PENERAPAN KLAUSUL PENGEMBALIAN BIAYA (COST RECOVERY) DALAM KONTRAK BAGI HASIL (PRODUCTION SHARING CONTRACT) ANTARA PEMERINTAH DENGAN PT.CHEVRON PACIFIC INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR.
PENERAPAN KLAUSUL PENGEMBALIAN BIAYA (COST RECOVERY) DALAM
KONTRAK BAGI HASIL (PRODUCTION SHARING CONTRACT) ANTARA
PEMERINTAH DENGAN PT.CHEVRON PACIFIC INDONESIA BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA
OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PAJAK PENGHASILAN
DIBIDANG USAHA HULU MINYA DAN GAS BUMI
ABSTRAK
Kenley Prammady Putra
NPM.110110070532
Minyak dan gas bumi termasuk kekayaan alam yang sangat penting,
maka pengolahan dan pemanfaatannya dikuasai oleh negara dan harus
dilakukan sebaik mungkin untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Pemerintah
melakukan pola kontrak kerjasama minyak dan gas bumi dengan melaksanakan
kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). Didalam Kontrak Bagi
Hasil ada yang disebut jumlah biaya yang dikembalikan (cost recovery) oleh
pemerintah kepada kontraktor. Permasalahan yang sering terjadi di Indonesia
saat ini diantaranya terkait dengan pengembalian biaya (cost recovery) yang
tidak jelas dan pengawasan yang lemah didalam praktik. Identifikasi masalah
ialah pertama Pelaksanaan pembebanan biaya operasi pada Kontrak Bagi Hasil
antara Pemerintah dan PT. Chevron Pacific Indonesia dikaji menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas. Kedua
penerapan hukum terhadap kesalahan atau penyimpangan atas pembebanan
biaya operasi pada kontrak bagi hasil terhadap hasil minyak dan gas bumi
antara pemerintah dengan PT. Chevron Pacific Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative, dan data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder, serta alat pengumpulan data
berupa studi dokumen, pengamatan/observasi di lapangan dan wawancara.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pertama pembebanan biaya operasi
dan pelaksanaan cost recovery pada PT Chevron Pacific Indonesia sudah sesuai
dengan perarturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal
13 PP No 79 tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan
Pajak Penghasilan Dibidang Usaha Hulu Migas. Kedua jika terjadi perselisihan
antara para pihak hukum yang dipakai adalah Hukum Indonesia dan Penyelesaian
melalui Pengadilan Arbitrase International The International Chamber Of Commerce
adalah jalan yang ditempuh jika penyelesaian perselisihan secara damai gagal. Pada
prakteknya penyelesaian melalui pengadilan arbitrase internasional hanya terjadi
sekali pada Blok Karahabodas, yaitu pada saat monopoli migas masih ada pada
PERTAMINA. Hal ini terjadi karena dengan penyelesaiaan melalui pengadilan
Arbitrase Internasional dianggap tidak memihak kepentingan masyarakat dan
dianggap membahayakan kelangsungan Bisnis para Investor Asing. Apalagi
penyelesaian ini membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.
KONTRAK BAGI HASIL (PRODUCTION SHARING CONTRACT) ANTARA
PEMERINTAH DENGAN PT.CHEVRON PACIFIC INDONESIA BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA
OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PAJAK PENGHASILAN
DIBIDANG USAHA HULU MINYA DAN GAS BUMI
ABSTRAK
Kenley Prammady Putra
NPM.110110070532
Minyak dan gas bumi termasuk kekayaan alam yang sangat penting,
maka pengolahan dan pemanfaatannya dikuasai oleh negara dan harus
dilakukan sebaik mungkin untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Pemerintah
melakukan pola kontrak kerjasama minyak dan gas bumi dengan melaksanakan
kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). Didalam Kontrak Bagi
Hasil ada yang disebut jumlah biaya yang dikembalikan (cost recovery) oleh
pemerintah kepada kontraktor. Permasalahan yang sering terjadi di Indonesia
saat ini diantaranya terkait dengan pengembalian biaya (cost recovery) yang
tidak jelas dan pengawasan yang lemah didalam praktik. Identifikasi masalah
ialah pertama Pelaksanaan pembebanan biaya operasi pada Kontrak Bagi Hasil
antara Pemerintah dan PT. Chevron Pacific Indonesia dikaji menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas. Kedua
penerapan hukum terhadap kesalahan atau penyimpangan atas pembebanan
biaya operasi pada kontrak bagi hasil terhadap hasil minyak dan gas bumi
antara pemerintah dengan PT. Chevron Pacific Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative, dan data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder, serta alat pengumpulan data
berupa studi dokumen, pengamatan/observasi di lapangan dan wawancara.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pertama pembebanan biaya operasi
dan pelaksanaan cost recovery pada PT Chevron Pacific Indonesia sudah sesuai
dengan perarturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal
13 PP No 79 tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan
Pajak Penghasilan Dibidang Usaha Hulu Migas. Kedua jika terjadi perselisihan
antara para pihak hukum yang dipakai adalah Hukum Indonesia dan Penyelesaian
melalui Pengadilan Arbitrase International The International Chamber Of Commerce
adalah jalan yang ditempuh jika penyelesaian perselisihan secara damai gagal. Pada
prakteknya penyelesaian melalui pengadilan arbitrase internasional hanya terjadi
sekali pada Blok Karahabodas, yaitu pada saat monopoli migas masih ada pada
PERTAMINA. Hal ini terjadi karena dengan penyelesaiaan melalui pengadilan
Arbitrase Internasional dianggap tidak memihak kepentingan masyarakat dan
dianggap membahayakan kelangsungan Bisnis para Investor Asing. Apalagi
penyelesaian ini membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.