PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD.

036/ S/ PGSD-REG/ 9A/ JULI/ 2015

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh
Wulan Ratna Utami
NIM. 1105107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
DEPARTEMEN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERISTAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

Oleh
Wulan Ratna Utami

Sebuah skripsi yang digunakan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Wulan Ratna Utami 2015
Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya, atau sebagian, dengan dicetak
ulang, di photocopy atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Wulan Ratna Utami
NIM. 1105107
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan perkembangan
pembelajaran dengan menerapkan model inquiry terbimbing untuk meningkatkan
Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu
sekolah dasar negeri di kota Bandung. Penelitian ini melibatkan kelas V dengan
jumlah 45 siswa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh KPS siswa terutama pada

empat aspek keterampilan yaitu keterampilan observasi atau mengamati,
mengajukan hipotesis, melakukan investigasi dan menarik kesimpulan pada
pembelajaran IPA yang rendah sesuai dengan hasil evaluasi praktikum yang
dilakukan sebelum penelitian yakni 26,67% siswa yang mencapai Indek
Pencapaian Ketuntasan (IPK) KPS sedangkan 73,33% siswa belum mencapai
IPK KPS, namun pembelajaran dikatakan berhasil apabila mencapai 75%. Hal ini
dikarenakan pembelajaran yang bersifat verbalitas cenderung siswa pasif dan
hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat saja. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang diadaptasi dari
Kemmis & Mc.Taggart dengan tiga siklus, setiap siklusnya dilakukan satu
tindakan. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi guru &
siswa yang menerapkan tahapan model inquiry terbimbing, yaitu: 1) Orientasi, 2)
Merumuskan masalah, 3) Merumuskan hipotesis, 4) Mengumpulkan data, 5)
Menguji hipotesis dan 6) Merumuskan kesimpulan. Dan lembar observasi KPS
siswa yakni keterampilan melakukan observasi, mengajukan hipotesis,
melakukan investigasi, dan menarik kesimpulan. Serta dari hasil jurnal siswa
setelah pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian dengan menerapkan model
inquiry terbimbing untuk meningkatkan KPS mengenai materi sifat-sifat cahaya
mengalami peningkatan pada setiap aspek dari siklus ke-I hingga siklus ke-III,
persentase siswa yang mencapai IPK KPS yaitu pada siklus ke-I 46,67%, siklus

ke-II 73,33% dan siklus ke-III 86,67%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
maka dapat disimpulkan penerapan model inquiry terbimbing pada pembelajaran
IPA materi sifat-sifat cahaya dapat meningkatkan KPS siswa SD kelas V.
Diharapkan dengan penerapan model inquiry terbimbing dapat menjadi alternatif
untuk meningkatkan KPS siswa baik dalam pembelajaran IPA maupun lainnya.
Kata kunci: model inquiry, pembelajaran IPA, keterampilan proses sains

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

THE APPLICATION OF INQUIRY MODEL IN SCIENCE LEARNING TO
INCREASE THE SKILL OF SCIENCE PROCESS OF ELEMETARY SCHOOL
STUDENTS’
Wulan Ratna Utami
NIM. 1105107
ABSTRACT
The research aims to describe the process and development of learning with
applying the instructed inquiry model for increasing the students’ skill of science

process (KPS). The subjects include 45 of fifth grade students at one of the
elementary school in Bandung. The problem of this research is the low
competence of the students’ skill of science process (KPS) particularly in doing
observation, hypothesis, investigation, and conclusion. According to the result of
evaluation test that conducted before this research, 26,67% students achieved
grade average point (IPK) of KPS, meanwhile 73,33% students did not achieve
IPK of KPS whereas the learning is succesful if the achievement of students is
around 75%. The failing of this learning is due to the passive verbality in student
whereas they only listened to the teacher’s explanation and wrote it. The research
was conducted by the class evaluation which was adapted from Kemmis & Mc.
Taggart by three cycle evaluation. The instrument of this research are the teacher
and students observation sheet and students which apply the steps of instructed
inquiry model. The steps in orderly are orientation, formulate the problem and
hypothesis, collect the data, test the hypothesis, and conclude. The steps of
student KPS observation sheet are the skill to observe, hypothesize, investigate,
conclude and the result of students’ journal after the learning. The result of this
research by applying the instructed inquiry model for increasing KPS in the
material of the characteristics of light is increase in each aspect from cycle one to
three. The precentage of students who obtain the KPS of IPK in cycle one is
46,67%, while in cycle two is 73,33% and in cycle three is 86,67%. The

