PEMBUATAN KOMPOSIT CARBON NANOTUBES CNT

PEMBUATAN KOMPOSIT CARBON NANOTUBES (CNT) DIKOMBINASI DENGAN
KARBON AKTIF SEBAGAI ELEKTRODA FLOW-THROUGH CAPASITOR (FTC)
UNTUK APLIKASI DESALINASI AIR PAYAU
Agus Subagio, Ngurah Ayu Ketut U, Sulistiya
Jurusan Fisika FMIPA UNDIP, Semarang
Abstract
The research about optimization of composite manufacture activated carbon electrodes
combined with carbon nanotubes (CNT) has been done with application in desalination for brackish
water by flow-through capasitor (FTC) method.
FTC method is one of desalination method which performed by flowing saline solution
through the gap between the electrodes based on the principle of chip (flat) parallel capacitor.
Electrodes made with at least 20% binder addition and obtained by hot-pressing under pressure 20
Mpa, temperature 180 0C for 30 minutes.
The results showed that the most effective combination of electrodes in separate salt is
electroda with 10% CNT addition. The test of desalination prototype with 7 pairs of activated carbon
electrodes with 10% CNT addition for 60 minutes can separate salt compound from salt solution 0.03
M (1785 mg /L) for 52%.
Keywords: Carbon nanotubes, activated carbon, electrode, desalination
Intisari
Telah dilakukan penelitian tentang optimasi pembuatan komposit elektroda karbon aktif yang
dikombinasi dengan carbon nanotube (CNT) untuk aplikasi desalinasi air payau pada metode flowthrough capasitor (FTC).

Metode FTC merupakan salah satu metode desalinasi yang dilakukan dengan mengalirkan larutan
garam melewati celah di antara elektroda berdasarkan prinsip kapasitor keping sejajar . Elektroda dibuat

dengan penambahan paling sedikit 20% pengikat dan dicetak menggunakan alat hot-pressing pada
tekanan 20 Mpa, temperatur 180 0C selama 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi elektroda paling efektif dalam memisahkan
garam adalah pada elektroda dengan penambahan 10% CNT. Pengujian prototipe desalinasi dengan 7
pasang elektroda karbon aktif dengan penambahan 10% CNT selama 60 menit dapat memisahkan
senyawa garam dari larutan garam 0,03 M (1785 mg/L) sebesar 52 %.

Kata kunci : Carbon nanotubes, karbon aktif, elektroda, desalinasi
PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu komponen
penting kebutuhan hidup bagi manusia di dunia
ini. Sebagian besar kebutuhan air tercukupi oleh
sumber air tanah, baik pengambilan air tanah
dangkal dengan digali maupun pengambilan air
tanah dalam dengan sumur pompa. Seiring
dengan bertambahnya kegiatan manusia maka
penggunaan air baik untuk air konsumsi, industri

maupun komersial juga akan meningkat. Sebagai
akibatnya terjadi pengambilan air tanah yang
berlebihan
tanpa
memperhitungkan
keseimbangan
terhadap
kelangsungan
keberadaannya.
Dampak
langsung
yang
ditimbulkan adalah terjadinya penurunan muka
air tanah. Penurunan muka air tanah ini akan
menyebabkan masuknya air laut ke daratan yang

disebut dengan intrusi. Fenomena alam ini
menyebabkan air tanah di pesisir menjadi payau
dan tidak dapat digunakan sebagai sumber air
tawar/bersih (terutama untuk air minum)

sebagaimana mestinya. Oleh karea itu harus
dilakukan proses pemisahan garam yang dikenal
dengan sistem desalinasi (Paripurno, 2000).
Teknologi desalinasi yang sudah
digunakan diantaranya multi-stage, multiple
effect
desalination,
vapor
compression
distillation, dan reverse osmosis. Namun hanya
satu persen penduduk di dunia ini yang
menggunakan teknologi desalinasi tersebut. Hal
ini dikarenakan adanya masalah pada perawatan
yang sulit, pengoperasian yang rumit, dan energi
yang digunakan untuk pengoperasian tinggi,

