Penilaian Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Pecel dan Pemeriksaan Salmonella di Kecamatan Medan Helvetia 2015

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Higiene dan Sanitasi Makanan

2.1.1 Pengertian Makanan

  Menurut Mukono (2004) makanan merupakan kebutuhan dasar dan sangat berperan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan manusia. Makanan yang dikonsumsi harus sehat, aman dan higienes, layak dikonsumsi dalam jumlah cukup dan layak untuk dikonsumsi serta tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.

  Menurut Sumantri (2010) makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, yakni : a)

  Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

  b) Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

  c) Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain.

  d) Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

  Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan ini layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya : a) Dalam derajat kematangan yang dikehendaki. b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

  c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai serangga, parasit, dan kerusakan - kerusakan karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.

  d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

  Makanan yang sehat harus dijaga untuk tetap sehat, dengan cara penyimpanan yang benar, penyajian yang tepat dan pengangkutan yang paling cocok serta pembungkusan yang sesuai dengan sifat-sifat makanan dan memperhatikan kebersihan setiap saat harus dilakukan. Mengingat adanya batas kemampuan makanan untuk tampil dalam keadaan yang terbaik dan sehat, maka perlu dipertimbangkan perencanaan yang matang, waktu penyediaan, pengolahan dan penyajian yang tepat serta penyimpanan dan penyebaran atau pengangkutan ke tempat lain dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kerusakan yang mungkin terjadi dapat ditekan sekecil mungkin (Saksono, 1986).

2.1.2 Pengertian Higiene

  Pengertian higiene menurut Depkes dalam Sumantri (2010) adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya, mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

  Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan.

  Higiene juga mencakup upaya perawatan kesehatan diri termasuk ketepatan sikap bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari sakit yang disebabkan oleh penyakit pada umumnya (Purnawijayanti, 2001).

2.1.3 Pengertian Sanitasi Makanan

  Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan penyajian makanan. Secara lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja, pada semua tahapan proses (Purnawijayanti, 2001).

  Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau masalah kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan, atau pemborosan makanan.

  Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengosumsi makanan tersebut(Sumantri, 2010).

  Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena memiliki hubungan yang erat.

  Misalnya higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

  Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu: tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :

  1. Pemilihan bahan makanan

  2. Penyimpanan bahan makanan

  3. Pengolahan makanan

  4. Penyimpanan makanan masak

  5. Pengangkutan makanan

  6. Penyajian makanan

2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan

  serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telur, makanan dalam kaleng, sayur dan buah. Bahan makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas.

  Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Sumantri, 2010). Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) : a.

  Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya berupa swalayan.

  b.

  Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

  Ciri-ciri bahan makanan yang baik untuk makanan pecel adalah: A.

  Sayur-sayuran Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah diolah secara minimal. Sayur-sayuran sangat dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin dan mineral-mineral seperti vitamin A (karotene), serat (dietaryfiber), gula dan tubuh.

  Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya, sementara yang lainnya harus diolah terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus atau diuapkan, digoreng (agak jarang), atau di shangrai. Sayuran berbentuk daun yang dimakan mentah disebut sebagai lalapan.

  Produk buah dan sayur segar merupakan produk yang mudah rusak (persable), sehingga tidak jarang para pelaku usaha dengan berbagai cara berusaha agar produknya tidak cepat rusak sampai di tangan konsumen.

  Penanganan buah dan sayur segar pada tiap fase dari rantai pangan “Form

  Farm To Table

  ” sangat penting untuk menghindarkan kontaminasi dari bahan yang berbahaya. Pengolahan pangan selain untuk mengubah, mematangkan, menambah daya simpan bahan pangan juga berfungsi untuk mematikan atau menonaktifkan mikroba patogen.

  Adapun ciri-ciri fisik sayuran yang baik dan aman dikonsumsi oleh manusia yaitu : 1) Sayuran harus tampak bersih, tidak dalam keadaan kotor oleh tanah atau lainnya.

  2) Daun sayuran tampak segar, tidak layu, kering atau memar, dan tidak terdapat bekas serangan hama.

  3) Batang daunnya masih muda dan mudah di patahkan.