conclusion from the research is the apply of instructed inquiry model in the
science learning about the characteristics of light increase the KPS of fifth grade
students n elementary school. It is expected to apply the instructed inquiry model
to become the alternative for increasing students’ KPS in the subject of science
and others.
Keywords : inquiry model, science learning, skill of science process.

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah
menentukan penelitian mengenai “PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA
PEMBELAJARAN

IPA


UNTUK

MENINGKATKAN

KETERAMPILAN

PROSES SAINS SISWA SD” dan dijelaskan pula rumusan masalah, tujuan
penelitian serta manfaat penelitiaannya.
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan di Sekolah Dasar (SD) mengacu pada pasal 37 UU
RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menerapkan
bahwa dalam pendidikan dasar ada 10 mata pelajaran yang harus diajarkan kepada
siswa. Salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam kurikulum adalah Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
(Depdiknas, 2006, hlm.484) mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD)
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahanan konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Salah satu tujuan diatas adalah mengembangkan keterampilan proses.
Menurut Indrawati (dalam Trianto, 2011, hlm. 144) keterampilan proses di
pembelajaran IPA merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik
kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada

Wulan Ratna Utami, 2015

PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan
atau flasifikasi.
Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan pengetahuan, yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tentang alam sekitar saja tetapi
juga suatu proses penemuan dengan pengamatan, penyelidikan, perkiraan
sementara (hipotesis), dan diikuti pengujian atau pembuktian gagasan. Hal itu
menunjukkan bahwa proses pembelajaran

IPA yang ideal menekankan pada

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi
alam sekitar untuk menemukannya sendiri yang kemudian mengembangkan
gagasan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut sejalan dengan Keterampilan Proses Sains (KPS) pada

pembelajaran IPA akan menekankan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri
dengan penyelidikan ilmiah (eksperimen) melalui mengamati, menafsirkan,
merencanakan penelitian, melakukan penelitian, menerapkan, menggolongkan dan
mengkomunikasikan hasil pengamatannya. Dengan kata lain keterampilan ini
dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep/prinsip/
teori (Trianto, 2011, hlm. 144).
Setiap guru menginginkan pembelajaran yang berhasil, maka dari itu
sebelum kegiatan belajar mengajar guru membuat perencanaan yang bertujuan
merumuskan tingkah laku dan kemampuan yang akan dimiiki siswa setelah
pembelajaran berlangsung yang terkait dengan kompetensi dan indikator dalam
proses belajar mengajar. Dari tujuan operasional ditentukan pendekatan, model,
metode, alat, dan sumber pembelajaran.
Peningkatan kualitas proses pembelajaran akan sangat bergantung pada
pengelolaan kelas dan proses pengajaran dengan pendekatan, model, motode,
media yang diterapkan guru. Mengingat bahwa setiap siswa memiliki karakteristik
yang berbeda-beda oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan
perbedaan-perbedaan setiap siswa tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar
dapat merubah kondisi siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tahu menjadi
lebih tahu, serta yang tidak baik menjadi yang lebih baik.
Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses,

persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran untuk jumlah siswa setiap
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

