BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Definisi pendapatan asli daerah sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 yaitu

  “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan”. Menurut Halim (2007), PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

  Erlina dan Rasdianto (2013) mengelompokkan PAD menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan PAD sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan PAD seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas, tidak hanya ditinjau dari segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. PAD itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Maka dari itu, peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.

  PAD yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan bahwa sumber-sumber PAD terdiri dari : a. pajak daerah

  b. retribusi daerah

  c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dasar pemungutannya berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan pelaksanaannya diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada setiap daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

  Berdasarkan PP No. 65 Tahun 2001 pajak yang dipungut pemerintah provinsi berbeda objeknya dengan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun jenis pajak yang dikelola/dipungut oleh pemerintah provinsi yang terdiri dari :

  1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

  2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air

  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

  4. Pajak Pengambilan Air Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

  Bagi hasil pajak untuk kabupaten/kota ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi. Jenis-jenis pajak yang dikelola/dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut :

  1. Pajak Hotel

  2. Pajak Restoran

  3. Pajak Hiburan

  4. Pajak Reklame

  5. Pajak Penerangan Jalan

  6. Pajak Pengambilan dan Pengelolahan Bahan Galian C

  7. Pajak Parkir Selain jenis pajak tersebut, Peraturan Daerah Pemerintah

  Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam UU. Penetapan jenis pajak lainnya harus benar-benar bersifat spesifik dan potensial daerah.

  Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi sebagaimana diatur dalam PP No. 66 Tahun 2001 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  Jenis retribusi dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah:

  a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

  b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

  c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil

  d. Retribusi PelayananPemakaman dan Pengabuan Mayat

  e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

  f. Retribusi Pelayanan Pasar

  g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

  h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

  Kelompok PAD dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai UU tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

  Dana Alokasi Umun (DAU) dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negri neto yang ditetapkan dalam APBN.

  Menurut PP No. 32 Tahun 2005 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, DAU merupakan salah satu komponen di dalam Dana Perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap). DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).

  DAU atau juga yang disebut dengan block grant merupakan transfer yang bersifat umum yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. DAU bersifat unconditional atau tidak memiliki syarat dalam penggunaannya sehingga bisa dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai UU (pasal 161). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

2.1.3 Luas Wilayah

  Wilayah adalah sebuah daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Pada masa lampau, seringkali sebuah wilayah dikelilingi oleh batas-batas kondisi fisik alam, misalnya sungai, gunung, atau laut. Luas Wilayah Pemerintahan merupakan jumlah ukuran dari besarnya wilayah dari suatu pemerintahan, baik itu pemerintahan kabupaten, kota maupun provinsi. Luas wilayah sangat erat kaitannya dengan geografis suatu daerah.

  Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari belasan ribu pulau yang tersebar. Untuk memperlancar proses pemerintahan di daerah yang luas, maka salah satu tujuan pembangunan adalah membangun infrastruktur. Infrastruktur merupakan instrumen untuk memperlancar berputarnya roda pemerintahan serta perekonomian sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan (Basri, 2002).

  Pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastuktur agar pembangunan tidak tersendat. Infrastruktur di wilayah yang luas berguna untuk memudahkan mobilitas faktor produksi, terutama penduduk, memperlancar mobilitas barang dan jasa dan tentunya memperlancar transaksi ekonomi antar daerah.

  Selain itu, pengaruh luas wilayah terhadap anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Daerah dengan wilayah yang lebih luas membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang tidak begitu luas.

2.1.4 Belanja Modal

  Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap. Belanja modal dalam Anggaran Daerah Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005). Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

  Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu :

  1. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

  Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

  Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (2003) dalam Darwanto (2007) juga menyatakan menyatakan hal sama, bahwa belanja modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya.

  2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

  No. Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  1. Tuasikal Variabel Independen : Secara simultan, DAU, DAK, (2008)

  1. PAD dan PDRB secara Dana Alokasi Umum

  2. bersamaan mempengaruhi Dana Alokasi Khusus 3. belanja modal.

