PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SOAL CERITA MATEMATIKA.
ABSTRAK
PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA
SOAL CERITA MATEMATIKA Oleh
Fristina Nur Setyarti 1103657
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) mengenai penggunaan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita matematika. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SDN di kota Bandung. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VB yang berjumlah 25 orang. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika; (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dengan menggunakan model Problem Based Learning. Pelaksanaan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan hanya 13% peserta didik yang lulus KKM pada saat dilakukan pengambilan data awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas yang mengadaptasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart dengan dua siklus. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning. Pada siklus pertama sebanyak 96, 25% peserta didik sudah mampu mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan pada siklus kedua mengalami peningkatan menjadi 99, 66%. Kemampuan membuat model matematis dari soal meningkat dari 44, 90% menjadi 77, 33%. Selanjutnya, kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah meningkat dari 88, 80% menjadi 94, 34%. Kemampuan menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta memeriksa hasil jawaban meningkat dari 42, 75% menjadi 64, 33%. Selain dari peningkatan setiap indikator, nilai rata-rata kelas juga meningkat dari 67, 41 menjadi 84. Sementara untuk presentase ketuntasan belajar secara klasikal meningkat dari 72% menjadi 100%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada soal cerita matematika.
Kata Kunci: Model Problem Based Learning, Pemecahan Masalah Matematis, Soal Cerita Matematika
(2)
ABSTRACT
USE OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL (PBL) TO IMPROVED MATHEMATICAL SOLVING PROBLEMS ON THE MATHEMATICS STORIES
By
Fristina Nur Setyarti 1103657
This research is classroom action research (PTK) about the use of problem based learning model to improve mathematical problem-solving skills in math word problems. This study was conducted in one of elementary school in the Bandung city. The subjects were students VB classes who totaling 25 people. This study aims are to (1) determine the learning process by using problem based learning model to improve mathematical problem-solving ability of students in math story problems; (2) determine the increase in mathematical problem solving ability of students to use the model of Problem Based Learning. Implementation of this research was motivated by the low-ability learners in solving math story only 13% of students who graduated KKM at the time of initial data collection. Based on these problems, then the Class Action Research is adapted from the model Kemmis and Mc. Taggart with two cycles. Results of research conducted showed an increase in mathematical problem solving ability of students in math story problems using problem based learning model. In the first cycle were 96, 25% of learners have been able to identify the adequacy of the data to solve the problem and in the second cycle increased to 99, 66%. The ability to create a mathematical model of the problem has increased from 44, 90% to 77, 33%. Furthermore, the ability to select and implement a strategy to resolve the problem increased from 88, 80% to 94, 34%. The ability to explain or interpret the results as well as the problem of checking the results of the answers increased from 42, 75% to 64, 33%. Apart from the improvement of each indicator, the average value of the class also increased from 67, 41 to 84. As for the classical learning completeness percentage increased from 72% to 100%. From these results, it can be concluded that the model of problem-based learning can enhance problem solving abilities of students in math word problems.
Keywords: Model Problem Based Learning, Mathematical Problem Solving, Mathematics Problem Story
(3)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ...iv
DAFTAR ISI ...vi
DAFRTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Hasil Penelitian... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Konsep Model Problem Based Learning (PBL) ... 7
B. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14
C. Konsep Soal Cerita Matematika Bangun Datar di Kelas 5 SD ... 20
D. Penelitian yang Relevan ... 24
E. Kerangka Berpikir ... 26
F. Definisi Operasional ... 27
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN ... 29
A. Metode Penelitian ... 29
(4)
C. Lokasi Penelitian ... 31
D. Subjek Penelitian ... 31
E. Waktu Penelitian... 31
F. Instrumen Penelitian ... 32
G. Prosedur Penelitian ... 34
H. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Awal ... 44
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 46
C. Keterbatasan Penelitian ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Rekomendasi ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
(5)
DAFTAR TABEL
2.1 Sintaks Problem Based Learning ... 11
2.2 Skala Penilaian Pemecahan Masalah ... 16
3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 39
3.2 Kriteria Kemampuan Peserta didik ... 41
3.3 Skala Ketuntasan Belajar ... 43
3.4 Kategori skor Gain Ternormalisasi ... 43
4.1Hasil Refleksi Siklus I ... 54
4.2 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus 1 ... 65
4.3 Pengolahan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus I ... 66