  B.

  Gula Merah Gula yang juga disebut gula kelapa, gula nira atau gula jawa ini dihasilkan dari pengeringan nira pohon kelapa. Dan memiliki banyak manfaat dan kelebihan dibandingkan dengan gula tebu. Mengandung garam mineral, kandungan gula jauh lebih kecil. Biasanya gula merah dikonsumsi dengan mencampurkannya ke dalam makanan atau minuman sebagi pemanis juga penambah aroma makanan serta warna menjadi lebih menarik.

  Ciri-ciri gula merah yang baik dan aman dikonsumsi adalah sebagi berikut : 1)

  Pilihlah yang masih utuh, tidak terbelah-belah. Kondisi utuh menunjukkan jika gula belum pernah digunakan.

  2) Rasa manisnya seperti rasa legit dan tidak membuat batuk. 3) Bila ditekan terasa sedikit lengket, dan mudah dipatahkan. 4) Bila dipotong tidak ada semacam poros lubang-lubang.

  C.

  Kacang Tanah Kacang tanah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak dicampurkan pada berbagai macam makanan.

  Kacang tanah kaya akan lemak, mengandung protein tinggi, zat besi, vitamin E dan kalsium, vitamin B kompleks dan fosforus, vitamin A dan K, kolin dan kalsium. Kandungan protein dalam kacang tanah adalah jauh lebih tinggi dari daging, telur dan kacang soya. Mempunyai rasa yang manis dan banyak digunakan untuk membuat beraneka jenis makanan.

  Ciri kacang tanah yang baik adalah : 2)

  Tidak berjamur 3)

  Tidak memiliki rasa yang aneh saat dimakan Untuk mendapat bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan yang sedemikian panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan (Depkes RI, 2004).

  Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

  a) Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya berupa swalayan.

  b) Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawali oleh pemerintah daerah dengan baik misalnya pasar tradisional.

2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan

  Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk catering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat higiene sanitasi makanan sebagai berikut : a) Penyimpanan harus dilakukan di tempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat.

  b) Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.

  Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungkin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan. Makanan yang disimpan tidak lebih dari dua atau tiga hari harus sudah digunakan. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan (Sumantri, 2010).

  Menurut Depkes RI (2004) ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya, yaitu : a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10

  • – 5 ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

  b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4

  • – 10 ºC untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

  c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0-4º C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

  d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

2.2.3 Pengolahan Makanan

  Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik persyaratan untuk tenaga pengolah makanan dan peralatan pada proses pengolahannya harus diperhatikan (Depkes RI, 2004).

2.2.3.1. Penjamah Makanan

  Syarat-syarat penjamah makanan (Depkes RI, 2003) yaitu : 1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza, diare,penyakit perut sejenisnya.

  2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul).

  3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian.

  4. Memakai celemek dan tutup kepala.

  5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

  6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan.

  7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung mulut dan bagian lainnya).

  8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup hidung atau mulut.

  

2.2.3.2Persyaratan Peralatan Masak Dalam Proses Pengolahan

Makanan

  Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali wajan dan lain- lain. Bahan peralatan a.

  Permukaan alat harus utuh tidak cacat dan mudah dibersihkan b. Lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang lazim dipakai dalam proses makanan.

  c.

  Apabila alat tersebut kontak dengan makanan, maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat beracun berbahaya, seperti timah hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), Antimon (Stibium).

  2. Keutuhan peralatan Tidak boleh patah,tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi.

  3. Fungsi a.

  Setiap bahan tidak boleh di campur aduk karena mempunyai fungsi tersendiri.

  b.

  Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan.

  Contoh : gagang pisau warna bitu/hitam untuk memasak dan gagang pisau warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.

  c.

  Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi.

4. Letak

  Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat masing-masing sehingga memudahkan untuk menggunakannya kembali.

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan (Depkes, 2004) : a.

  Makanan yang disimpan harus diberi tutup b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain e.

  Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa, dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya.

  f.

  Terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya.

  Dalam penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut : 1)

  Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25 – 30º C)

2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60ºC.

