai gambaran pelaksanaan pembelajaran investigasi kelompok.

d. Menganalisis data menggunakan statistik. e. Menarik kesimpulan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik-teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data adalah sebagai berikut:

1. Tes

Tes digunakan untuk memperoleh data pretest dan posttes siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes terdiri dari dua paket tes yaitu satu paket soal penilaian keterampilan proses sains dan satu paket penilaian keterampilan berfikir kritis. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan tes keterampilan proses sains adalah sebagai berikut.

a. Membuat kisi-kisi soal.

b. Menulis soal tes berdasarkan kisi-kisi. c. Membuat teknik Penskoran tes


(25)

d. Instrumen yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing,

e. Telaah dan perbaikan soal

f. Meminta pertimbangan (judgement) kepada dosen dan guru pamong bidang studi terhadap instrumen penelitian.

g. Melakukan uji coba soal terhadap kelas lain yang bukan kelas eksperimen.

h. Melakukan analisis berupa tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, uji validitas, dan uji reliabilitas soal.

2. Lembar Observasi

Dalam penelitian ini lembar observasi berfungsi sebagai salah satu alat ukur aktivitas yang terjadi dalam proses pembelajaran. Lembar observasi ini untuk mengobservasi siswa-siswa dan guru. Observer melakukan pengamatan sesuai apa yang terjadi dalam proses pembelajaran dan dapat memberikan saran dan kritiknya pada lembar tersebut untuk dijadikan refleksi pada pembelajaran berikutnya.

3. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan untuk melengkapi observer dalam mengamati kinerja siswa dalam proses pembelajaran. Lembar Kerja ini terdiri dari 2 tipe, yaitu

a. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen yang hanya merupakan kerangka saja, sedangkan isi Lembar Kerja Siswa dirancang oleh siswa dan


(26)

kelompoknya. Pada Lembar Kerja Siswa hanya disediakan masalah yang telah dirumuskan oleh siswa sebelumya.

b. Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol, dirancang oleh guru mulai dari tujuan praktikumnya, masalah yang akan diselesaikan, alat dan bahan yang diperlukan, langkah-langkah praktikum sampai pada pertanyaan dan kesimpulan.

F. Teknis Analisis Data

1. Analisis data instrumen penelitian

Analisis instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui kelayakan perangkat tes prestasi belajar. Analisis yang dilakukan meliputi analisis uji validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas instrumen. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS dan manual.

a. Taraf Kesukaran (Index Difficulty)

Karno To (1996) mengemukakan bahwa analisis tingkat kesukaran suatu butir soal dimaksudkan untuk mengetahui apakah butir soal tersebut tergolong mudah, sedang atau sulit. Tingkat Kesukaran ini dapat juga disebut sebagai Taraf Kemudahan, seperti yang dikemukakan oleh Syambasri (2001) “Taraf Kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut”. Tingkat kesukaran dinyatakan dalam bentuk indeks, semakin besar indeks tingkat kesukaran suatu butir soal semakin mudah butir soal tersebut. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, soal


(27)

yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2005). Tingkat kesukaran butir soal atau disebut juga tingkat kemudahan butir soal dapat ditentukan dengan rumus: (Arikunto, 2005)

JS B P=

Keterangan :

P : Taraf Kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab benar JS : Jumlah Siswa / Testee

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Kriteria indeks kesukaran suatu tes adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Indeks Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran

0,00 – 0,29 Sukar

0,30 – 0,69 Sedang

0,70 – 1,00 Mudah

(Suharsimi Arikunto, 2001: 210) ……….(3.1)3


(28)

b. Daya Pembeda (Discriminating Power)

Arikunto (2001: 211) menyatakan bahwa, “Daya pembeda suatu butir soal adalah bagaimana kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan siswa yang termasuk kelompok atas (upper group) dengan siswa yang termasuk kelompok bawah (lower group).

Untuk menentukan daya pembeda, seluruh siswa diranking dari nilai tertinggi hingga terendah. Kemudian, diambil 50% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 50% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:

B B

A A

J B J B

DP= −

(Suharsimi Arikunto, 2001: 213) Keterangan :

DP : Daya Pembeda

BA : Jumlah kelompok atas yang menjawab benar JA : Jumlah testee kelompok atas

BB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab benar JB : Jumlah testee kelompok bawah

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Tiga titik pada daya pembeda, yaitu:

-1.00 0.00 1.00

daya pembeda daya pembeda daya pembeda

negatif rendah tinggi


(29)

Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas peserta didik. Yaitu, peserta didik yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) disebut kurang pandai, sedangkan peserta didik yang kurang pandai (belum menguasai materi

yang ditanyakan) disebut pandai. Semua butir soal yang mempunyai nilai

D negatif sebaiknya dibuang.