4.4 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus II ... 71
4.5 Pengolahan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus II ... 72
4.6 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus I, Siklus II, dan Nilai Gain Ternormalisasi ... 77
4.7 Perbandingan Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus I dan II ... 79
(6)
DAFTAR GAMBAR
2.1 PBL Protocol ... 10
2.2 Persegi Panjang ... 23
2.3 Persegi ... 23
2.4 Kerangka Berpikir ... 27
3.1 Diagram alur penelitian PTK Kemmis dan M. Taggart ... 31
4.1 Presentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus I ... 67
4.2 Presentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus II ... 72
4.3 Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Kecukupan Data Untuk Memecahkan Masalah ... 74
4.4Peningkatan Kemampuan Membuat Model Matematis dari Soal ... 75
4.5 Peningkatan Kemampuan Memilih dan Menerapkan Strategi untuk Menyelesaikan Masalah ... 76
4.6 Peningkatan Kemampuan Menjelaskan atau Menginterpretasikan Hasil Sesuai Permasalahan serta Memeriksa Hasil Jawaban ... 77
4.7 Peningkatan Nilai Rata-Rata, Skor Maksimum Dan Skor Minimum Peserta Didik Setiap Siklus ... 80
(7)
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Instrumen Pembelajaran
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I 3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Siklus I 4. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Siklus II 5. Kunci Jawaban LKPD Siklus I
6. Kunci Jawaban LKPD Siklus I Lampiran B Instrumen Penelitian
1. Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik 2. Lembar Evaluasi Penelitian Siklus I
3. Lembar Evaluasi Penelitian Siklus II
4. Pedoman Penskoran
5. Kunci Jawaban Lembar Evaluasi Siklus I 6. Kunci Jawaban Lembar Evaluasi Siklus II Lampiran C Hasil Pelaksanaan Penelitian
1. Hasil Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik Siklus I 2. Hasil Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik Siklus II 3. Hasil Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I
4. Hasil Lembar Kerja Peserta Didik Siklus II 5. Hasil Lembar Evaluasi Siklus I
6. Hasil Lembar Evaluasi Siklus II
Lampiran D Hasil Pengolahan Data Penelitian 1. Hasil Pengolahan Data Siklus I
(8)
Lampiran E Kelengkapan Administrasi
1. Surat Keterangan Pengangkatan Dosen Pembimbing 2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian Lampiran F Dokumentasi
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi yang berkembang kian pesat menuntut generasi yang
memiliki kemampuan untuk memperoleh, mengelola, serta memanfaatkan
informasi untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai bidang ilmu dan situasi. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dikuasai oleh peserta didik pada seluruh jenjang pendidikan sekolah. “Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia” (KTSP, 2006, hlm. 416).
Hal ini sejalan dengan National Research Council pada tahun 1989 (dalam Wahyuni, 2013, hlm. 2) yang menyatakan pentingnya matematika dengan pernyataan berikut: “Mathematic is the key to opportunity. Matematika adalah
kunci kearah peluang-peluang.” Matematika merupakan jalan menuju
keberhasilan dan membuka peluang dalam berkarir. Pendapat tersebut
mengatakan bahwa matematika turut berperan aktif dalam menunjang
keberhasilan seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah mempelajari mata pelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini juga selaras dengan National
Council of Teachers of Mathematics pada tahun 2000 (Amelia dalam Wahyuni,
2013, hlm. 2) menetapkan pemecahan masalah sebagai salah satu dari lima standar proses matematika sekolah selain penalaran dan pembuktian (reasoning
and proof), komunikasi matematis (communicatiaon), keterkaitan dalam
matematika (connection) serta representasi (representation).
Dalam memecahkan masalah khususnya masalah dalam matematika, “peserta didik harus paham apa yang menjadi masalah dan menentukan rumus atau teorema apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah berdasarkan data yang diberikan di dalam soal” (Yuliza, 2013, hlm. 3). Karena itu, proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas harus dapat mendorong peserta
(10)
2
Fristina Nur Setyarti, 2015
didik untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan
keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya (KTSP 2006, hlm. 416).
Handiani (2011, hlm. 2), memberikan penjelasan mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis. Dia mengatakan bahwa
Kemampuan pemecahan masalah matematis pada peserta didik dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian, karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan suatu permaslahan, sehingga pemahaman peserta didik dalam pemecahan maslah dapat terukur.
Berdasarkan pengamatan peneliti, pada buku pegangan yang digunakan di sekolah, dapat dilihat bahwa soal-soal yang berbentuk soal cerita banyak disajikan pada hampir seluruh materi pokok. Namun pada kenyataannya, soal cerita pada pelajaran matematika termasuk salah satu bahan yang tidak diminati dan sulit dipahami peserta didik sehingga banyak peserta didik mendapat nilai yang kurang dari standar minimal yang ditentukan oleh guru. Di sekolah yang diteliti, KKM untuk mata pelajaran matematika adalah 67. Berdasarkan penilaian yang dilakukan ketika UTS, secara keseluruhan hanya 13% peserta didik yang lulus KKM, dan 87% di bawah KKM. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh oleh kelas V tersebut adalah 50, 18 dengan jumlah peserta didik adalah 31 orang.
