PENGARUH AIR ALKALI TERHADAP NEOVASKULARISASI TIKUS GALUR WISTAR (RATTUS NORVEGICUS) DENGAN LUKA HIPERGLIKEMIA

  

PENGARUH AIR ALKALI TERHADAP NEOVASKULARISASI

TIKUS GALUR WISTAR (RATTUS NORVEGICUS)

DENGAN LUKA HIPERGLIKEMIA

  Yohanes Andy Rias 1) ,

Yanuar Eka Pujiastutik

  2) , Vina Ifada Luthfi 3) 1 Ph.D Student of Nursing Taipei Medical University email: yohanes.andi@iik.ac.id 2 Fakultas Ilmu Kesehatan, IIK Bhakti Wiyata email: yanuar.eka@iik.ac.id 3 Fakultas Ilmu Kesehatan, IIK Bhakti Wiyata

email: ifadaluthfi18@gmail.com

  

Abstract

Hyperglycemic ulceration are one of the most common complications of diabetes mellitus, and are

hard to cure and require comprehensive treatment. The people with hyperglycemia will experience

an increase in free radicals that damage blood vessel endothelial cells. The damage can interfere

with the distribution of blood throughout the body, especially in the distal part of the body, the part

that lacks the distribution of blood will experience tissue hypoxia and if left can lead to injury and

then the wound becomes necrosis or gangrene, even amputation can occur. The antioxidant alkaline

electrolyzed water serves to help lower free radicals of people with hyperglycemia, which can

improve blood cell endothelial damage, and can improve neovascularization. This study aims to

determine the effect of alkaline electrolyzed water on neovascularization in strain wistar rats (Rattus

norvegicus) of hyperglycaemia wound conditions. This type of research uses Quasy Experimental

research with simple random sampling method. Researchers used strain wistar rats (rattus

norvegicus) as experimental animals. The number of samples of 30 rats. The data were analyzed

using Independent T Test statistic test obtained on 4th day of Sig. (2.tailed) 0.014 (p value = <0.05),

and the 8th day of Sig. (2.tailed) 0.000 (p value = <0.05). The result of this research is the influence

of alkaline electrolyzed water on neovascularization in strain wistar rats (Rattus norvegicus).

  Keywords: Hyperglycemic Ulceration, Alkaline Electrolyzed Water, Neovascularization.

1. PENDAHULUAN

  Perawatan luka hiperglikemi dilakukan untuk mencegah amputasi dan mengurangi risiko infeksi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, serta mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan (Handayani, 2016; Rias et al., 2015).

  Prevalensi luka hiperglikemi di dunia yaitu 1,0% sampai 4,1% di Amerika Serikat, 4,6% di Kenya, dan 20,4% di Belanda. Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Nigeria menunjukkan prevalensi penderita luka hiperglikemi adalah 11,7% sampai 19,1% (Desalu et al., 2011). Sedangkan di Indonesia prevalensi luka hiperglikemi sekitar 15% dari ± 12 juta penyandang diabetes mellitus, yang sudah mengalami amputasi 30%, dan presentase kematian 32% dari ± 1,8 juta penyandang luka hiperglikemi (Aftria, 2014; Riskesdas, 2013).

  Penatalaksanaan manajemen luka akan melibatkan proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan merupakan pemulihan integritas struktural dan fungsional dengan menumbuhkan kekuatan pada jaringan yang luka, hal ini diawali dengan hubungan kompleks antara aksi seluler dan biokimia, selanjutnya sel-sel matriks akan merangsang proses inflamasi, kontraksi luka, reepitelisasi, remodeling jaringan, dan pembentukan jaringan granulasi dengan angiogenesis. Waktu perkembangan penyembuhan luka normalnya dapat diperkirakan. Beberapa jam setelah kerusakan terjadi akan terjadi reepitelisasi. Sel epidermal luka akan berproliferasi dari tepi luka menuju tengah luka (Isrofah, 2015). Pada saat proliferasi akan terjadi neovaskularisasi atau pembentukan pembuluh darah baru yang akan mendukung pertumbuhan jaringan granulasi yang baru pada luka. Semakin banyak jaringan granulasi baru epitelisasi juga akan semakin baik dan neovaskularisasi akan turun pada jaringan tersebut (Winarsih et al., 2009). Neovaskularisasi akan menurun jika luka mulai sembuh dan berhenti ketika luka tersebut sudah sembuh. Semakin cepat penurunan neovaskularisasi, semakin cepat juga proses penyembuhan pada luka (Irma, 2014).