Tabel 3.5.

Interpretasi Daya Pembeda

Daya pembeda Klasifikasi

0,70 ≤ D < 1,00 Baik sekali (excellent)

0,41 ≤ D < 0,70 Baik (good)

0,20 ≤ D < 0,40 Cukup (satisfactory)

0,00 ≤ D < 0,20 Jelek (poor)

(Suharsimi Arikunto, 2001 :218)

c. Validitas

Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu

instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto,

2001: 65). Uji validitas tes yang digunakan adalah uji validitas isi (Content

Validity) dan uji validitas yang dihubungkan dengan kriteria (criteria related validity). Untuk mengetahui uji validitas isi tes, dilakukan judgement

terhadap butir-butir soal yang dilakukan oleh satu orang dosen dan dua orang guru bidang studi fisika.

Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain, sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini


(30)

dapat diartikan dengan korelasi. Dengan demikian, untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu :

(

)( )

(

)

[

]

[

( )

]

− − − = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy

(Suharsimi Arikunto, 2001: 74) Keterangan:

xy

r : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

N : Jumlah siswa uji coba (testee)

X : Skor tiap item

Y : Skor total tiap butir soal

Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi yang diperoleh

adalah dengan melihat tabel nilai r product moment (Arikunto, 2001: 76).

Tabel 3.6. Interpretasi Validitas

Koefisien Korelasi Kriteria validitas

0,80 <rxy≤ 1,00 sangat tinggi

0,60 <rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 <rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 <rxy≤ 0,40 Rendah

0,00 <rxy≤ 0,20 sangat rendah

( Suharsimi Arikunto,2001 :75) ……....(3.3)3


(31)

d. Reliabilitas

Reliabilitas tes merupakan ukuran yang menyatakan konsistensi alat ukur yang digunakan. Arikunto (2001: 154) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (tes). Suatu tes dapat mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.

Reliabilitas menunjukkan keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Untuk mengetahui keajegan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil. Untuk mengetahui keajegan, maka teknik yang digunakan ialah dengan melihat koefisien korelasi dari tes tersebut.

Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) atas-bawah karena instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda. Rumus pembelahan atas-bawah tersebut adalah sebagai berikut:

) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 2 1 11 r r r + =

(Suharsimi Arikunto, 2001 : 93)

Keterangan:

11

r : Reliabilitas instrumen r

2 1 2

1 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes


(32)

Jika jumlah soal dalam tes adalah ganjil, maka rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah rumus yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson yaitu rumus K-R. 20 sebagai berikut.

              −

=

2

2 11 1 S pq S n n r Keterangan: 11

r = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

(

q =1− p

)

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari item

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh adalah dengan melihat tabel 3.7 berikut ini :

Tabel 3.7 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas 0,81 ≤ r ≤ 1,00 sangat tinggi 0,61 ≤ r ≤ 0,80 Tinggi 0,41 ≤ r ≤ 0,60 Cukup 0,21 ≤ r ≤ 0,40 Rendah 0,00 ≤ r ≤ 0,20 sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2001: 75) 2. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen tes penguasaan keterampilan proses sains dilakukan pada siswa kelas XII IPA yang sudah mempelajari materi fluida statis sub bab hukum Archimedes di salah satu SMA Negeri di kota


(33)

Bandung. Soal tes keterampilan proses sains yang diujicobakan berjumlah 16 butir soal berbentuk pilihan ganda. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program Anates V4 untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kemudahan, dan daya pembeda soal. Hasil uji coba secara terperinci tertera pada lampiran C.

Hasil uji coba soal keterampilan proses sains siswa dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.8.