Dalam soal yang disajikan ketika UTS pada bagian III, dari 5 soal uraian yang disajikan, 4 soal merupakan soal cerita matematika. Dari penilaian yang dilakukan, hanya 3 peserta didik yang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan sangat baik, 9 peserta didik hanya mampu menyelesaikan 1 soal cerita, dan sisanya tidak dapat menjawab soal cerita sama sekali. Hal ini diperkuat dengan proses wawancara yang dilakukan terhadap peserta didik. Peserta didik mengaku tidak dapat menyelesaikan soal cerita yang diberikan karena tidak paham dengan maksud cerita yang disajikan dan tidak adanya rumus untuk menyelesaikan soal tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, ada 2 faktor penyebab kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada soal cerita, yaitu faktor peserta didik dan faktor guru:
(11)
3
a. Anggapan peserta didik bahwa soal matematika didominasi oleh kegiatan berhitung yang menggunakan banyak rumus, sehingga peserta didik sudah enggan untuk mengerjakan soal matematika. b. Kurangnya pemahaman peserta didik dalam menerjemahkan isi dari
soal cerita matematika.
c. Banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita, kurang mampu memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.
2. Faktor guru, antara lain:
a. Proses pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional yang berpusat pada guru.
b. Pada pembahasan mengenai soal cerita, guru langsung
menghubungkan dengan rumus yang sesuai dengan persoalan yang
dihadapi, sehingga siswa tidak memahami langkah-langkah
pemecahan masalah yang sistematis.
c. Setting pembelajaran tidak dikondisikan untuk menuntut siswa yang aktif dalam memecahkan masalah matematika.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, pada penelitian ini peneliti akan lebih fokus untuk melakukan perbaikan atau perubahan pada pola pengajaran sehingga dapat mendorong peserta didik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Salah satu model yang dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita adalah model Problem Based
Learning (PBL). Pada prinsipnya dalam model PBL peserta didik sendirilah yang
secara aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang diberikan guru. Dalam hal ini guru lebih banyak sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka secara efektif. Amir (2008, hlm. 59) “pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menyajikan kepada peserta didik situasi masalah yang nyata, yang bersifat terbuka
(12)
4
Fristina Nur Setyarti, 2015
(ill-structured)”. Beberapa penelitian sebelumnya menujukkan penggunaan bahwa model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, keterampilan berpikir maupun kemampuan memecahkan masalah matematika.
Walaupun model pembelajaran ini dilaporkan berhasil dalam membantu peserta didik dalam peningkatan kemampuan berpikir dan kemampuan matematis lainnya, namun masih jarang penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran ini berhasil diterapkan pada peserta didik SD untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan mata pelajaran matematika, terutama pada pokok bahasan soal cerita. Biasanya model pembelajaran ini banyak dipakai pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau pada peserta didik jenjang menengah keatas.
Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang “Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Soal Cerita Matematika”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah umum penelitian ini adalah “bagaimana penggunaan model
problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik SD pada soal cerita matematika?” kemudian, untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka secara khusus dibuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada mata pelajaran matematika SD kelas tinggi?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita matematika peserta didik SD kelas tinggi dengan menggunakan model PBL?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui “penggunaan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita
(13)
5
matematika”. Kemudian, tujuan khusus penelitian ini terdiri dari beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada mata pelajaran matematika SD kelas tinggi.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
pada soal cerita matematika peserta didik SD kelas tinggi dengan menggunakan model PBL.
D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu baru dalam proses belajar mengajar khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada soal cerita menggunakan model Problem Based
Learning (PBL).
2. Manfaat Fraksis a. Bagi Sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah (SD) untuk mengetahui dan menyiapkan alat bantu/peraga dalam mata pelajaran matematika. Selain itu, sebagai tolak ukur keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
b. Bagi Guru
1) Tujuan pembelajaran matematika tentang pemecahan masalah
matematika pada soal cerita matematika dapat tercapai.
2) Guru dapat menemukan berbagai metode pembelajaran sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar mengajar untuk waktu sekarang dan waktu yang akan datang.
3) Memberikan informasi dan wawasan mengenai cara
membelajarkan pemecahan masalah matematika pada soal cerita dengan menggunaan model Problem Based Learning (PBL) agar kualitas serta kinerja guru dalam mengajar dapat meningkat.
(14)
6
Fristina Nur Setyarti, 2015
c. Bagi Peserta didik
1) Pengetahuan peserta didik tentang pemecahan masalah
matematika pada soal cerita pada pelajaran matematika
bertambah.
2) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar mengenai
pemecahan masalah matematika pada soal cerita menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
d. Bagi LPTK
Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah bahan bacaan dan
kajian mahasiswa lain dalam upaya menambah wawasan ilmu
pengetahuan. e. Bagi Peneliti
1) Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman tentang Penelitian Tindakan Kelas.
2) Peneliti mampu mendeteksi permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran, sekaligus mencari alternative pemecahan masalah yang tepat.
3) Peneliti mampu memperbaiki proses pembelajaran didalam kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik.
4) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk penelitian selanjutnya.
(15)
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari metode penelitian, desain penelitian, subjek, lokasi, prosedur, instrument serta analisis dan interpretasi data yang akan digunakan pada penelitian ini.
