Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Sektor

Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Ekonomi Kreatif pada Era Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011—2014) Terhadap Pertumbuhan Sektoral
dan Kontribusi Nilai Tambah Sektor Ekonomi Kreatif Terhadap PDB
Prasetyo Budi Widagdo
prasetyo.budi.w@mail.ugm.ac.id
ABSTRACT
The aim of writing this paper is to analyse government policy especially the Ministry of Tourism and
the Creative Economy (Kemenparekraf) in 2011 — 2014 period and to evaluate the effectiveness of
the creative economic policy through the development of the creative economy sector value
contribution to gross domestic product (GDP) as well as the growth of the creative economy sector.
The methods used in the writing of this paper is document study. The documents which studied are
strategic planning document 2012—2014 period of Kemenparekraf and performance report document
2014 of Kemenparekraf. In addition, to studies on these documents is also supported with the
literature study related to the discussion as well as a secondary data analysis from the Central Bureau
of Statistics (BPS) and from the mass media. The creative economy is an economy that is more
concerned with the idea as a commodity, beside the goods as commodities. The creative economy is
developed along with the development of technology. The trend of the creative sector contribution to
GDP influenced by creative economy sector’s policy and the trend of growth of the creative economy
sectors become stabler, but a merger between the tourism sector with creative economy sector lead
to creative economic growth becomes less optimal.
Keyword: creative economy, policy, Kemenparekraf, evaluation

INTISARI
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis kebijakan pemerintah pada era
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tahun 2011—2014 dan mengevaluasi
efektivitas kebijakan ekonomi kreatif tersebut melalui perkembangan nilai tambah sektor ekonomi
kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta pertumbuhan sektor ekonomi kreatif. Metode
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi dokumen Rencana Strategis
Kemenparekraf 2012—2014 dan dokumen Laporan Kinerja Kemenparekraf tahun 2014. Selain studi
pada dokumen tersebut juga didukung dengan studi literatur yang terkait dengan pembahasan
makalah dan analisis data sekunder dari Badan Pusat Statistik serta media massa. Ekonomi kreatif
adalah ekonomi yang lebih mementingkan ide sebagai komoditas yang memiliki nilai jual, sehingga
bukan mengutamakan barang sebagai komoditas. Ekonomi kreatif dewasa ini berkembang pula
seiring berkembangnya teknologi. Kebijakan sektor ekonomi kreatif berpengaruh pada
tren/kecenderungan kontribusi nilai tambah sektor ekonomi kreatif terhadap PDB dan kecenderungan
pertumbuhan sektor ekonomi kreztif menjadi lebih stabil, tetapi penggabungan antara sektor
pariwisata dengan sektor ekonomi kreatif mengakibatkan pertumbuhan ekonomi kreatif menjadi
kurang optimal.
Kata Kunci: ekonomi kreatif, kebijakan, Kemenparekraf, evaluasi

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara

dengan nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) terbesar ke-9 di dunia. Dilansir
dari situs berita Katadata.co.id, Dana
Moneter
Internasional
(IMF)
menempatkan Indonesia pada urutan
ke-9 sebagai negara dengan ekonomi
terbesar di dunia. PDB Indonesia
hingga akhir tahun 2014 diperkirakan
mencapai US$ 2,6 triliun. Posisi ini
menggeser PDB Inggris yang hanya
sebesar US$ 2,4 triliun. Sektor
ekonomi yang menopang nilai PDB
tersebut paling besar adalah sektor
industri pengolahan sebesar 23,71%
sedangkan untuk sektor ekonomi
kreatif menurut data dari Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
sumbangan sektor ekonomi kreatif

terhadap PDB Indonesia pada tahun
2014 mencapai 7,06%
Konsep
ekonomi
kreatif
merupakan sebuah konsep ekonomi
baru yang mengintensifkan informasi
dan kreativitas dengan mengandalkan
ide dan stock of knowledge dari
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai
faktor produksi utama dalam kegiatan
ekonominya,
sehingga
kegiatan
ekonomi teidak terpaku pada kuantitas
barang/jasa yang dihasilkan dari
kegiatan
produksi.
Struktur
perekonomian dunia mengalami