Hasil Uji Coba Soal Tes Keterampilan Proses Sains No

soal

D.Pembeda

(%) Kesukaran

T.Korelasi

Sign. Korelasi Keputusan

1 45,45 Mudah 0,548 Signifikan Digunakan

2 81,82 Sedang 0,642 Sangat Signifikan Digunakan

3 18,18 Sedang 0,278 - -

4 54,55 Sedang 0,433 Signifikan Digunakan

5 63,64 Sedang 0,490 Signifikan Digunakan

6 63,64 Sedang 0,572 Sangat Signifikan Digunakan

7 54,55 Sukar 0,492 Signifikan Digunakan

8 54,55 Sukar 0,509 Signifikan Digunakan

9 54,55 Sukar 0,526 Signifikan Digunakan

10 72,73 Sedang 0,523 Signifikan Digunakan

11 63,64 Sedang 0,466 Signifikan Digunakan

12 72,73 Sedang 0,513 Signifikan Digunakan

13 9,09 Sedang 0,223 -

14 63,64 Sedang 0,447 Signifikan Digunakan

15 63,64 Sedang 0,579 Sangat Signifikan Digunakan

16 54,55 Sedang 0,513 Signifikan Digunakan

Uji coba soal tes keterampilan proses sains terdiri dari 16 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba, terdapat 14 soal valid dan 2 soal yang tidak valid. dengan reliabilitas sebesar 0,75 yang berada pada kategori cukup. Selanjutnya 2 soal yang tidak valid ( sangat rendah) tidak dipakai. Jumlah soal keterampilan proses sains yang digunakan untuk pretest


(34)

dan posttest berjumlah 14 soal. Hasil uji coba soal tes keterampilan proses sains secara rinci tertera pada Lampiran C.

3. Teknik Pengolahan Data

Data dari hasil pretes dan posttest dianalisis dengan langkah-langkah:

a. Pemberian Skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode Rights Only, yaitu jawaban benar di beri skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus :

S = ∑ R

dengan :

S = Skor siswa,

R = Jawaban siswa yang benar b. Menghitung skor gain ternormalisasi

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan berpikir kritis yang dikembangkan melalui model pembelajaran investigasi kelompok dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-masing siswa. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi digunakan rumus yang


(35)

dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al, 2004) seperti persamaan 3.8 di bawah ini

i i f

T SI

T T g

− − >= <

Keterangan :

<g> = gain ternormalisasi SI = skor ideal Tf = skor posttest Ti = skor pretest

Besar gain yang ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kriteria efektivitas pembelajaran fisika dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3.9

Interpretasi Gain Skor Ternormalisasi Nilai gain ternormalisasi <g> Kriteria

≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ (<g>) < 0,7 Sedang < 0,3 Rendah

c. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik.

Uji parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik dipenuhi, antara lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah gain ternormalisasi yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varians yang homogen. Jika asumsi-asumsi


(36)

penelitian parametrik tersebut tidak terpenuhi, maka pengujian terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji non-parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

1. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas yang akan digunakan ialah uji

Chi-Kuadrat(χ2). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

1) Menentukan banyak kelas (K) dengan rumus: 1 log

K = + n ; n adalah jumlah siswa ...(3.7) 2) Menentukan panjang kelas (P) dengan rumus:

R rentang

P= =

K banyak kelas ; R = skor maksimum – skor minimum ..(3.8)

3) Menghitung rata-rata dan simpangan baku dari data yang akan diuji normalitasnya.

Untuk mengitung nilai rata-rata (mean) skor digunakan persamaan:

i

x x

n

=

...(3.9) Sedangkan untuk menghitung besarnya simpangan baku digunakan persamaan:

( )

2

( 1)

i

x x S

n

=


(37)

Keterangan :

x = nilai rata-rata

i

x = nilai yang diperoleh siswa

n = jumlah siswa S = simpangan baku

4) Menentukan nilai baku z dengan menggunakan persamaan :

bk x

z S

= ; bk = batas kelas ...(3.11)

5) Mencari luas daerah di bawah kurva normal (l) untuk setiap kelas interval (luas kelas bawah dan atas dilihat dari tabel z), dengan rumus:

l= −l1 l2 ...(3.12)

Keterangan:

l = luas kelas interval

1

l = luas daerah batas bawah kelas interval 2

l = luas daerah batas atas kelas interval

6) Mencari frekuensi observasi (Oi) dengan menghitung banyaknya respon yang termasuk pada interval yang telah ditentukan.

