S konsep pengembangan pariwisata borobudur

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian ODTW
Dalam pemanfaatan potensi budaya untuk kegiatan pariwisata, para
pengembang perlu memiliki wawasan tentang kepariwisataan. Oleh karena itu
perlu dibahas tentang filosofi dan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan suatu objek wisata. Objek dan daya tarik wisata adalah
segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata (BAPPENAS) Objek Daya Tarik
Wisata dibagi menjadi beberapa kelompok;
1. Obyek dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus
2. Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam
3. Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya
Objek wisata atau dengan istilah "tourist attraction” yaitu segala sesuatu
yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Halhal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan
wisata, diantaranya ialah :
1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang dalam
istilah Natural Amenities. Yang termasuk dalam kelompok ini iklim, flora
dan fauna, bentukan lahan yang unik.
2. Hasil ciptaan manusia (man-made) yaitu benda-benda yang bersejarah,
kebudayaan dan keagamaan, misalnya museum, art gallery, perpustakaan,

kesenian rakyat, handi craft, rumah-rumah beribadah, seperti mesjid,

6

7

gereja, kuil atau candi maupun pura, acara tradisional, pameran, festival,
upacara perkawinan, monumen bersejarah, dan sisa peradaban masa
lampau.

B. Heritage dan Kaitannya dengan Arsitektur kota
Kota (City) secara geografis sering dibedakan dengan istilah perkotaan
(urban) demikian pula urban tourism dengan city tour. Kota lebih mengacu
kepada yuridis formal dengan batas administratif dan kekuasaan yang jelas,
misalnya kota Bandung, kota Yogyakarta, dan seterusnya. Sedangkan perkotaan
lebih menekankan gaya hidup masyarakatnya, yang diidentifikasi oleh kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya.
Menurut Mappi, A. (2001) Suatu kota bila dilihat dari kacamata pariwisata
dapat berfungsi sebagai
1. Pusat atraksi wisata

2. Sumber wisatawan
3. Pintu gerbang daerah wisata
4. Daerah transit/sirkuit/basecamp pariwisata
5. Pusat pelayanan pariwisata
Kota terus berkembang seiring berjalannya waktu. Banyak bangunanbangunan baru bermunculan untuk menunjang kegiatan di dalam perkotaan.
Namun, perkembangan kota yang terlalu pesat menyebabkan tidak terkontrolnya
pertumbuhan bangunan – bangunan baru. Berbagai gaya arsitektural muncul
dalam kota sebagai bentuk nyata perkembangan kota yang tidak mau kalah

8

dengan kota-kota lain disekitarnya dan sebagai bentuk modernisasi kota itu.
Perkembangan kota yang seperti itu menyebabkan kecemasan karena bangunanbangunan lama yang memiliki nilai sejarah atau yang menjadi ciri khas suatu kota
bisa hilang karena adanya bangunan baru dengan keseragaman dan globalisasi
dalam desain yang pada akhirnya merusak karakter lingkungan kota itu.
Untuk mencegah hilangnya bangunan-bangunan dengan nilai sejarah tinggi
pada sebuah kota, para perancang kota mulai bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah untuk mempertahankan dan melestarikan “kota lama” yang dimiliki pada
kota tersebut. Dengan bantuan Pemerintah Daerah maka “kota lama” itu dijadikan
“heritage area”, yang diharapkan dapat diperhatikan dengan lebih sehingga pada

akhirnya memiliki nilai lebih pula. Dengan adanya “heritage area” ini maka
karakter kota tidak akan pudar walaupun perkembangan kota “keluar” dari
konteks karakter kota yang sesungguhnya. Kawasan kota lama akan tetap hidup
dan memiliki nilai historis tersendiri bahkan mampu dijadikan sebagai “pribadi
sesungguhnya” dari sebuah kota.
Bangunan-bangunan

yang termasuk

dalam heritage

kadang kala

mengalami kerusakan akibat termakan usia atau kurangnya perawatan yang
dilakukan. Kerusakan sedikit saja pada bangunan tentu mengurangi nilai historis
pada bangunan itu. Karena itu perlu adanya perbaikan pada bagian – bagian yang
rusak

sehingga


kesan

historis

bangunan

dapat

utuh

kembali.