transformasi dengan cepat seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK), dari yang
sebelumnya berbasis Sumber Daya
Alam (SDA), saat ini bertransformasi
menjadi berbasis SDM. Proses
transformasi tersebut tidak terjadi
dalam waktu yang singkat, mulai dari
masa revolusi pertanian (neolithic
revolution), revolusi industri (abad ke18), serta revolusi teknologi informasi

dan
komunikasi,
kemudian
diprediksikan gelombang keempat
yang merupakan gelombang ekonomi
kreatif dengan berorientasi pada ide
dan gagasan kreatif. (Toffler, 1980)
Ide merupakan komoditas utama

yang dijual dalam ekonomi kreatif,
berbeda dengan sektor ekonomi
lainnya yang lebih mengutamakan
pada komoditas tangible (Romer,
1993). Dunia memiliki keterbatasan
fisik seperti jarak geografis yang
membentang, adanya penemuan ideide
besar
bersamaan
dengan
penemuan ide-ide kecil lainnya telah
membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide
adalah instruksi dalam menyiasati
keterbatasan ruang fisik wilayah.
Romer juga menyatakan bahwa suatu
negara
terbelakang
atau
Less
Economic

Developed
Countries
terjadi karena masyarakatnya tidak
mempunyai akses pada ide yang
digunakan dalam kegiatan sektor
industri nasional untuk menghasilkan
nilai tambah ekonomi.
Menurut
Howkins
(2001)
ekonomi baru telah muncul, seperti
industri kreatif yang didasarkan pada
hukum kekayaan intelektual (personal
right) seperti paten, hak cipta, merek,
royalti dan desain. Hal ini terjadi
karena produk-produk industri kreatif
bukan tangible commodity akan tetapi
intangible
commodity,
sehingga

ukuran kekayaan bukan pada kuantitas
barang yang dihasilkan dari kegiatan
produksi
Ekonomi kreatif di Indonesia
sudah berkembang sejak jaman dahulu
dengan kekayaan kuliner, musikmusik daerah sebagai bagian dari
kebudayaan lokal, akan tetapi
kekayaan budaya lokal tersebut belum
dieksploitasi secara masif pada waktu
itu. Saat ini, ekonomi kreatif semakin

berkembang sejak berkembangnya
teknologi informasi dan komunikasi
serta berkembang sejalan dengan
perkembangan
ekonomi
digital.
Ekonomi kreatif secara kelembagaan
pertama kali dicetuskan pada masa
pemerintahan

Presiden
Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dan
Wakil Presiden Boediono pada tahun
2011 dengan berubahnya nomenklatur
Kementerian
Kebudayaan
dan
Pariwisata (Kemenbudpar) menjadi
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Kemenparekraf).
Tujuan
1. Menganalisis
kebijakan
pemerintah
pada
era
pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden

Boediono
dengan
dibentuknya
Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
tahun 2011
2. Mengevaluasi
efektivitas
kebijakan
ekonomi
kreatif
tersebut melalui perkembangan
nilai tambah sektor ekonomi
kreatif terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB)
Metode
Metode yang digunakan dalam
penulisan makalah ini adalah studi
dokumen
Rencana

Strategis
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif 2012—2014 dan dokumen
Laporan
Kinerja
Kementerian
Pariwisata tahun 2014. Selain studi
pada
dokumen
tersebut
juga
dilengkapi dengan studi literatur yang
terkait dengan permasalahan serta
analisis data sekunder dari Badan
Pusat Statistik dan media massa.
Pembahasan
Industri
kreatif
yang
mengandalkan talenta, ketrampilan,