7) Mencari frekuensi harapan Ei

i

E = ×n l

...(3.13) 8) Mencari harga Chi-Kuadrat(χ2) dengan menggunakan persamaan :

2 2 1 ( ) k i i i i O E E χ = − =

...(3.14)


(38)

Keterangan :

2

hitung

χ = chi kuadrat hasil perhitungan

i

O = frekuensi observasi

i

E = frekuensi yang diharapkan

9) Membandingkan harga 2

hitung

χ dengan χ2tabel

Jika 2 2

hitung tabel

χ <χ , maka data berdistribusi normal, sedangkan

Jika 2 2

hitung tabel

χ >χ , maka data tidak berdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Varians

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Apabila nilai dari sig >α maka Hi diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa varians untuk kedua data tersebut adalah homogen.

Setelah dilakukan uji homogenitas dan uji normalistas, jika diperoleh bahwa data skor kedua kelas tersebut terdistribusi normal dan dan memiliki varians homogen, maka uji statistik parametrik dapat dilaksanakan. Uji parametrik untuk mengetahui signifikansi perbedaan dua rata-rata pada sampel besar (N≥30), dapat digunakan uji t dengan rumus berikut: (Luhut Panggabean, 2001)

2 2 2 1 2 1 2 1 N s N s M M t + − = ...(3.8)


(39)

Keterangan :

1

M = rata-rata yang lebih besar

2

M = rata-rata yang lebih kecil

1

N = N2= Jumlah siswa pada masing-masing kelas

S12= varians untuk data M1

S22= varians untuk data M2

Hasil yang diperoleh dikonsultasikan pada tabel distribusi t untuk tes satu ekor. Cara untuk mengkonsultasikan thitung dengan ttabel adalah sebagai berikut:

a) Menentukan derajat kebebasan (dk) = N1+N2−2

b) Melihat tabel distribusi t untuk tes satu ekor pada taraf signifikansi tertentu, misalnya pada taraf 0,05 atau interval kepercayaan 95 %, sehingga akan diperoleh nilai t dari tabel distribusi t dengan persamaan ttabel =t(1−α)(dk). Bila nilai t untuk dk yang diinginkan tidak

ada pada tabel, maka dilakukan proses interpolasi. c) Kriteria hasil pengujian:

Hipotesis alternatif yang diajukan diterima jika thitung >ttabel

Jika distribusi datanya tidak normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Uji statistik non-parametrik yang akan digunakan jika asumsi parametrik tidak terpenuhi adalah uji


(40)

sig < ½ α, dengan α=0,05, maka Hi diterima. Untuk Uji statistik

Mann-Whitney U/Wilcoxon digunakan persamaan sebagai berikut :

33

333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333...(3.9) 3

Dengan: J = jumlah jenjang/ranking yang terkecil n = jumlah siswa.

Dalam pengujian hipotesis menggunakan Uji Wilcoxon ini berlaku ketetentuan, bila z hitung ≤ z tabel maka Ho diterima. Ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sampel 1 dan sampel 2 akibat pemberian perlakuan.

d. Efektivitas pembelajaran

Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran investigasi kelompok untuk meningkatkan keterampilan proses sains dapat dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata gain ternormalisasi. Adapun rumus rata-rata gain ternormalisasi adalah sebagai berikut.

<g> = 1 1 2 T I T T Max − − ...(3.10)

(Pritchard et al, 2002) Dengan : <g> adalah gain ternormalisasi,

T2 adalah skor posttest

T1 adalah skor pretest,

IMax adalah skor maksimal ideal

(

)

(

)(

)

24 1 2 1 4 1 + + + − = n n n n n J Z


(41)

Skor gain ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kriteria efektivitas pembelajaran dengan kriteria yang diadopsi dari Richard R. Hake (Rini, 2006: 34) sebagai berikut.

Tabel 3.10

Interpretasi Efektivitas Pembelajaran Efektivitas Pembelajaran Besarnya <g> Interpretasi

0,71 – 1,00 Sangat efektif 0,41 – 0,70 Efektif 0,01 – 0,40 Kurang efektif


(42)

G. Alur Penelitian

Alur pada penelitian dapat digambarkan dalam diagram berikut ini Merumuskan masalah Studi Pustaka

Mencari populasi dan sampel

Membuat Instrument tes

Uji coba tes

Membuat Perangkat pembelajaran

Membuat Lembar Observasi

Mempersiapkan sumber dan bahan ajar

Memberikan Pretest pada kelas eksperiment

Memberikan Pretest pada kelas kontrol

Pembelajaran dengan Model pembelajaran investigasi

Pembelajaran dengan Model pembelajaran konvensional

Observasi Posttest

Menghitung perbedaan hasil pretest dan posttes

Mengolah data observasi Analisis Data

Posttest


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Investigasi kelompok secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional metode praktikum.