  Proses penyembuhan luka hiperglikemi akan terjadi pembentukan radikal bebas, sehingga perlu dilakukan intervensi keperawatan (peran perawat) dalam integritas struktural Myra E. Levine melalui aplikasi

  Wistar dengan Kondisi Luka Hiperglikemia”.

  3. METODE PENELITIAN

  norvegicus galur wistar dengan kondisi luka hiperglikemi.

  menjadi kondisi hiperglikemi, setelah itu penggung Rattus dicukur hingga bersih dan diberi luka eksisi berukuran 1,5x1,5 mm hingga hypodermis . Diobservasi perkembangan fibroblas dan kolagen pada hari ke-1, 4, dan 8 menggunakan mikroskop. Hasilnya ada pengaruh pemberian air alkali pH 8 terhadap jumlah epitel pada Rattus

  Rattus diinjeksi STZ (Streptozotocin) agar

  Pada penelitian ini menggunakan 18 Rattus dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Seluruh

  Wistar dengan Kondisi Luka Hiperglikemia”.

  menjadi kondisi hiperglikemi, setelah itu punggung Rattus dicukur hingga bersih dan diberi luka eksisi berukuran 1,5x1,5 mm hingga hypodermis . Diobservasi perkembangan fibroblas dan kolagen pada hari ke-1, 4, dan 8 menggunakan mikroskop. Hasilnya ada pengaruh pemberian air alkali pH 8 terhadap jumlah fibroblas dan ketebalan kolagen pada Rattus norvegicus galur wistar dengan kondisi luka hiperglikemi.Pada penelitian Dino Aprivian (2016), Kediri, dengan judul “Pengaruh Air Alkali pH 8 terhadap Epitelisasi Rattus Norvegicus Galur

  Rattus diinjeksi STZ (Streptozotocin) agar

  Pada penelitian ini menggunakan 18 Rattus dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Seluruh

  Penelitian terkait mengenai pengaruh pemberian alkaline electrolyzed water terhadap neovaskularisasi pada tikus galur wistar (Rattus norvegicus) dengan luka hiperglikemi yaitu sebagai berikut; penelitian Silvi Novikasari (2016), dengan judul “Pengaruh Air Alkali pH 8 terhadap Fibroblas dan Kolagen pada Rattus Norvegicus Galur

  alkaline electrolyzed water mempercepat epitelisasi (Aprivian, 2016; Rias et al., 2015).

  2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS

  norvegicus galur wistar dengan kondisi luka

  menjadi kondisi hiperglikemi, setelah itu penggung Rattus dicukur hingga bersih dan diberi luka eksisi berukuran 1,5x1,5 mm hingga hypodermis . Diobservasi perkembangan fibroblas dan kolagen pada hari ke-1, 4, dan 8 menggunakan mikroskop. Hasilnya ada pengaruh pemberian air alkali pH 8 terhadap jumlah epitel pada Rattus

  Rattus diinjeksi STZ (Streptozotocin) agar

  Pada penelitian ini menggunakan 18 Rattus dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Seluruh

  Wistar dengan Kondisi Luka Hiperglikemia”.