rombongan belajar SD/MI adalah 28 siswa. Namun dewasa ini, proses
pembelajaran di sekolah masih berjalan secara konvensional dalam klasikal
dengan jumlah siswa lebih dari 40 orang yang akan membuat proses pembelajaran
tidak maksimal. Hal itu berakibat pada tidak variatifnya dalam penggunaan media,
model, pendekatan dan strategi pembelajaran yang hanya sebatas menyampaikan
informasi materi pembelajaran saja. Sama halnya kenyataan yang terjadi di salah
satu SD Negeri di kota Bandung khususnya di kelas V dalam pembelajaran IPA
proses pembelajaran cenderung hanya menggunakan metode ceramah dengan
perbandingan siswa dan guru 45 : 1 sehingga pembelajaran IPA bersifat verbalitas
yang mengakibatkan siswa cenderung pasif hanya mendengarkan penjelasan dan
mencatat saja sehingga hasil evaluasi praktikum akhir materi yang digunakan
untuk mengukur keterampilan proses sains dari kelas tersebut menjadi rendah. Hal
ini terbukti dari hasil evaluasi akhir materi dari 45 siswa hanya 26,67 % atau 12
siswa yang mencapai nilai Indeks Pencapaian Ketuntasan (IPK) KPS yang
diadaptasi teori dari Mulyasa (2008, hlm. 105) bahwa dari segi proses,
pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara
aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dan 73,33 %
atau 33 siswa memperoleh nilai di bawah IPK KPS. Penerapan metode ceramah
pada pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa
kurang sesuai karena apabila hanya menggunakan metode ceramah, tidak
melakukan pengamatan atau investigasi untuk siswa menemukan suatu konsep
atau penemuan yang sudah ada, pada pembelajaran IPA seharusnya siswa
berperan aktif dalam pembelajaran. Maka dari itu guru seharusnya menerapkan
model, metode atau pendekatan yang sesuai dengan pembelajaran IPA. Salah satu
model yang sesuai dengan pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa adalah model pembelajaran inquiry. Karena dimungkinkan
dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran berbasis inquiry, guru
hanya bertindak sebagai fasilitator dan mediator. Namun, di tingkat SD model
inquiry dilakukan dengan bimbingan guru.
Selaras dengan pernyataan di atas dalam Kurilkulum Tingkat Satuan
Pendidikan (Depdiknas, 2006) mata pelajaran IPA di sekolah dasar, pembelajaran
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

IPA ditekankan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk meningkatkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya
sebagai aspek penting kecakapan hidup. Melalui inkuiri ilmiah, keterampilan
proses sains dan sikap ilmiah siswa dikembangkan secara optimal. Keterampilan
sains terinternalisasikan dalam tahap-tahap memecahkan masalah yang diteliti.
Maka dari itu, paradigma pembelajaran sains yang berorientasikan pada guru
(teacher centered) hendaknya diubah menjadi pembelajaran yang berorientasi
pada siswa (student centered).
Selain itu di kelas tersebut dikatakan di atas bahwa keterampilan proses
sains siswa yang rendah, hal tersebut terbukti dengan hasil evaluasi praktikum
akhir materi yang telah diuraikan di atas. Hal tersebut terlihat dari beberapa aspek
keterampilan proses sains siswa yang kurang yakni empat aspek keterampilan
yaitu 1) keterampilan observasi atau mengamati, sesuai pengamatan peneliti
sebelum melakukan penelitian, siswa di kelas V tersebut belum bisa mengamati
dan mengelompokkan suatu peristiwa atau keadaan yang ditunjukkan oleh guru ke
subuah konsep yang sudah ada, 2) keterampilan mengajukan hipotesis, pada siswa
kelas V tersebut belum mengerti cara mengajukan hipotesis sebelum melakukan
investigasi yang bertujuan untuk menentukan jawaban sementara yang
memungkinkan lebih dari suatu penjelasan dari suatu kejadian, namun siswa di
kelas V tersebut belum dapat melakukannya, 3) keterampilan melakukan
investigasi pada siswa di kelas V tersebut belum berjalan dengan baik dikarena
siswa belum mengerti bagaimana cara melakukan investigasi yang benar dengan
mengikuti petunjuk di LKK, namun di kelas V tersebut pada saat melakukan
investigasi siswa melakukannya sendiri tanpa petunjuk yang benar dan 4)
keterampilan menarik kesimpulan pada siswa di kelas V tersebut sebagian besar
siswa tidak melakukan atau menarik kesimpulan setelah melakukan investigasi,
adapun yang melakukan menarik kesimpulan namun kesimpulan tersebut diambil
dari buku pedoman mereka bukan menurut apa hasil yang telah dilakukannya.
Maka dari itu empat aspek keterampilan proses sains tersebut perlu untuk
ditingkatkan.
Untuk mengatasi permasalah yang telah diuraikan di atas maka dalam
proses pembelajaran IPA Kelas V diperlukan model yang cocok dan tepat untuk
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

