PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN [BADUTA] DI POSYANDU GRAHA

  

PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN

[BADUTA] DI POSYANDU GRAHA

Ika Yuni Susanti

  

Program Studi D3 Kebidanan STIKes Majapahit

Abstract

  

Weaned is alleviate mom’s milk little by little, as for the food comlplement is still give to baby into

mom’s milk. Stoppen and baby have a food like adult at 2 years old. A child don’t have enaugh

nutrition. According to their age is the risk from weaned. Researcher want to know a connection

early wean with baby’s nutrition status age 0-23 month in Posyandu Graha. The design is cross

sectional. Populations is all of baby’s mom age 0-23 month. The technic sample is sampling jenuh

for 47 person. Variable comprise early mean and dependent variable that comprise baby’s nutrition,

age 0-23 month. The analised with wilcoxon match pair test. This research is do by the researcher

at March

  • – April12017. The result is 74% has early weaned and 40% has a deficient nutrition status,

    and there is mont a connection with baby’s nutrition status used wilcoxon match pair test. The result

    is Z = 0,037 < 0,05. From the data above, the condision is early weaned can affect a baby’s nutrition

    status. Information about weaned is a must. Mom’s would know the right time to weaned a baby and know the best food us a complement of mom’s milk.

  Keywords: Early Weaned, Nutrition Stats, Baby 0-23 Month 1.

   PENDAHULUAN

  Penyapihan dini merupakan suatu keadaan bayi sudah tidak mendapat ASI sebagai sumber makanan pada umur kurang dari 4 bulan yang diganti dengan pemberian makanan tambahan selain ASI (Herman, 2010). Penyapihan dilakukan dengan cara melakukan pengurangan secara berangsur- angsur pemberian ASI, sedangkan makanan tambahan secara bertingkat ditambah sehingga akhirnya ASI dihentikan dan bayi mendapat makanan dewasa pada umur 2 tahun. (Sediaoetama, 2010). Hal ini beresiko anak tidak mendapat asupan nutrisi tepat sesuai dengan perkembangannya. ASI (Air Susu ibu) masih merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat-zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Selain itu, kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi. Kualitas protein ASI sangat tinggi dan mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh pencernaan bayi (Akre, 2010).

  Menurut laporan tahun 2009, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar, kurang dari 15% bayi di seluruh dunia diberikan ASI Eksklusif selama 4 bulan dan sering kali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman.

  Hasil penelitian menunjukkan gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan anak usia dibawah 5 tahun (balita) antara lain kekurangan gizi sejak dalam kandungan (pertumbuhan janin yang terhambat), pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat serta tidak cukup mengandung energi dan zat gizi (terutama mineral) dan tidak berhasil memberikan ASI eksklusif (Herti, 2010).

  Penelitian yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan penyapihan rata-rata dilakukan pada bulan ketiga pasca persalinan. Bayi dengan ibu yang harus bekerja kembali setelah melahirkan cenderung mengalami penyapihan dini. Ibu yang terpaksa meninggalkan bayinya di rumah juga mengalami kenaikan resiko penyapihan dini 3 kali lebih cepat (Ratna, 2010).

  Menurut Nita (2010) penyapihan seharusnya tidak berarti negatif sebab manusia akan selalu mengalami penyapihan dalam hidupnya. Disapih dari ASI, disapih dari susu botol, disapih dari tempat tidur orang tuanya, disapih dari rumah untuk sekolah dan seterusnya. Sangat tidak disarankan untuk menyapih anak terlalu dini. Di lain pihak, pada usia anak sekitar 6 bulan, bayi membutuhkan beberapa makanan yang lengkap dan secara fungsional bayi telah berkembang lengkap untuk mengatasinya. Usia antara 4 sampai 6 bulan terlihat sebagai masa yang tepat bagi bayi untuk mulai beradaptasi dengan makanan dan berbagai jenis tekstur dan cara makan. Pada bulan ke-6, hampir semua bayi siap untuk makanan padat. Pada umur 6 bulan, sistem pencernaan sudah cukup matang untuk menangani kebanyakan makanan. Meskipun susu ibu atau susu formula akan tetap menjadi makanan diet bayi sampai berbulan-bulan kemudian. Penyapihan terlalu dini berakibat pada rendahnya asupan nutrisi yang diperoleh bayi. Hal ini menyebabkan status gizi bayi menjadi berkurang. Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya selalu memberikan konseling dan penyuluhan berhubungan dengan kebiasaan menyapih dini yang dilakukan oleh ibu bayi. Upaya penyadaran ini bisa dilakukan dengan melalui kunjungan rumah, atau ketika acara posyandu diadakan. Disamping itu pemberian konseling tentang resiko penyapihan dini terhadap status gizi juga bisa dilakukan dengan menggunakan leaflet yang disebarkan atau pemasangan spanduk dan banner yang berisikan himbauan tentang risiko penyapihan dini terhadap status gizi baduta. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil judul penyapihan dini dengan status gizi anak bawah dua tahun di Posyandu Graha.

  Menurut Arisman (2007) menyapih secara harfiah berarti membiasakan bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan.

  Menurut Carnain (2007) menyapih adalah proses bertahap yaitu mula mula dengan mengurangi frekuensi pemberian ASI, sampai dengan berhentinya proses pemberian ASI.

  Menurut Arisman (2007) memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah samping itu, lambung juga telah lebih baik mencema zat tepung. Menjelang usia 9 bulan memasukkan benda ke dalam mulut. Pada saat tersebut bayi siap mengonsumsi makanan (setengah) padat.

  Menurut Depkes RI dan WHO (2001) penyapihan adalah dimulainya pemberian makanan ASI pada kelompok umur 4 sampai 6 bulan, dimana bayi mulai dikenalkan sedikit demi sedikit dengan berbagai jenis makanan padat yang mulai dilumatkan.

  Menurut WHO, masa pemberian ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau lebih

  Menurut Arisman (2007) di samping tujuan fisik (guna mencukupi kebutuhan zat gizi dan energi), menyusui dapat sekaligus mengakrabkan hubungan ibu dan bayi, Hal yang sangat berrnanfaat bagi perkembangan jiwa bayi. Semakin akrab mereka berdua (ibu dan bayi), semakin mudah ibu mengenali kebutuhan bayinya. Oleh karena penyapihan yang mendadak sebaiknya dihindari, termasuk (dalam hal ini) meninggalkan atau menitipkan bayi pada orang lain dalam waktu lama. Jika seandainya ibu terpaksa (tidak dapat tidak) mengalihkan tanggung jawahnya ke orang lain, hal ini selayaknya dilaksanakan secara cermat dan perlahan-lahan. Penyapihan selayaknya tuntas pada usia 12 bulan. Sejak saat itu bayi sudah harus terbiasa, dan secara teratur mengonsumsi makanan orang dewasa.

  Ada beberapa faktor yang perilu dipertimbangkan dalam menyapih bayi :

2. KAJIAN LITERATUR 2.1. Konsep Penyapihan

  1. Bayi berhenti menyusu pada ibu berarti terputus hubungan talikasih sayang antara bayi an ibunya, keadaan ini sering membawa akibat buruk terhadap bayi apalagi bila penyapihan dilakukan secara mendadak.

  2. Selama bayi minum ASI sedikit kemungkinan mendapat infeksi salura pencernaan dengan penyapihan kemungkinan penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan, hal ini bisa disebabkan karena kemungkinan kontaminasi pada makanan bayi besar baik waktu membuatnya, menyimpan atau memberinya. Dan beberapa penelitian banyak sekali para ibu yang menyapih anaknya terlalu cepat yaitu pada usia kurang dan I tahun sedangkan penyapihan yang terlalu awal dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi. Bahan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah didapat

  (banyak tersedia di kebun keluarga atau di pasar terdekat), harganya murah, paling sering dimakan (merupakan bagian dan apa yang dimakan oleh anggota keluarga yang lebih besar dan dewasa), dan sebaiknya diramu dengan resep lokal.

  7. Volume pemberian susu jangan segera dikurangi sebelum bayi mampu bersantap dengan sendok.

  Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Faktor yang mempengaruhi secara langsung :

  Penilaian status dapat diukur baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung meliputi ; antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilain status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan survei komsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2002).

  Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan gizi dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002).

  2.2. Konsep Status Gizi

  9. Selama menyuapi bayi, tersenyum dan berbicaralah padanya.

  8. Makanan padat sebaiknya disuapkan sebelum susu dihentikan.

  6. Makanan padat jangan dimasukkan ke dalam botol susu, atau membuat lubang dot lebih besar yang mengesankan seolah bayi “meminum” makanan padat.

  Makanah sapihan yang ideal harus mengandung (1) makanan pokok (pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh keluarga, biasanya makanan yang mengandung tepung, seperti beras, gandum, kentang, tepung maizena), ditambah dengan bahari lain semisal (2) kacang, sayuran berdaun hijau atau kuning, (3) buah, (4) daging hewan, dan (5) minyak, atau lemak. Bahan ml dibuat menjadi bubur untuk kemudian, sebagai penernan ASI, disuapkan pada bayi. Makanan pokok direbus di dalam air, atau susu, sampai menjadi bubur yang kental dan tidak terlalu cair. Bubur tersebut kemudian diperkaya dengan sedikit minyak atau lemak.

  5. Makanan sebaiknya tidak dicampur, karena bayi harus mempelajari perbedaan tekstur dan rasa makanan.

  4. Bayi harus diajari cara memegang makanan. Seiring pertambahan usia, bayi diajari pula cara mengambil makanan padat dan sendok makan.

  3. Pada satu waktu makan, cukup dalam jumlah kecil. Jika seandainya bayi tidak dapat menoleransi makanan ini, atau yang timbul mudah dikenali, dan makanan itu tidak diberikan lagi.

  2. Bubur saring baru boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi, dan makanan cincang setelah bayi pandai mengunyah.

  Pedoman Pemberian Makanan Sapihan : 1. Makanan padat pertama harus bertekstur sangat halus dan licin. Bayi perlahan- lahan akan siap menerima tekstur yang lebih kasar.

  Yang harus selalu diingat ialah penambahan minyak atau lemak ke dalam setiap campuran. Jika kedua bahan tersebut tidak tersedia, dapat digantikan dengan madu. Bagaimanapun, minyak dan lemak jauh lebih baik, karena di samping memasok energi, kedua bahan mi dapat melunakkan dan melezatkan akanan. Yang juga tidak boleh dilupakan ialah buah-buahan atau air buah pada setiap waktu makan, atau sebagai makanan selingan di antara dua waktu makan.

  Ada tiga macam campuran, yaitu campuran yang menggunakan dua jenis bahan (disebut campuran sederhana), dan tiga atau empat jenis bahan (campuran majemuk)

  Menurut Soekirman (2000:84) penyebab tlangsung timbulnya gizi kurang pada balita adalah konsumsi pangan dan penyalit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit infeksi, terutama diare dan ispa. Balita yang mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. makanan cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan kurang nafsu makan sehingga balita kekurangan makanan. Akhirnya berat badan balita menurun.

  Apabila keadaan ini terus berlangsung balita dapat menjadi kurus dan timbulah kejadian kurang gizi.

  Cara yang sekarang digunakan oleh untuk menentukan status gizi secara antropometri pada bayi dan anak. Z-score ini biasanya digunakan untuk penentuan status gizi yang diaplikasikan pada populasi di masyarakat. Z- score dihitung dengan cara sebagai berikut: Bila nilai riel hasil pengukuran >= nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB maka rumusnya : Z – score = Nilai riil – Nilai Median SD UPPER Bila nilai riil hasil penggukuran <= nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB maka rumusnya : Z – score = Nilai reial – Nilai Median SD LOWER

  Penelitian status gizi antropometri (Z- Score) menurut Dep.kes RI 2000

  Z-Score menunjukkan nilai antropometri itu berupa SD atau Z-Score dibawah atau diatas median (mean) standart yang dipakai. Keuntungan menggunakan Z-Score dalam populasi adalah dapat dihitung mean dan SD dari kelompok populasi tertentu. Titik acuan yang dipakai adalah standart WHO-NCHS.

  Faktor

  • –faktor yang Mempengaruhi tumbuh kembang balita adalah 1.

  Faktor Herediter Herediter/keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk dirubah, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dan proses tumbang balita. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapatlah ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk dalam faktor genitik ini adalah jenis kelarnin dan suku bangsa/ras.

  Faktor Lingkungan Dalam lingkungan eksternal mi banyak sekali yang mempengaruhinya, diantaranya akan mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku datam bagaimana orarig tua mendidik balitanya. Status sosial ekonomi keiuarga juga berpengaruh, orang tua yang ekonomi menengah ke atas dapat dengan mudah menyekolahkan balitanya di sekolah- sekolah yang berkualitas, sehingga mereka dapat menerima atau mengadopsi cara-cara baru bagaimana cara merawat balita dengan baik. Status nutrisi pengaruhnya juga sangat besar, orang tua dengan ekonomi lemah bahkan tidak mampu memberikan makanan tambahan buat balitanya, sehingga balita akan kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh akan menurun dan akhirnya balita akan jatuh sakit.

  Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, aktifitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi balita dalarn keluarga ditengarai juga berpengaruh, balita pertama akaan menjadi pusat perhatan orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu kebutuhan fisk, emosi maupun sosial.

  3. METODE PENELITIAN

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya pada satu kali saja pada satu saat. Sedangkan rancangan penelitian yang dipakai adalah penelitian korelasional. penelitian analitik cross sectional. Hipotesis penelitian ini adalah H1: Terdapat Hubungan Penyapihan Dini Terhadap Status Gizi Anak Bawah Dua Tahun [Baduta]. Variabel penelitian meliputi variabel independen adalah penyapihan dini dan variabel dependen adalah status gizi anak bawah dua tahun [baduta]. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak umur 0-23 bulan. Jumlah sampel dalam penelitian ini yang digunakan sebanyak 47 responden. Jenis sampling dalam penelitian ini adalah non

2.3. Konsep Anak Bawah Dua Tahun [Baduta]

  probability sampling dengan teknik sampel jenuh. Tempat penelitian di Posyandu Graha

  Mojoanyar Mojokerto pada Maret sampai April 2017. Instrumen penelitian yang analisis data menggunakan uji wilcoxon sign

  rank test .

  • 0-11 bulan
  • 12-23 bulan
  • SD-SMP
  • SMA-PT
  • Tidak bekerja
  • Bekerja
  • 1
  • ≥2

  • Disapih -

  Kurang

  22

  25

  47

  53 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa setengah anak baduta memiliki status gizi dengan kriteria gizi kurang sebanyak 25 anak (453%).

  Tabel 4. Hubungan Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Anak Bawah Dua Tahun Penyapih an Dini Status Gizi Jumlah Baik Kurang f % f %

  Disapih

  14

  64

  21

  84

  35 Tidak Disapih

  36

  8

  4

  16

  12 Jumlah 22 100 25 100

  47 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui sebagian besar baduta yang tidak dilakukan penyapihan dini sebanyak 8 anak (36%) memiliki status gizi baik, dan sebagian besar baduta yang dilakukan penyapihan dini sebanyak 21 anak (84%) memiliki status gizi kurang.

  Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon match pair

  test didapatkan hasil Z < ( α=0,05), yaitu 0,037

  < 0.05, sehingga Hipotesis diterima, yang berarti terdapat hubungan penyapihan dini terhadap status gizi anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan.

  4.1. Penyapihan dini anak bawah dua tahun [baduta]

  Hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa sebagian besar anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan diberi penyapihan dini yaitu 35 orang (74%).

  Memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia 9 bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut. Pada saat tersebut bayi siap mengonsumsi makanan (setengah) padat. Penyapihan adalah dimulainya pemberian makanan ASI pada kelompok umur 4 sampai 6 bulan, dimana bayi mulai dikenalkan sedikit demi sedikit dengan berbagai jenis makanan padat yang mulai dilumatkan.

  4.2. Status gizi anak bawah dua tahun [baduta]

  Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa setengah anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan memiliki status gizi dengan kriteria gizi kurang sebanyak 25 orang (53%).

  Status Gizi Anak f %

  Tabel 3. Status Gizi Anak Bawah Dua Tahun

  26 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak baduta diberi penyapihan dini yaitu 35 anak (74%).

  74

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakeristik Responden Penelitian

  Karakterisik Responden f %

  Ibu yang mempunyai anak umur :

  12

  35

  26

  74 Pendidikan ibu:

  31

  16

  66

  34 Pekerjaan ibu:

  25

  22

  53

  47 Paritas ibu :

  10

  37

  21

  79 Tabel 2. Penyapihan Dini Anak Bawah Dua

  Tahun

  Penyapihan Dini f %

  Tidak disapih

  35

  12

  • Baik -

  Status gizi didefinisikan sebagai suatu keadaan kesehatan yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan dapat diukur secara antropometri. Status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari ukuran –ukuran gizi tertentu.

4.3. Hubungan Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Balita usia 0-24 bulan

  Jakarta: Salemba Medika.

  , Jakarta: Rineka Cipta.

  6. Notoatmodjo.(2010).

  Metodologi Penelitian Kesehatan.

  Jakarta: Rineka Cipta.

  7. Nursalam. (2008). Konsep dan

  Pebnerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

  8. Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Buku

  5. Notoadmodjo, Soekidjo (2012) Promosi

  Acuan Nasionak Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

  . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

  9. Reeder . Martin & Koniak Giffin.

  (2011).

  Keperawatan Maternal Kesehatan Wanita Bayi dan Keluarga Edisi 18 Volume 2 . Jakarta:EGC.

  10. Supariasa, Dewa Nyoman. (2014).

  Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC.

  Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

  Berdasarkan hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon

  match pair test didapatkan hasil Z < ( α=0,05),

  Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita .

  yaitu 0,037 < 0.05, sehingga Hipotesa diterima, yang berarti ada hubungan penyapihan dini terhadap status gizi anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan.

  Tanda kesiapan adalah kemampuan bayi untuk menolehkan kepalanya atau mendorong tangan ibu menjauh ketika bayi tidak mau makan lagi. Pada umur 6 bulan, sistem pencernaan sudah cukup matang untuk menangani kebanyakan makanan. Meskipun susu ibu atau susu formula akan tetap menjadi makanan diet bayi sampai berbulan-bulan kemudian. Penyapihan terlalu dini berakibat pada rendahnya asupan nutrisi yang diperoleh bayi. Hal ini menyebabkan status gizi bayi menjadi berkurang.

  Masih kuatnya tradisi di masyarakat yang memberikan makanan pendamping selain ASI sebelum balita usia 6 bulan, menjadi alasan ibu memberikan penyapihan dini. Selain itu ibu tidak sabar melihat anaknya menangis yang dikira lapar, sehingga diberi makanan sebelum usia 6 bulan. Adanya anggapan bahwa gizi kurang tidak akan berakibat buruk bagi kesehatan anaknya dan merupakan hal yang biasa sehingga tidak perlu pertolongan pada pelayanan kesehatan terdekat. Penyebab terjadinya gizi kurang pada balita diantaranya adalah asupan nutrisi yang kurang. bagi balita. Selain itu ibu kurang sabar saat memberi makan anaknya, bila anak menolak untuk makan. Hal tersebut dibiarkan saja tanpa ada usaha untuk membujuk atau merayu anak supaya mau makan. Penyapihan dini berhubungan terhadap status gizi anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan. Hal ini disebabkan karena anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan yang diberi penyapihan terlalu dini akan mengurangi penerimaan ASI. Selain itu jenis makanan yang diberikan oleh ibu balita bila tidak memenuhi kebutuhan gizi balita mengakibatkan tubuh balita kekurangan gizi, akibatnya bisa menyebabkan anak mengalami gizi kurang. pada rendahnya asupan nutrisi yang diterima anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23

  4. KESIMPULAN

  Sebagian besar anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan di Posyandu Graha Mojoanyar Mojokerto sebanyak 74% diberi penyapihan dini dan setengahnya anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan sebanyak 53% memiliki status gizi dengan kriteria gizi kurang. Terdapat hubungan penyapihan dini terhadap status gizi anak bawah dua tahun [baduta] umur 0-23 bulan dengan hasil uji statistik Wilcoxon match pair test didapatkan Z < ( α = 0,05), yaitu 0,037 < 0.05.

  REFERENSI 1.

  Deslidel. Zuchrah Hasan. Rully Hevrialni. Yan Sartika. (2011). Buku

  Jakarta:EGC.

  Pengambilan Sampel pada Penelitian Non-Eksperimental.

  2. Djitowiyono, Sugeng. & Weni Kristiyanasari. (2010).

  Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak

  . Yogyakarta : Numed.

  3. Hidayat, A. (2008). Metode Penelitian

  Keperawatan dan Teknik Analisis Data .

  Jakarta: Salemba Medika.

  4. Isgiyanto, Awal. (2009). Teknik

  Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

  11. Soetjiningsih, Ranuh, IG.N.Gde (2014)

  Tumbuh Kembang Anak Edisi 2

  , Jakarta: EGC.

  12. Wahyuni, Sari. (2011). Asuhan

  Neonatus Bayi dan Balita . Jakarta:EGC.