  Pada penelitian Dino Aprivian (2016), dengan judul “Pengaruh Air Alkali pH 8 terhadap Epitelisasi Rattus Norvegicus Galur

  beberapa komponen yang penting yaitu pH basa, molekul air mikro kluster, nilai ORP (Oxidation Reduction Potensial) yang sangat negatif, dan hidrogen terlarut yang berlimpah. Selain itu alkaline electrolyzed water berfungsi sebagai antioksidan yang dapat membantu menurunkan radikal bebas penyandang hiperglikemia, sehingga kerusakan sel endotel darah yang menyebabkan distribusi darah terganggu teratasi, dengan demikian proses penyembuhan luka juga berjalan sesuai harapan, termasuk proses neovaskularisasi. Antioksidan pada air alkali didapatkan dari berbagai komponen tertentu yang ada di dalamnya, seperti hidrogen dan nilai ORP yang negatif. Semakin negatif nilai ORP dan semakin banyak hidrogen terlarut maka antioksidannya semakin tinggi. Penelitian ini menggunakan alkaline elevtrolyzed water pH 9,5 untuk sonde dan pH 11,5 untuk cuci luka (Srinivas et al., 2016; Shirahata et al. 2012; Ignacio et al., 2012).

  Alkaline electrolyzed water mengandung

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Quasy Experimental . Waktu penelitian dimulai pada bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Maret 2017. Dalam penelitian ini sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebagai berikut: Tikus galur hiperglikemia grade II. Tikus galur wistar (Rattus norvegicus) 2-3 bulan dengan berat badan ≥200 gr dan jenis kelamin jantan sebanyak adalah 30 ekor Rattus norvegicus. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik random sampling.

  Variabel independen alkaline electrolyzed

  water dengan pH 9,5 sehari 1 kali (1,8 cc), diamasukkan menggunakan spuit.

  sehari 1 kali, pencucian luka dengan cara menyemprotkan alkaline electrolyzed

  water sebanyak 7-8 kali.

  f.

  Cara melakukan sonde pada Rattus

  norvegicus dengan memasang selang

  NGT dan diberikan alkaline electrolyzed

  g.

  Cara Mencuci luka dengan alkaline

  Melakukan pengamatan histopatologi dengan menghitung jumlah neovaskulariasi, serta membandingkan rata-rata keduanya pada kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke 1,4,8. Pengukuran dilakukan di bawah mikroskop elektrik dengan pembesaran objektif 40.

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Tikus yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah tikus galur wistar (Rattus

  novergicus) . Tikus dibagi menjadi 2 kelompok,

  masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 15 ekor tikus yang diberikan perawatan luka 1 kali sehari pada jam 08.00 setiap harinya hingga hari ke-8. Untuk kelompok kontrol diberikan normal salin dan untuk kelompok perlakuan diberikan alkaline electrolyzed

  water pH 11,5 untuk cuci luka dan pH 9,5 untuk sonde.

  electrolyzed water dengan pH 11,5 (±2cc)

  Pembuatan luka hiperglikemia cm dengan kedalaman 1,5 mm pada kulit dengan menggunakan scalpel pada epidermis hingga hypodermis atau lapisan subkutan (luka grade II) (Li dan Kun, 2011) e.

  water BIO ALKALI Premium SNI : 01-3553- 2006. Variabel dependen : Neovaskularisasi.

  30 ekor Rattus dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri 15 ekor Rattus. Masing-masing

  Indikator yang digunakan dengan cara menghitung neovaskularisasi yang dapat berbentuk tunas-tunas dan berkembang menjadi cabang-cabang. Neovaskulariasasi dilihat perkembangannyapada hari ke-1, 4 dan

  8. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop elektrik dengan pembesaran objektif 40x10.

  Cara kerja pada penelitian ini diawali dari: a. Seluruh Rattus (30 ekor) yang sudah diadaptasi pada 1 minggu pertama.

  b.

  Cara Membuat Tikus Hiperglikemi menggunakan STZ. STZ 1000 mg di larutkan dalam 3 ml buffer sitrat pH 4,5 dan dihomogenkan dengan vortex. Larutan STZ dipersiapkan dalam tabung- tabung mikro dengan volume yang disesuaikan dengan konsentrasi injeksi STZ/kg BB hewan coba. Sebelum penyuntikan STZ tikus dipuaskan 4 jam, penyuntikan STZ dengan dosis yang sudah disesuaikan dengan BB tikus dengan dosis 45mg/kgBB. Setelah 72 jam dilakukan pengamatan gula darah pada tikus, darah diambil dari pembuluh darah retina tikus (DiaComp Protocols, 2015; Ghasemi et al, 2014).

  c.