diterapkan. Dari sekian banyak pendekatan, model maupun metode pembelajaran
yang dapat diterapkan pada pembelajaran IPA. Salah satu model pembelajaran
IPA yang dapat meningkatkan keterampilan proses yaitu model pembelajaran
berbasis inquiry.
Melalui penerapan model inquiry terbimbing¸ keterampilan proses sains
siswa sangat dioptimalkan terutama empat aspek keterampilan yakni keterampilan
observasi atau mengamati, mengajukan hipotesis, melakukan investigasi dan
menarik kesimpulan dalam proses pembelajaran melalui serangkaian kegiatan
ilmiah. Selain keterampilan proses sains, model pembelajaran inquiry juga dapat
meningkatkan kemampuan yang terimplementasikan dalam kerja ilmiah.
Kemampuan yang dimaksud meliputi kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
berpikir logis. Sebagaimana dikemukakan oleh Jufri (2013, hlm. 92) bahwa:
“melalui model pembelajaran berbasis inkuiri peserta didik difasilitasi
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan ilmiah yang mendasar
yang meliputi mengobservasi, mengklarifikasi, menghitung, merumuskan
hipotesis,
membuat
relasi
ruang
dan
waktu,
mengukur,
menginterpretasikan data, merancang eksperimen dan sebagainya”.
Pemilihan model pembelajaran berbasis inquiry terbimbing ini dilandasi
pula oleh pendapat yang dikemukakan Sanjaya (2014, hlm. 196) yang
menyebutkan bahwa model pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Model inquiry merupakan model pembelajaran yang dianjurkan
dan digunakan di sekolah khususnya sekolah dasar. Sanjaya (2014, hlm. 208)
mengungkapkan ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran ini
diantaranya adalah model ini menekankan kepada perkembangan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor secara seimbang, dapat memberi ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, sesuai dengan perkembangan
psikologi modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku
berkat adanya pengalaman, dan siswa yang kemampuannya di atas rata-rata tidak
akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Dengan model
pembelajaran

berbasis

inquiry

terbimbing

siswa

terlibat

dalam

proses

pembelajaran secara aktif serta menemukan konsep pengetahuan atau informasi
baru secara langsung sehingga siswa dapat memahami suatu konsep dengan
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

mudah dan diingat dan pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan dengan
pengamatan atau percobaan sendiri akan lebih bermakna.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih dalam dan
mengangkat judul “Penerapan Model Inquiry pada Pembelajaran IPA untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SD”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, secara umum
perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan model inquiry
pada pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa
SD?”
Adapun perumusan masalah secara khusus diuraikan lebih rinci dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan penerapan model inquiry pada
pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD
Kelas V?
2. Bagaimana perkembangan keterampilan proses sains siswa SD Kelas V pada
pembelajaran