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan pengertian PTK yang dikemukakan oleh Arikunto (2009, hal: 2) :
Penelitian tindakan kelas bukan sekedar mengajar seperti biasanya, tetapi
harus mengandung satu pengertian, bahwa tindakan yang dilakukan
didasarkan atas upaya meningkatkan hasil, yaitu lebih baik dari sebelumnya. Arikunto (2009, hal: 2-3) memberikan keterangan mengenai kata-kata yang menyusun pengertian diatas, sebagai berikut:
1. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah
(16)
30
sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu penelitian, tindakan, dan kelas, maka Arikunto (2009, hal:3) menyimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Menurut Hopkins dalam Wiriaatmadja (2010, hal:11) menjelaskan bahwa: penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
Sedangkan menurut Kemmis dalam Wiriaatmadja (2010, hal:12) menjelaskan bahwa:
Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi social tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan diri a) kegiatan praktek social atau pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.
Berdasarka pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru guna untuk melakukan perbaikan baik dari hasil maupun kemampuan belajar peserta didik.
B. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Kemmis dan M.Taggart dengan system spiral refleksi diri yang dimulai dengan cara tindakan, pengamatan, refleksi, perencanaan kembali. Secara mendetail Kammis dan Taggart dalam Hopkins (Wiriaatmadja, 2010, hal:66) menjelaskan tahap-tahap penelitian tindakan yang dilakukan. Tahap awal yaitu tahap perencanaan (plan), pada tahap ini dilakukan penyusunan strategi untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
(17)
31
masalah peserta didik. Pada tindakan (act), mulai dilakukan perlakuan terhadap peserta didik untuk mendorong mereka menyelesaikan masalah-maslah yang disajikan. Pada kegiatan pengamatan (observe), kegiatan dan respon peserta didik dicatat atau direkam untuk melihat apa saja yang dilakukan peserta didik selama kegiatan berlangsung. Pengamat membuat catatan dalam buku atau lembar observasi. Pada tahap refleksi (reflect) dilakukan kegiatan mempertimbangkan baik atau buruknya ataupun berhasil belum berhasilnya tindakan. Tahapan ini dapat disebut
sebagai siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan ke arah peningkatan dan perbaikan proses pembelajaran. Siklus kegiatan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Action Research: Principles and practice, hlm. 41)
Gambar 3.1 Diagram alur penelitian PTK Kemmis dan M. Taggart
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Dasar di Kota Bandung yang terletak di tengah daerah perumahan dengan 24 rombongan belajar dan jumlah peserta didik lebih dari 800 peserta didik.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas V di salah satu sekolah dasar di kota Bandung. Jumlah peserta didik 31 orang, dengan 16 laki-laki dan 15 perempuan.
(18)
32
E. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai dari akhir Februari dengan observasi sekolah sampai bulan Juni dengan Penulisan laporan penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: 1. Instrumen Pembelajaran
Instrument pembelajaran merupakan instrument yang menunjang dalam
pelaksanaan pembelajaran selama melakukan penelitian. Instrument
pembelajaran ini terdiri dari: a. RPP (siklus 1 dan siklus 2)
RPP merupakan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. Didalam RPP terdapat segala hal yang menyangkut SK, KD, Indikator, materi, media, model, langkah-langkah pembelajaran serta penilaian pembelajaran yang akan dilaksanakan di setiap siklusnya. RPP merupakan perangkat persiapan mengajar yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu pembelajaran yang telah dirumuskan dengan sistematis. Penyusunan RPP ini disesuaikan dengan indicator kemampuan pemecahan masalah serta langkah-langkah model problem based learning. Peneliti membuat RPP dengan SK dan KD sebagai berikut:
SK 6 : Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
KD 6.5 : Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana.
b. LKS (Lembar Kerja Siswa)
LKS yang disajikan dalam pembelajaran ini disesuaikan dengan indicator pemecahan masalah. LKS ini berisi permasalahan-permasalahan tidak rutin yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. LKS yang disediakan merupakan sumber permasalahan yang selajutnya dibahas dan
(19)
33
Permasalahan yang diberikan berhubungan dengan luas dan keliling bangun persegi dan persegi panjang.
c. Bahan Ajar Luas dan Keliling Persegi dan Persegi Panjang.
Bahan ajar yang digunakan berasal dari rangkuman berbagai sumber yang relevan. Bahan ajar ini dirangkum dan dibuat oleh peneliti sebagai acuan dan sumber informasi dalam melaksanakan penelitian.
2. Instrumen Pengungkap Data
Instrument pengungkap data merupakan instrument yang digunakan untuk mengungkap hasil penelitian yang telah dilakukan selama pembelajaran dan setelah pembelajaran. Instrument pengungkap data terdiri dari:
a. Pengungkap Data Proses Pembelajaran
Instrument ini digunakan untuk menilai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik selama pelaksanaan penelitian. Instrumen yang digunakan terdiri dari:
1) Lembar Observasi guru dan peserta didik
Lembar observasi merupakan suatu lembar yang berisi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti (guru) dan peserta didik selama pembelajaran. Setiap observer memegang satu lembar observasi dan memberikan penilaian kepada guru dan peserta didik dalam lembar observasi ini terdapat kolom catatan observer yang dapat digunakan untuk memberikan saran atau kritik tambahan bagi guru, yang selanjutnya dapat digunakan pula sebagai bagian dari refleksi pembelajaran. Untuk lembar observasi selanjutnya akan disertakan di dalam lampiran.