dan kreativitas yang merupakan
elemen dasar setiap individu. Unsur
utama
industri
kreatif
adalah
kreativitas, keahlian, dan talenta yang
berpotensi
meningkatkan
kesejahteraan melalui kesejahteraan
melalui penawaran kreasi intelektual
(Simatupang, 2008)
Sektor
ekonomi
kreatif
sebenarnya sudah sangat lama
berkembang di Indonesia. Jika dilihat
dari segi sub-sektor yang termasuk ke
dalam ekonomi kreatif seperti musik,
kuliner, dan seni pertunjukan
sebenarnya sudah berkembang di
Indonesia sejak awal kemerdekaan
bangsa Indonesia, akan tetapi secara
kelembagaan, ekonomi kreatif baru
secara eksplisit dimasukkan ke dalam
kementerian sejak tahun 2011 sejak
berubahnya nomenklatur Kementrian
Budaya dan Pariwisata (Kembudpar)
menjadi Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Berdasarkan
dokumen
rencana
strategis Kemenparekraf tahun 20122014, terdapat 14 sub-sektor yang
termasuk ke dalam sektor ekonomi
kreatif yaitu arsitektur, desain, fesyen,
film, video, dan fotografi, kerajinan,
teknologi informasi dan piranti lunak,
musik, pasar barang seni, penerbitan
dan percetakan, periklanan, permainan
interaktif, riset dan pengembangan,
seni pertunjukan, serta televisi dan
radio.
Kebijakan ekonomi kreatif yang
termaktub dalam Rencana Strategis
Kemenparekraf
2012—2014
berangkat
dari
permasalahanpermasalahan yang terjadi di sektor
ekonomi
kreatif,
antara
lain:
pengembangan industri kreatif belum
optimal,
pengembangan
konten,
kreasi, dan teknologi kreatif belum
optimal,kurangnya perluasan dan
penetrasi pasar bagi produk dan jasa
kreatif di dalam dan luar negeri,

lemahnya institusi industri kreatif,
minimnya akses pembiayaan pelaku
sektor
ekonomi
kreatif.
Pengembangan industri kreatif saat ini
memang belum optimal karena
memang ekonomi kreatif baru menjadi
trending sekitar 5-10 tahun terakhir,
sehingga dari sisi pengusaha masih
banyak pengusaha ekonomi kreatif
yang belum matang. Selain itu,
disebabkan usaha yang belum matang,
konsumen akan berfikir dua kali untuk
memanfaatkan hasil karya dari
industri kreatif.
Pengembangan konten, kreasi,
dan teknologi kreatif belum optimal
disebabkan karena input produksi
yang masih minim terutama dalam hal
infrastruktur jaringan internet serta
mahalnya alat untuk memulai usaha
ekonomi kreatif seperti laptop serta
aplikasi yang dapat digunakan untuk
membuat produk. Mahalnya sarana
untuk mrmulai usaha ekonomi kreatif
tersebut menyebabkan seseorang yng
memiliki
potensi
untuk
mengembangkan industri kreatif akan
membatalkan niat usaha tersebut,
sehingga sektor industri kreatif sangat
sulit untuk berkembang. Di sisi lain,
kurangnya
riset
mengenai
konten/produk
ekonomi
kreatif
mengakibatkan produk-produk yang
dihasilkan oleh industri kreatif
cenderung kurang bervariasi, sehingga
mngakibatkan tidak terpenuhinya
ekspektasi konsumen. Kurangnya
perluasan dan penetrasi pasar bagi
produk dan jasa kreatif di dalam dan
luar negeri disebabkan karena pasar
belum mampu merespon dengan baik
perkembangan ekonomi kreatif.
Masyarakat belum menyadari
bahwa membuat sebuah produk
industri kreatif memerlukan pemikiran
yang mandalam serta waktu yang
sangat lama, masyarakat cenderung
menganggap remeh produk industri