Sebuah piagam bernama Charter for the Conservation of Places of Cultural
Significance (Burra Charter) dari Australia melandasi bentuk-bentuk perbaikan

9

bangunan dengan nilai historis. Batasan-batasan istilah tentang pengerian
pelestarian bangunan adalah sebagai berikut :
a. Konservasi, adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna

budayanya tetap terpelihara. Ini meliputi pemeliharaan dan sesuai dengan keadaan
yang meliputi Preservasi, Restorasi, Rekonstruksi dan Adaptasi.
b. Pemeliharaan adalah perawatan yang terus menerus dari bangunan , makna dan
penataan suatu tenmpat dan harus dibedakan dari perbaikan. Perbaikan mencakup
restorasi dan rekonstruksi dan harus dilaksanakan sesuai dengannya.
c. Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan ) yang telah dibangun disuatu
tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran.
d. Restorasi adalah mengembalikan yang telah dibangun di suatu tempat ke
kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau
membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan
baru.
e. Rekonstruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan
kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan
baru.
f. Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat
digabungkan.

10

C. Kriteria Benda Cagar Budaya

Menurut snyder dan Catanese dalam Budiharjo (1997) terdapat 6 tolak
ukur sebagai berikut :
1. Kelangkaan (karya yang sangat langka, tidak dimiliki oleh orang lain)
2. Kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah yang penting)
3. Estetika (memiliki keindahan bentuk struktur, atau ornamen)
4. Superlativitas (tertua, tertinggi, terpanjang)
5. Kejamakan (karya yang tipikal, mewakili suatu jenis atau ragam
bangunan tertentu
6. Kualitas pengaruh (keberadaanya akan meningkatkan citra lingkungan
sekitarnya.
Selain keenam tolak ukur tersebut, Kerr (1983) menambahkan lagi tiga
tolak ukur lain yang berkaitan dengan :
1. Nilai Sosial (memiliki makna bagi banyak masyarakat),
2. Nilai komersial (berpeluang untuk dimanfaatkan bagi kegiatan
ekonomis),
3. Nilai ilmiah (berperan dalam bidang pendidikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1992 Tentang
Benda Cagar Budaya Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Benda cagar budaya adalah :

a. benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang

11

berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili
masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2. Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda
cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi
pengamanannya.
Undang-Undang Republik Indonesia no.5 tahun 1992 tentang Benda juga
menjelaskan Cagar Budaya dapat dikelompokan berdasarkan :
1. Nilai Sejarah , hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa atau sejarah politik
(perjuangan), sejarah ilmu pengetahuan, sejarah budaya termasuk di
dalamnya sejarah kawasan maupun bangunan (yang lekat dengan hati
masyarakatnya), tokoh penting baik pada tingkat lokal (Bandung atau

Jawa barat), nasional (Indonesia) maupun internasional.
2. Nilai Arsitektur , berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi elemenelemen dalam tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil dari periode
gaya tertentu) serta keteknikan. Termasuk di dalam nilai arsitektur adalah
fasad, layout dan bentuk bangunan, warna serta ornamen yang dimiliki
oleh bangunan. Juga berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
atau menunjang ilmu pengetahuan, misalnya, bangunan yang dibangun
dengan teknologi tertentu atau teknologi baru (termasuk di dalamnya

12

penggunaan konstruksi dan material khusus). Bangunan yang merupakan
perkembangan tipologi tertentu.
3. Nilai ilmu pengetahuan, mencakup bangunan-bangunan yang memiliki
peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya ITB, UPI,
Museum Geologi.
4. Nilai sosial budaya (collective memory), berkaitan dengan hubungan
antara masyarakat dengan lokasinya yang memiliki kekhasan dan
keunikan yang berkaitan dengan nilai sosial budaya masyarakat setempat.
5. Umur, berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya.
Umur yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua

bangunan, semakin tinggi nilai sejarahnya.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, kawasan dan bangunan cagar
budaya diklasifikasikan dalam beberapa kelas, yaitu kelas A (Utama), kelas B
(Madya), dan kelas C (Pratama). Kelas A (Utama) yaitu bangunan cagar budaya
yang memenuhi 4 (empat) kriteria, kelas B (Madya) yaitu bangunan cagar budaya
yang memenuhi 3 (tiga) kriteria dan kelas C (Pratama) yaitu bangunan cagar
budaya yang memenuhi 2 (dua) kriteria. Kawasan dan bangunan cagar budaya ini
digambarkan dalam peta kota dengan batas-batas yang jelas, dimana batas
kawasan inti dan dimana batas kawasan pendukung misalnya. Posisi bangunan
pun diterakan pada peta, terutama bangunan dengan kelas A (Utama).
Penggolongan ini diperlukan untuk menentukan tindakan yang dapat
dilakukan ketika muncul kebutuhan untuk mengembangkan kawasan atau
bangunan konservasi dalam memenuhi kebutuhan masa kini. Prinsip-prinsip