serta biaya yang relatif mahal berkaitan dengan
penyediaan membran (Dermentzis et al, 2003).
Flow
through

capasitor
(FTC)
merupakan salah satu metode desalinasi yang
dilakukan dengan mengalirkan air garam
melewati celah diantara elektroda berdasarkan
prinsip kapasitor. FTC bekerja dengan
penyerapan ion secara elektrostatis pada sebuah
permukaan elektroda bermuatan (gambar 1a).
Ketika elektroda sudah jenuh maka perlu
dilakukan
proses
regenerasi
untuk
mengembalikan kinerja elektroda. Proses
regenerasi dilakukan dengan membalik polaritas
elektroda (gambar 1b). Salah satu material yang
baik untuk digunakan sebagai elektroda FTC
adalah karbon aktif. Karbon aktif bersifat
konduktif, porositasnya tinggi, dan memiliki sifat
penyerapan yang baik serta harganya terjangkau.

Akan tetapi karbon aktif sebagai elektroda juga
memiliki banyak kelemahan, diantaranya
resistivitasnya tinggi, energi yang dikonsumsi
tinggi, dan stabilitasnya rendah (Mendez and
Gasco, 2005).

perlu dilakukan penggabungan karbon aktif dan
CNT untuk mendapatkan elektroda yang baik
(Zhang et al, 2006).
METODE PENELITIAN
Elektroda
Pembuatan lempeng elektroda dilakukan dengan
mencampurkan karbon aktif yang sudah
diaktivasi dan carbon nanotubes (CNT) pada
perbandingan 100:0, 90:10, 85:15, 80:20, dan
0:100 serta dengan menambahkan 20% pengikat
(Phenolic resin dan urotropin) dan dicetak
menggunakan alat pressing pada tekanan 20
MPa, temperatur 180 0C selama 30 menit.
Selanjutnya

elektroda
dikarakterisasi
menggunakan SEM dan diuji penurunan kadar
garamnya.
Pengujian Prototipe Desalinasi
Pengujian prototipe desalinasi dilakukan
dengan mengalirkan larutan garam melewati
elektroda pada prototipe yang deberi beda
potensial. Kemudian mencatat hasil penurunan
konsentrasi larutan garam sebelum dan sesudah
melewati elektroda.
HASIL DAN PEMBAHASAN

(a)

(b)

Gambar 1 (a) Proses penyerapan dan (b) proses
regenerasi ion-ion Na+ dan Cl- pada elektroda (Zhang
et al, 2006).


Carbon nanotubes (CNT) merupakan
material baru memiliki kelebihan untuk dibuat
elektroda, di antaranya resistivitas rendah,
konduktivitasnya tinggi, dan kestabilan yang
tinggi. CNT juga memiliki kekurangan yaitu
biaya produksi yang tinggi dan luas permukaan
serapnya rendah bila dibandingkan dengan
karbon aktif. Penggunaan CNT 100% untuk
dibuat elektroda juga kurang efektif karena butuh
biaya yang mahal untuk memproduksinya
(Anggraeni, 2006). Elektroda yang baik memiliki
sifat konduktif, resistivitas rendah, porositasnya
tinggi, daya serap tinggi, kestabilan yang tinggi,
serta biaya produksinya rendah. Dari kelebihan
sifat CNT diharapkan dapat meningkatkan unjuk
kerja karbon aktif jika dibuat elektroda, maka

