PENGARUH INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP KECEPATAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI
PENGARUH INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP KECEPATAN
PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI
Rafhani Rosyidah1)
, Sulistyorimi 2) 1 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjoemail: rafhani.rosyidah@gmail.com
2 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjoemail: sulistyorimi@gmail.com
Abstract
Impaired contraction of the uterus is one of the four factors causing postpartum hemorrhage
(Krisnadi, 2012). Meanwhile, post-partum hemorrhage is the cause of the highest maternal mortality
rate is 33.3%, 29% pre-eclampsia, postpartum sepsis 9.4% and others 28.3% (Laily, 2011). Research
Ramadhani et al (2013) indicates that there are 91.9% of mothers experience postpartum uterine
involution slow in Sub Kalanganyar Kebumen. One of the factors that affect uterine involution that
early initiation of breastfeeding. The aim of research to determine the effect of early initiation of
breastfeeding on high-speed decrease uterine fundus.The study design using a survey method
analytic prospective study (cohort). A sample of 40 respondents with quota sampling technique. The
data used are primary data through observation and presented in tabular form and tested using
independent sample T- test through a computer test to determine the influence with α = 0.05. Theresults showed that the average decline in women who do TFU IMD was 1,208±0,263 and that is not
done IMD was 0,532±0,340. Results of Independent Sample T-Test p=0,05 with a significance level
of 0,000<0,05 so H₀ rejected and there is a influence IMD with TFU decline.Conclusions: Decreased
research TFU postpartum mothers who do IMD faster than postpartum mothers who did not do the
IMD. Suggestions for health workers in order to optimize the IMD does on every delivery that is
rapid uterine involution.Keywords: Early initiation of breastfeeding, high uterine fundus 1.
PENDAHULUAN
Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, dan selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu enam minggu (Saleha, 2009). Proses kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut proses involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Proses involusi uterus. Keseluruhan proses involusi uterus disertai dengan penurunan ukuran Tinggi Fundus Uteri (Dewi dan Sunarsih, 2012).
Menurut Wulandari dan Handayani (2011), apabila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan untuk kembali pada keadaan tidak hamil disebut subinvolusi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut (post partum
haemorrharge ). Hasil penelitian oleh
Ramadhani dkk (2013) menunjukkan bahwa terdapat 34 dari 37 ibu nifas (91,9%) yang mengalami involusi uterus lambat di BPS
Suhartini Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Kebumen. Data tersebut menunjukkan tingginya ibu nifas yang mengalami subinvolusi di Kec. Kalanganyar Kab. Kebumen. Terjadinya gangguan kontraksi uterus (tone) tersebut merupakan salah satu dari empat faktor penyebab perdarahan pascapartum (Krisnadi, 2012) yang merupakan penyebab paling tinggi angka kematian ibu yaitu 33.3%, pre-eklamsi 29%, sepsis pasca persalinan 9,4% dan lain-lain sebesar 28,3% (Laily, 2011)
Adapun faktor berpengaruh terhadap proses proses involusi menurut Prawiroharjo (2008), yaitu: senam nifas, mobilisasi dini, inisiasi menyusu dini, gizi, usia, dan paritas. Inisiasi menyusui dini (selanjutnya disingkat dengan IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Bayi memiliki kemampuan untuk menyusu sendiri asalkan dibiarkan terjadi kontak kulit ke kulit ibunya setidaknya selama satu jam segera setelah lahir (Roesli, 2008). Hal ini menyebabkan oksitosin alami yang dikeluarkan oleh tubuh dapat memicu terjadinya kontaksi uterus setelah melahirkan (Rahayu, 2012).
Preparat ergot (Ergotrate, M etergine) hanya mempunyai efek jangka pendek terhadap penurunan tinggi fundus uteri. Hal yang paling cepat mempengaruhi involusi uteri adalah menyusui (Heryani, 2010). Ibu yang tidak dilakukan IMD kemungkinan kontraksi uterusnya lambat atau tidak secepat ibu yang dilakukan IMD. Sehingga dapat berdampak pula pada penurunan TFU. Pernyataan tersebut menunjukkan IMD dapat mempengaruhi penurunan TFU karena menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini merupakan topik menarik untuk diteliti.