IPA

yang

menerapkan

model

inquiry

pada

proses

pembelajarannya?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, secara umum tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui penerapan model inquiry untuk meningkatkan
keterampilan proses sains siswa SD Kelas V pada pembelajaran IPA. Kemudian,
tujuan khusus penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan proses pembelajaran dengan penerapan model inquiry pada
mata pelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses siswa SD Kelas
V.
2. Mendeskripsikan perkembangan keterampilan proses siswa SD Kelas V pada
mata pelajaran IPA yang menerapkan model inquiry pada proses
pembelajarannya.
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat dalam
dua kerangka berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan penjelasan tentang model inquiry
b. Memperkaya bagaimana cara meningkatkan keterampilan proses sains
siswa SD Kelas V pada pembelajaran IPA yang menerapkan model
inquiry
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan masukan bagi
siswa dalam rangka meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD
Kelas V pada pembelajaran IPA.
b. Bagi Guru
Dengan hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan masukan bagi
guru dapat menerapkan model pembelajaran yang cocok untuk
meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD Kelas V pada
pembelajaran IPA dalam proses pembelajarannya.
c. LPTK
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti agar
dapat

berinovasi

model-model

pembelajaran

yang

cocok

untuk

meningkatkan keterampilan proses sains siswa SD pada pembelajaran IPA
dalam proses pembelajaran.

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan mengenai
penerapan model inquiry pada pembelajaran IPA untuk meningkatkan
keterampilan proses sains siswa pada materi sifat-sifat cahaya, maka dapat
dikemukakan simpulan dan rekomendasi yang terkait dengan penelitian, sebagai
berikut.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian secara umum dapat disimpulkan hasil
penelitian bahwa keterampilan proses sains siswa pada materi sifat-sifat cahaya
dalam pembelajaran IPA di salah satu sekolah dasar negeri di kota Bandung
mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran inquiry. Ada
beberapa simpulan yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inquiry
membuat pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan, tidak hanya itu siswa
juga menjadi lebih aktif dalam pembelajaran di kelas dengan kelompok
melalui percobaan atau investigasi maupun individu melalui tanya jawab
dalam diskusi kelas. Hasil observasi aktivitas guru dan siswa dengan
menerapkan model pembelajaran inquiry mencapai ketegori yang sangat baik.
Pencapaian persentase aktivitas guru dan siswa pada siklus ke-I 76,92%,
siklus ke-II 92% dan siklus ke-III 100%. Hal tersebut karena guru dan siswa
pada saat pembelajaran dilakukan dengan baik.
2. Keterampilan proses sains siswa secara menyeluruh telah mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus ke-I siswa yang mencapai IPK
KPS sebesar 46,67% atau 21 siswa, pada siklus ke-II mengalami peningkatan
sebesar 26,66% menjadi 73,33% atau 33 siswa, dan pada siklus ke-III
mengalami peningkatan sebesar 13,34% menjadi 86,67% atau 39 siswa yang
telah tuntas mencapai IPK KPS. Pada aspek yang pertama yaitu keterampilan
melakukan observasi pada siklus ke-I memperoleh ketercapaian IPK KPS
sebesar 28,89%, pada siklus ke-II mengalami peningkatan sebesar 57,78%
dari 28,89% menjadi 86,67%, dan pada siklus ke-III mengalami peningkatan
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

99

sebesar 35,55% dari 86,67% menjadi 93,33%. Pada aspek kedua yaitu
keterampilan mengajukan hipotesis pada siklus ke-I memperoleh ketercapaian
IPK KPS sebesar 60%, sesuai dengn hasil refleksi dan rekomendasi perbaikan
pada siklus ke-I maka pada siklus ke-II mengalami peningkatan sebesar
24,45% dari 60% menjadi 84,45%, dan pada siklus ke-III tidak mengalami
peningkatan atau penurunan masih dalam persentase yang sama yakni sebesar
84,45%. Pada aspek ketiga yaitu keterampilan melakukan investigasi pada
siklus ke-I memperoleh ketercapaian IPK KPS yang sangat baik dibandingkan
dengan aspek keterampilan yang lainnya yakni sebesar 88,89%, namun pada
siklus ke-II mengalami penurunan sebesar 4,44% dari 88,89% menjadi
84,45%, setelah hasil refleksi dan rekomendasi perbaikan pada siklus ke-I
dilaksanakan maka pada siklus ke-III mengalami peningkatan kembali
sebesar 15,55% dari 84,45% menjadi 100%. Dan pada aspek yang ke empat
yaitu keterampilan menarik kesimpulan pada siklus ke-I memperoleh
ketercapaian IPK KPS sebesar 55,56%, pada siklus ke-II mengalami
peningkatan sebesar 17,77% dari 55,56% menjadi 73,33%, dan pada siklus keIII mengalami peningkatan sebesar 20% dari 73,33% menjadi 93,33%.