  3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu dibawah 10ºC. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri tidak tumbuh yaitu di bawah 10ºC atau diatas 60ºC. Suhu 10

  • – 60º C sangat berbahaya, maka disebut danger zone.

2.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

  mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkutan itu sendiri.

2.2.5.1 Pengangkutan bahan makanan

  Menurut Depkes RI (2004) pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran. Dengan cara sebagai berikut :

  1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.

  2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan, atau barang-barang lain.

  3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.

  4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida, walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.

  5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting.

  6) Kalau mungkin gunakanlah kenderaan pengangkut bahan makanan makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.

2.2.5.2 Pengangkutan makanan siap santap

  Menurut Depkes RI (2004) dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan hal-hal berikut :

1) Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing.

  2) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau anti bocor.

  3) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 60ºC dan tetap dingin 4ºC.

  4) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.

  5) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan lain.

2.2.6 Penyajian Makanan

  Menurut Depkes (2011) saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan, yaitu : a.

  Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.

  Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap. 2)

  Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda

  • – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

  3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.

  b.

  Tempat penyajian dengan memperhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

  c.

  Cara penyajian dengan penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu :

  1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.

  Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing. 3)

  Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya. 4)

  Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang. 5)

  Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.

  6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

  7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

  d.

  Prinsip penyajian 1)

  Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

  2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

  3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

  4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60°C.

  5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

  6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

  7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

  8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

2.3 Pecel

  Menurut Wikipedia (2014) pecel adalah makanan yang menggunakan sambal bumbu kacang sebagai komposisi utamanya. Tidak tahu darimana pertama kali pecal berasal, beberapa daerah mengklaim mempunyai ke- sangat familiar pada daerah keresidenan madiun, Jawa Timur.

  Menurut Wikipedia (2008) pecel merupakan makanan yang terdiri dari sayur-sayuran yang direbus dan lauk yang dihidangkan dengan alas berbeda seperti di atas piring lidi yang disebut ingke, pincuk, dan daun pisang, di atas tampah bambu, sesuai dengan ciri khas kota asal pecal, biasanya berbeda karena tiap daerah memiliki ciri tersendiri. Sayuran yang dihidangkan antara lain daun pepaya/kates, lodeh, kacang panjang, taoge, mentimun, daun singkong dan daun kemangi serta masih banyak variasi lain yang disesuaikan dengan selera. Bumbu kacang yang disiram di atas pecal disebut “bumbu pecel” yang terdiri dari kencur, gula merah, garam, cabai, daun jeruk, dan kacang tanah sangria yang dicampur, diulek atau ditumbuk.

  Ada juga yang menambahkan daun jeruk purut, bawang putih, serta asam jawa dalam campuran air hangat untuk mencairkan bumbu kacang.

2.3.1 Proses Pembuatan Pecel

  Proses pembuatan pecel terdiri dari : 1. Bahan-bahan :

  1) Sayuran segar sesuai selera

  2) Tempe goreng/tahu goreng 2.

  Bumbu : 1) 350 gr kacang tanah, goreng dan haluskan

  4 lembar daun jeruk, iris halus 3) 2 sdm air asam 4) 300 ml air 5) 4 buah cabai merah 6) 3 sdm gula merah iris 7) 1 sdm garam

  3. Cara membuat : 1) Rebuskan sayur-sayuran dengan air mendidih. Tiriskan, sisihkan. 2)

  Campur kacang tanah halus dengan bumbu lainnya, haluskan kembali. Campur dengan air asam. Uleni dengan sendok hingga tercampur rata. 3) Siapkan piring saji, susun sayuran rebus. 4) Siapkan mangkok sambal, cairkan bumbu sambal dengan air.

  Sajikan.

  

Gambar 1 Proses Pembuatan Pecel

2.4 Salmonella

  Salmonella adalah organisme yang kompleks yang memproduksi berbagai

  faktor virulensi, termasuk antigen permukaan (surface antigens), faktor-faktor yang berperan pada invasi, endotoksin, sitotoksin, dan enterotoksin. Genus

  Salmonella terdiri atas kelompok mikroorganisme yang secara biokimiawi dan

  serologis beragam. Di Amerika Serikat, jumlah kasus infeksi Salmonella yang dilaporkan, dua kali lebih besar dibandingkan kasus shigellosis (Tim Mikrobiologi, 2003) .