Pengaruh Penambahan Pengikat
Penambahan pengikat akan menaikkan hambatan

elektroda, hal ini dikarenakan pengikat (phenolic
resin dan urotropin) bersifat isolatif yang akan
menurunkan konduktivitas karbon aktif dan
CNT. Selain itu penambahan pengikat juga dapat
menutup pori dari karbon aktif dan CNT
sehingga mengakibatkan luas permukaan serap
semakin kecil. Oleh karena itu harus dilakukan
proses yang lebih lanjut untuk meningkatkan
performa elektroda. Proses tersebut adalah
karbonisasi yang bertujuan untuk meningkatkan
luas permukaan dan memperkecil hambatan
elektroda (Zhang et al, 2006). Tabel 1
menunjukkan
parameter
elektroda
pada
penambahan pengikat. Dapat kita lihat bahwa
komposit elektroda dapat dibuat dengan hotpressing dengan menambahkan pengikat paling
sedikit 20 %. Pada penambahan pengikat 10%,
komposit elektroda sangat rapuh dan tidak

terbentuk lempengan, hal ini dikarenakan
pengikat belum cukup untuk mengikat karbon
menjadi
lempengan
komposit
elektroda.
Sedangkan pada penambahan pengikat 40%,
komposit elektroda sangat keras dan menempel
pada dinding cetakan, akibatnya elektroda sangat

sulit diambil dari cetakan dan pecah saat
pengambilan. Peda penambahan pengikat 20%,
25%, dan 30 %, lempeng elektroda terbentuk
dengan baik, pengikat 20% merupakan lempeng
elektroda yang paling baik karena mempinyai
hambatan paling kecil.
Tabel
1 Pengaruh penambahan pengikat pada
elektroda


Sampel
10%
pengikat
20%
pengikat
25%
pengikat
30%
pengikat
40%
pengikat

Hasil Cetakan
tidak
terbentuk

R(Ω)

terbentuk


32,5

terbentuk

45,2

terbentuk

57,5

menempel
pada cetakan

352

-

Pengaruh Penambahan CNT
Pada tabel 2 resistansi elektroda berkurang
terhadap penambahan CNT. Penambahan CNT
bertujuan untuk meningkatkan konduktivitas dan
mengurangi resistivitas pada karbon aktif.
Tabung-tabung CNT yang kecil dan memanjang
akan menyusup dan menjadi jembatan pada
makroporos dan mesoporos karbon aktif,
sehingga akan meningkatkan konduktivitas dan
mengurangi resistivitas komposit elektroda. Dari
gambar 2 memperlihatkan bahwa penambahan
CNT akan mengurangi mesoporos dan
makroporos pada karbon aktif. Elektroda tanpa
penambahan CNT masih banyak pori-pori
karbon yang berukuran mesoporos dan
makroporos. Elektroda dengan penambahan CNT
akan mengurangi poros-poros karbon yang
berukuran besar. Tabung-tabung CNT menyusup
ke dalam pori-pori karbon aktif dan menjadi
jembatan penghubung mesoporos maupun
makroporos karbon aktif yang berukuran lebih
besar, sehingga pori-pori yang berukuran besar
akan berkurang yang mengakibatkan luas
permukaan serap meningkat. Akan tetapi jika
terlalu banyak CNT, luas permukaan serap akan
menurun, hal ini terjadi karena luas permukaan
serap CNT lebih kecil bila dibandingkan dengan
karbon aktif (Zhang et al, 2006).
Tabel 2 Pengaruh penambahan CNT pada komposit
elektroda
Komposit (%)
R(Ω)
0% CNT
3125

10% CNT
20% CNT
100% CNT

35,4
25,1
4,0

Tabel 3 Resistansi elektroda sebelum dan sesudah
diaktivasi
R sebelum
R sesudah
Komposit (%)
aktivasi
aktivasi
(Ω)
(Ω)
0% CNT
3125
275
10% CNT

35,4

10,2

(a)

(b)
Gambar 2 Citra SEM (a) Komposit elektroda tanpa
penambahan CNT (b) komposit elektroda dengan
penambahan CNT 10%