2. Keterampilan Berpikir Kritis siswa tidak berbeda secara signifikan pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran investigasi kelompok tidak dapat ditetapkan sebagai penyebab meningkatnya keterampilan proses sains siswa.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran, antara lain:

1. Model pembelajaran investigasi kelompok dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa .

2. Diperlukan pembelajaran dengan model investigasi kelompok dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 1 tahun untuk dapat melihat apakah pembelajaran investigasi kelompok mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis.


(44)

3. Pada penelitian ini ditemukan sebuah pernyataan siswa mengenai gaya berat semu benda yang berbeda jika benda berada dalam kedalaman berbeda yang diakibatkan pengaruh penyangga benda yang menghubungkan benda dengan neraca pegas. Diharapkan penelitian-penelitian yang mengambil pokok bahasan fluida statis selanjutnya dapat mengembangkan instrument yang meneliti hal tersebut.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrument pengukur Keterampilan Berpikir Kritis “Cornell critical thinking test level X” dapat mengukur yang seharusnya jika penelitian dilakukan minimal satu tahun, oleh karena itu diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengembangkan instrument keterampilan berpikir kritis yang sesuai pokok bahasan yang akan digunakan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi Revisi). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2002). “Prosedur Penelitian”. Bandung: Bumi Aksara. BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Isi, Standart Kelulusan. Jakarta: Depdiknas.

Costa, A. (1989). Developing Minds A Resource Book For Teaching Thinking. Viginia: Association For Supervision and Curriculum Development. Costa, A. L., (Ed.). 1999. Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois:

Skylight Training and Publishing, Inc

Dahar, Ratna Wilis. (1989). “Teori-teori Belajar”. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas”. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. (2008). “Strategi pembelajaran MIPA”. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Ennis, R. H. (1985). Goal for a Critical Thinking Curriculum, Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: ASDC.

Ennis, R.H., Millman, J. dan Tomko, N.T. (2005). Administration Manual Cornell Critical Thinking Test. California: The Critical Thinking Co. Ennis, R. H. 1993. Critical thinking assessment. Dalam Donmoyer, R., &

Merryfield, M.M (Eds.): Theory into practice: Teaching for higher order thinking. 32(3). 179-18


(46)

Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen. 2007. How to Design and Evaluate Research in Education (Seventh Edition). Boston: Mc Graw Hill. Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. 2002. Instructional

media and technology for learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Karno To. (1996). “Mengenal Analisis Tes (Pengenalan ke Program Komputer ANATES)”. Bandung : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI.

Makmun, Abin Syamsudin. (2004).“Psikologi kependidikan”.Bandung:Rosda. McBride, John W, et all. (2004).”Using an inquiry approach to teach science to

secondary school science teachers”. Physics Education Journal. 39, (5), 434-439.

McKeachie, WJ. et.all. (1994). Teaching tips: Strategies, research, and theory for college and university teachers. Toronto: D.C. Heath and Company

Munaf, Syambasri. (2001). “Evaluasi Pendidikan Fisika”. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Panggabean, Luhut P. (1996). “Penelitian Pendidikan”. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Panggabean, Luhut P. (2001). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Sagala, S. (2005) “Konsep Belajar dan Makna Pembelajaran”. Bandung. Alfabeta.

Samani. M. Memperkenalkan Keterampilan Koperatif. Makalah. Disampaikan dalam Penyegaran dan Pelatihan Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di IKIP Surabaya, 26 Agustus-7 September 1996


(47)

Sharan Y, & Sharan S. (1990). Group Investigation Expands Cooperative Learning. Educational Leadership 47 (4), 17-21

Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon

Sudjana, Nana. 2009. “Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar”. Bandung: Sinar baru algesindo.