B. Rekomendasi
Berdasarkan pada penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka
peneliti menyarankan beberapa hal, diantaranya:
1. Untuk guru, berdasarkan hasil penelitian ini penerapan model pembelajaran
inquiry terbimbing dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang
digunakan pada pembelajaran IPA di SD untuk menciptakan suasana kelas
yang aktif dan menyenangkan guru diharapkan lebih kreatif menyusun
skenario dalam pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inquiry
terbimbing. Karena dalam pembelajaran IPA diharuskan melakukan
percobaan untuk menemukan suatu konsep sendiri.
2. Untuk sekolah, dengan penelitian ini diharapkan menjadi alternatif
pengembangan kurikulum sehingga model pembelajaran inquiry terbimbing
dapat diterapkan baik pada pembelajaran IPA maupun pembelajaran lainnya.

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

100

Dalam hal ini pula, diharapkan sekolah berperan dengan pengadaan alat
peraga untuk mendukung proses pembelajaran.
3. Untuk peneliti selanjutnya, model pembelajaran inquiry terbimbing dapat
diterapkan dalam penelitian yang lainnya untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa. Dan juga peneliti selanjutnya dapat mencari alternatif
model, pendekatan maupun metode untuk meningkatkan keterampilan proses
sains siswa ada pembelajaran IPA di SD.

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Muhammad Lalu. (1991). Proses Belajar Mengajar CBSA. Surabaya:
Usaha Nasional.
Azmiyawati, Choiril. (2008). IPA 5 Salingtemas untuk Kelas V SD/MI. Jakarta:
Pusat Perbukuan Depdiknas.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Barokah, Ai Riska. (2014). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dasar Siswa pada
Pembelajaran IPA di Kelas IV Sekolah Dasar. Skripsi Program Studi
PGSD: Tidak diterbitkan.
Chiappetta, Eugene L dan Thomas R. Koballa. (2010). Science Instruction in The
Middle and Secondary Schools: Developing Fudamental Knowledge and
Skill Seventh Edition. Allyn & Bacon.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Puskur Balitban.
Dewi, Shinta. (2008). Keterampilan Proses Sains. Bandung: Tinta Emas
Publishing.
Jufri, W. (2013). Belajar dan Pembelajaran Sains. Jakarta: Pusta Reka Cipta.
Kusnandar. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Press.
Kuswantini, Heni. (2011). Upaya Meningkatkan Penguasaan Bilangan di Kelas I
SD Melalui Pembelajaran Inquiry. Skripsi Program Studi PGSD: Tidak
diterbitkan.
Mulyasa, E. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Rositawaty, S. (2008). Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas V
SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Rusman. (2014). Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

102

Samatowa, Usman. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks
Sani, Ridwan A. (2014). Pembejaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.
Semiawan, Conny, dkk. (1989). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta:
Gramedia.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Syah. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syuri, Ita. (2011). Next Step IPA Aktif 5 untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta:
Erlangga.
Trianto.
(2007).
Model-model
Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan.
Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu Konsep,
Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara

Strategi,

dan

Trianto. (2012). Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) Teori & Praktik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Undang-undang RI Pasal 37 No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: BSNP
Widodo, A. dkk. (2010). Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Bandung. UPI Press.

Wulan Ratna Utami, 2015
PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu