NOMOR : B-53 Setneg D-4 Polkesra 03 2008
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : B-53 / Setneg / D-4 / Polkesra / 03 / 2008
TENTANG
PEPAIFI AN 8\1. 11 11 ti N AI\IG v q1G
NOVO R 9 IAFIA 1:8
DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2008
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
Jalan Jenderal A. Yanl Telepon : 4890308 Jakarta — 13230
Fakshntli : 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta — 10002
Website : yoww.beacukal.co.ld
Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJBC /8 April 2008
2. Para Kepala KPU Bea dan Cukai
SURAT P ENGANTAR
Nomor: SP-,89 /80.15/2008
No Naskah Dinas/Barang
Banyaknya
Keterangan
1. Surat Sekretariat Negara RI
1 (dua)
Disampaik..n dengan
hormat sebagai bahan Nomor : B-53/Setneg/D-4/Polkesra/03/2008 pertimbangan
berkas
Tanggal : 31 Maret 2008 pelaksanaan tugas Hal
: Penyampaian Salinan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2008
Diterima tanggal ....................... Sekretaris Direktorat Jenderal
u.b.
Yang menerima pala Bagian Umum
Sonny Subagyo
NIP 060 ........................
NIP 060062080
Nomor Telepon : Nomor Faksimili :
Catatan : Setelah diterima, lembar ke dua harap dikirim kembali kepada pengirim
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Nomor : B- 53 /Setneg/D-4/Polkesra/03/2008 Jakarta, 31 Maret 2008 Sifat
Segera Lampiran : Satu Eksemplar Perihal : Penyampaian salinan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2008
Yth. Para pejabat pada daftar terlampir
Bersama ini dengan hormat kami sampaikan salinan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia, yang telah disahkan pada tanggal
10 Maret 2008.
Demikian untuk diketahui.
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
V\
Tembusan:
1. Menteri Sekretaris Negara;
2. Sekretaris Kabinet.
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Lampiran Surat Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat Nomor
: B- 53 /Setneg/D-4/Polkesra/03/2008
Tanggal : 31 Maret 2008 DAFTAR PEJABAT YANG DIKIRIMI SURAT
1. Ketua MPR-RI;
2. Ketua DPR-RI;
3. Ketua DPD-RI;
4 Ketua Devian Pertimbangan Pres:den;
5. Ketua BPK;
6. Ketua Mahkamah Agung;
7. Ketua Mahkamah Konstitusi;
1) Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
Jaksa Agung;
10. Panglima TNI;
11. KAPOLRI.
' epala Biro Peraturan Perundang-undangan v il i2tA•-ng Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
W=0 > i
'-'7i- ' '. tf . ■t / . :1-2 5 - /
i4_, . ./.s.1.1.......,.. "' c.1■ J r a.....,
CI te,
,,, ' ' 4".-
V.
nu Setiawan
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Nomor : B-1347/Setneg/D-4/Ekondustril03/2008 Jakarta, 31 Maret 2008 Sifat
: Segera Lampiran : Satu berkas Hal
: Penyampaian salinan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2008.
Kepada Yth.
1. Ketua MPR-RI
2. Ketua DPR-RI
3. Ketua DPD-RI
4. Ketua BPK
5. Ketua Mahkamah Agung
6. Ketua Mahkamah Konstitusi Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jaksa Agung
9. Panglima TNI
10. Kapolri
11. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta
Bersama ini dengan hormat kami sampaikan salinan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika, yang ditetapkan pada tanggal 10 Maret 2008.
Dernikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan le` dang Perekonomian dan Industri,
mbusan Menteri Sekretaris Negara
Sekretaris Kabinet Deputi Mensesneg Bidang PUU.
Lampiran; Surat
- B-1347/Setneg/D-4/Ekonaustri/03/2008 _ B-53./Setneg/D-4/Polkesra/03/2008
Tanggal : 31 Maret 2008
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan;
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
3. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
4. Menteri Dalam Negeri;
5. Menteri Luar Negeri;
6. Menteri Pertahanan; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
Menteri Keuangan; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
Menteri Perindustrian;
1. Menteri Perdagangan;
2. Menteri Pertanian;
3. Menteri Kehutanan;
4. Menteri Perhubungan;
5. Menteri Kelautan dan Perikanan;
6. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
7. Menteri Pekerjaan Umum;
8. Menteri Kesehatan;
9. Menteri Pendidikan Nasional;
D. Menteri Sosial;
1. Menteri Agama;
2. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata;
3. Menteri Komunikasi dan Informatika;
1. Menteri Negara Riset dan Teknologi;
5. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
5. Menteri Negara Lingkungan Hidup; Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan; Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS; Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; Menteri Negara Perumahan Rakyat;
Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga.
SALINAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tujuan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa sebagai negara yang cinta damai dan menjuniung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan Indonesia perlu menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan berbagai bangsa dan organisasi internasional dalam berbagai bidang kehidupan;
c. bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan mengaksesi Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Pemusnahannya, Indonesia, sebagai negara pihak berkewajiban melaksanakan berbagai ketentuan di bawah yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi;
d. bahwa mengembangkan, mernproduksi, menyimpan, dan menggunakan bahan kimia dan produk industri hasil olahan bahan kimia di satu sisi berrnanfaat untuk kehidupan manusia, tetapi di sisi lain sangat berbahaya apabila disalahgunakan sebagai senjata kimia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Penggunaan Baran Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia;
Merigingat
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tabun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3274);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3786);
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI
SENJATA KIMIA.
BAB I . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 3- BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan kimia adalah bahan kimia yang tercantum dalam daftar (schedule) dalam kaitannya dengan Konvensi Senjata Kimia dan bahan kimia organik diskret nondaftar.
2. Konvensi Senjata Kimia adalah perjanjian internasional di bidang perlucutan senjata yang melarang pengembangan; produksi, penyirnpanan, pentransferan, dan penggunaan
senjata kirnia serta pemusnahannya.
3. Bahan Kirnia Daftar 1 adalah bahan kimia yang bersifat sangat beracun dan mematikan yang dikembangkan, diproduksi, dan cligunakan hanya sebagai senjata kimia.
4. Bahan Kirnia Daftar 2 adalah bahan kimia kunci untuk pembuatan senjata kimia (prekursor), tetapi kegunaan komersial.
5. Bahan Kimia Daftar 3 adalah bahan kimia yang dapat diproduksi menjadi senjata kimia (prekursor), tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan komersia:.
6. Bahan kimia organik diskret nondaftar (discrete organic chemicals/DOC) adalah bahan kimia yang tidak termasuk
dalam Bahan Kimia Daftar 1, 2, dan 3, tetapi merupakan senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat.
7. Bahan kimia organik diskret nondaftar PSF (DOC-PSF) adalah DOC yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.
8. Senjata kimia adalah suatu bahan dan/atau alat peralatan yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri meliputi:
a. bahan kirnia beracun serta prekursornya sesuai dengan bahan kimia daftar, kecuali untuk keperluan atau tujuan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang
ini;
b. arnunisi . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
b. amunisi dan alat peralatan yang secara khusus
dirancang untuk menyebabkan kematian atau menimbulkan bahaya melalui sifat beracun dari bahan kimia sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
c. setiap perlengkapan yang secara khusus dirancang untuk digunakan secara langsung berkaitan dengan digunakannya
alat peralatan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
amunisi
dan
9. Bahan kimia beracun (toxic chemicals) adalah setiap bahan kimia yang karena pengaruh kimianya terhadap
proses kehidupan dapat menyebabkan kematian, cacat sementara, atau bahaya permanen pada manusia atau binatang.
10. Prekursor adalah komponen asal dan; atau bahan penimbul reaksi kimia yang berperan dalarn setiap tahap produksi bahan kimia beracun dengan cara apa pun.
11. Transfer adalah kegiatan memindahkan barang secara fisik dari suatu lokasi ke lokasi lain danlatau pengalihan kepemilikan dari suatu pihak kepada pihak lain.
12. Sertifikat pengguna akhir adalah dokumen jaminan dari pemerintah negara bukan pihak terhadap importasi dan penggunaan bahan kimia daftar.
13. Deklarasi adalah pernyataan terhadap produksi, kepemilikan, dan penggunaan atas jenis dan jumlah bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar sesuai dengan Undang-Undang ini.
14. Inspeksi adalah pelaksanaan verifikasi, yaitu rnelakukan pemeriksaan langsung di lapangan terhadap deklarasi
yang dinyatakan oleh negara pihak.
15. Negara pihak adalah negara yang telah meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan telah menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
16. Negara bukan pihak adalah negara yang belum atau tidak meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan
belum menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa.
17. Otoritas .. .
PRESIDE N RE PUBLIK INDONESIA
17. Otoritas Nasional adalah Otoritas Nasional Senjata Kimia yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini.
18. I mportir adalah setiap orang yang memasukkan bahan kimia daftar dan bahan kirnia organik diskret nondaftar dari luar negeri.
19. Tim Inspeksi Internasional adalah tim yang ditugasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia ( Organization for The
Prohibition of Chemical W eapons/OPCW ) untuk melakukan verifikasi atas deklarasi.
20. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
21. Kerporasi adalah kegiatan usaha yang berbentuk badan usaha dan badan hukum.
22. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pernerintahan di bidang perindustrian.
Pasal 2
Pengaturan mengenai penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dilakukan dengan memperhatikan prinsip keselamatan, keamanan, pemanfaatan, dan keseimbangan.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada aya t (1) bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi
penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia
Pasal 3 Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang
melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dan penggunaan senjata kimia di dalam
dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.
BAB II BAB II
t!,)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 6- BAB II PENGGOLONGAN DAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA
Bagian Kesatu Penggolongan Bahan Kimia
Pasal 4
Bahan kimia terdiri atas:
a. bahan kimia daftar; dan
b. bahan kimia organik diskret nondaftar.
Pasal 5
(1) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:
a. Bahan Kirnia Daftar 1;
b. Bahan Kimia Daftar 2; dan
c. Bahan Kimia Daftar 3. (2) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan daftar tetap bahan kimia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang- Undang ini.
(3) Daftar tetap bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperinci dan/atau ditambah dalam daftar tersendiri sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
(1) Bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diidentifikasi dari nama kimia, rumus bangun, atau sistem penomoran khusus (chemical abstract services number), yang terdiri atas:
a. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat;
dan
b. senyawa . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
b. senyawa sebagaimana dimaksud pada huruf a. yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perincian bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua Penggunaan Bahan Kimia
Pasal 7
(1) Setiap orang yang rnemproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau rnenggunakan Bahan Kimia Daftar 1
atau Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar
3 wajib memiliki izin. (2) Kegiatan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1),
khususnya dengan Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kirnia. Daftar 3, dilakukan hanya untuk kepentingan:
a. industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi, atau tujuan damai lainnya;
b. perlindungan, yaitu untuk tujuan yang berkaitan langsung dengan perlindungan menghadapi bahan kimia beracun atau menghadapi senjata kimia;
c. pertahanan yang tidak berkaitan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung pada penggunaan bahan kimia beracun yang digunakan sebagai metode
perang; atau
d. penegakan hukum, termasuk di dalamnya untuk mengatasi kerusuhan di dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaLur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
(1) Setiap orang yang mentransfer Bahan Kimia Daftar 3 kepada negara bukan pihak wajib mendapatkan sertifikat pengguna akhir terlebih dahulu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah negara bukan pihak.
(2) Sertifikat .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(2) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
a. produk yang mengandung kurang dari 30% (tiga puluh persen) Bahan Kimia Daftar 3; dan
b. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumen yang dikemas untuk penjualan eceran yang digunakan untuk keperluan pribadi atau yang dikemas untuk
keperluan perseorangan. (3) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 hanya akan digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang;
b. pernyataan bahwa Bahan Kuria Daftar 3 tidak akan ditransfer kembali kepada pihak lain;
c. jenis dan jumlah Bahan Kimia Daftar 3 yang diterima oleh pengguna terakhir;
d. penggunaan akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang akan ditransfer; dan
e. nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3.
(4) Dalam hal importir dari negara bukan pihak dan bukan pengguna akhir, importir yang bersangkutan wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang dimaksud.
Pasal 9
(1) Setiap orang yang membuat, memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib menyampaikan laporan sekurang-
kurangnya sekali dalam satu tahun kepada Menteri. (2) Setiap orang yang memproduksi bahan kimia organik diskret nondaftar dengan batasan jumlah yang harus
dideklarasikan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.
(3) Setiap .. .
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
(3) Setiap orang yang mempunyai fasilitas pabrik yang memproduksi Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar
2, Bahan Kimia Daftar 3, dan bahan kimia organik diskret nondaftar wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Dalam hal pelaku kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berbentuk korporasi, laporan yang
disampaikan wajib ditandatangani oleh penci,uru s korporasi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11 Dalam hal bagian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 dan Pasal 10 yang menurut sifat isinya terbatas wajib dilindungi dan dijaga kerahasiaannya.
BAB III LARANGAN
Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang:
a. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 kepada negara bukan pihak, baik dari dalam wilayah Indonesia maupun dari luar wilayah Indonesia;
b. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke wilayah hukum negara Indonesia;
c. memproduksi .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
c. memproduksi, memiliki, menyimpan, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 di dalam dan di luar wilayah Indonesia;
d. mentransfer kembali Bahan Kimia Daftar 1 ke negara lain; dan/atau
e. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke negara pihak tanpa memberikan notifikasi kepada Otoritas Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum transfer
dilakukan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan huruf c dikecualikan apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan penelitian, rnedis, dan/atau farmasi sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi setiap orang yang mentransfer
saksitoksin tidak lebih dari 5 (lima) mg untuk kebutuhan medis dan diagnostik dengan kewajiban tetap memberikan notifikasi kepada negara pihak selambat- lambatnya pada hari transfer.
Pasal 13 (1) Setiap orang dilarang mentransfer Bahan Kimia Daftar 2
atau produk yang mengandung Bahan Kimia Daftar 2 dari dan/atau ke negara bukan pihak.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. produk yang mengandung paling banyak 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A;
b. produk yang mengandung paling banyak 10%
(sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B; atau
c. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari.
Pasal 14 . .
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
11 - Pasal 14
Setiap orang dilarang :
a. mengembangkan, memproduksi, memperoleh, dan/atau menyimpan senjata kimia;
b. mentransfer, baik langsung maupun tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun;
c. menggunakan senjata kimia;
d. melibatkan
persiapan militer untuk menggunakan senjata kimia; atau
diri
pada
e. melibatkan diri, membantu dan/atau membujuk orang lain dengan cara apa pun dalam kegiatan yang dilarang Undang-Undang ini.
Pasal 15
Senjata kimia yang dikembangkan, diproduksi, dimiliki, disimpan, dikuasai, atau ditransfer secara melawan hukum disita dan/atau dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
BAB IV OTORITAS NASIONAL DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
Bagian Kesatu Otoritas Nasional
Pasal 16
(1) Untuk mewakili negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Otoritas Nasional.
(2) Otoritas Nasional bertugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional dan/atau negara pihak.
(3) Otoritas Nasional berwenang menetapkan kebijakan
nasional untuk melaksanakan Undang-Undang
Pasal 17 .
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
Pasal 17 (1) Otoritas Nasional diketuai oleh Menteri dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden. (2) Keanggotaan Otoritas Nasional terdiri atas perwakilan
instansi pemerintah terkait. (3) Susunan keanggotaan Otoritas Nasional ditetapkan
melalui Keputusan Presiden. (4) Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas
Nasional, dibentuk Sekretariat Otoritas Nasional. (5) Sekretariat Otoritas Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 18 Biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan
wewenang organisasi, serta biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Kedua Kerja Sama Internasional
Pasal 20 (1) Pemerintah Indonesia dapat mengadakan kerja sama
dengan negara pihak dan organisasi internasional dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Koordinasi dalam penyelenggaraan kerja sama internasional dilakukan oleh Otoritas Nasional.
Pasal 21 .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 21
(1) Pemerintah Indonesia menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi.
(2) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Inspeksi Internasional wajib didampingi oleh
Tim Inspeksi Nasional yang ditunjuk oleh Otoritas Nasional.
BAB V KETENTUAN PIDANA
Pasal 22 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 23 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 24 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 25 .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
14 - Pasal 25 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 26 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 27 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 28 Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang
memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27.
Pasal 29 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Tindak . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
(3) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum
pidana ditambah 1/3 (satu pertiga). Pasal 30
Selain dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. perampasan bahan, alat, dan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk ,vaktu paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau
c. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan
perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar „
Agar setiap orang mengetahuinya, mernerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 49
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Riro Peraturan Perundang-undangan dan Kesejahteraan Rakyat,
lsnu Setiawan
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA
1. UMUNI
Negara Indonesia yang berbentuk republik, merupakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur scrta berlandaskan hukum. Oleh karena itu, untuk rnewujudkan cita-cita luhur tersebut, pernerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut rnelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kernerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai salah satu wujud keaktifan Indonesia dalam masalah ketertiban dan kearnanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut menandatangani Convention on the Prohibition of the Deuelopment,
Production, Stockpiling and Use of Chemical W eapons and o r , their Destruction ( Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi,
Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia Berta tentang Pemusnahannya) bersama-sama dengan 129 negara. Dalarn perkernbangannya, sampai dengan tahun 2007 Konvensi itu telah ditandatangani oleh 182 negara atau lebih kurang 90% (sembilan puluh persen) dari negara di dunia. Upaya bersama negara di dunia untuk rnelakukan perlucutan senjata pemusnah massal dimaksudkan untuk membebaskan dunia dari bencana yang dapat ditimbuikan dari keberadaan dan penggunaan senjata pemusnah massal, yaitu senjata nuklir, biologi, dan kimia.
Langkah
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
Langkal-i konkret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masalah pelarangan senjata pemusnah massal tidak hanya sebatas
penandatanganan Konvensi Senjata Kimia, tetapi diwujudkan pula dalam pembentukan instrumen hukum berupa Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1958 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) yang ditetapkan pada tanggal 30 September 1998.
Konvensi itu memuat ketentuan dan sistem verifikasi yang wajib diberlakukan, diterapkan, dan dilaksanakan oleh Indonesia sebagai
negara pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor industri, khususnya subsektor industri kimia dan industri farmasi. Di samping itu, Indonesia dapat memperoleh manfaat dalam upaya mengembangkan industri kimia dan industri farmasi nasional, baik melalui jaminan pertukaran informasi dan teknologi maupun melalui kerja sama internasional, dalam perdagangan bahan kimia demi pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara pihak berkewajiban mengambil langkah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang relevan untuk menjamin penerapan Konvensi di tingkat nasional. Upaya lebih lanjut dalam menerapkan ketentuan dan sistem verifikasi serta pembentukan Otoritas Nasional diatur dalam suatu peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang. Di samping itu, kebutuhan mengenai pengaturan terhadap tindak pidana
senjata kimia dan bahan kimia daftar serta bahan kimia organik diskret nondaftar bagi Indonesia sudah sangat mendesak mengingat tindak pidana kejahatan terorisme di tingkat regional dan di tingkat internasional semakin meningkat. Untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia, perlu pengaturan, pelarangan, pengawasan, dan pengenaan sanksi terhadap pelaku tindak pidana. Jaminan keikutsertaan Indonesia dalam keamanan internasional berguna untuk kelancaran
kegiatan perdagangan impor-ekspor bahan kimia berbahaya yang juga berfungsi sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong proses produksi di industri kimia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 2 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan: "prinsip keselamatan dan keamanan" adalah untuk memberikan
jaminan atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat, bangsa, dan negara dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan, dan transportasi bahan kimia yang berpotensi
untuk senjata kimia. "prinsip pemanfaatan" adalah pemberian nilai tambah dalam
rangka pemenuhan kehidupan dan penghidupan manusia dan lingkungannya.
"prinsip keseimbangan" adalah untuk memberikan keseimbangan manfaat antarpelaku usaha/masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Huruf a
Yang dimaksud dengan "bahan kimia daftar" adalah bahan kimia beracun dan prekursornya yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar
1, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar IA dan 1B; Bahan Kimia Daftar 2, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 2A dan 2B; Bahan Kimia Daftar 3, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 3A
dan 3B. Huruf b
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "chemical abstract services number"
adalah sistem penomoran khusus yang diberikan terhadap setiap bahan kimia dan berlaku secara internasional.
Ayat (2) ..
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7 Ayat (1) Bahan Kimia Daftar 1 pada dasarnya dilarang, tetapi dapat diadakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi dengan izin Menteri.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan "batasan jumlah" adalah jumlah minimum yang harus dideklarasikan sebagaimana tercanturn
dalam Konvensi Senjata Kimia. Ayat (3)
1 Ayat (4)
Cukup jelas.
Cukup jelas. Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ayat (3) Yang dimaksud dengan "saksitoksin" adalah zat beracun yang terdapat pada kerang spesies tertentu. Racun itu menyerang sistem saraf pusat karena membendung saraf otot.
Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf b Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.
huruf c Yang dimaksud dengan "barang konsumsi" adalah produk akhir yang tidak dapat lagi digunakan menjadi bahan baku.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1) Otoritas Nasional merupakan bagian yang menyatu dengan kementerian yang mengurusi bidang perindustrian dan mempunyai fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 17 .
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Yang dimaksud dengan "sumber lain" adalah bantuan teknis berupa penguatan kapasitas laboratorium, pelatihan personal, dan bentuk penguatan kapasitas lainnya.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 .. .
PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4834
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
: 9 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008
PENGGOLONGAN BAHAN KIMIA
I. BAHAN KIMIA DAFTAR-1: CAS
A. BAHAN KIMIA BERACUN No. HS Number
1 0-Alkyl (<C 10 , termasuk cycloalkyl) alkyl ( Me, Et, n-Pr atau i-Pr)-phosphonofluoridates contoh: Sarin
: 0-Isopropyl 107-44-8
methylphosphonotluoridate Soman : 0-Pi_nacoly1
96-64-0 2931.00
methylphosphonofluoridate 2 0-Alkyl (<C 1 o, termasuk cycloalkyl) N,N-dialkyl
( Me, Et, n-Pr atau i-Pr) phosphoramidocyanidates
contoh: Tabun : 0-Ethyl N,N-dimethyl 77-81-6 2931.00
phosphoramidocyanidate
3 0-Alkyl (H atau <C i o, termasuk cycloalkyl) S-2- dialkyl
( Me, Et, n- Pr atau i-Pr)-aminoethyl alkyl ( Me, Et, n- Pr atau i-Pr) phosphonothiolates dan
yang berhubungan dengan garam teralkilasi Berta terprotonasinya.
contoh: VX : 0-Ethyl S-2- 50782-69-9 293190 diisopropylarninoethyl methyl
phosphonothiolate 4 Sulfur mustards:
2-Chloroethylchloromethylsulfide 2625-76-5 Mustard gas: Bis(2-chloroethyl)sulfide
505-60-2 Bis(2-chloroethylthio)methane
63869-13-6 Sesquimustard: 1,2-Bis(2-chloroethylthio)ethane
3563-36-8 1,3-Bis(2-chloroethylthio)-n-propane
63905-10-2 1,4-Bis(2-chloroethylthio)-n-butane
142868-93-7 1,5-Bis(2-chloroethylthio)-n-pentane
142868-94-8 Bis(2-chloroethylthiomethyl)ether
63918-90-1 0-Mustard: Bis(2-chloroethylthioethyl)ether
63918-89-8 2930.90
5 Lewisites .. .
PR ES IDE N REPUBLIK INDONESIA
5 Lewisites: Lewisite 1: 2-Chlorovinyldichloroarsine
541-25-3 Lev.isite 2: Bis(2-chlorovinyl)chloroarsine
40334-69-8 Lewisite 3: Tris(2-chlorovinyl)arsine
40334-70-1 2931.00 6 Nitrogen mustards:
HN 1: Bis(2-chloroethyl)ethylamine 538-07-8 2921.19 HN2: Bis(2-chloroethyl)methylamine
51-75-2 2921.19 HN3: Tris(2-chloroethyl)amine
555-77-1 2930.90 7 Saxitoxin
35523-89-8 3002.90 8 Ricin
9009-86-3 3002.90
CAS B. PREKURSOR: Number
No. HS
9 Alkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) 676-99-3 phosphonyldifluorides
contoh: DF: Methylphosphonyldifluoride
10 0-Alkyl (H atau <010, termasuk cycloalkyl) 0-2- dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr)-arninoethyl alkyl
(Me, Et, n- Pr atau i-Pr) phosphonites dan yang berhubungan dengan garam teralkilasi serta terprotonasinya.
contoh: QL: 0-Ethyl 0-2 diisopropylaminoethyl 57856-11-8 2931.00 rnethylphosphonite
11 Chlorosarin : 0-Isopropyl 1445-76-7 2931.00 methylphosphonochloridate
12 Chlorosoman 0-Pinacolyl 7040-57-5 2931.00 methylphosphonochloridate
II. BAHAN KIMIA DAFTAR-2 :
A. BAHAN KIMIA BERACUN : CAS No. HS Number
1 Amiton: 0,0-Diethyl S-[2-(diethylamino)ethyl) 78-53-5 2930.90 phosphorothiolate dan yang berhubungan dengan garam teralkilasi atau terprotonasinya.
2 1, 1,3,3,3-Pentaflu oro-2- (trifluoromethyl)- 1- 382-21-8 2903.30 propene
3 BZ : 3-Quinuclidinyl benzilate 6581-06-2 2933.90
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
CAS B. PREKURSOR :
No. HS Number
4 Bahan kimia, kecuali yang tersebut dalam Bahan Kimia Daftar 1, yang mengandung atom fosfor yang terikat pada rantai methyl, ethyl, atau propyl (kelompok normal atau iso) namun tidak terikat pada atom karbon.
contoh: Methylphosphonyl dichloride
676-97-1 Dimethyl methylphosphonate
756-79-6 Kecuali : Fonofos : 0-Ethyl S-phenyl
944-22-9 2931.00 Ethylphosphonothiolothionate
5 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) 2929.90 phosphoramidic dihalides
6 Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) N,N-dialkyl Me,
2929.00 Et, n-Pr atau i-Pr)-phosphoramidates
7 Arsenic trichloride 7784-34-1 2812.10 8 2,2-Diphenyl-2-hydroxyacetic acid
76-93-7 2918.19 9 Quinuclidin-3-ol
1619-34-7 2933.39 10 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) aminoethyl-
2921.19 2-chlorides dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya
11 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) 108-01-0 2922.19 aminoethane-2-ols dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya. Kecuali :
N,N- Dimethylaminoethanol dan yang 100-37-8 berhubungan dengan garam terprotonasinya
N,N- Diethylaminoethanol dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya
a N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) 2930.90 minoethane-2-thiols dan yang berhubungan
dengan garam terprotonasinya 13 Thiodiglycol : Bis(2-hydroxyethyl)sulfide
111-48-8 2930.90 14 Pinacolyl alcohol: 3,3-Dimethylbutan-2-ol
464-07-3 2903.14
III. BAHAN KIMIA DAFTAR 3 : . . .
PRESIDE N C-LELJK
DONIESUI,
III. BAHAN KIMIA DAFTAR 3 :
A. CAS BAHAN KIMIA BERACUN :
No. HS Number
1 Phosgene: Carbonyl dichloride 75-44-5 2812.10 2 Cyanogen chloride
506-77-4 2851.00 3 Hydrogen cyanide
74-90-8 2811.19 4 Chloropicrin: Trichloronitromethane
76-06-2 2904.90
B. PREKURSOR : CAS No. HS Number
5 Phosphorus oxychloride 10025-87-3 2812.10 6 Phosphorus trichloride
7719-12-2 2812.10 7 Phosphorus pentachloride
1 0026-13-8 2812.10 8 Trimethyl phosphite
121-45-9 2920.90 9 Triethyl phosphite
1 22-52-1 2920.90
10 Dimethyl phosphite 868-85-9 2921.19
11 Diethyl phosphite 762-04-9 2920.90
12 Sulfur monochloride 10025-67-9 2812.10
13 Sulfur dichloride 1 0545-99-0 2812.10
14 Thionyl chloride 7719-09-7 2812.10
15 Ethyldiethanolamine 139-87-7 2922.19
16 Methyldiethanolamine 105-59-9 2922.19
17 Triethanolamine 102-71-6 2922.13
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala r-o_Peraturan Perundang-undangan
B ic
40:clan Kesejahteraan Rakyat,
IN
u Setiawan
-i-r0;•V
SALINAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG
10 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA S
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
10 I\.1enimbang : a. bahwa dengan adanya perubahan status kelembagaan Badan
10 Meteorologi dan Geofisika yang semula berada di bawah unit
10 struktural Departemen Perhubungan menjadi Lembaga
Pemerintah Non Departemen dan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
)0 Badan Meteorologi dan Geofisika, perlu mengatur kembali jenis
9 dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
0 berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika;
0 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
0 huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu
9 menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas
9 Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan
3 Meteorologi dan Geofisika;
Mcngingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760);
- I N.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA.
Pasal 1
(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika meliputi penerimaan dari :
a. Jasa Informasi Cuaca untuk Penerbangan;
b. Jasa Informasi Cuaca Kelautan;
c. Jasa Informasi Klimatologi;
d. Jasa Informasi Kualitas Udara;
e. Jasa Informasi Geofisika;
f. Jasa Kalibrasi Alat Meteorologi dan Geofisika; dan
g. Jasa Pendidikan dan Pelatihan. (2) Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 2
Besarnya tarif Pelayanan Jasa Informasi Cuaca untuk Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a ditetapkan 4% (empat persen) dan tarif Pelayanan
Jasa Penerbangan. (2) Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari:
a. Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan yang diselenggarakan
oleh Departemen Perhubungan; dan
b. Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan yang diselenggarakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II.
Pasal 3
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) mempunyai tarif dalam bentuk satuan
rupiah dan persentase. Pasal 4 .
PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 4
(1) Tarif atas jenis pelayanan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini tidal( termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan akomodasi.
(2) Jenis pelayanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Jasa Informasi Klimatologi berupa Ana lisis Iklim;
b. Jasa Kalibrasi Alat Meteorologi dan Geofisika; dan
c. Jasa Pendidikan dan Pelatihan berupa Pelayanan Diklat Teknis Fungsional Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika.
(3) Biaya konsumsi, transportasi dan akomodasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada Wajib Bayar.
Pasal 5
(1) Terhadap kegiatan tertentu, Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penerimaan Badan Meteorologi dan
Geofisika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dapat dikenakan tarif sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah).
(2) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. kegiatan
kewajiban/komitmen internasional;
yang
merupakan
b. kegiatan penanggulangan bencana;
c. kegiatan pelayanan umum yang disebarluaskan melalui media massa;
d. kegiatan sosial;
e. kegiatan keagamaan;
f. kegiatan pertahanan dan keamanan;
g. kegiatan pendidikan dan penelitian non komersial; dan
h. kegiatan .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
h. kegiatan pemerintahan baik daerah maupun pusat atas
kerjasarna dengan Badan Meteorologi dan Geofisika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengenaan tarif terhadap kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 6
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3940) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 4510) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO D:unclangkan di Jakarta
1 ).1(1:1 tAnggal 10 Maret 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI NIANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd ANDI NIATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 46
Salinan sesuai dengan aslinya K1-3-.71APIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
rit14 Biro P craturan Perundang-undangan k r
-...._ 0N ekonomian dan Industri,
ARJONO
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
UMUM Srllubungan dengan adanya perubahan status kelembagaan Badan
Metrorotogi dan Geofisika yang semula berada dibawah unit struktural DcpArtcrilen Perhubungan menjadi suatu Lembaga Pemerintah Non
Dep.irtemen. Selain itu adanya penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan
( cofisika sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan Prraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan, diperlukan pengaturan kembali jenis dan tarif atas jenis Pcnerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan
Geofisika. Hal 1111 sejalan dengan upaya mengoptimalkan Fmerimaan Negara Bukan
guna menunjang pembangunan nasional, sebagai salah satu cumber penerimaan negara yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan peldyanan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka memenuhi ketentuan Unciang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pa j ak, perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika dengan Peraturan Pemerintah,
II. PASAL DEMI PASAL .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Pengertian Kas Negara adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 7
Cukup jelas. Pasal 8
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4831
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK NDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TANGGAL 10 MARET 2008 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
----
JIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
SATUAN
TARIF
JASA INFORMASI CUACA UNTUK
4% dari Tarif I'ENERBANGAN
Per Rute Unit
Pelavanan Jasa Penerbangan
JASA INFORMASI CUACA KELAUTAN
Per Permintaan
Rp 75.000,00
JASA INFORMASI KLIMATOLOGI
A. Iiica
1. Intensitas Hujan Maksimun
Per Stasiun/
Rp 30.000,00
Periode/Tahun
2. Curah Hujan Harian Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
3. Curah Hujan Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 15.000,00
4. Curah Hujan Maksimum 24 jam, Bulanan
Per Stasiun/Tahun Rp 30.000,00
5. Hari Hujan Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
6. Unsur Iklim Bulanan :
a. Suhu Maksimum Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00
b. Suhu Minimum Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00
c. Suhu Rata-Rata Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00
d. Tekanan Udara Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00
e. Kelembaban Nisbi Udara/ Relative Humidity (RH) P
Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00
f.
I enyinaran Matahari Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00
g. ntensitas Radiasi Matahari Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00
h. Arab dan Kecepatan Angin Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00
i. P enguapan Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00 J• Curah Hujan
Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00
7. Unsur Iklim Harian :
a. Suhu Maksimum Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
c b. Suhu Minimum Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 • Suhu Rata-Rata
Te
d. 50.000,00 kanan Udara
Per Stasiun/Tahun Rp
Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
PRESIDE N 1-",' EPLJBLik INDONESIA
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
SATUAN
TARIF
e. Kelembaban Nisbi Udara/ Relative Humidity (RH)
Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
f. Penyinaran Matahari Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
g. Intensitas Radiasi Matahari Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00
h. Arah dan Kecepatan Angin Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00