13

pemugaran disini meliputi keaslian bentuk, penggunaan bahan, penyajian dan tata
letak dengan memperhatikan nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Upaya yang dilakukan hendaknya menggunakan prinsip sebanyak mungkin
mempertahankan keaslian dan sesedikit mungkin melakukan perubahan.

Perlu dipahami bahwa kegiatan pelestarian tidak dimaksudkan untuk
menghambat perkembangan pembangunan seperti diperkirakan oleh kebanyakan
orang, melainkan dilakukan untuk dapat menyeimbangkan perkembangan kota,
dimana kebutuhan pembangunan baru harus tetap berjalan, dengan menghormati
keberadaan bangunan cagar budaya. Disini dibutuhkan upaya pengendalian
kawasan maupun bangunan cagar budaya agar sesuai dengan rencana kota, dan
sebaliknya rencana kota pun harus menunjang pelestarian kawasan maupun
bangunan cagar budaya. Jadi pembangunan baru dan pelestarian dapat berjalan
bersama-sama dalam keadaan saling menghormati.

D. Cultural Heritage
Kebudayaan adalah segala sesuatu hasil rekayasa manusia melalui
kemampuan cipta, rasa, karsa, dan karya manusia itu sendiri. Dari keteraturan
dalam kehidupan suatu masyarakat hanya dimungkinkan karena adanya sistem
tradisi dan kebudayaan itu sendiri. Dalam hal ini, Chambers, E. (1985) dalam
bukunya Applied Anthopology, mengatakan “ Culture is not what people do, but
the ideas and standards which guide their behavior “ Budaya sendiri merupakan
seluruh aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan manusia. Dimana budaya telah

14


mewariskan banyak hal, dari bahasa, adat istiadat, nilai-nilai, keterampilan,
sejarah lisan, hingga monumen dan objek yang bernilai historis.
Heritage dikenal sebagai warisan budaya karena kata heritage lebih
dikenal dengan peninggalan-peninggalan warisan budaya pada zaman dahulu.
Warisan budaya. cultural heritage is the Legacy of physical artifacts and
intangible attributes of a group or society that are inherited from the past
generations, maintained in the present and bestowed for the benefit of future
generations (wikipedia).
Sedangkan menurut Hall & McArthur (1996:5) dalam bukunya heritage
management memberikan definisi sebagai berikut : “The things or value which
are inherited, heritage is a network of interrelated elements – tangible and
intangible, natural and cultural (human), personal and collective”. Warisan
budaya dapat berupa kebendaan (tangible) seperti monumen, arsitektur bangunan,
tempat peribadatan, peralatan, kerajinan tangan dan kebendaan (intangible) berupa
berbagai atribut kelompok atau masyarakat, seperti cara hidup, folklore, norma
dan tata nilai.
Berdasarkan definisi-definisi diatas heritage merupakan suatu bentuk fisik
atau berupa nilai-nilai yang merupakan warisan dari masa lampau. Heritage juga
merupakan suatu jaringan yang saling berhubungan antara elemen-elemen alam
maupun budaya (manusia) dan sesuatu yang berlaku pada satu individu maupun
berlaku pada suatu kelompok individu. Selain itu Hall & McArthur dalam
bukunya heritage management mengatakan Pelestarian warisan budaya dari masa
lampau berkaitan dengan nilai-nilai sebagai berikut :

15

1. In rapidly changing society, people seek to retain building, townscapes
and objects, which help to maintain a link with the past and therefore
build a sense continuity of their lives.
2. Heritage help forge individual, community, and national identity
3. Heritage has been recognized as having an intrinsic value worth
preserving
4. Heritage

have

may educational,

scientific,

and conservation

significance
5. Heritage is an integral component of suistainable development
6. Heritage has assumed economic importance, as people increasingly
want to visit heritage site and experience what has been preserved
Terdapat

beberapa

alasan

mengapa

timbulnya

kesadaran

untuk

melestarikan warisan dari masa lampau (heritage), diantaranya adalah adanya
keinginan manusia untuk mencari dan memelihara manifestasi-manifestasi dari
masa lampau yang berhubungan dengan kehidupannya, heritage membantu
mereka-reka identitas seorang individu, komunitas bahkan suatu bangsa , heritage
dikenal memiliki nilai-nilai dasar untuk dilindungi sebagai sesuatu yang berharga,
heritage memililiki nilai yang signifikan dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
konservasi, heritage merupakan komponen integral dalam konsep pembangunan
yang berkelanjutan, heritage memiliki nilai-nilai ekonomis dengan meningkatkan
orang-orang yang mengunjungi berbagai heritage site.