2) Catan Lapangan
Catatan lapangan merupakan instrument yang dipakai oleh peneliti untuk mencatat temuan-temuan atau kejadian selama proses pembelajaran. Peneliti dapat mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning. Untuk format
(20)
34
catatan lapangan dan hasil catatannya akan dilampirkan pada bagian lampiran.
b. Pengungkap Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Peserta Didik
1) Tes dalam bentuk soal cerita untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Soal cerita yang disajikan merupakan soal-soal cerita yang berkaitan dengan luas dan keliling bangun datar.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada soal cerita menggunakan model siklus belajar. Menurut Arikunto (2009, hal:16) secara garis besar ada empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Adapun alur penelitian ini dimulai dengan studi pendahuluan, hasilnya dipertimbangkan untuk kemudian menyusun rencana tindakan, dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan, observasi pelaksanaan tindakan, refleksi proses dan hasil tindakan. Ini adalah sebagai siklus pertama belum menyelesaikan permasalahan, maka dilanjutkan dengan siklus kedua, dimana rencana tindakannya berdasarkan hasil refleksi dari siklus pertama. Demikian penelitian dilakukan siklus demi siklus sampai permasalahan penelitian dapat dipecahkan.
Secara rinci prosedur penelitian yang akan dilakukan dijabarkan sebagai berikut:
a. Tahap Pendahuluan (Pra Penelitian)
1) Permintaan izin dari Kepala Sekolah Sekolah Dasar. 2) Observasi dan wawancara
Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai kondisi dan situasi di sekolah secara
(21)
35
keseluruhan, terutama siswa kelas V yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian.
3) Identifikasi permasalahan Kegiatan ini dimulai dari:
a) Melakukan kajian terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, buku sumber kelas V, pembelajaran matematika, dan model-model pembelajaran matematika.
b) Menentukan metode atau pendekatan yang relevan dengan
karakteristik siswa, bahan ajar dan proses belajar mengajar yang sedang berlangsung pada pembelajaran matematika.
c) Menentukan rencana pembelajaran (RPP) pada pembelajaran
matematika dengan model Problem Based Learning (PBL).
d) Menyusun atau menetapkan teknik pemantauan pada setiap tahap penelitian.
b. Tahap Tindakan
Tahapan tindakan pada penelitian tindakan kelas akan diuraikan sebagai berikut :
1) Siklus I
a) Perencanaan (Planning)
Sebelum melakukan kegiatan pelaksanaan, peneliti melakukan
persiapan perencanaan diantaranya sebagai berikut :
(1) Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata
pelajaran Matematika dengan SK dan KD yang disesuaikan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis.
(2) Pembuatan media pembelajaran
(3) Membuat lembar observasi guru dan peserta didik (4) Membuat alat evaluasi untuk peserta didik
b) Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses atau
(22)
36
kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran model problem based learning.
c) Pengamatan (Observation)
Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung karena untuk mengetahui
(1) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan
menerapkan model problem based learning.
(2) Situasi belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas. (3) Perilaku peserta didik
(4) Sikap siswa saat berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.
(5) Kemampuan siswa saat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
d) Refleksi (Reflecting)
Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Bahan refleksi didapat dari catatan-catatan observer dan guru. Kegiatan refleksi ini bertujuan memperbaiki pelaksanaan penelitian pada siklus selanjutnya.
3) Siklus II
Seperti halnya pada siklus pertama, siklus kedua ini juga terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
a) Perencanaan (Planning)
Sebelum melakukan kegiatan pelaksanaan, peneliti melakukan persiapan perencanaan diantaranya sebagai berikut :
(1) Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata
pelajaran Matematika dengan SK dan KD yang disesuaikan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis.
(2) Pembuatan media pembelajaran
(3) Membuat lembar observasi guru dan peserta didik (4) Membuat alat evaluasi untuk peserta didik
(23)
37
Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses atau kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran model problem based learning.
c) Pengamatan (Observation)
Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung karena untuk mengetahui
(1) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan
menerapkan model problem based learning.
(2) Situasi belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas. (3) Perilaku peserta didik
(4) Sikap siswa saat berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.
(5) Kemampuan siswa saat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
d) Refleksi (Reflecting)
Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Bahan refleksi didapat dari catatan-catatan observer dan guru. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Setelah dianalisis kemudian data yang diperoleh dideskripsikan. Setelah diperoleh data, jika data yang diperoleh dirasa cukup memenuhi kriteria yang telah ditentukan, maka kemudian dibuat kesimpulan. Namun, apabila data yang diperoleh belum memenuhi kriteria yang ditentukan, maka bahan refleksi akan digunakan untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.
c. Tahap Pasca Pelaksanaan Penelitian
Tahap pasca penelitian adalah langkah terakhir dalam penelitian ini. Setelah semua subjek diberi perlakuan, baik itu pre test, treatment, maupun post tes maka diharapkan peneliti dapat melihat perbedaan kemampuan peserta didik
(24)
38
sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Secara rinci, kegiatan pasca penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Peneliti mengolah dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh yang dapat digunakan sebagai kesimpulan hasil penelitian
b. Peneliti menyusun hasil penelitian yang diperoleh dalam bentuk laporan penelitian tindakan kelas.
H. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh menggunakan
instrument penelitian yang telah diberikan kepada subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tes
Tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa dalam penggunaan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada soal cerita.
b. Observasi
Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru dan siswa dalam penggunaan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada soal cerita.
2. Teknik Pengolahan Data
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data yang telah ditetapkan, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis dengan cara:
a. Analisis Kualitatif
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang
(25)
39
terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. b. Analisis Kuantitatif
Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan bantuan softwere Microsoft Excel untuk pengolahan data serta analisis hasil pengolahan data. Sebelum memberikan tes kepada peserta didik, sebelumnya peneliti menyiapkan pedoman penskoran hasil tes untuk setiap indicator pemecahan masalah matematis. Pedoman penskoran tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Yang Didopsi Dari Primandari (2010, Hlm. 48)
Aspek Skor Keterangan
A1
Mengidentifikasi apa yang diketahui dari soal
1
0.5
0
Peserta didik mengidentifikasi apa yang diketahui dari soal dengan lengkap
Peserta didik mengidentifikasi apa yang diketahui dari soal namun kurang lengkap Peserta didik tidak mengidentifikasi apa yang diketahui dari soal
A2
Mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal
1
0.5
0
Peserta didik mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal dengan tepat
Peserta didik mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal namun kurang tepat Peserta didik tidak mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal
B1
membuat model
matematis yang
sesuai (Menuliskan
1
0.25
Peserta didik membuat model matematika yang sesuai
Peserta didik membuat model matematika yang tidak sesuai
(26)
40
sketsa/gambar/
model untuk
memecahkan masalah)
0 Peserta didik tidak membuat model
matematika
B2 Menggunakan
informasi yang
diketahui untuk
menyusun informasi
baru
1
0.25
0
Peserta didik menyusun informasi baru dengan tepat
Peserta didik menyusun informasi baru namun kurang tepat
Peserta didik tidak menyusun informasi baru
C1 Mensubstitusikan nilai yang diketahui
dalam model
matematis yang
dibuat
1
0.25
0
Peserta didik mensubtitusikan nilai yang diketahui ke dalam model matematis yang dibuat dengan tepat
Peserta didik mensubtitusikan nilai yang diketahui ke dalam model matematis yang dibuat namun tidak tepat
Peserta didik tidak mensubtitusikan nilai yang diketahui ke dalam model matematis yang dibuat
C2 Menghitung penyelesaian masalah 1 0.25 0
Peserta didik menghitung penyelesaian
dengan tepat
Peserta didik menghitung penyelesaian
namun tidak tepat
Peserta didik tidak menghitung
penyelesaian D1
Menginterpretasikan hasil atau solusi
1
0.5
Peserta didik menafsirkan solusi yang diperoleh dengan tepat
Peserta didik menafsirkan solusi yang diperoleh namun kurang tepat
(27)
41
0 Peserta didik tidak menfsirkan solusi yang diperoleh
D2
Memeriksa kembali
jawaban
1
0.5
0
Peserta didik memeriksa kembali seluruh jawaban yang telah dikerjakan
Peserta didik memeriksa kembali sebagian jawaban yang telah dikerjakan
Peserta didik tidak memeriksa kembali jawaban yang telah dikerjakan
Keterangan :
A. Kemampuan memahami masalah
B. Membuat model matematis dari soal (kemampuan merencanakan pemecahan masalah)
C. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah D. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta memeriksa hasil jawaban
Data kuantitatif berasal dari tes yang dilakukan pada akhir siklus. Perhitungan data kuantitatif dalam penelitian ini meliputi:
1) Menghitung nilai kemampuan pemecahan masalah matematis
individu. Menurut Prabawanto dalam Sulistiani (2014, hal:41) untuk mengetahui kemampuan peserta didik dari setiap siklus yang dilakukan dengan rumus:
Kemampuan = � �
�ℎ � � �
Untuk mengklasifikasi kualitas pemahaman peserta didik, data hasil tes (skor) dikelompokkan dengan menggunakan skala lima. Kategori kemampuan tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Peserta didik Skor Total Peserta Didik Kategori kemampuan
(28)
42
90< A ≤100 A (Sangat Baik)
75< B ≤90 B (Baik)
55< C ≤75 C (Cukup)
40< D ≤55 D (Kurang)
0< E ≤40 E (Buruk)
2) Menghitung nilai rata-rata kelas dengan rumus menurut Nurlela dalam Azizah (2014, hal:48):
X = ∑ �
∑�
Keterangan:
∑X = Jumlah semua nilai peserta didik
∑N = jumlah siswa X = nilai rata-rata kelas
3) Menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal Menurut Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) dengan rumus:
TB = ∑� ≥ � %
Keterangan:
∑S ≥ 67 = jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar dari atau sama dengan 67 (KKM)
n = banyak siswa
100% = bilangan tetap
TB = ketuntasan belajar
Menurut Trianto dalam Azizah (2014, hal: 48) setiap peserta didik dikatakan tuntas belajarnya jika proporsi jawaban benar peserta
didik ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% peserta didik yang tuntas belajarnya. Maka dalam penelitian ini, peneliti menyesuaikan dengan KKM mata
(29)
43
pelajaran matematika di sekolah tempat penelitian berlangsung yaitu
67 dan ketuntasan secara klasikal adalah ≥ 85%.