Pengaruh Aktivasi Karbon Aktif
Proses aktivasi karbon aktif bertujuan
untuk meningkatkan sifat konduktivitas dan
mengurangi resistansinya. Pada tabel 3 resistansi
berkurang jika karbon aktif yang digunakan
diaktivasi terlebih dahulu. Selain itu proses
aktivasi juga dapat memecah butiran karbon aktif
menjadi lebih kecil. Karbon aktif yang
menggumpal akan memecah pada temperatur di
atas 800 0C. Gumpalan karbon aktif biasanya
disebabkan adanya senyawa organik yang
melekat pada butiran karbon aktif. Senyawa
organik akan larut pada temperatur di atas 800
0
C, akibatnya karbon aktif yang menggumpal
akan memecah menjadi butiran yang lebih kecil
(Hendra dan Pari, 1999). Dari pengukuran PSA
(Particle Size Analizer), diameter rata-rata
butiran karbon aktif sebelum diaktivasi adalah

15.646,2 nm, sedangkan setelah diaktivasi
diameter rata-ratanya menjadi
4.776,4 nm.
Selain memecah karbon aktif yang berukuran
besar, proses aktivasi juga dapat membuka poripori karbon aktif yang tertutup senyawa organik.
Dengan ukuran butir dan pori-pori yang lebih
kecil maka jarak antar butir menjadi lebih dekat,
akibatnya daya hantar listriknya meningkat.
Pengujian Elektroda
Pada gambar 5, penurunan kadar garam
tertinggi terjadi pada pemberian tegangan 3 volt,
akan tetapi pada pemberian tegangan 3 volt ini
mulai muncul gelembung-gelembung yang
berbau menyengat di sekitar elektroda.
Deionisasi kapasitor terjadi pada tegangan 1,2 –
1,7 volt. Jika tegangan yang diberikan melebihi
lebih dari 1,7 volt, maka akan mulai terjadi
elektrolisis pada elektroda. Senyawa air terurai
menjadi ion H+ dan OH-, terjadi reaksi antara
senyawa garam dengan air membentuk natrium
hidroksida (NaOH) dan gas klorin (Cl2) yang
berbau menyengat (Dermentzis et al, 2009).
Hasilnya pemberian tegangan paling baik adalah
pada tegangan 1,5 volt.
Proses penyerapan senyawa garam pada
elektroda ditunjukkan pada gambar 5.
Penanyerapan paling tinggi terjadi pada elektroda
dengan penambahan CNT 10%, sedangkan
paling rendah terjadi pada elektroda dengan
penambahan elektroda 15%. Penambahan CNT
akan menurunkan resistivitas elektroda, akan
tetapi jika terlalu banyak CNT porositas karbon
aktif akan menurun, sehingga daya serap
elektroda berkurang. Hasilnya bahwa pada
komposit elektroda dengan penambahan CNT
10% mempunyai penyerapan paling baik.

Gambar 4 Grafik penurunan kadar garam
terhadap waktu pemberian tegangan pada
berbagai variasi tegangan

Gambar 5 Grafik penurunan kadar garam
terhadap waktu pemberian tegangan pada
variasi komposisi elektroda

Pengujian Prototipe Desalinasi
Gambar 6 menunjukkan laju penurunan
konsentrasi larutan garam setelah melewati
elektroda. Konsentrasi larutan menurun seiring
bertambahnya waktu. Grafik laju penurunan
konsentrasi
larutan
garam
berbentuk
eksponensial. Hasilnya pada pengujian prototipe
desalinasi dengan 7 pasang elektroda selama 60
menit dapat memisahkan senyawa garam dari
larutan garam 0,03 M (1785 mg/L) sebesar 52%.
Laju penurunan konduktivitas larautan
selama proses removal ditunjukkan pada gambar
9. Konduktivitas larutan garam menurun seiring
penambahan waktu. Proses removal akan
mengurangi ion-ion garam dalam larutan garam,
akibatnya daya hantar listrik larutan menjadi
berkurang. Besarnya penurunan kadar garam
dalam larutan garam sebanding dengan
konduktivitas larutan garam tersebut (Dermentzis
et al, 2009).