16

E. Cultural Heritage Tourism
Sebuah historic city yang menjadi aset bersejarah harus mampu
menghidupi dirinya sendiri sekaligus menjaga kualitas dan citra fisik lingkungan.
Kota bersejarah akan dapat bertahan hidup jika kesejarahannya terkait dengan
aktifitas dan jaringan fungsi kota sehingga diperlukan sebuah fungsi yang mampu
mengatasi persoalan tersebut.
Wisata heritage merupakan aktifitas perjalanan untuk merasakan
pengalaman dan suasana (suatu gaya hidup) pada masa lampau (langka dan unik).
Atraksi utama dalam wisata heritage adalah konteks (setting) kesejarahan, warna
lokal daerah setempat, di mana suasana makanan khas, kostum festival, kerajinan
dan lain-lain termasuk di dalamnya. Sedangkan hal-hal lain yang menarik untuk
dikunjungi adalah pertunjukan seni, musik, tarian, obyek religius, handicraft, dan
arsitektur yang memiliki desain yang unik.
Wisata heritage dikenal sebagai wisata warisan budaya karena kata
heritage lebih dikenal dengan peninggalan-peninggalan warisan budaya pada
zaman dahulu. National Trust mendefinisikan warisan budaya pariwisata sebagai
pengalaman bepergian ke tempat-tempat, benda-benda dan kegiatan yang otentik
mewakili cerita dan orang-orang dari masa lalu dan kini. Ini meliputi budaya,
bersejarah dan sumber daya alam.
Dina (2007) skripsi Mariyani, E dengan judul “Warisan budaya (Culture
heritage) Masihkah Menjadi Daya Tarik Kota Bandung” menyatakan bahwa
produk wisata budaya terdiri dari atraksi dan benda peninggalan. Rinciannya
adalah sebagai berikut :

17

1. Archaelogical, Historical, and Cultural site yang termasuk ke dalam situs
budaya, sejarah dan arkeologi adalah monumen nasional dan budaya,
bangunan

peribadatan

bersejarah

contohnya

gereja,

masjid,

kuil

(klenteng), bangunan (gedung) bersejarah, daerah dan kota, dan berbagai
tempat penyelenggaraan event bersejarah lain.
2. Distinctive Cultural Pattern, pola kebudayaan, tradisi, dan gaya hidup
yang tidak biasa (berbeda dengan yang dimiliki para wisatawan).
3. Art and Handycrafts, yang termasuk ke dalamnya adalah tarian, musik,
drama, dan seni melukis/memahat. Hal tersebut dapat menjadi suatu
atraksi yang sangat menarik bagi para wisatawan terutama jika dikemas
dengan baik.
4. Interesting economic activities, salah satu jenis atraksi yang sukses dari
atraksi wisata budaya adalah observasi, deskripsi, dan terkadang
demonstrasi dari suatu aktivitas perekonomian yang menarik seperti pasar
tradisional.
5. Interesting Urban Areas, berbeda dengan area pedesaan, area perkotaan
dengan variasi gaya arsitektural, bangunan-bangunan dan daerah-daerah
bersejarah, merupakan suatu atraksi bagi para wisatawan yang suka
menikmati pemandangan suasana kota dan hobi fotografi mengenai
karakteristik kota tersebut.
6. Museum and other cultural facilities, yang termasuk di dalamnya adalah
museum bersejarah dan fasilitas kebudayaan lainnya seperti galeri dan
barang antik.

18

7.

