BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Pendamping ASI - Penetapan Kadar Kalsium Dan Besi Pada Bubur Bayi Instan Yang Beredar Di Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Pendamping ASI

  Dengan bertambahnya umur, bayi yang sedang bertumbuh memerlukan sehari-harinya energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang diperoleh dari ASI. Oleh karena itu, bayi harus mendapat makanan tambahan disamping ASI

  Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dimulai ketika ASI tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi. Hal ini dimulai pada usia sekitar 6 bulan.

  Makanan dan cairan lain diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bayi (Handy, 2010).

  Makanan bayi yang ideal harus mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial. Pemberian makanan yang mengandung energi berlebihan akan menimbulkan keadaan obesitas, sedangkan zat gizi esensial yang diberikan secara berlebihan untuk jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan penimbunan zat gizi tersebut dan dapat merupakan racun bagi tubuh. Sebaliknya pemberian makanan yang mengandung energi yang kurang terhadap kebutuhan untuk jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan akan mengurangi cadangan energi dalam tubuh sehingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk (Pudjiadi, 2000).

  Makanan pendamping ASI harus berupa bubur (makanan lunak/padat) yang mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat-zat gizi dalam keseimbangan yang baik. Penundaan pemberian makanan tambahan pendamping ASI dapat menghambat pertumbuhan jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi kebutuhannya (Pudjiadi, 2000).

  Ada 2 tujuan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi:

  1. Untuk memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktivitas fisik.

  2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik.

  4. Untuk mengembangkan kemampuan bayi dalam hal menerima bermacam makanan dan berbagai rasa dan tekstur.

  5. Untuk mengembangkan kemampuan bayi dalam mengunyah dan menelan.

  6. Untuk melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi (As’ad, 2002).

  Makanan untuk bayi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

  2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, kebiasaan makan dan selera terhadap makan.

  3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faal bayi/anak.

  4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan (As’ad, 2002).

2.2 Mineral

  Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga (Almatsier, 2004).

  Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya. mineral lainnya (Pudjiadi, 2000).

2.2.1 Kalsium

  Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh.

  Absorpsi kalsium terutama terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui (Almatsier, 2004).

  Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk bayi sebesar 300-400 mg, anak-anak 500 mg, remaja 600-700 mg dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier, 2004).

  Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun akan mengalami resorpsi kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Ini yang dinamakan osteoporosis (Almatsier, 2004).

2.2.2 Besi

  Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Besi dalam struktur Hb mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004).

  Pada orang dewasa normal, terdapat 4-5 g besi, 75% berada dalam bentuk disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin dalam sistem retikuloendotelial, limfa, sumsum tulang dan sel hepatik parenkim (Eastwood, 2003).

  Sebelum diabsorpsi, besi terlebih dahulu dibebaskan dari ikatan organik seperti protein di dalam lambung. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan alat angkut protein khusus (Almatsier, 2004).

  Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu heme dan nonheme. Zat besi heme berasal dari hewan, penyerapannya tidak tergantung pada jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan zat besi nonheme. Pada umumnya zat besi nonheme terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan (Wirakusumah, 1999).

  Defisiensi besi berperan besar dalam kejadian anemia. Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah dan Hb (Sudiarti dan Utari, 2007).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Prinsip dari spektofotometer serapan atom adalah atom-atom pada keadaan dasar mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan nyala yang mengandung atom- atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan banyaknya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Lampu yang digunakan disebut ‘lampu katode rongga’ dan katode tersebut dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Kerugian teknik ini adalah bahwa lampu harus selalu diganti tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis dan hanya satu unsur yang dapat dianalisis pada sewaktu-waktu.

  Instrumen-instrumen modern memiliki sekitar 12 lampu yang tersusun, yang dapat secara otomatis berputar (Watson, 2005).

  Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).

  Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

  Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut:

  a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow

  

cathode lamp) . Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

  suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2008).

  b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

1. Dengan nyala (Flame)

  Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2008).

  2. Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2008).

  c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2008).

  d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008).

  e. Readout

  Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

  pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).

  Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.3.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

  Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1985).

  Menurut Gandjar dan Rohman (2008), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

  1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

  2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

  3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

2.4 Validasi Metode Analisis

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

  Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

  • Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

  Metode simulasi

  • Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

  Metode penambahan baku menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

  b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, c. Selektivitas (Spesifisitas)

  Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

  d. Linearitas Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).

  e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of

  quantitation )

  Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).