  Menurut Lesmana (2006) Salmonella adalah organisme yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae, dengan sifat-sifat sebagai berikut :

1. Bentuk batang 2.

  Negatif-Gram 3. Tidak berspora Mempunyai flagel peritrik 5. Tidak berkapsul 6. Hidup secara aerob atau fakultatif anaerob

  Di alam bebas, kuman ini dapat ditemukan di air, udara, makanan yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan baik domestik maupun hewan liar.

  Salmonella bersifat host-adapted pada hewan, dan infeksi pada manusia biasanya

  mengenai daerah usus. Infeksi muncul dalam bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam jiwa atau osteomielitis. Organisme ini ditemukan pada hewan domestk. Kasus pada manusia dan pembawa yang sedang dalam penyembuhan juga merupakan sumber yang penting.transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi. Infeksi lebih sering dan lebih berat pada pasien yang mengalami penurunan asam lambung atau pasien immunocompromised atau pasien yang menjalani splenektomi. Penyakit ini dapat dipersulit oleh artritis reaktif atau menjadi tahap pembawa (karier) kronik (Irianto, 2014).

  Menurut Lesmana (2006) salmonellosis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan infeksi yang disebabkan oleh genus Salmonella, namun seringkali salmonellosis digunakan secara khusus untuk gastroenteritis yang disebabkan keracunan makanan karena Salmonella. Infeksi oleh karena

  Salmonella dapat dibagi menjadi dua : 1.

  Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare) Demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser.

  Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi.

  2.4.1 Sifat Salmonella sp.

  Menurut Adam dan Moss (1995) Salmonella termasuk dalam kelompok Enterobacteriaceae. Salmonella dapat tumbuh diatas suhu 5°C sampai dengan 47°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan segera hancur dengan suhu pasteurisasi. Pada makanan beku, jumlah pertumbuhan

  Salmonella menurun dengan perlahan, penurunan dapat terjadi karena suhu

  tempat penyimpanan. Menurut Tim Mikrobiologi (2003) Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brillian, natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat). Senyawa ini menghambat kuman koliform karena itu bermanfaat untuk isolasi Salmonella dari tinja.

  2.4.2 Klasifikasi Salmonella sp.

  Klasifikasi genus Salmonella bersifat kompleks, dengan sekitar 2000 serotipe di dalamnya. Banyak dari serotype ini diberi nama binomial, misalnya

  Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis, meskipun keduanya bukan

  spesies yang berbeda, hanya berbeda dalam serotype. Dalam praktik klinis, laboratorium mengidentifikasi organisme berdasarkan nama binomial (Elliot et.al.

  2007). Menurut Todar (2012) pada saat ini dikenal ada dua spesies dalam genus

  Salmonella, yaitu :

  1) Salmonella enterica yang terdiri dari enam subspesies, masing-masing adalah :

  S. enterica subsp. enterica (subspesies I) S. enterica subsp. arizona (subspesies IIIa) S. enterica subsp. diarizona (subspesies IIIb) S. enterica subsp. houtenae (subspesies IV) S. enterica subsp. indica (subspesies VI)

  2) Salmonella bongori (dahulu dimasukkan ke subspesies V)

  Subspesies I biasanya diisolasi dari manusia dan hewan berdarah panas; sedangkan subspesies II, IIIa, IIIb, IV dan VI serta S. bongori biasanya terdapat pada hewan-hewan berdarah dingin serta di lingkungan alam bebas (jarang pada manusia).

2.4.3 Dampak Kesehatan Akibat Salmonella sp.

  Salmonella sp. pada manusia dan hewan ternak dapat menyebabkan

  penyakit yang bersifat asimptomatik hingga infeksi yang parah yang berakhir dengan mortalitas yang tinggi. Bahkan jauh lebih penting terhadap kesehatan manusia, salmonellosis dapat tertular akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang bersifat reservoir (Libby, et al. 2004).

  Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus

  

Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan akan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala

  Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain

  gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala paratifoid, serta infeksi lokal.

  Bakteri ini merupakan indikator keamanan pangan. Artinya, karena semuas serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Berbagai standar air minum maupun makanan siap santap mensyaratkan harus bebas Salmonella, arinya dalam sampel air minum (100 ml) atau sampel makanan (25 gram) tidak ditemukan adanya Salmonella (Poeloengan, 2014) 2.4.4 Infeksi yang disebabkan Salmonella sp.

  Infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella sp. pada manusia yaitu : 1)

  Demam tifoid (Demam enterik) Demam tifoid (enterik) disebabkan oleh konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi Salmonella typhi. Pasien datang dengan demam, perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau konstipasi), dan ruam yang klasik tetapi jarang (rose spot di daerah abdomen) (Gillespie et.al. 2008).

  A.

  Patogenesis Masa inkubasi berkisar 10-14 hari. Masa inkubasi dipengaruhi oleh banyaknya Salmonella yang masuk dalam tubuh. Sebanyak 50%

  7

  orang dewasa menjadi sakit bila menelan sebanyak 10 bakteri. Dosis

  5

  dibawah 10 tidak menimbulkan penyakit. Bakteri melalui sel intestinal masuk ke dalam aliran darah. Mereka difagositiosis namun tidak Antigen permukaan Vi dapat menghambat terbunuhnya bakteri oleh fagositosis. Invasi Salmonella typhi pada mukosa usus halus diikuti oleh multiplikasi pada kelenjar limfa mesentrik. Kemudian masuk ke dalam aliran darah dan terjadi bakterimia. Pasien mengalami demam yang meningkat bertahap, sakit kepala, nyeri otot, malaise, dan kehilangan semangat selama 1 minggu atau lebih. Selama tahap akhir masa inkubasi, organisme berada dan bermultiplikasi pada Reticulo

  

Endothelial System (RES) pada sumsum tulang, hati dan limfa serta

  kelenjar empedu. Bakteri dapat dilepaskan dari kantung empedu untuk kembali menginfeksi intestinal, menyebabkan perforasi dan ulserasi pada dinding usus yang menyebabkan bakteri dari saluran intestinal menuju ke rongga perut, dan menyebabkan peritonitis (Shanson, 1982).

  B. Gejala dan Tanda Gejala utama selama minggu pertama adalah demam yang meliputi malaise, sakit kepala, batuk tidak produktif, konstipasi, nyeri perut, dan konfusi mental. Seringkali terjadi delirium, dan neuropsikiatrik. Pada minggu kedua, Salmonella typhi mulai menyebabkan lesi lokal pada jaringan submukosa limfoid, dan seringkali terjadi diare.

  Menurut Shanson (1982) tanda fisik seperti bradikardi, rose spots pada abdomen maupun splenomegali dapat terjadi pada sebagian kecil pasien. Beberapa pasien menunjukkan leucopenia. Salmonella seringkali berada intraseluler dalam makrofag dan dapat melindungi Salmonella dari mekanisme antibodi humoral, dan dapat melawan beberapa antibiotik. onset penyakit, meliputi perforasi intestinal, perdarahan intestinal,

  myocarditis , osteomyelitis dan meningitis. Kematian dapat terjadi pada 10%

  pasien yang tidak mendapat antibiotik. Demam tifoid dapat kambuh setelah kesembuhan pada 10% pasien dengan tingkat keparahan penyakit biasanya lebih ringan dari penyakit awal. 2)

  Gastroenteritis (enterokolitis) Gastroenteritis oleh Salmonella merupakan infeksi pada kolon dan biasanya terjadi 18-24 jam setelah masuknya organisme. Penyakit ini ditandai dengan diare, demam, dan nyeri abdomen. Umumnya penyakit tersebut sembuh spontan (self limited), berakhir setelah 2-5 hari. Pada kasus-kasus berat biasanya terjadi pada bayi dan orangtua, memerlukan perhatian terhadap kemungkinan terjadinya dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit (Tim Mikrobiologi, 2003).