  Rattus diberi tanda atau label pada

  3).

  ekornya dengan menggunakan spidol tahan air sesuai kelompoknya.

  d.

  Pembuatan Luka Hiperglikemia (Luka

  grade II ) 1).

  Bulu Rattus sekitar sayatan (daerah punggung) dicukur sampai bersih dan licin, kemudian dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%. 2).

  Melakukan anestesi pada intraperitonial dengan menggunakan ketamin dengan dosis 0,1 mg/kg BB.

  Penghitungan kelompok kontrol hari ke-4, dan 8 menunjukkan peningkatan pada hari ke- 4 yang cukup signifikan, namun pada hari ke-8 tidak menurun secara signifikan, yaitu dengan rata-rata hari ke-4 adalah 16.4, dan hari ke-8 adalah 14.6. Berbeda dengan kelompok kontrol, kelompok perlakuan mempunyai jumlah rata-rata neovaskularisasi yang meningkat signifikan pada hari ke-4 dan menurun pada hari ke-8, yaitu dengan rata-rata hari ke-4 adalah 20.4, dan hari ke-8 adalah 7.8, terlihat pada diagram perbandingan rata-rata jumlah perhari neovaskularisasi antara hari ke- 4 dan hari ke-8 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Analisis data pada masing-masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan akan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk pada software IBM SPSS Statistic versi 21. Hasil menunjukkan bahwa semua data didapatkan hasil Sig.>0.05 (lebih dari 0,05), dan pada uji homogenitas data menggunakan uji Levene Statistic didapatkan nilai Sig.>0.05 (lebih dari 0.05) untuk semua data. Setelah diketahui bahwa data berdistribusi normal dan homogen maka syarat-syarat untuk dilakukannya uji

  Independent T Test sudah terpenuhi. Hasil

  dalam uji Independent T Test didapatkan dari jumlah neovaskularisasi pada hari ke-4, dan hari ke-8 yang dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mengalami perbedaan yang signifikan secara statistik yakni Sig. (2-tailed) <0.05 (kurang dari 0.05).

  Pada analisa hasil perbandingan pengamatan hari ke-4 jumlah neovaskularisasi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, untuk uji normalitas Shapiro-Wilk data berdistribusi normal didapatkan nilai Sig. >0,05 yakni kelompok kontrol 0.257 dan kelompok perlakuan 0.314. Untuk uji homogenitas didapatkan nilai Sig. >0,05 yaitu 0.268. Kemudian untuk uji Independent T Test pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pengamatan hari ke-4 adalah Sig. (2-

  tailed ) 0,014. Karena nilai p value= <0,05

  maka diambil kesimpulan terdapat perbedaan rata-rata jumlah neovaskularisasi yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan neovaskularisasi hari ke-4. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan (p value = <0,05) antara jumlah neovaskularisasi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-4 .

  Selanjutnya analisis hasil perbandingan pengamatan hari ke-8 jumlah neovaskularisasi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, untuk uji normalitas Shapiro-Wilk data berdistribusi normal didapatkan nilai Sig. >0,05 yakni kelompok kontrol 0.607 dan kelompok perlakuan 0.421. Untuk uji homogenitas didapatkan nilai Sig. >0,05 yaitu 0.496. Kemudian untuk uji Independent T Test pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pengamatan hari ke-1 adalah Sig. (2-

  tailed ) 0,000. Karena nilai p value= <0,05

  maka diambil kesimpulan terdapat perbedaan jumlah neovaskularisasi yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan neovaskularisasi hari ke-8. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan (p

  value =<0.05) antara jumlah neovaskularisasi

  kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengamatan hari ke-8.