Sudjana, N. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(1)

3 3 G. Alur Penelitian

Alur pada penelitian dapat digambarkan dalam diagram berikut ini Merumuskan masalah Studi Pustaka

Mencari populasi dan sampel

Membuat Instrument tes

Uji coba tes

Membuat Perangkat pembelajaran

Membuat Lembar Observasi

Mempersiapkan sumber dan bahan ajar

Memberikan Pretest pada kelas eksperiment

Memberikan Pretest pada kelas kontrol

Pembelajaran dengan Model pembelajaran investigasi

Pembelajaran dengan Model pembelajaran konvensional

Observasi Posttest

Menghitung perbedaan hasil pretest dan posttes

Mengolah data observasi Analisis Data

Posttest

Kesimpulan Gambar 3.1. Alur Penelitian


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Investigasi kelompok secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional metode praktikum.

2. Keterampilan Berpikir Kritis siswa tidak berbeda secara signifikan pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran investigasi kelompok tidak dapat ditetapkan sebagai penyebab meningkatnya keterampilan proses sains siswa.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran, antara lain:

1. Model pembelajaran investigasi kelompok dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa .

2. Diperlukan pembelajaran dengan model investigasi kelompok dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 1 tahun untuk dapat melihat apakah pembelajaran investigasi kelompok mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis.


(3)

3. Pada penelitian ini ditemukan sebuah pernyataan siswa mengenai gaya berat semu benda yang berbeda jika benda berada dalam kedalaman berbeda yang diakibatkan pengaruh penyangga benda yang menghubungkan benda dengan neraca pegas. Diharapkan penelitian-penelitian yang mengambil pokok bahasan fluida statis selanjutnya dapat mengembangkan instrument yang meneliti hal tersebut.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrument pengukur Keterampilan Berpikir Kritis “Cornell critical thinking test level X” dapat mengukur yang seharusnya jika penelitian dilakukan minimal satu tahun, oleh karena itu diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengembangkan instrument keterampilan berpikir kritis yang sesuai pokok bahasan yang akan digunakan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi Revisi). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2002). “Prosedur Penelitian”. Bandung: Bumi Aksara. BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Isi, Standart Kelulusan. Jakarta: Depdiknas.

Costa, A. (1989). Developing Minds A Resource Book For Teaching Thinking. Viginia: Association For Supervision and Curriculum Development. Costa, A. L., (Ed.). 1999. Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois:

Skylight Training and Publishing, Inc

Dahar, Ratna Wilis. (1989). “Teori-teori Belajar”. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas”. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. (2008). “Strategi pembelajaran MIPA”. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Ennis, R. H. (1985). Goal for a Critical Thinking Curriculum, Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: ASDC.

Ennis, R.H., Millman, J. dan Tomko, N.T. (2005). Administration Manual Cornell Critical Thinking Test. California: The Critical Thinking Co. Ennis, R. H. 1993. Critical thinking assessment. Dalam Donmoyer, R., &

Merryfield, M.M (Eds.): Theory into practice: Teaching for higher order thinking. 32(3). 179-18


(5)

Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen. 2007. How to Design and Evaluate Research in Education (Seventh Edition). Boston: Mc Graw Hill. Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. 2002. Instructional

media and technology for learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Karno To. (1996). “Mengenal Analisis Tes (Pengenalan ke Program Komputer ANATES)”. Bandung : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI.

Makmun, Abin Syamsudin. (2004).“Psikologi kependidikan”.Bandung:Rosda. McBride, John W, et all. (2004).”Using an inquiry approach to teach science to

secondary school science teachers”. Physics Education Journal. 39, (5), 434-439.

McKeachie, WJ. et.all. (1994). Teaching tips: Strategies, research, and theory for college and university teachers. Toronto: D.C. Heath and Company

Munaf, Syambasri. (2001). “Evaluasi Pendidikan Fisika”. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Panggabean, Luhut P. (1996). “Penelitian Pendidikan”. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Panggabean, Luhut P. (2001). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Sagala, S. (2005) “Konsep Belajar dan Makna Pembelajaran”. Bandung. Alfabeta.

Samani. M. Memperkenalkan Keterampilan Koperatif. Makalah. Disampaikan dalam Penyegaran dan Pelatihan Penelitian Bagi Guru-guru Pembina KIR SMU di IKIP Surabaya, 26 Agustus-7 September 1996


(6)

Sharan Y, & Sharan S. (1990). Group Investigation Expands Cooperative Learning. Educational Leadership 47 (4), 17-21

Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon

Sudjana, Nana. 2009. “Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar”. Bandung: Sinar baru algesindo.

Sudjana, N. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.