kreatif sehingga akan menghargai
murah sebuah karya industri kreatif,
bahkan masyarakat lebih suka
membeli prosuk bajakan daripada
produk asli karena harganya lebih
murah. Tentu saja hal ini sangat
merugikan orang-orang berkecimpung
di dunia industri kreatif. Disebabkan
pembajakan itulah sektor ekonomi
kreatif sulit berkembang.
Lemahnya
institusi
industri
kreatif, terutama disebabkan oleh
belum adanya payung hukum yang
mengatur tata kelola masing-masing
subsektor industri kreatif. Sektor
industri kreatif ini masih merupakan
isu baru yang disinggung oleh
pemerintah, sehingga payung hukum
yang melindungi pelaku industri
kreatif masih sangat minim. Dasar
penentuan
nomenklatur
hanya
berlandaskan
pada
Keputusan
Presiden, sedangkan saat ini landasan
berdirinya Badan ekonomi Kreatif
hanya berupa Peraturan Pemerintah.
Diperlukan payung hukum yang kuat
seperti undang-undang agar industri
kreatif dapat berkembang. Masalah
klasik yang terjadi saat ini seperti tidak
terjeratnya konsumen produk bajakan
dan pelaku pembajakan juga hanya
mendapatkan hukuman yang ringan,
sehingga pembajakan karya industri
kreatif
sangat
marak
terjadi.
Minimnya akses pembiayaan pelaku
sektor ekonomi kreatif terjadi karena
instrumen perbankan saat ini belum
mengakomodir jenis usaha ekonomi
kreatif yang produknya banyak
berwujud intangible. Produk-produk
berupa software, seni pertunjukan dan
desain komukasi visual tersebut tidak
memiliki wujud nyata, sehingga pihak
kreditur akan berpikir dua kali untuk
memberikan pinjaman modal pada
pelaku ekonomi kreatif.
Arah kebijakan ekonomi kreatif
pada
Rencana
Strategis

Kemenparekraf 2012—2014 masih
berupa rintisan, sehingga arah
kebijakan masih sederha dan terfokus
pada pengembangan kapasitas pelaku
ekonomi
kreatif,
peningkatan
sumberdaya modal dan perluasan
pasar. Arah kebijakan ekonomi kreatif
2012—2014 antara lain: penguatan
sumber daya dan teknologi sektor
ekonomi kreatif,, penguatan industri
kreatif, peningkatan akses pembiayaan
industri kreatif, peningkatan apresiasi
dan akses pasar ekonomi kreatif di
dalam dan luar negeri, penguatan
institusi ekonomi kreatif, peningkatan
kualitas penelitian kebijakan dan
kapasitas SDM pariwisata dan
ekonomi kreatif. Selain itu, kebijakan
mengenai ekonomi kreatif pada kurun
waktu 2012—2014 dipegang oleh
Kemenparekraf, sehingga arah, tujuan,
dan strategi kebijakan ekonomi kreatif
diselaraskan
dengan
pariwisata
Indonesia. Pada periode 2012—2014,
ekonomi
kreatif
cederung
dikembangkan untuk mendukung
kegiatan
pariwisata,
sehingga
pengambangan ekonomi kreatif masih
setengah hati dan mengakibatkan
persentase kontribusi terhadap PDB
yang terus menurun dari tahun ke
tahun. Seluruh arah kebijakan,
strategi, program, kegiatan sampai
kepada aktivitas terkecil yang
dilakukan
dalam
pembangunan
kepariwisataan dan ekonomi kreatif,
dilandasi oleh prinsip pro-growth,
pro-job, pro-poor, pro-environment,
mendukung penguatan nilai sosial dan
budaya, menciptakan kualitas hidup,
dan menciptakan nilai tambah.
Evaluasi kebijakan akan lebih
difokuskan pada pro-growth atau