  Dari hasil jumlah neovaskularisasi yang didapatkan pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pengamatan hari ke-4 mengalami peningkatan yang bermakna secara statistik yakni Sig.(2-tailed) <0.05, begitu juga dengan hasil jumlah neovaskularisasi yang didapatkan pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pengamatan hari ke-8, mengalami penurunan yang bermakna secara statistik yakni Sig.(2-tailed) <0.05.

  Pada hari ke-8 kelompok perlakuan mengalami penurunan noevaskularisasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa percepatan penyembuhan luka pada kelompok perlakuan lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol seperti gambar dibawah ini: Gambaran histopatologis pengamatan jumlah neovaskularisasi H-4 dengan pembesaran 400 x pada kelompok kontrol (a) dan kelompok intervensi (b). Neovakularisasi ditunjukkan oleh tanda panah.

  Untuk kelompok hari ke-4 jumlah neovaskularisasi pada kelompok perlakuan meningkat, begitu juga dengan kelompok kontrol, namun pada kelompok kontrol jumlah neovaskularisasi lebih sedikit dibandingkan kelompok perlakuan seperti gambar dibawah ini:

  Ekstrak daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) . Muhammadiyah

  Medical Journal Juni 2011; Volume 45 Nomor 2.

  5. Aftria, Marizka Putri. 2014. Honey as a

  Topical Treatment for Diabetic Foot Ulcer . J Majority Desember 2104;

  Volume 3, Nomor 7.

  6. Irma. 2014. Pemberian Ekstrak Sarang

  Walet 10% Meningkatkan Epitelisasi pada Penyembuhan Luka Kulit Mencit (Mus Musculus) . Tesis : Universitas Udayana Denpasar.

  7. Isrofah et al. 2015. Efetivitas Salep

  Journal of Nursing 2015; Volume 2, Nomor 2.

  4. Desalu, O.O. et al. 2011. Diabetic Foot

  8. Aprivian, Dino. 2016. Pengaruh Air

  Alkali pH 8 Terhadap Epitelisasi Pada Rattus Norvegicus Galur Wistar Kondisi Luka Hiperglikemi . Skripsi : Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

  9. Ignacio, Rosa Mistica et al. 2012. Clincal

  Effect and Mechanism of Alkaline Reduced Water . Journal of Food and Drug

  Analysis 2012; Volume 20; Suppl. 1; 394- 397.

  10. Shirahata, Sanetaka et al. 2012. Advanced

  Research on The Health Benefit of Reduced Water . Trends in Food Science

  and Technology 23 (2012); 124-131.

  Care : Self Reported Knowledge and Practice Among Patients Attending Three Tertiary Hospital In Nigeria . Ghana

  pemgembangan kesehatan kementrian kesehatan RI.

  Gambaran histopatologis pengamatan jumlah neovaskularisasi H-1 dengan pembesaran 400 x pada kelompok kontrol (a) dan kelompok intervensi (b). Neovakularisasi ditunjukkan oleh tanda panah hitam, sedangkan tanda panah merah mulai bergabungnya neovaskularisasi membentuk pembuluh darah besar.

  2013 . Jakarta: badan penelitian dan

  3. Riskesdas. 2013. Riset kesehatan dasar

  Journal of Nursing 2015; Volume 3, Nomor 1.

  Pengembangan Model Konservasi Discharge Planning Terstruktur terhadap Individual and Family Self Management Diabetic Foot Ulcer . Muhammadiyah

  2. Rias, Yohanes Andy et al. 2015.

  Journal of Health Science Juni 2016; Volume 6, Nomor 2.

  dengan Modern Dressing . The Indonesian

5. KESIMPULAN

  REFERENSI 1.