Adapun skala indicator ketuntasan belajar seperti yang dijelaskan oleh Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Skala Ketuntasan Belajar
Skala Keterangan
>80% Sangat Tinggi
60 – 79% Tinggi
40 – 59% Sedang
20 – 39% Rendah
< 20% Sangat Rendah
4) Menghitung Peningkatan Kemampuan Setiap Siklus
Menurut Prabawanto dalam Sulistiani (2014, hal: 40) untuk menghitung nilai gain dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
g
1= Si+1(skor tes siklus ke i+1) – Si (Skor tes siklus ke-i) Nilai gain ini digunakan untuk mengetahui peningkatankemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita
matematika dari setiap siklus yang dilakukan dapat diketahui dengan gain rata-rata yang ternormalisasi dengan rumus sebagai berikut:
<
g
> = � − +1 − � −S o a i − S o e i e−i
Perolehan skor gain ternormalisasi selanjutnya dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu:
Tabel 3.4 Kategori skor Gain Ternormalisasi Skor Gain Ternormalisasi Kategori
(<g>) > 0,7 Tinggi
(30)
44
(31)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dan hasil peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem
Based Learning (PBL) yang telah dilaksanakan di salah satu SDN di kota Bandung,
maka dapat diambil kesimpulan berikut ini:
1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) di kelas VB dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematis selama mengikuti pelajaran matematika. Dalam menggunakan model Problem
Based Learning (PBL), guru telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran
sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan disesuaikan dengan langkah-langkah model PBL. Langkah model PBL yang telah dilaksanakan yaitu: (1) Mengorientasikan peserta didik pada masalah; (2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individu atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; serta (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Begitu pula dengan aktivitas peserta didik yang mengalami peningkatan pada setiap siklus. Peserta didik mengikuti setiap langkah-langkah model PBL yang diterapkan dengan tertib dan sesuai dengan perintah guru. Peserta didik terlihat aktif, antusias dan senang selama proses pembelajaran sehingga peserta didik mudah untuk memahami dan bisa menyelesaikan soal-soal cerita yang disajikan.
2. Hasil penilaian kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan peserta didik mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari peningkatan seluruh indicator kemampuan pemecahan masalah pada setiap siklusnya. Selain itu ketuntasan
(32)
83
belajar secara klasikal juga mengalami peningkatan dari kategori tinggi menjadi kategori sangat tinggi. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan dari kategori cukup meningkat menjadi kategori baik. Selain itu, jika dilihat dari peningkatan hasil kemampuan pemecahan masalah dengan nilai gain, didapat hasil peningkatan dengan kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada soal cerita matematika mengalami peningkatan dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis penerapan dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas guru dan peserta didik serta kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis semakin baik. Oleh karena itu agar proses pembelajaran menggunakan model
Problem Based Learning (PBL) dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang
diharapkan, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yang berdasarkan temuan-temuan selama penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) harus memperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran berdasarkan kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan peserta didik, hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya.
b. Model Problem Based Learning (PBL), membutuhkan waktu yang lama
sehingga guru perlu untuk mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam memahami masalah-masalah kontekstual dan menyelesaikan masalah tersebut.
c. Dalam model Problem Based Learning (PBL), lebih banyak menekankan
(33)
84
mengkondisikan kelas agar tidak ribut dan peserta didik tidak melakukan hal-hak yang tidak relevan dengan pembelajaran.
d. Pada tahap pembuatan model matematis yang sesuai dan memeriksa hasil
jawaban, guru sebaiknya selalu mengingatkan peserta didik untuk
melaksanakan tahap tersebut, karena pada idikator tersebut masih kurang dikuasai dan dilaksanakan oleh peserta didik.
2. Bagi Sekolah
Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pengembangan kurikulum sehingga model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian dengan model Problem Based Learning (PBL) harus lebih
memperhatikan langkah-langkah pembelajarannya dan lebih memperhatikan pengelolaan kelas serta penggunaan media yang lebih bervariatif
b. Model Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan dalam penelitian
yang lainnya yang berbeda materi maupun mata pelajaran untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik dengan subjek yang lebih luas dan jenjang yang berbeda pula.