  Pendapatan Asli Daerah

  4. Domestik Secara parsial, DAU, DAK Produk

  Regional Bruto dan PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja Variabel Dependen : modal, sedangkan PDRB tidak Belanja Modal berpengaruh.

  2. Kusnandar Variabel Independen : DAU secara statistik tidak dan 1. berpengaruh terhadap alokasi

  Dana Alokasi Umum Siswantoro 2. belanja modal. Sedangkan

  Pendapatan Asli Daerah (2012)

  3. PAD, SiLPA dan Luas Sisa Lebih Pembiayaan

  Anggaran Wilayah berpengaruh positif 4. terhadap belanja modal. Luas Wilayah

  Variabel Dependen : Belanja Modal

  3. Paujiah Variabel Independen : PAD tidak berpengaruh (2012) 1. secara signifikan terhadap

  Pendapatan Asli Daerah 2. belanja modal karena masih

  Dana Alokasi Umum kecilnya dana yang didapatkan dari PAD sehingga belum

  Variabel Dependen : memberikan kontribusi yang Belanja Modal besar terhadap belanja modal.

  Kemudian, DAU tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal karena DAU masih menjadi dana utama untuk membantu membiayai dana yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka desentralisasi.

  4. Wandira Variabel Independen : Tidak ada pengaruh yang (2013) 1. signifikan antara PAD

  Pendapatan Asli Daerah 2. terhadap belanja modal tetapi

  Dana Alokasi Umum

  3. DAU, DAK dan DBH Dana Alokasi Khusus

  4. berpengaruh secara signifikan Dana Bagi Hasil terhadap belanja modal. Secara simultan, PAD, DAU, DAK

  Variabel Dependen : dan DBH berpengaruh secara Belanja Modal signifikan terhadap belanja modal.

  Penelitian ini melakukan beberapa tinjauan dari penelitian terdahulu untuk disajikan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian pengembangan. Peneliti sebelumnya seperti Tuasikal (2008) menyatakan bahwa DAU, DAK, PAD dan PDRB berpengaruh secara simultan terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa manajemen pengeluaran pemerintah daerah khususnya dalam hal alokasi belanja modal pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia sangat tergantung pada alokasi dana dari pemerintah pusat. Secara parsial, DAU, DAK dan PAD berpengaruh terhadap alokasi belanja modal, sementara PDRB tidak berpengaruh. Hal ini menunjukan bahwa secara parsial, pola manajemen pengeluaran pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia khususnya yang terkait dengan belanja modal tidak terlalu mempertimbangkan PDRB sebagai salah satu determinan utama dalam alokasi belanja modal.

  Sejalan dengan Tuasikal (2008), Kusnandar dan Siswantoro (2012) mengatakan bahwa secara empiris, besarnya alokasi belanja modal dipengaruhi oleh DAU, PAD, SiLPA dan luas wilayah. Secara parsial, DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal sedangkan PAD, SiLPA dan luas wilayah berpengaruh. Hal ini mengindikasikan bahwa DAU yang selama ini diterima daerah tidak digunakan untuk pembangunan daerah yang terlihat dalam alokasi belanja modal.

  Berbeda dengan Tuasikal (2008) dan Kusnandar dan Siswantoro (2012), Paujiah (2012) mengatakan bahwa PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal ini disebabkan masih kecilnya dana yang didapatkan dari PAD sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja modal. DAU juga tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal karena DAU masih menjadi dana utama untuk membantu membiayai belanja daerah termasuk belanja modal. Secara simultan, PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap belanja modal. Dengan semakin besar PAD dan DAU yang diterima diharapkan dapat membiayai belanja modal.