  Handayani, Luh Tuti. 2016. Studi Meta

  alkaline electrolyzed water pada H-8 lebih

  dan perlakuan adalah perlakuan menggunakan

  electrolyzed water antara kelompok kontrol

  Perbandingan pengaruh alkaline

  Pada kelompok kontrol yang diberikan normal salin terdapat pengaruh namun tidak signifikan, tidak seperti kelompok perlakuan menggunakan alkaline electrolyzed water yang mempunyai pengaruh signifikan.

  galur wistar (Rattus norvegicus) dengan luka hiperglikemia.

  water terhadap neovaskularisasi pada tikus

  Terdapat pengaruh alkaline electrolyzed

  signifikan berpengaruh pada pertumbuhan neovaskularisasi dibanding H-1 dan H-4.

  11. Srinivas, Siva et.al. 2016. Propylene

  Glycol: A New Alternative for an

  Journal of Intracanal Medicament. International Oral Health 2016; 8(5):611.

  12. Novikasari, Silvi. 2016. Pengaruh Air

  Alkali pH 8 terhadap Fibroblas dan Kolagen pada Rattus Norvegicus Galur Wistar dengan Kondisi Luka Hiperglikemi . Skripsi : Institut Ilmu

  Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

  13. DiaComp Protocols. 2015. Low-Dose

  Streptozotocin Induction Protocol (Mouse) . Diabetic Complications

  Consortium 2015.

  14. Ghasemi, A et al. 2014. Streptozotocin-

  nicotinamide-induced rat model of type 2 diabetes (Review). Acta Physiologica

  Hungarica. Volume 101 (4), pp. 408-420.

  15. Li dan Kun. 2011. Tannin Extract from

  Immature Fruit of Terminalia Chebula Fructuz Rets . Promote Cutaneous Wound

  Healing in Rats. BMC Complementary & Alternative Medic. 10 (1): 66-75.

Dokumen yang terkait

POTENSI ANTIJAMUR EKSTRAK METANOL DAUN MANGROVE RHIZOPORA MUCRONATA TERHADAP JAMUR CANDIDA ALBICANS DAN ASPERGILLUS NIGER POTENTIAL ANTIFUNGI EXTRACT METHANOL LEAF MANGROVE RHIZOPORA MUCRONATA ON FUNGI CANDIDA ALBICANS AND ASPERGILLUS NIGER

0 0 6

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SALE PISANG KAPAS(Musa comiculata) THE EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION TIME OF DRYING ON THE CHEMICAL PROPERTIES AND ORGANOLEPTIC OF SALE FROM BANANA “KAPAS” (Musa comiculata)

0 1 5

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI DEOILED SPENT BLEACHING CLAY (DSBC) TERPILAR TiO2 DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN RARASAPONIN SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION TiO2 PILLARED DEOILED SPENT BLEACHING CLAY (DSBC) WITH RARASAPONIN AS SURFACTANT

0 0 6

IDENTIFIKASI POTENSI JERUK PURUT SEBAGAI DEMULSIFIER UNTUK MEMISAHKAN AIR DARI EMULSI MINYAK DI LAPANGAN MINYAK RIAU IDENTIFICATION OF POTENTIAL KAFFIR LIME AS DEMULSIFIER TO SEPARATE WATER FROM OIL EMULSION IN RIAU’S OIL FIELD

0 0 5

PENGARUH LAJU ALIR DALAM PROSES PENGEMASAN KOLOM KROMATOGRAFI PENUKAR ION EFFECT FLOW RATE IN THE PACKING PROCESS OF COLUMN ON ION EXCHANGE CHROMATOGRAPHY

0 0 5

IMPREGNASI DAN KARAKTERISASI K-DEOILED SPENT BLEACHING EARTH (K-DSBE) DENGAN METODE BASAH IMPREGNATION AND CHARACTERIZATION OF K-DEOILED SPENT BLEACHING EARTH (K-DSBE) WITH WET METHOD

0 0 7

LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI UPT PUSKESMAS KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 7

FUNGSI KOGNITIF DENGAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA (Kognitif Function With Activities Of Daily Living (ADL) In The Elderly)

1 3 14

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 8

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH ANAK DENGAN PEMILIHAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB (Di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek Surabaya)

0 0 6