Masa nifas adalah proses kembalinya alat reproduksi ke keadaan sebelum hamil. Lama waktu masa nifas adalah 6
- – 8 minggu. Proses ini dimulai setelah 2 jam lahirnya placenta dan akan berakhir setelah organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil (Wiknjosastro, 2008)
Proses kembalinya uterus pada keadaan seperti sebelum hamil disebut involusi uterus. Proses kembalinya uterus dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi. Pada pemeriksaan ini diraba dimana letak tinggi fundus uteri (TFU) berada (Sulistyawati, 2009). Proses involusi uteri disertai dengan penurunan TFU. Pada hari pertama, tinggi fundus uteri adalah diatas simpisis pubis (12 cm). Setiap hari TFU akan turun. TFU pada hari ke-7 sekitar 5 cm, dan pada hari ke-10 sudah tidak teraba (Bahiyatun, 2009).
IMD (Early initiation) adalah bayi dibiarkan menyusu sendiri kepada ibu segera setelah lahir. Bayi mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri kepada ibunya. Kuncinya bayi dibiarkan kontak kulit dengan kulit ibun minimal satu jam segera setelah bayi lahir. IMD juga dapat diartikan sebagai cara bayi menyusu kepada ibu satu jam pertama setelah lahir dengan usahanya sendiri (Roesli, 2008).
Pada saat inisiasi menyusu dini, setelah pemotongan tali pusat, bayi dibersihkan agar tubuh bayi tidak terlalu basah dengan cairan. Setelah itu bayi diletakkan diatas perut atau dada ibu. Biarkan bayi berada di dada atau perut ibu sampai 1 jam. Pada proses ini bayi dibiarkan merangkak mencari puting susu ibu sendiri (Rulina, 2007).
Menurut Heryani (2010), rangsangan putting susu oleh hisapan bayi selain dapat diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis anterior, juga dapat diteruskan ke hipofisis posterior. Pada proses ini hormon oksitosin akan keluar . Hormon oksitosin berfungsi menimbilkan kontraksi otot polos yang terdapat di dinding alveolus dan ductus lactiferus sehingga ASI dapat keluar.
Hormon oksitosin melalui aliran darah akan menuju ke uterus sehingga dapat menimbulkan kontraksi. Dengan demikian involusi uterus akan lebih cepat, pengeluaran lochea menjadi lebih lancar sehingga tidak terjadi perdarahan. Jadi apabila tidak terdapat hisapan putting susu maka tidak terjadi rangsangan kontraksi uterus. Dengan begitu involusi uterus dan pengeluaran lochea menjadi terhambat.
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS
Apabila bayi tidak disusui segera setelah lahir, maka kontak ibu dan bayi tidak sekuat bayi yang disusui karena psikologis ibu bisa disalurkan pada bayinya (Sujiatini, dkk, 2010).
3. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah kohort prospektif. Pada penelitian ini, variabel independen (IMD) diobservasi terlebih dahulu, kemudian dilakukan observasi terhadap variabel dependen (penurunan tinggi fundus uteri). Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan pada 2 jam pasca persalinan dan 2 hari pasca persalinan.
Populasi yang digunakan adalah ibu nifas hari pertama sampai hari kedua di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo pada bulan Agustus dan September 2016 yang memenuhi kriteria inklusi. Dalam penelitian ini kriteria inklusinya adalah bersedia menjadi responden, bersalin normal, usia 20- 35 tahun, paritas ≤ 4, LILA ≥ 23,5 cm, dan menyusui.
Jumlah sampel yang digunakan adalah 40 ibu nifas. Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara tidak acak (non random) atau disebut non probability sampling dengan tehnik quota sampling yaitu tanpa perhitungan besar sampel.
Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi. Ibu bersalin diamati apakah melakukan IMD atau tidak, kemudian tinggi fundus uteri diukur menggunakan metline dari tepi atas symphisis sampai ke fundus uteri. Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan sebanyak dua kali yakni pada 2 jam pasca persalinan dan 2 hari pasca persalinan.
Uji statistik yang digunakan adalah independent sample T-test dengan tingkat kemaknaan P = 0,05. Jika nilai P < 0,05 maka H ditolak yang berarti ada pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus uteri, dan jika nilai P > 0,05 maka H diterima yang berarti tidak ada pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus uteri.
40 Total 40 100 Berdasarkan tabel 3 menunjukkan sebagian besar ibu nifas di BPM Nuril
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan sebagian besar ibu bersalin di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo dilakukan IMD.
4.2. Pembahasan
IMD. Dari uji Independent Sample T-Test didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat pengaruh IMD terhadap kecepatan penurunan TFU.