sejauh mana
ekonomi
kreatif
mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional serta kontribusinya pada PDB
Indonesia.
Evaluasi terhadap kebijakan
ekonomi kreatif dapat dilihat dari
tujuandan sasaran strategis kebijakan
itu dibuat dan diukur dengan
instrumen yang sesuai. Dalam
mengembangkan pariwisata dan
ekonomi kreatif, Kemenparekraf
memiliki 21 sasaran strategis yang
harus dicapai melalui program dan
kegiatan yang akan dilakukan pada
periode 2012–2014 dimana 10
diantara merupakan sasaran strategis
dari program pengembangan ekonomi
kreatif. Dua diantara 10 sasaran
tersebut yaitu sumbangan terhadap
PDB Indonesia dan pertumbuhan
sektor dapat digunakan untuk
mengevaluasi capaian program dan
kebijakan
ekonomi
kreatif.
Perkembangan nilai tambah sektor
ekonomi kreatif periode 2002—2014
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Nilai Tambah Kontribusi Pertumbuhan
(miliar Rp)
(%)
(%)
160.337
8,8
(n/a)
167.335
8,31
-1,05
192.128
8,37
5,76
214.541
7,73
-2,33
256.848
7,69
4,95
293.286
7,43
2,73
345.458
6,97
0,5
394.937
7,04
2,27
468.103
7,29
6,03
526.999
7,1
5,02
578.761
7,02
4,47
641.815
7,05
5,76
716.695
7,06
5,81

Sumber : Badan Pusat Statistik

800.000

10

700.000

8

600.000

6

500.000
4
400.000
2
300.000
0

200.000

-2

100.000
2000

2002

2004

2006

2008

2010

2012

2014

2016

-4
2018

Tahun
Nilai Tambah (miliar Rp)

Kontribusi (%)

Pertumbuhan (%)

Linear (Pertumbuhan (%))

Gambar 1. Grafik perkembangan sektor ekonomi kreatif tahun 2002—2014

Perkembangan ekonomi kreatif
dapat dilihat sejak tahun 2002 sampai
tahun
2014
karena
memang
ketersediaan data dari Badan Pusat
Statistik terbatas hingga tahun 2002.
Dari data sekunder yang didapat dari
BPS tersebut kemudian dapat disajikan
dalam bentuk grafik. Berdasarkan
gambar 1, nilai tambah dari sektor
ekonomi kreatif meningkat dari tahun
ke tahun, akan tetapi yang perlu menjadi
catatan dari data tersebut adalah,
penentuan nilai tambah didasarkan pada
harga berlaku. Penentuan nilai tambah
dari segi harga berlaku adalah jumlah
nilai produksi atau pendapatan atau
pengeluaran yang dinilai sesuai dengan
harga yang berlaku pada tahun yang
bersangkutan,
sehingga
belum
mempertimbangkan adanya inflasi.
Meskipun secara jumlah nilai tambah
memiliki pertumbuhan positif, akan
tetapi ketika inflasi tinggi bisa jadi

pertumbuhan sektor justru menjadi
negatif, sehingga untuk menghitung
tingkat pertumbuhan sektor perlu
menggunakan perhitungan nilai tambah
atas dasar harga konstan (BPS).
Evaluasi kinerja Kemenparekraf
terutama di sektor ekonomi kreatif
secara riil dapat dilihat pada tren
pertumbuhan
dan
perkembangan
sumbangan nilai tambah sektor
ekonomi kreatif terhadap PDB
Indonesia.
Kecenderungan
pertumbuhan sektor sebelum sektor
ekonomi kreatif dimasukkan ke dalam
urusan
Kemenparekraf
sangat
fluktuatif. Dimulai dari tahun 2003
sebesar -1,5% hingga tertinggi dapat
mencapai 6,03% pada tahun 2010.
Apabila dihitung standar deviasinya,
pertumbuhan sektor ekonomi kreatif
antara tahun 2003—2010 lebih besar
daripada tahun 2011—2014. Standar
deviasi pertumbuhan sektor ekonomi

Kontribusi (%)
Pertumbuhan (%)

Nilai Tambah (Miliar Rp)