Gambar 6 Grafik penurunan kadar garam
terhadap waktu pemberian tegangan pada
prototipe desalinasi

Oleh karena itu kemampuan elektroda untuk
memisahkan senyawa garam menjadi berkurang.

Gambar 7 Grafik konduktivitas larutan garam
selama proses removal

Proses Regenerasi
Proses regenerasi bertujuan untuk
mengembalikan elektroda agar bisa berfungsi
lagi untuk menguraikan dan menyerap senyawa
garam. Proses regenerasi dilakukan dengan
membalik polaritas elektroda. Larutan yang
digunakan adalah air tawar. Ion-ion garam dalam
elektroda akan terlepas dan kemudian larut
bersama air tawar. Hasilnya air tawar setelah
melewati elektroda menjadi lebih jenuh.

Gambar 8 Grafik laju konsentrasi larutan
selama proses regenerasi

Gambar 8 menunjukkan laju kenaikan
konsentrasi larutan selama proses regenerasi.
Konsentrasi larutan naik seiring bertambahnya
waktu. Larutan yang mula-mula air tawar
berubauh menjadi larutan garam. Pada saat
proses regenerasi ion-ion garam di elektroda
akan terlepas karena adanya pemberian potensial
yang sama. Terjadi gaya tolak-menolak antara
elektroda dengan ion-ion garam, akibatnya ionion garam akan terlepas dari elektroda dan larut
bersama laju aliran air tawar. Air tawar menjadi
lebih jenuh dan berubah menjadi larutan garam.
Namun, tidak semua ion-ion garam larut bersama
air tawar melainkan ada sebagian ion yang
tertarik pada elektroda yang berlawanan muatan.

Gambar 9 Grafik konduktivitas larutan
selama proses regenerasi

Kenaikan konduktivitas larautan selama
proses regenerasi ditunjukkan pada gambar 9.
Konduktivitas larutan naik seiring bertambahnya
waktu. Semakin jenuh larutan garam maka
konduktivitasnya akan semakin meningkat. Ionion garam yang terlepas dari elektroda akan
meningkatkan daya hantar listrik larutan.
Akibatnya larutan menjadi semakin besar nilai
konduktivitasnya.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa komposit elektroda paling baik dibuat
dengan penambahan 20% pengikat. Kombinasi
elektroda yang paling efektif dalam memisahkan
garam dari larutan garam adalah pada elektroda
dengan penambahan 10% CNT. Hasil pengujian
prototipe desalinasi dengan 7 pasang elektroda
selama 60 menit dapat memisahkan senyawa
garam dari larutan garam 0,03 M (1785 mg/L)
sebesar 52 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, K, 2006, “Perangkat
Berbasis Carbon Nanotube”

Memori

Dermentzis,
K,
D.
Papadopoulou, A.
Christoforidis, and A. Dermantzsis., 2009, “A
New
Process
Desalination
and
Electrodeionization of Water by Means of
Electrostatic Shielding Zones-Ionic Current
sinks”, Journal of Engineering Science and
Technoligy Review 2(1) (2009) 33-34.

Hendra, D. J. dan Pari, G., 1999, “Pembuatan
Arang aktif dari Tandang Kosong Kelapa Sawit”,
Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.
Mendez A., Gasco G., 2005, “Optimization of
Water Desalination Using Carbon-Based
Absorbents”, Desalination 183, 249-255.
Paripurno, E. T., 2000, “Berbagai Potensi
Bencana Alam Indonesia;Modul Manajemen
Bencana Seputar Beberapa Bencana di
Indonesia”.
Zhang, D., Shi L., Fang J., Dai K., 2006,
“Removal of NaCl from Saltwater Solution using
Carbon Nanotubes/Activated Carbon Composite
Electrode”, Materials Letters 60, 360-363.
Zhang, D., Shi L., Fang J., Dai K. Liu J., 2006,
“Influence of Carbonization of Hot-Pressed
Carbon Nanotubes Electrodes on Removal of
NaCl from Saltwater Solution”,
Materials
Chemistry and Physics 96, 140-144.