  Sejalan dengan Paujiah (2012), Wandira (2013) menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini dapat dikarenakan terhadap nilai PAD yang rentangnya sangat jauh, yaitu antara Provinsi Maluku dan Provinsi DKI Jakarta. DAU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal namun dengan arah negatif. Hal ini terjadi karena DAU digunakan untuk membiayai belanja yang lain seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja lainnya. DAK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Hasil ini menjelaskan bahwa provinsi yang mendapatkan DAK yang besar akan cenderung memiliki belanja modal yang besar pula. Ini memberikan adanya indikasi yang kuat bahwa perilaku belanja modal akan sangat dipengaruhi dari sumber penerimaan DAK. DBH juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK.

2.3 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut : Pendapatan Asli Daerah

  \

  (X )

1 Dana Alokasi Umum

  Belanja Modal (X

  2 ) (Y)

  Luas Wilayah (X )

  3 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual di atas menunjukkan bahwa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (X ) terhadap Belanja Modal, pengaruh Dana

  1 Alokasi Umum (X 2 ) terhadap belanja modal dan pengaruh Luas Wilayah (X 3 )

  terhadap belanja modal. Serta secara bersama-sama apakah ada pengaruh antara ketiga variabel (X 1,

  X

  2 , X 3 ) terhadap belanja modal.

  Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan luas wilayah berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Pendapatan Asli Daerah sangat berperan penting dalam pembangunan daerah tersebut. Oleh karena itu, daerah hendaknya lebih terpacu lagi untuk memanfaatkan sumber daya daerah untuk dapat digunakan dalam rangka kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan. Sedangkan luas wilayah suatu daerah dapat dijadikan ukuran suatu daerah untuk mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan terutama berupa pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jaringan. Namun, Dana Alokasi Umum secara statistik tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hal ini mengindikasikan bahwa Dana Alokasi Umum yang selama ini diterima daerah tidak digunakan untuk pembangunan daerah yang terlihat dalam alokasi belanja modal.

2.3.1 Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal

  Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanakan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang diterima, maka semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakan otonomi. Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan publik dengan melakukan belanja untuk kepentingan investasi yang direalisasikan melalui belanja modal (Ardhani, 2011).

  PAD memiliki peran untuk pelaksanaan otonomi daerah guna mencapai tujuan utama penyelengaraan otonomi daerah yang ingin meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pelayanan publik yang ditunjukkan melalui sarana dan prasarana yang

  • – memadai membuat masyarakat mampu melakukan aktivitas sehari harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat
produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Adanya pertambahan belanja modal berdampak pada produktivitas masyarakat yang meningkat sehingga investor bertambah dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan asli daerah.

2.3.2 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal

  DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan keuangan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan (DAU) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal (Ardhani, 2011).

  Dalam studi yang dilakukan oleh Legrenzi & Milas (2001) menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang, jumlah transfer berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber dana perimbangan yang diterima daerah melalui DAU.

2.3.3 Hubungan Luas Wilayah dengan Belanja Modal

  Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Maksudnya semakin besar luas wilayah suatu daerah pemerintahan maka semakin banyak juga sarana dan prasarana yang harus disediakan pemerintah daerah agar tersedia pelayanan publik yang baik. Belanja modal digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana agar tersedia pelayanan publik yang baik. Hal ini memberikan adanya indikasi bahwa belanja modal penting untuk menyediakan sarana dan prasarana yang baik.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual di atas, peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal baik secara simultan dan parsial pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

Perbandingan Penyisipan Pesan ke dalam File Citra True color dengan Algoritma End of File (EOF) dan Least Significant Bit (LSB).

0 0 13

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kriptografi - Implementasi Vigenére Cipher dengan Metode Linear Feedback Shift Register pada Text

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda pada PT. Istana Deli Kencana Adam Malik Medan

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda pada PT. Istana Deli Kencana Adam Malik Medan

0 0 9

Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda pada PT. Istana Deli Kencana Adam Malik Medan

0 2 11

A. Data Responden - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Pasar - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Persepsi Pergeseran Konsumen dari Retail Tradisional ke Retail mMdern di Kecamatan Medan Merelan, Kota Medan

0 0 8

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

0 0 17