Cultural festivals, beberapa tipe dari festival kebudayaan yang terkait
dengan tradisi lokal dan kesenian dapat menjadi atraksi utama.
Produk heritage terdiri dari unsur-unsur abstrak dan konkrit (tangible and

intangible) dari sistem simbol yang bersifat umum (general symbol system) yang
berlaku pada suatu kelompok sosial.
Heritage yang bersifat konkrit (material cultural heritage) merujuk pada
bukti-bukti fisik kreativitas dan aktivitas manusia, termasuk didalamnya artefak,
bangunan bersejarah, streetsacpes, lansekap, dan tempat-tempat bersejarah.
Sedangkan produk heritage yang bersifat abstrak dapat di temukan pada ceritacerita rakyat (folklores), bahasa, tradisi, sejarah, dan nilai-nilai suatu kelompok
individu (hall & McArthur 1996:6)

F. Konsep pembangunan pariwisata
Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan
yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka
panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat. Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan
yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka
panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995).
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam
Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara
ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial

19

terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu
dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur
penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara
berkelanjutan.
Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif
dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian,
pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi
juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat
dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap
sebagai ‘resep’ pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui
prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
partisipasi,

keikutsertaan

para

pelaku

(stakeholder),

kepemilikan

lokal,

penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan
masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas,
pelatihan serta promosi. Menurut data yang didapat dari World Tourism
Organizaton (WTO) pembangunan pariwisata yang berkelanjutan memiliki tiga
unsur yang saling terkait satu sama lain.

20

BAGAN 2.1
KONSEP KEPARIWISATAAN YANG BERKELANJUTAN

Sumber : WTO
Tiga unsur itu saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Bila salah
satu unsur rusak atau hilang dan mengakibatkan tidak ada dukungan terhadap
pariwisata, maka pariwisata tidak akan berkembang. Inipun adalah multiplier
effect dari pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata yang tidak
terkonsep mengakibatkan pariwisata tidak dapat maju dan berkembang serta
menimbulkan kelunturan nilai sosial budaya lokal dan kerusakan lingkungan.
Selama ini ada dua paradigma yang memiliki orientasi berlawanan satu
sama lain dalam konsep pengembangan pariwisata. Hal itu bisa dilihat pada tabel
di bawah ini

Tabel 2.1
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA

NO

PARADIGMA LAMA

PARADIGMA BARU

1

Membangun tanpa rencana

Rencana dulu baru membangun

2

Dikendalikan oleh Proyek

Dikendalikan oleh konsepsi

21

3

Hanya rencana kawasan

Rencana induk regional

4

Pembangunan terpencar

Pembangunan terkosentrasi

5

Membangun di luar kawasan yang

Membangun dalam kawasan yang ada

ada
6

Pembangunan intensif pada

Konservasi kawasan berpanorama

kawasan berpanorama indah

indah

Membangun baru dan menambah

Renovasi dan memanfaatkan

kapasitas

kapasitas secara optimal

8

Membangun secara spekulatif

Menetapkan batas yang pasti

9

Mengembangkan pariwisata

Membatasi pada tempat yang sesuai

dimana-mana

dan sudah tersedia dukungan lokal

10

Pengembang dari luar

Pengembang lokal

11

Rekrut tenaga kerja dari luar

Memanfaatkan tenaga kerja lokal

12

Hanya pertimbangan ekonomi

Berdasar pertimbangan ekonomi,

7

sosial budaya, dan lingkungan
13

Pertanian menurun dan beralih ke

Pertanian bertambah maju bersama

pariwisata

pariwisata

Masyarakat menanggung biaya

Pengembangan menanggung biaya

sosial

sosial

15

Memihak kendaraan pribadi

Memihak angkutan umum

16

Hambatan alam dan bangunan

Hambatan alam dan bangunan

bersejarah digusur

bersejarah dipertahankan

Arsitektural dari luar

Arsitektural lokal

14

17

Sumber : Andy Mappi Sammeng (Cakrawala Pariwisata)
Paradigma lama cenderung untuk mengembangkan pariwisata tanpa
mempedulikan nilai-nilai sosial dan budaya lokal dan mengambil unsur ekternal
daripada internal. Paradigma inilah yang masih banyak dipakai dalam
pembangunan kepariwisataan di indonesia. Paradigma baru yang terkonsep
dengan baik masih belum diterapkan secara optimal sehingga pariwisata pada

22

akhirnya dianggap merusak nilai sosial dan lingkungan demi kesejahteraan
ekonomi semata.

G. Kerangka Pemikiran

Kota Bandung

Berkurangnya citra Bandung
sebagai Heritage City

Produk wisata heritage

Tangible

Intangible

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Wisata Heritage Guna
Meningkatkan Citra Bandung Sebagai Kota Budaya