(1)
42
90< A ≤100 A (Sangat Baik)
75< B ≤90 B (Baik)
55< C ≤75 C (Cukup)
40< D ≤55 D (Kurang)
0< E ≤40 E (Buruk)
2) Menghitung nilai rata-rata kelas dengan rumus menurut Nurlela dalam Azizah (2014, hal:48):
X = ∑ �
∑�
Keterangan:
∑X = Jumlah semua nilai peserta didik
∑N = jumlah siswa X = nilai rata-rata kelas
3) Menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal Menurut Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) dengan rumus:
TB = ∑� ≥ � % Keterangan:
∑S ≥ 67 = jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar dari atau sama dengan 67 (KKM)
n = banyak siswa 100% = bilangan tetap TB = ketuntasan belajar
Menurut Trianto dalam Azizah (2014, hal: 48) setiap peserta didik dikatakan tuntas belajarnya jika proporsi jawaban benar peserta
didik ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% peserta didik yang tuntas belajarnya. Maka dalam penelitian ini, peneliti menyesuaikan dengan KKM mata
(2)
pelajaran matematika di sekolah tempat penelitian berlangsung yaitu
67 dan ketuntasan secara klasikal adalah ≥ 85%.
Adapun skala indicator ketuntasan belajar seperti yang dijelaskan oleh Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Skala Ketuntasan Belajar
Skala Keterangan
>80% Sangat Tinggi
60 – 79% Tinggi
40 – 59% Sedang
20 – 39% Rendah
< 20% Sangat Rendah
4) Menghitung Peningkatan Kemampuan Setiap Siklus
Menurut Prabawanto dalam Sulistiani (2014, hal: 40) untuk menghitung nilai gain dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
g
1 = Si+1(skor tes siklus ke i+1) – Si (Skor tes siklus ke-i)Nilai gain ini digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita matematika dari setiap siklus yang dilakukan dapat diketahui dengan gain rata-rata yang ternormalisasi dengan rumus sebagai berikut:
<
g
> = � − +1 − � −S o a i − S o e i e−i
Perolehan skor gain ternormalisasi selanjutnya dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu:
Tabel 3.4 Kategori skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Ternormalisasi Kategori
(<g>) > 0,7 Tinggi
(3)
44
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dan hasil peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) yang telah dilaksanakan di salah satu SDN di kota Bandung, maka dapat diambil kesimpulan berikut ini:
1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) di kelas VB dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematis selama mengikuti pelajaran matematika. Dalam menggunakan model Problem Based Learning (PBL), guru telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan disesuaikan dengan langkah-langkah model PBL. Langkah model PBL yang telah dilaksanakan yaitu: (1) Mengorientasikan peserta didik pada masalah; (2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individu atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; serta (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Begitu pula dengan aktivitas peserta didik yang mengalami peningkatan pada setiap siklus. Peserta didik mengikuti setiap langkah-langkah model PBL yang diterapkan dengan tertib dan sesuai dengan perintah guru. Peserta didik terlihat aktif, antusias dan senang selama proses pembelajaran sehingga peserta didik mudah untuk memahami dan bisa menyelesaikan soal-soal cerita yang disajikan.
2. Hasil penilaian kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan peserta didik mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari peningkatan seluruh indicator kemampuan pemecahan masalah pada setiap siklusnya. Selain itu ketuntasan
(5)
83
belajar secara klasikal juga mengalami peningkatan dari kategori tinggi menjadi kategori sangat tinggi. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan dari kategori cukup meningkat menjadi kategori baik. Selain itu, jika dilihat dari peningkatan hasil kemampuan pemecahan masalah dengan nilai gain, didapat hasil peningkatan dengan kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada soal cerita matematika mengalami peningkatan dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis penerapan dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas guru dan peserta didik serta kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis semakin baik. Oleh karena itu agar proses pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yang berdasarkan temuan-temuan selama penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) harus memperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran berdasarkan kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan peserta didik, hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya.
b. Model Problem Based Learning (PBL), membutuhkan waktu yang lama sehingga guru perlu untuk mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam memahami masalah-masalah kontekstual dan menyelesaikan masalah tersebut.
c. Dalam model Problem Based Learning (PBL), lebih banyak menekankan pada aktivitas peserta didik sehingga guru harus lebih ekstra dalam
(6)
mengkondisikan kelas agar tidak ribut dan peserta didik tidak melakukan hal-hak yang tidak relevan dengan pembelajaran.
d. Pada tahap pembuatan model matematis yang sesuai dan memeriksa hasil jawaban, guru sebaiknya selalu mengingatkan peserta didik untuk melaksanakan tahap tersebut, karena pada idikator tersebut masih kurang dikuasai dan dilaksanakan oleh peserta didik.
2. Bagi Sekolah
Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pengembangan kurikulum sehingga model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian dengan model Problem Based Learning (PBL) harus lebih memperhatikan langkah-langkah pembelajarannya dan lebih memperhatikan pengelolaan kelas serta penggunaan media yang lebih bervariatif
b. Model Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan dalam penelitian yang lainnya yang berbeda materi maupun mata pelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan subjek yang lebih luas dan jenjang yang berbeda pula.