  3) Septikemia

  Septikemia seringkali disebabkan oleh Salmonella choleraesuis. Namun dapat juga disebabkan oleh Salmonella serotype lainnya. Gejalanya ditandai dengan demam, menggigil, anoreksia, dan anemia. Lesi fokal biasa terjadi pada setiap jaringan, misalnya osteomiellitis sekunder, pneumonia, abses pulmonum, meningitis, atau endokarditis (Tim Mikrobiologi, 2003).

2.4.5 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid

  Model Gordon menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat. Model ini dinamakan sesuai dengan nama pencetusnya yaitu John Gordon. Ia memodelkan atau menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang Pada kedua ujung batang terdapat pemberat, yakni agent dan host. Dalam model ini agent, host dan lingkungan dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi ini,sehingga terjadi kejadian sehat ataupun sakit (Soemirat, 2010). Masalah kesehatan yang dapat timbul antara lain adalah demam tifoid, hal ini dapat dilihat pada ketiga faktor tersebut yaitu : a.

  Agent atau Penyebaran kuman yang menyebabkan tifus Bakteri penyebab tifus biasanya menyebar melalui fecal oral atara lain melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita. Penyebaran tidak langsung terjadi melalui perantara yaitu vektor binatang seperti lalat, tikus, kecoa dan lain-lain.

  Binatang tersebut dapat menjadi penyebaran kuman tidak langsung karena kontak langsung dengan feses yang mengandung kuman penyebab penyakit tifus lalu mengkontaminasi makanan dan minuman.

  b.

  Host atau penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap demam tifoid 1)

  Keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri.

  2) Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kebiasaan hidup yang tidak sehat, misalnya tidak mencuci tangan dengan sabun setelah BAB, tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makani, karena tangan yang terkontaminasi dengan bakteri ini meningkatkan risiko pencemaran bakteri dan

3) Gizi kurang.

  c.

  Lingkungan Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang mudah dijumpai secara luas diberbagai negara berkembang terutama yang terletak di daerah teropis dan subtropis. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Penyakit ini sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan higiene perorangan yang kurang diperhatikan.

2.5 Transmisi Salmonella pada Makanan Pecel

   Transmisi Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara,

  yang dikenal sebagai 5 F, yaitu : Food (makanan), Fingers (jari / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui feses. Tinja dan muntah pada pasien dengan kuman tifoid dapat menyebar salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri dapat ditularkan melalui perantara lalat, yang terbang akan turun dalam makanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

  Jika orang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan bakteri Salmonella thypi terkontaminasi memasuki tubuh melalui mulut orang yang sehat. Kemudian bakteri ke dalam perut, beberapa bakteri akan dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus kecil distal dan mencapai jaringan limpoid. memasuki aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial kemudian melepaskan bakteri ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia, bakteri kemudian masukkan limpa, usus halus dan kandung empedu.

  Awalnya dikira gejala demam dan toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Namun berdasarkan studi eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam tifoid. Endotoksemia berperan dalam patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus kecil. Demam yang disebabkan oleh

  Salmonella thypi dan endotoksin merangsang sintesis dan pelepasan oleh leukosit pirogen zat dalam jaringan yang meradang (Alemayehu, 2004).

  Cara penyebararan Salmonella pada makanan pecel dapat melalui tiga cara, yaitu :

1. Melalui kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat

  (kaki-kaki lalat). Lalat hinggap pada sayuran atau bumbu pecel sehingga ada di makanan pecel.

  Salmonella 2.

  Tangan penjualan yang terkontaminasi oleh Salmonella

  Penjualan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah BAB kemudian menjamah makanan pecel secara langsung akan menyebabkan kontaminasi pada pecel tersebut Sayuran yang telah terkontaminasi tidak dimasak secara matang.

  Bakteri Salmonella yang terdapat pada lalat, tangan penjualan, serta sayuran yang telah terkontaminasi yang tidak dimasak dengan matang itu mengontaminasi makanan maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung Salmonella typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari.

  Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala sakit), Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun.

2.6 Kerangka Konsep

  Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini, yaitu :