Grafik Perkembangan Nilai Tambah Sektor Ekonomi Kreatif

kreatif pada periode 2003—2010 adalah
3,14 sedangkan untuk periode 2011—
2014 hanya bernilai 0,64. Fluktuasi ini
terjadi karena ketidakpastian sektor
ekonomi kreatif karena belum ada
campur tangan pemerintah secara
konkret.
Lemahnya
intervensi
pemerintah tersebut mengakibatkan
seluruh nilai tambah dari sektor
ekonomi kreatif murni dipengaruhi oleh
pasar. Ketika terjadi resesi global
misalkan
seperti
tahun
2008
(Kompas.com), pertumbuhan sektor
ekonoi kreatif mengalami penurunan
yang sangat tajam yang semula 4,95%
pada tahun 2006 menjadi hanya 0,5%
pada tahun 2008. Fluktuasi yang sangat
dinamis ini mengakibatkan sektor
ekonomi kreatif menjadi sektor berisiko
tinggi untuk berinvestasi, sehingga
investor akan berfikir ulang untuk
menanamkan modal di sektor ekonomi
kreatif.
Keberhasilan
program
pengembangan kreatif mulai tampak
pada
tahun
2012.
Meskipun
peningkatannya
masih
belum
signifikan, akan tetapi stabilitas
pertumbuhan ekonomi sangat kentara
setelah ada intervensi pemerintah di
sektor ekonomi kreatif dengan merubah
nomenklatur Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata menjadi Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Stabilitas tersebut terjadi karena
keberhasilan
program-program
pemerintah di sektor ekonomi kreatif.
Permodalan menjadi salah satu fokus
utama dalam pengembangan ekonomi
kreatif oleh Kemenparekraf. Dilansir
dari situs Bisnis.com, menurut data
Bank Indonesia, kredit yang telah

diberikan kepada pelaku ekonomi
kreatif pada periode 2014 mencapai
115,4 triliun rupiah atau 11,4% dari
total kredit yang diberikan kepada
pelaku usaha. Modal inilah yang
digunakan untuk mengembangkan
usaha ekonomi kreatif, sehingga
pertumbuhan sektor ekonomi kreatif
dapat
lebih
stabil.
Stabilitas
pertumbuhan sektor ini merupakan
angin segar karena akan menarik lebih
banyak investor untuk menanamkan
modal di sektor industri kreatif karena
dengan stabilnya pertumbuhan sektor,
maka risiko kerugian akibat fluktuasi
dan volatilitas modal dapat dihindari.
Prospektif ke depan dari sektor
ekonomi kratif sangat baik. Dapat
dilihat
pada
grafik
proyeksi
pertumbuhan linear, pertumbuhan
sektor ekonomi kreatif untuk tahuntahun ke depan akan diproyeksikan
positif
meskipun
tidak
terlalu
signifikan.
Kontribusi dari sektor ekonomi
kreatif terhadap PDB Indonesia selalu
menurun dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2001, kontribusi sektor ekonomi
kreatif terhadap PDB mencapai 8,8%
sedangkan pada tahun 2012 hanya
7,01% dari PDB.
Menurunnya
kontribusi sektor terhadap PDB tersebut
menggambarkan bahwa pertumbuhan
sektor ekonomi kreatif kalah cepat
dibandingkan
sektor
lain
yang
merupakan komponen penyusun PDB,
meskipun pada tahun 2013—2014
meningkat tipis ke level 7,06% akan
tetapi kenaikan ini tidak terlalu
signifikan. Menurunnya kontribusi
sektor ekonomi kreatif terhadap PDB
dari tahun 2003—2012 serta stagnansi

pertumbuhan pada tahun 2012—2014
mengindikasikan bahwa programprogram
pengembangan ekonomi
kreatif perlu diintensifkan lagi dalam
pencapaiannya karena berdasarkan
Laporan
Kinerja
Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun
2014, masih banyak program kerja
terutama yang menyangkut tentang
ekonomi kreatif yang pencapaiannya
masih dibawah 100% misalkan jumlah
penelitian dan pengembangan yang
dimanfaatkan
dalam
mendukung
kebijakan di sektor pariwisata hanya
terlaksana 1, padahal target dari
Kemenparekraf adalah 12, sehingga
realisasi target hanya 8,34%, bahkan
jumlah penelitian dan pengembangan
yang dimanfaatkan dalam mendukung
kebijakan di sektor ekonomi kreatif
tidak ada sama sekali, hal ini berarti 1
buah penelitian yang telah dilakukan
belum dapat diterapkan secara optimal.
Selain dari presentase ketercapaian
program yang sangat minim di beberapa
program kerja, stagnansi kontribusi
sektor terhadap PDB serta pertumbuhan
sektor ekonomi kreatif juga disebabkan
karena penggabungan urusan pariwisata
dengan ekonomi
kreatif dalam
Kemenparekraf.
Penggabungan urusan pariwisata
dengan ekonomi kreatif mengakibatkan
Kemenparekraf tidak fokus dalam
pengembangan ekonomi kreatif, bahkan
dalam
Rencana
Strategis
Kemenparekraf 2012-2014 dinyatakan
bahwa
sektor
ekonomi
kreatif
mendukung sektor pariwisata. Hal
tersebut terkesan bahwa seakan sektor
pariwisata lebih utama daripada sektor