Tidak IMD 0,532±0,340 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa selisih penurunan TFU pada ibu yang dilakukan IMD adalah 0,676 kali lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang tidak dilakukan
IMD 1,208±0,263 0,676 0,000
Tabel 5. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo Penurunan TFU mean ± SD Δmean P value
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan penurunan TFU pada ibu nifas BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo yang IMD pada 2 jam PP memiliki rata-rata 12,208 ± 0,641, pada hari ke 2 mengalami penurunan rata-rata 11,000±0,608. Sedangkan penurunan TFU pada ibu nifas yang tidak IMD pada 2 jam PP memiliki rata-rata 12,438± 0,913, pada hari ke 2 mengalami penurunan rata-rata 11,906 ± 0,834. Jadi rata-rata penurunan TFU pada ibu yang dilakukan IMD adalah 11,208 ± 0,263 dan yang tidak dilakukan IMD adalah 0,532 ± 0,340.
2 jam PP 12,438± 0,913 0,532±0,340 Hari ke-2 11,906 ± 0,834
Tidak IMD
2 jam PP 12,208 ± 0,641 1,208±0,263 Hari ke-2 11,000±0,608
IMD
Tabel 4. Gambaran Penurunan Tinggi Fundus Uteri di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo Penurunan TFU mean ± SD Δmean ± SD
Masrukah Candi Sidoarjo melakukan inisiasi menyusu dini (60%).
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel 1. Usia ibu nifas di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo Usia Jumlah Persentase
60 Tidak IMD
24
IMD
IMD Jumlah Persentase
Tabel 3. Inisiasi Menyusu Dini di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo
Masrukah Candi Sidoarjo adalah primipara (57,5 %)
40 100 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sebagian besar ibu nifas di BPM Nuril
Total
1 (Primipara) 23 57,5 > 2 (Multipara) 17 42,5
Tabel 2. Paritas ibu nifas di BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo Paritas Jumlah Persentase
Candi Sidoarjo adalah usia 20-25 (47,5%).
40 100 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hampir setengahnya ibu nifas di BPM Nuril Masrukah
Total
20-25 Tahun 19 47,5 26-30 Tahun 15 37,5 31-35 Tahun 6 15,0
IMD merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi involusi uteri. Dalam IMD ini bayi dibiarkan berada di dada ibu 1 jam setelah lahir. Pada proses ini bayi akan mencari sendiri IMD memiliki beberapa manfaat yaitu dapat mencegah hypothermia, membuat pernapasan bayi lebih stabil, menstabilkan detak jantung bayi, membuat bayi memiliki kemampuan untuk melawan bakteri patogen, bayi mendapat kolostrum yang mengandung konsentrasi protein dan immunoglobulin paling tinggi, membantu pengeluaran plasenta, mencegah perdarahan, serta mendukung keberhasilan ASI Eksklusif.
Di BPM Nuril Masrukah sudah ditetapkan bahwa setiap ibu bersalin akan dilakukan IMD dengan syarat ibu dan bayi dalam keadaan normal. Akan tetapi pada tabel 3 menunjukkan terdapat 40% ibu yang tidak dilakukan IMD, ada beberapa alasan ibu tidak melakukan IMD, diantaranya : 5 ibu pada awalnya sudah dilakukan IMD akan tetapi
IMD berlangsung kurang dari 1 jam sehingga
IMD tersebut dikatakan belum berhasil, sedangkan 2 ibu mengalami kelelahan setelah bersalin sehingga segera setelah bayi baru lahir ibu menunda IMD memilih untuk beristirahat terlebih dahulu dan 1 ibu tidak dilakukan IMD sejak awal karena bayi akan diadopsi. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, bisa dari pendamping yang kurang pengetahuan tentang
IMD atau dengan pengalaman sebelumnya yang juga tidak melakukan IMD, dari ibu sendiri yang memang tidak bersedia dilakukan
IMD, dan bisa juga disebabkan oleh faktor pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah memperoleh dan dapat memahami informasi dengan mudah, sehingga ibu bersedia dan lebih kooperatif dalam praktek IMD.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan penurunan TFU pada ibu nifas BPM Nuril Masrukah Candi Sidoarjo yang IMD pada 2 jam PP memiliki rata-rata 12,208 ± 0,641, pada hari ke 2 mengalami penurunan rata-rata 11,000±0,608. Sedangkan penurunan TFU pada ibu nifas yang tidak IMD pada 2 jam PP memiliki rata-rata 12,438± 0,913, pada hari ke 2 mengalami penurunan rata-rata 11,906 ± 0,834. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan penurunan TFU 2 jam PP dan hari kedua pada ibu yang IMD dan tidak IMD.
Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor yang juga mempengaruhi penurunan TFU, seperti faktor usia pada tabel 1 yang menunjukkan sebagian besar ibu nifas di BPM Nuril Masrukah adalah usia 20-25 tahun. Pada usia tersebut ibu berada pada usia prima dalam proses reproduksi sehingga ibu yang pada usia tersebut mengalami penurunan TFU relatif cepat.
Menurut Apriliasari (2015), ibu yang berusia lebih tua banyak mengalami perubahan metabolisme. Pada usia tua terjadi peningkatan jumlah lemak dalam tubuh, penurunan masa otot, penurunan tubuh dalam menyerap lemak, protein dan karbohidrat. Hal ini dapat menghambat proses involusi uteri. Faktor paritas pada tabel 2 menunjukkan sebagian besar ibu nifas di BPM Nuril Masrukah adalah multipara. Ibu dengan paritas tinggi dapat menghambat pada proses involusi uterus karena otot-otot uterus sudah sering mengalami regangan, sehingga proses involusi berlangsung lebih lama. Apriliasari (2015) juga mengatakan semakin sering hamil, maka uterus akan semakin sering mengalami peregangan. Oleh sebab itu, ibu yang paritasnya tinggi proses involusi akan menjadi lebih lambat.
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa selisih penurunan TFU di hari ke-2 pada ibu yang dilakukan IMD adalah 0,676 kali lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang tidak dilakukan
IMD. Hal ini dibuktikan dari uji Independent
Sample T-Test didapatkan nilai p=0,000 yang
artinya terdapat pengaruh IMD terhadap kecepatan penurunan TFU. IMD merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi involusi karena dalam proses laktasi terdapat refleks prolaktin dan refleks oksitosin (Let Down Refleks ).
Rangsangan puting susu diteruskan sampai ke hipofisis anterior yang kemudian mengeluarkan hormon prolaktin, kemudian diteruskan lagi sampai hipofisis posterior sehingga hormon oksitosin akan keluar. Melalui peredaran maka darah hormon oksitosin akan menuju uterus sehingga memacu kontraksi.
Menurut Heryani (2010) menyusui akan mempercepat proses involusi. Upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi dapat dilakukan dengan pemberian ASI. Begitu juga hasil penelitian oleh Pratiwi (2014) didapatkan hasil ibu yang dilakukan IMD mengalami involusi uteri yang cepat dan ibu yang tidak melakukan IMD mengalami involusi lambat. Dengan demikian IMD sangat dianjurkan pada setiap ibu bersalin karena dapat merangsang kontraksi sehingga mempercepat penurunan tinggi fundus uteri.
5. KESIMPULAN
Menyusui . Jakarta. Mitra Wacana Medika 7.
14. Wulandari SR dan Handayani S. 2011.
13. Wiknjosastro, H, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan . Jakarta : YBPS.
12. Varney, H. 2007. Buku Asuhan Kebidanan Edisi 4 . Jakarta : EGC.
Jakarta. Pustaka Bunda.
11. Suradi, R. 2007. Inisiasi Menyusu Dini.
Kebidanan Pada Ibu Nifas . Yogyakarta : ANDI.
10. Sulistyawati A. 2009. Buku Ajar Asuhan
9. Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas . Jakata : Salemba Medika.
Jakarta.Pustaka Bunda.
Plus ASI Eksklusif . Cetakan I.
8. Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini
Roesli, U. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui . Jakarta : FK UI.
6. Rahayu Y P, Asiyah N, dan Akhiriyanti EN. 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan
Terdapat pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus uteri (TFU), dimana ibu yang melakukan inisiasi menyusu dini penurunan tinggi fundus uterinya lebih cepat jika dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini.
5. Prasetyono, 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Pers.
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Ibu Bersalin pada Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Sidoarjo . Sidoarjo.
4. Laily. 2011. Gambaran Usia dan Paritas
Kebidanan Nifas . Jakarta : CV. Trans Info Media.
3. Heryani, R. 2010. Buku Ajar Asuhan
untuk Kebidanan . Jakarta: Salemba Medika.
2. Dewi, Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan
tanggal 27-12-2016 dari https://scholar.google.co.id/scholar?q=pen elitian+apriliasari%2C+2015&btnG=&hl =id&as_sdt=0%2C5.
Paritas dengan Kejadian Involusi Ibu Nifas di BPS Noferia Raraswari dan Vetty Praihastuti. Mojokerto. Diakses pada
Apriliasari, D. 2015. Hubungan Usia dan
REFERENSI 1.
Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta. Gosyen Publishing.