ekonomi kreatif, padahal dari sisi
kontribusi terhadap PDB Indonesia,
sektor ekonomi kreatif lebih tinggi
(7,06%) lebih tinggi daripada sektor
pariwisata yang hanya mencapai 4,01%.
Seharusnya Kemenparekraf selaku
pemangku kepentingan di sektor
ekonomi kreatif dapat membagi peran
yang sama antara sektor pariwisata
dengan sektor ekonomi kreatif.
Pemisahan sektor ini baru dilakukan
pada masa pemerintahan Presiden
Jokowi dengan membentuk Badan
Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Kesimpulan
Pembentukan
Kemenparekraf
memberikan angin segar bagi stabilitas
PDB sektoral dan pertumbuhan sektor
terutama pada periode 2012—2014.
Campur tangan pemerintah sangat
penting dalam menjaga stabilitas
pertumbuhan sektoral karena apabila
diserahkan
sepenuhnya
pada
mekanisme pasar akan mengakibatkan
pertumbuhan sektoral menjadi sangat
fluktuatif dan menjadikan sektor trsebut
sebagai sektor berisiko tingi untuk
berinvestasi
Efektivitas kebijakan ekonomi
kreatif
melalui
pembentukan
Kemenparekraf masih kurang efektif
yang dapat dilihat dalam capaian
beberapa program yang masih sangat
minim serta agar tren positif dapat
dilanjutkan harus diambil solusi agar
sektor ekonomi kreatif dapat dikelola
dengan fokus, sehingga trend kontribusi
sektor terhadap PDB dapat dijaga dan
pertumbuhan
sektoral
dapat
ditingkatkan

REFERENSI
Agus Dwi Darmawan. 2014. “Ekonomi Indonesia Terbesar ke-9 Dunia”.
Katadata.com
21
Oktober
2016.
(online)
http://katadata.co.id/infografik/2014/10/21/ekonomi-indonesia-terbesarke-9-dunia (diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 09.30 WIB)
Badan Pusat Statistik. 2014. “Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun
2010-2014 Atas Dasar Harga Berlaku (%)”. (online) http://bps.go.id
(diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 8.26 WIB)
Tjahja Gunawan Direja. 2008. “Dampak Resesi Global”. Kompas.com 14 April
2008 (online)
http://tekno.kompas.com/read/2008/04/14/1734500/dampak.resesi.globa
l. (diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 09.15 WIB)
Laporan Kinerja Kementrian Pariwisata Tahun 2014
Muhammad Khamdi. 2014. "BI: Kredit Untuk Industri Kreatif Sangat Kecil".
Bisnis.com
25
November
2014
(online)
http://finansial.bisnis.com/read/20141125/90/275382/bi-kredit-untukindustri-kreatif-sangat-kecil (diakses pada 23 Oktober 2015 pukul 06.57
WIB)
Rencana Strategis 2012-2014 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik Indonesia
Romer, PM. 2003. “Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development,"
Journal of Monetary Economics 32, 1993, 543-73.
Simatupang, M.T. 2008. Industri Kreatif Untuk Kesejahteraan Bangsa . ITB
Bandung: Inkubator Industri dan Bisnis
Toffler, Alvin (1980). The Third Wave.England: Penguin Book